Anda di halaman 1dari 17

Vol 1, No 2, Oktober 2017 ISSN 2580-2194

PENGARUH TERAPI BERMAIN PLASTISIN (PLAYDOUGHT) TERHADAP


KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) YANG MENGALAMI
HOSPITALISASI DI RUANG PERAWATAN ANAK
RSUD BANGKINANG TAHUN 2017

ALINI
Dosen Prodi Sarjana Keperawatan FIK Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Alini_09@yahoo.com

ABSTRAK

Kecemasan merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai


oleh perasaan-perasaan subjektif atau perasaan yang tidak diketahui jelas sebabnya atau
sumbernya seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran. Berdasarkan data Survei Kesehatan
Nasional (SUSENAS) tahun 2014 jumlah anak usia prasekolah di Indonesia sebesar 20,72% dari
jumlah total penduduk Indonesia. Berdasarkan data tersebut diperkirakan 35 per 100 anak
menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan rasa
khawatir dan takut yang tidak jelas sebabnya. Salah satu intervensi keperawatan anak
untuk membantu mengurangi kecemasan anak prasekolah selama menjalani hospitalisasi
adalah terapi bermain seperti plastisin (playdought). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh terapi bermain plastisin (playdought) terhadap perubahan kecemasan anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan anak RSUD
Bangkinang tahun 2017. Penelitian ini bersifat quasi eksperimental dengan rancangan Non-
equivalent pretest-posttest. Pengambilan sampel sebanyak 15 orang anak usia prasekolah
sebagai kelompok eksperimen dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Kecemasan anak diukur menggunakan Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Pengambilan
data dilakukan dengan cara mengukur kecemasan sebelum dan setelah diberikan intervensi
berupa terapi bermain plastisin (playdought). Hasil analisis statistik menggunakan uji T
dependent didapatkan nilai p-value 0,00 <α 0,05 yang berarti terdapat pengaruh terapi
bermain plastisin (playdought) terhadap perubahan kecemasan anak usia prasekolah (3-6
tahun) yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan anak RSUD Bangkinang tahun 2017.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat di ruangan anak RSUD Bangkinang agar
dapat memberikan terapi bermain plastisin (playdought) sebagai salah satu terapi bermain yang
bisa dilakukan untuk mengurangi kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6 Tahun) yang
mengalami hospitalisasi.

Daftar Bacaan : 28 (2005-2016)


Kata Kunci : Anak Prasekolah, Hospitalisasi, Kecemasan, Terapi Bermain, Plastisin
(Playdought)

Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 1


Vol 1, No 1, April 2017 ISSN 2580-2194

PENDAHULUAN 2014 jumlah anak usia prasekolah di


Latar Belakang Indonesia sebesar
Kecemasan atau ansietas merupakan
respon individu terhadap suatu keadaan
yang tidak menyenangkan dan dialami
oleh semua makhluk hidup dalam
kehidupan sehari-hari. Anak usia
prasekolah biasanya mengalami
separation anxiety atau kecemasan
perpisahan karena anak harus berpisah
dengan lingkungan yang dirasakannya
aman, nyaman, penuh kasih sayang,
dan menyenangkan seperti lingkungan
rumah, permainan, dan teman
sepermainannya (Ardiningsih, 2006,
dalam Dayani, 2015). Menurut Supartini
(2004) dalam Sari (2016), kecemasan
merupakan dampak dari hospitalisasi
yang dialami oleh anak karena
menghadapi stressor yang ada di
lingkungan rumah sakit.

Kecemasan terbesar pada anak


usia prasekolah selama menjalani
hospitalisasi adalah kecemasan
terjadinya perlukaan pada bagian
tubuhnya. Semua prosedur atau
tindakan keperawatan baik yang
menimbulkan nyeri maupun tidak dapat
menyebabkan kecemasan anak
prasekolah. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan pemahaman anak
mengenai tubuh (Alfiyanti, 2007,
dalam Dayani,
2015).

Menurut Supartini (2004) adapun reaksi


anak usia prasekolah yang
menunjukkan kecemasan seperti anak
menolak makan, menangis, sering
bertanya tentang keadaan dirinya,
mengalami sulit tidur, tidak
kooperatif terhadap petugas
kesehatan saat dilakukan tindakan
keperawatan.

Permasalahan anak sakit merupakan


permasalahan yang kompleks di
Indonesia. Indonesia merupakan
negara dengan angka kematian anak 27
per 1000 kelahiran hidup (UNICEF,
2015). Pada masa usia prasekolah
aktifitas anak yang meningkat
menyebabkan anak sering kelelahan
sehingga menyebabkan rentan terserang
penyakit akibat daya tahan tubuh
yang lemah pula hingga anak
diharuskan untuk menjalani hospitalisasi.
Hasil survei UNICEF tahun
2012 menunjukkan prevalensi anak
yang menjalani perawatan di rumah
sakit sekitar 84%.
Berdasarkan data Survei
Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun
Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 2
Vol 1, No 1, April 2017 ISSN 2580-2194
20,72% dari jumlah total
penduduk Indonesia, berdasarkan data
tersebut diperkirakan 35 per 100 anak
menjalani hospitalisasi dan 45%
diantaranya mengalami kecemasan.

