Anda di halaman 1dari 5

APLIKASI PENDEKATAN HUMANISTIK DALAM KASUS

Obsessive – Compulsive Disorder

Laura Alberthart, wanita berusia 21 tahun menderita Obsessive Compulsive Disorder


(OCD). OCD menyerang mental dengan ciri-ciri selalu berpikir berulang-ulang dan
melakukan aktivitas yang juga dilakukan berulang-ulang (Compulsive) dan apabila tidak
melakukannya merasa cemas dan tidak tenang. Kelainan ini membuat Laura merasa menjadi
orang yang tidak normal.
Pada awal kehidupannya, Laura tinggal di rumah keluarganya –Keluarga Alberthart—
bersama ayah, ibu, dan juga kakaknya –Maura Alberthart-. Usianya selisih 2 tahun dengan
kakaknya. Ibunya sangat mendambakan sosok anak yang ideal, seperti : anak yang pintar
dalam hal akademis, rajin, teliti, rapi, dan nyaris sempurna. Ia akan mencurahkan segenap
kasih sayangnya pada anak dambaannya.
Keinginan ibunya terpenuhi dengan adanya Maura putri pertamanya. Ia dikenal