Hospitalisasi merupakan pengalaman


penuh stress bagi anak dan juga
keluarganya (Nursalam, 2005).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan
yang menyebabkan seorang anak harus
tinggal di rumah sakit untuk menjadi
pasien dan menjalani berbagai
perawatan seperti pemeriksaan
kesehatan, prosedur operasi, pembedahan,
dan pemasangan infus sampai anak
pulang kembali ke rumah (Supartini,
2004). Hospitalisasi pada anak merupakan
proses yang dikarenakan suatu alasan
yang berencana ataupun darurat,
sehingga mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangan
kembali kerumah. Pada saat proses inilah
terkadang anak mengalamai
berbagai pengalaman yang sangat
traumatis dan penuh dengan stres.

Berbagai reaksi anak terhadap


hospitalisasi, yaitu menolak untuk bekerja
sama sebagai mekanisme pertahanan
reaksi perpisahan. Anak juga
menganggap hospitalisasi
sebagai hukuman dan perpisahan
dengan orang tua sebagai bentuk
kehilangan kasih sayang (Muscary,
2005).

Reaksi anak terhadap sakit berbeda-


beda sesuai tingkat perkembangan
anak (Supartini, 2004). Menurut
Sacharin (1996), semakin muda anak
semakin sukar baginya untuk
menyesuaikan diri dengan pengalaman
dirawat di rumah sakit. Selain itu,
pengalaman anak sebelumnya terhadap
proses sakit dan dirawat juga sangat
berpengaruh. Apabila anak pernah
mengalami pengalaman tidak
menyenangkan dirawat di rumah
sakit sebelumnya akan menyebabkan
anak takut dan trauma. Sebaliknya
apabila anak dirawat di rumah sakit
mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenangkan anak akan lebih
kooperatif pada perawat dan dokter
(Supartini, 2004). Respon anak
terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh
tahapan usia perkembangan,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit,
mekanisme pertahanan diri yang dimiliki,
dan sistem dukungan yang tersedia.

Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 3


Perawatan anak dirumah sakit merupakan mempersiapkan diri untuk berperan
pengalaman yang penuh dengan stress, dan berperilaku dewasa
baik bagi anak maupun orang
tua, lingkungan rumah sakit itu
sendiri merupakan penyebab stress
dan kecemasan pada anak. Pada anak
yang dirawat di rumah sakit akan
muncul tantangan-tantangan yang
harus dihadapinya seperti mengatasi
suatu perpisahan, penyesuaian
dengan lingkungan yang asing
baginya, penyesuaian dengan banyak
orang yang mengurusinya, dan kerap
kali harus berhubungan dan bergaul
dengan anak yang sakit serta
pengalaman mengikuti terapi yang
menyakitkan (Supartini, 2004 dalam
Liswaryana, 2016).

Permasalahan yang muncul terkait respon


anak terhadap terhadap hospitalisasi
adalah banyak anak menolak
saat menjalani perawatan dirumah
sakit karena harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan rumah sakit yang
asing, apalagi menjalani rawat inap
dalam jangka waktu yang lama.
Tindakan perawatan yang
diberikan dapat menimbulkan
masalah psikologi baik bersifat
emosional, kognitif, maupun sosial
pada anak. Peralatan medis yang
terlihat bersih dan prosedur medis
dianggap anak menyakitkan dan
membahayakan karena dapat melukai
bagian tubuhnya. Hal inilah yang dapat
menimbulkan terjadinya kecemasan
pada anak (Rahmawati, 2008,
dalam Liswaryana, 2016).

Dampak dari kecemasan pada anak yang


menjalani perawatan, apabila tidak segera
ditangani akan membuat anak melakukan
penolakan terhadap tindakan perawatan
dan pengobatan yang diberikan
sehingga akan berpengaruh terhadap
lamanya hari rawat anak dan dapat
memperberat kondisi penyakit yang
diderita anak. Untuk mengurangi
dampak akibat hospitalisasi yang
dialami anak selama menjalani
perawatan, diperlukan suatu media
yang dapat mengungkapkan rasa
cemasnya, salah satunya adalah
terapi bermain (Sujatmiko, 2013, dalam
Dayani,
2015).

Bermain merupakan suatu


aktivitas dimana anak dapat
melakukan atau mempratikkan
keterampilan, memberikan ekspresi
terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
(Hidayat, 2005). Menurut Sudono (2006)
bermain adalah suatu kegiatan
yang dilakukan dengan atau
tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan pengertian dan
memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak.

Terapi bermain adalah suatu kegiatan


bermain yang dilakukan untuk membantu
dalam proses penyembuhan anak dan
sarana dalam melanjutkan pertumbuhan
dan perkembangan anak secara
optimal. Tujuan bermain bagi
anak adalah menghilangkan rasa nyeri
ataupun sakit yang dirasakannya
dengan cara mengalihkan perhatian
anak pada permainan sehingga
anak akan lupa terhadap perasaan
cemas maupun takut yang dialami,
selama anak menjalani perawatan
dirumah sakit. Permainan akan membuat
anak terlepas dari ketegangan dan stres
yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan
permainan. Dengan terapi bermain,
diharapkan kecemasan anak segera
menurun, sehingga dapat menjadikan
anak lebih bekerjasama pada petugas
kesehatan.

Terapi bermain yang diberikan pada anak


usia prasekolah harus menyesuaikan
dengan tahapan perkembangan sesuai
usianya. Pada masa prasekolah jenis
permainan salah satunya adalah skill play,
dimana jenis permainan ini sering dipilih
oleh anak, jenis permainan
ini menggunakan kemampuan
motoriknya. Salah satu permainan skill
play adalah bermain lilin (Fradianto,
2014). Lilin biasa disebut juga
dengan plastisin atau playdought.

Plastisin atau playdought adalah lilin


malam lembut yang mudah di
bentuk sesuai keiginan dengan
warna yang bervariasi dikarenakan
teksturnya yang lembut. Terapi
bermain dengan menggunakan lilin
sangat tepat karna tidak membutuhkan
energi yang besar untuk bermain,
permainan ini juga dapat dilakukan
diatas tempat tidur anak, sehingga
tidak mengganggu dalam proses
pemulihan dan penyembuhan kesehatan
anak (Ngastiyah, 2005 dalam
Fradianto, 2014).
Pendapat ini juga didukung oleh ataupun mendapatkan tindakan medis.
penelitian yang dilakukan oleh
Dayani, dkk (2015) tentang terapi
bermain clay terhadap kecemasan
pada anak usia prasekolah (3-6
tahun) yang mengalami hospitalisasi di
RSUD Banjarbaru dimana penelitian ini
menyebutkan permainan yang cocok
diterapkan untuk anak usia prasekolah
salah satunya adalah permainan
membentuk (konstruksi) seperti clay.
Terapi bermain dengan menggunakan
jenis clay seperti plastisin atau
playdough cocok diberikan pada anak
yang sedang menjalani perawatan,
karena tidak membutuhkan energi yang
besar untuk bermain. Permainan ini
juga dapat dilakukan di atas tempat tidur
anak, sehingga tidak mengganggu dalam
proses pemulihan kesehatan anak.
Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh pemberian
clay terhadap penurunan kecemasan
anak.

Namun menurut penelitian yang


dilakukan oleh Muafifah (2013) tentang
pengaruh clay therapy
terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak usia
prasekolah di RSUD Banyumas
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
clay therapy terhadap kecemasan
akibat hospitalisasi pada pasien anak
usia prasekolah di RSUD Banyumas.

RSUD Bangkinang merupakan satu-


satunya rumah sakit rujukan di kabupaten
kampar dan sekitarnya. Berdasarkan data
tahun 2016 di RSUD Bangkinang tercatat
ada sebanyak 641 orang anak
yang mengalami hospitalisasi, sedangkan
data dari bulan Januari sampai Maret
tahun
2017 menunjukkan ada 152 orang anak
yang mengalami hospitalisasi di
ruangan rawat inap anak RSUD
Bangkinang, dengan jumlah anak
prasekolah (3-6 tahun) yang
mengalami hospitalisasi berjumlah 49
orang anak. Anak berumur
3 tahun berjumlah 10 orang anak, umur 4
tahun berjumlah 15 orang anak, umur
5 tahun berjumlah 13 orang anak dan
6 tahun berjumlah 11 orang anak.
Hasil survey pendahuluan yang
dilakukan peneliti, bahwa dari 4 orang
anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang
menjalani hospitalisasi menunjukkan
bahwa anak sering mengalami
kecemasan pada saat dirawat yang
ditandai dengan anak menjadi rewel,
gelisah dan harus ditemani orang tua
ketika menjalani perawatan
Anak sering juga menangis ketika
perawat memasuki ruangannya.

Berdasarkan hasil wawancara pada


anak, orang tua anak dan perawat,
penyebab kecemasan ini bervariasi
mulai dari rasa cemas terhadap petugas
kesehatan, serta tindakan seperti
minum obat, jarum suntik dan
lainnya. Selama ini tidak ada tindakan
khusus atau terapi khusus yang diberikan
kepada anak yang mengalami
hospitalisasi di ruangan anak RSUD
Bangkinang, anak hanya sebatas
diberikan mainan oleh orang tuanya.
Padahal jika kecemasan ini
terus berlanjut, maka akan
mempengaruhi proses penyembuhan
anak. Hasil observasi dan
wawancara juga menunjukkan
bahwa selama ini pemberian
terapi bermain plastisin (playdought)
belum pernah dilakukan oleh
perawat untuk mengurangi
kecemasan pada anak yang mengalami
hospitalisasi di ruang perawatan anak
RSUD Bangkinang.

Dari permasalahan yang diuraikan diatas,


maka peneliti tertarik untuk
memberikan terapi bermain platisin
(playdought) pada anak prasekolah
yang mengalami hospitalisasi dengan
melakukan penelitian yang berjudul
”Pengaruh terapi bermain plastisin
(playdought) terhadap kecemasan
anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang
mengalami hospitalisasi di ruang
perawatan anak RSUD Bangkinang tahun
2017”

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar
belakang diatas, maka dirumuskan
masalah penelitian yaitu :
“Adakah pengaruh terapi bermain
plastisin (playdought) terhadap
kecemasan anak usia prasekolah (3-
6 tahun) yang mengalami
hospitalisasi di ruang perawatan
anak RSUD Bangkinang Tahun
2017?”.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi
bermain plastisin (playdought) terhadap
kecemasan anak usia prasekolah (3-6
Tahun) yang mengalami hospitalisasi di
ruang perawatan anak RSUD Bangkinang
tahun 2017
Tujuan Khusus ruangan rawat inap anak RSUD
a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan Bangkinang.
anak usia prasekolah (3-6 2) Anak tidak mengalami gangguan
tahun) sebelum di berikan terapi pada eksremitas atas seperti fraktur
bermain plastisin (playdought) di atau luka bakar pada tangan
ruang perawatan anak RSUD 3) Anak kooperatif
Bangkinang tahun 2017.
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan b. Kriteria ekslusi
anak usia prasekolah (3-6 1) Anak dengan kondisi sangat lemah
tahun) sesudah di berikan terapi 2) Anak tiba-tiba mengalami kondisi
bermain plastisin (playdought) di gawat darurat
ruang perawatan anak RSUD 3) Orang tua atau keluarga tidak
Bangkinang tahun 2017. bersedia menjadi responden
c. Untuk mengetahui adakah
pengaruh terapi bermain plastisin Teknik pengambilan sampel
(playdought) terhadap kecemasan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
anak usia prasekolah (3-6 Non- probability sampling dengan
Tahun) yang mengalami metode purposive sampling atau
hospitalisasi di ruang perawatan judgement sampling. Adapun jumlah
anak RSUD Bangkinang tahun 2017 sampel dalam penelitian ini adalah 15
orang.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Alat Pengumpulan Data
Jenis penelitian ini Alat pengumpulan data yang digunakan
menggunakan pada penelitian adalah kuesioner.
rancangan eksperimen semu Kuisioner yang digunakan untuk
(quasi eksperimental) dengan karakteristik responden terdiri dari :
rancangan. Metode quasi 1. Data karakteristik responden terdiri
eksperimental (Non- equivalent dari nama ibu dan anak, usia anak,
pretest-posttest) merupakan suatu pekerjaan ibu, jenis kelamin anak.
metode yang menggunakan Data ini diperoleh dengan mengajukan
hubungan sebab akibat yang melibatkan pertanyaan terbuka kepada orang tua
satu kelompok subyek. Penelitian ini pasien atau keluarga terdekat pasien.
dilakukan untuk mengetahui 2. Kecemasan Responden
perbedaan tingkat kecemasan sebelum Kecemasan responden diukur dengan
dan setelah diberikan perlakuan atau menggunakan alat ukur
intervensi berupa terapi bermain (instrument) yang dikenal dengan
plastisin (playdought). nama T-MAS (Taylor Manifest
anxiety Scale). Alat ukur ini berisi
Lokasi dan Waktu Penelitian 24 butir pertanyaan observasi tingkat
Penelitian ini di lakukan di ruangan kecemasan anak usia prasekolah
perawatan anak Rumah Sakit Umum yang menggambarkan
Daerah Bangkinang pada tanggal 22 Mei kecenderungan mengalami kecemasan.
s/d 06 Juni 2017. Reliabilitas dari TMAS ini telah di uji
oleh Taylor dengan menggunakan test-
Populasi retest untuk tenggang waktu 3 minggu
Populasi dalam penelitian ini adalah anak dan memperoleh indeks reliabilitas
usia prasekolah (3-6 tahun) sebesar 0.89. TMAS juga sudah teruji
yang menjalani hospitalisasi di ruangan validitas dan reliabilitasnya,
anak RSUD Bangkinang yang berdasarkan korelasi Pearson di dapat
rata-rata berjumlah 15 orang setiap skor validitas antara 0,60-0,88 dan
bulannya. memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,78.
(McDowell, 2006, dalam Paramita,
Sampel. 2013).
Sampel merupakan bagian dari populasi
yang akan diteliti. Dalam Analisa Data
penelitian keperawatan, Kriteria sampel Analisa yang digunakan adalah analisa
meliputi Kriteria Inklusi dan Kriteria univariat dan analisa bivariat. Dalam
Ekslusi ( Hidayat, 2011). penelitian ini analisis bivariat
a. Kriteria Inklusi penelitian ini adalah digunakan untuk menganalisis
1) Anak usia prasekolah (3-6 tahun) perbedaaan kecemasan anak sebelum
yang menjalani hospitalisasi di dan sesudah diberikan terapi
bermain plastisin
(playdought). sehingga dalam analisis ini Tabel 3 : Analisis Pengaruh Terapi
dapat digunakan uji statistik uji T-test Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap
yaitu uji dua mean variabel. Kecemasan Anak Prasekolah (3-6 Tahun)
Yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruang
Perawatan Anak RSUD Bangkinang Tahun
HASIL PENELITIAN 2017
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan , maka diperoleh hasil Variabel Pengu Mean SD SE Pv N
kuran
sebagai berikut :
Tingkat Sebelum 14,07 2,31 0,59
Analisa Univariat kecemasan 0.00 1
1. Karakteristik Responden Tingkat Setelah 9,60 2, 29 0,59 5
Tabel 1:Distribusi Frekuensi Karakteristik kecemasan
Responden Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
Yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruangan
Perawatan Anak RSUD Bangkinang Tahun Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata
2017 tingkat kecemasan responden sebelum
N Karakteristik F % diberikan intervensi berupa
o Responden terapi bermain plastisin (playdought)
1 Usia adalah
14,07 dengan standar deviasi
2,314.
a. Usia 3 4 26,7 % Sedangkan setelah diberikan terapi
Tahun bermain plastisin (playdought) rata-rata
b. Usia 4 2 13,3 %
Tahun tingkat kecemasan responden adalah 9.60
c. Usia 5 6 40 % dengan standar deviasi 2, 293.
Tahun
d. Usia 6 3 20 % Hasil uji statistik didapatkan nilai P value
Tahun adalah 0,00. Apabila dibandingkan
Total 15 100 %
dengan nilai α maka nilai P = 0,00 < α =
2 Jenis Kelamin
0,05 yang menunjukkan bahwa ada
a. Laki-laki 10 66,7 %
perbedaan yang signifikan antara
b. Perempuan 5 33,3 %
tingkat kecemasan sebelum dan setelah
Total 15 100
diberikan intervensi berupa terapi bermain
plastisin (playdought).
2. Kecemasan Responden
Tabel 4.2 : Distribusi Rata- Rata Tingkat PEMBAHASAN
Kecemasan Sebelum dan Setelah Diberikan A. Karakteristik Responden
Terapi Bermain Plastisin (Playdought) 1. Usia
Variabel Mean Median SD Min-
Max
Berdasarkan hasil penelitian
Tingkat menujukkan bahwa sebagian besar
kecemasan responden berusia
5 tahun yang berjumlah sebanyak
6
Sebelum 14,07 14,00 2,314 10- responden (40%), usia 3 tahun yang
terapi 19 berjumlah sebanyak 4 responden (26,7%),
bermain
plastisin Usia 6 tahun yang berjumlah sebanyak 3
Setelah 9,60 10,00 2,293 6-13 respoden (20%) serta usia 4 tahun
terapi yang berjumlah 2 responden (13,3%).
bermain Supartini (2004) menjelaskan bahwa
plastisin anak usia prasekolah merupakan anak
yang berada
pada rentang usia 3-6 tahun.
Analisa Bivariat peneliti sajikan dalam bentuk tabel 3 berikut
Dalam penelitian ini analisis ini:
bivariat
digunakan untuk menganalisis perbedaan
tingkat kecemasan responden
sebelum dan setelah di berikan terapi
bermain plastisin (playdought). Dalam
analisis ini peneliti menggunakan uji
statistik uji T- test atau Paired T Test
yaitu uji dua mean dependen. Hasil
perbandingan kecemasan responden
sebelum dan setelah di berikan
terapi bermain plastisin (playdought)
Rasa takut pada anak usia 3-6
tahun umumnya terjadi seperti takut
kegelapan, ditinggal sendiri
terutama pada saat menjelang
tidur, takut terhadap tindakan medis
dan petugas kesehatan, seringkali
anak usia prasekolah menganggap
bahwa hospitalisasi adalah sebagai
hukuman dan pemisahan dari orang
tua dan hal inilah yang
menyebabkan kecemasan pada anak
yang menjalani hospitalisasi.

Berdasarkan perhitungan dari


perubahan skor kecemasan dapat
terlihat bahwa pada anak usia 3 dan
4 tahun lebih banyak
mengalami peningkatan kecemasan Kecemasan yang dialami anak yang
dibandingkan usia 5 dan 6 tahun hal menjalani hospitalisasi di
ini sesuai dengan pendapat Wong ruang perawatan anak RSUD
(2009) yang menyatakan bahwa Bangkinang di sebabkan oleh rasa takut
semakin muda usia anak semakin sulit terhadap petugas kesehatan, tindakan
bagi anak untuk beradaptasi dengan medis, cemas karena berada pada
pengalaman di rawat dirumah sakit. lingkungan baru yang asing bagi anak,
serta rasa cemas akibat berpisah
Dari teori dan hasil penelitian diatas dari teman-teman dan keluarganya.
maka peneliti berpendapat Hal ini sesuai dengan pendapat
bahwa semakin muda usia anak maka Alfiyanti (2007) dalam Dayani (2015)
akan semakin tinggi tingkat kecemasan yang mengatakan bahwa
akibat hospitalisasi yang dialaminya. kecemasan pada anak usia prasekolah
Hal ini berkaitan dengan semakin muda disebabkan karena kecemasan terjadinya
usia anak maka akan semakin sulit perlukaan pada bagian tubuh, serta semua
baginya untuk menyesuaikan diri prosedur dan tindakan medis yang
dengan lingkungan rumah sakit yang dialami.
dianggap asing serta menakutkan bagi
seorang anak. B. Pengaruh Pemberian Terapi
Bermain Plastisin (Playdought)
2. Jenis Kelamin Terhadap Perubahan Kecemasan
Dari hasil penelitian, karakteristik Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
responden menunjukkan bahwa Yang Mengalami Hospitalisasi Di
sebagian besar responden terdiri dari Ruangan Perawatan Anak RSUD
laki-laki berjumlah sebanyak 10 Bangkinang
responden (66,7%) dan perempuan yang
berjumlah sebanyak 5 responden (33,3% Berdasarkan hasil penelitian diketahui
). Hal ini dikarenakan jumlah bahwa terjadi penurunan tingkat
pasien anak prasekolah yang kecemasan pada anak usia prasekolah (3-
dirawat di ruang perawatan anak 6 tahun) yang mengalami hospitalisasi di
RSUD Bangkinang lebih banyak ruangan perawatan anak RSUD
berjenis kelamin laki-laki Bangkinang setelah di berikan
dibandingkan perempuan. Hal ini intervensi berupa terapi bermain
di dukung oleh pendapat Hurlock plastisin (playdought). Dari hasil
(2002) dalam Muafifah (2013) yang penelitian didapatkan bahwa rata-rata
menyatakan jenis kelamin anak akan tingkat kecemasan responden sebelum
mempengaruhi aktivitas bermain anak. diberikan intervensi berupa terapi bermain
Anak laki-laki lebih banyak melakukan plastisin (playdought) adalah 14,07
permainan yang menghabiskan energi Sedangkan setelah diberikan terapi
dibandingkan anak perempuan, sehingga bermain plastisin (playdought) rata-rata
anak laki-laki lebih beresiko terkena tingkat kecemasan responden adalah
penyakit atau cidera. 9.60 sehingga perbedaan tingkat
kecemasan responden sebelum dan
Berdasarkan teori dan hasil setelah pemberian terapi bermain
penelitian, maka peneliti berpendapat plastisin (playdought) adalah sebesar
bahwa anak laki- laki lebih mudah 4,467.
terserang penyakit dikarenakan anak
laki-laki lebih banyak melakukan Hasil uji statistik dengan menggunakan
pemainan yang menghabiskan energi uji paired sample T- test menunjukkan
dari pada anak perempuan, sehingga nilai p = 0,00 < 0,05 yang berarti ada
menyebabkan anak laki-laki lebih pengaruh yang signifikan pemberian
sering mengalami hospitalisasi terapi bermain plastisin
dibandingkan anak perempuan. (Playdought) terhadap kecemasan anak
usia prasekolah (3-6 tahun) yang
3. Kecemasan Responden mengalami hospitalisasi di ruang
Dari hasil penelitian, dapat diketahui perawatan anak RSUD Bangkinang.
bahwa rata-rata kecemasan responden
sebelum diberikan intervensi berupa Terapi bermain plastisin (playdought)
terapi bermain plastisin dapat menurunkan kecemasan anak usia
(playdought) yaitu 14,07, sedangkan prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani
setelah diberikan intervensi berupa terapi hospitalisasi di ruang perawatan anak
bermain plastisin (playdought) rata- RSUD Bangkinang, karena
rata kecemasan responden yaitu 9,60. terapi
bermain platisin (playdought) dapat membentuk. Sehingga plastisin
membantu anak untuk mengekspresikan (playdought) yang merupakan salah satu
perasaannya melalui kegiatan bermain
sehingga anak merasa lebih nyaman. Hal
ini didukung oleh pendapat Sujatmiko
(2013) dalam Dayani (2015) yang
menyatakan bahwa salah satu cara
yang digunakan untuk mengurangi
kecemasan pada anak adalah dengan
terapi bermain. Bermain merupakan
suatu aktivitas dimana anak dapat
melakukan atau mempratikkan
keterampilan, ekspresi serta pemikiran (
Hidayat, 2005).

Dalam penelitian ini terapi


bermain platisin (playdought) diberikan
sebanyak
1 kali selama 10 sampai 15 menit, dimana
pemberian terapi ini mampu menurunkan
rata-rata tingkat kecemasan anak
sebesar
4,46, sedangkan pada penelitian yang
dilakukan Dayani (2015) pemberian
terapi bermain Clay di lakukan sebanyak
2 kali selama 2 hari ( 1 hari 1
kali pemberian terapi) dengan waktu
20 menit dan dapat menurunkan rata-
rata tingkat kecemasan anak sebesar
5,30.
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa
jika terapi bermain plastisin (playdought)
dilakukan lebih sering dan dengan waktu
yang lebih lama maka akan menyebabkan
penurunan tingkat kecemasan anak
lebih maksimal.

Supartini (2004) menyatakan anak yang


mengalami hospitalisasi akan mengalami
kejadian yang sangat traumatik dan
penuh dengan stress. Penyebab stress
pada anak diantaranya adalah lingkungan
rumah sakit itu sendiri seperti
bangunan rumah sakit, ruang rawat , alat-
alat medis, pakain putih petugas dan
lingkungan sosial. Kondisi ini
merupakan sumber stress (stressor)
yang dapat mempengaruhi psikologis
anak. Beberapa tahun ini clay termasuk
plastisin sering digunakan untuk
bermain anak-anak dalam kegiatan
terapi bermain, terapi ini selain untuk
menurunkan kecemasan juga digunakan
oleh terapis sebagai sarana untuk
meningkatkan hubungan terapeutik.

Yusuf (2002) dalam Muafifah (2013)


menyatakan salah satu permainan yang
cocok untuk anak usia prasekolah
adalahpermainan membentuk (kontruksi)
dan clay merupakan salah satu permainan
jenis clay dapat digunakan sebagai terapi
bermain yang efektif di berikan kepada
anak usia prasekolah yang menjalani
hospitalisasi untuk menurunkan
kecemasan akibat hospitalisasi. Hal ini
juga di dukung oleh penelitian Dayani,
dkk (2015) yang menyatakan bahwasanya
terdapat pengaruh terapi bermain
clay terhadap kecemasan anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani
hospitalisasi, Penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian Ikbal
(2014) yang juga menyatakan hal
yang sama, bahwa terdapat pengaruh
terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan anak
usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi.

C. Analisis Perbandingan Perbedaan


Penelitian Sebelumnya Dengan
Penelitian Yang Dilakukan Peneliti
Saat Ini
Dayani (2015) melakukan penelitian
yang berjudul terapi bermain clay
terhadap kecemasan anak usia prasekolah
(3-6 tahun) yang menjalani
hospitalisasi di RSUD Banjarbaru.
Penelitian ini bersifat quasi
eksperimental dengan rancangan
penelitian pretest-posttest non
equivalent control group design.
Pengambilan sampel sebanyak 26
orang anak usia prasekolah yang terbagi
atas 13 orang anak kelompok kontrol
dan 13 orang anak kelompok eksperimen
dengan menggunakan teknik
accidental sampling. Pada penelitian ini
pemberian terapi bermain Clay di lakukan
sebanyak
2 kali selama 2 hari (1 hari 1
kali pemberian terapi) dengan waktu
20 menit dengan jumlah sampel sebanyak
26 orang, 13 orang anak kelompok
kontrol dan 13 orang anak kelompok
eksperimen. Kesimpulan penelitian ini
adalah bahwa terdapat pengaruh terapi
bermain clay terhadap kecemasan
pada anak usia prasekolah (3-6
tahun) yang menjalani hospitalisasi di
RSUD Banjarbaru dan dapat
menurunkan rata- rata tingkat
kecemasan anak sebesar 5,30.

Penelitian yang dilakukan oleh Ikbal


(2014) yang berjudul pengaruh terapi
bermain lilin terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi
di RSUD dr. Soedarso Pontianak.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh terapi
bermain lilin terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada anak usia
prasekolah. Jenis penelitian ini
menggunakan pre-eksperimen dengan penelitian ini juga tidak memerlukan
one group pre-post test design. jumlah tempat khusus
sampel 20 anak yang dilakukan dengan
teknik pengambilan sampel purposive
sampling. Pada penelitian ini
terapi bermain lilin diberikan sebanyak
2 kali dalam sehari dengan waktu 20-
25 menit. Kesimpulan penelitian ini ada
pengaruh terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah di Ruang Anak
RSUD dr. Soedarso Pontianak
dengan rata-rata penurunan kecemasan
sebesar 6,45.

Muafifah (2013) melakukan penelitian


yang berjudul pengaruh clay therapy
terhadap kecemasan akibat hospitalisasi
pada pasien anak usia prasekolah di
RSUD Banyumas. Penelitian ini
menggunakan desain pre
eksperimen dengan pendekatan pre-post
test one group design, dengan
teknik pengambilan sampel
menggunakan consecutive sampling dan
jumlah sampel sebanyak 18 orang anak
usia prasekolah. Dalam penelitian ini
terapi bermain diberikan selama 3 hari
(1 hari 1 kali pemberian terapi
bermain). Kesimpulan penelitian ini
adalah tidak ada pengaruh clay therapy
terhadap kecemasan anak yang dirawat
di RSUD Banyumas. Hal ini dikarenakan
anak yang tidak kooperatif serta sulit
untuk diajak berkomunikasi.

Pada penelitian yang telah dilakukan


peneliti, terapi bermain platisin
(playdought) diberikan sebanyak 1 kali
selama 10 sampai 15 menit dengan
sampel berjumlah 15 orang tanpa adanya
kelompok kontrol (pre eksperimen pre-
test and post test one group
design) dengan teknik pengambilan
sampel Non- probability sampling
menggunakan metode purposive
sampling atau judgement
sampling. Kesimpulan penelitian ini
adalah terdapat pengaruh terapi
bermain plastisin (playdought)
terhadap kecemasan anak usia prasekolah
dengan rata-rata penurunan kecemasan
sebesar 4,46. Jadi dari
analisis perbandingan ini dapat peneliti
simpulkan bahwa walaupun terapi
bermain yang diberikan sama-sama
menggunakan media bermain berupa clay
atau plastisin ( playdouhgt) tetapi
kelebihan penelitian ini adalah
penelitian ini hanya diberikan dalam
waktu yang singkat sehingga tidak
mengganggu waktu istrirahat dan
proses penyembuhan anak, pada
untuk bermain sehingga bisa dilakukan
dengan mudah oleh perawat kepada anak
yang mengalami hospitalisasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan diuraikan diatas,
maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata- rata kecemasan anak
sebelum diberikan terapi bermain
plastisin (playdought) adalah 14,07.
2. Rata- rata kecemasan anak setelah
diberikan terapi bermain plastisin
(playdought) adalah adalah 4,47.
3. Ada pengaruh pemberian terapi
bermain plastisin
(playdought) terhadap perubahan
kecemasan pada anak usia prasekolah
(3-6 tahun) yang mengalami
hospitalisasi di ruangan perawatan
anak RSUD Bangkinang, dibuktikan
dengan uji T-test dependen dengan P
Value 0,00 (P <0.05).

Saran
1. Teoritis
Diharapkan bagi penelitian
selanjutnya
dapat mengembangkan penelitian tentang
terapi bermain yang berbeda seperti terapi
bermain origami yang bisa diberikan
kepada anak untuk mengurangi tingkat
kecemasan akibat hospitalisasi.
2.
Praktis
Diharapkan kepada petugas kesehatan
khususnya kepada petugas kesehatan di
RSUD Bangkinang agar
mempertimbangkan terapi
bermain plastisin (playdought) sebagai
salah satu terapi bermain yang bisa
diterapkan untuk mengurangi tingkat
kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Ade. (2011). Asuhan keperawatan
jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Apriany, D. (2013). Hubungan
antara hospitalisasi anak dengan
tingkat kecemasan orang tua.
Jakarta: Jurnal Keperawatan
Soedirman.
Dayani, Noer Ella, dkk. (2015). Terapi
Bermain Clay
Terhadap Kecemasan pada
Anak Usia Prasekolah yang
Menjalani Hospitalisasi di RSUD
Banjarbaru. Skripsi. Tidak
diterbitkan; Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat.
Debbi, (2013). Hubungan Kecemasan Efek Hospitalisasi Pada
Penerapan Atraumatic Care Anak Prasekolah Di Ruangan Anak
Dengan Kecemasan Anak
Prasekolah Saat Proses
Hospitalisasi. Skripsi. Tidak
diterbitkan: Universitas jember.
Fradianto. (2014). Pengaruh
terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah. di
RSUD DR. Soedarso pontianak
Skripsi. Tidak diterbitkan:
Pontianak.
Fithriyatul, dkk. (2016). Kerangka
Teori dan Kerangka Konsep. Tesis.
Tidak diterbitkan: Universitas
Indonesia.
Harjaningrum, (2007). Peran Orang
Tua dan Praktisi Dalam
Membantu Tumbuh Kembang
Anak Berbakat Melalui
Pemahaman Teori dan Trend
Pendidikan. jakarta: Prenada
media.
Hawari, dadang. (2004). Cemas dan
depresi. Jakarta: FKUI
Hidayat, A. A. (2005). Pengantar Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. A. (2011). Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik
Analisis
Data. jakarta; salemba medika.
Kyle,Terry dan Susan Carman.(2014).
buku ajar keperawatan
pediatric dialih bahasakan oleh
devi yulianti. Jakarta: EGC.
Liswaryana. (2016). Faktor-Faktor
yang Berhubungan Dengan
Kecemasan Anak Prasekolah yang
Mengalami Hospitalisasi
Diruangan Anak Bangkinang
Tahun 2016. Skripsi. Tidak
diterbitkan; Program Studi SI
Keperawatan STIKes Tuanku
Tambusai Riau.
Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar :
Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC.
Ngastiyah. (2005).Perawatan Anak
Sakit
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo S.( 2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam, (2005). Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika.
Nursalam. (2011). Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba medika.
Sari, Silvia Ratna .(2016).Pengaruh
Bibioterapi Dengan Buku Cerita
Bergambar Terhadap Tingkat
Di RSUD Bangkinang tahun
2016. Skripsi. Tidak diterbitkan;
Program Studi SI Keperawatan
STIKes Tuanku Tambusai Riau.
Stuart dan Sundeen (2002). Buku Saku
Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.
Sukarmin. (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:
Graha
Ilmu.
Supartini, Y. (2005). Buku Ajar
Konsep dasar Keperawatan Anak.
Jakarta: EGC.
Survei Kesehatan Nasional
(SUSENAS). (2010). Jumlah
anak usia prasekolah di
indonesia. 2015.
Tedjasaputra, M.S. (2010). Bermain
Mainan dan Permainan. Jakarta:
Grasindo.
UNICEF.Fund.(online),
(http://www.unice
f.org/dprk/unicef-factsheet2013,
diakses 18Februari 2014.
Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatri volume 2.
Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai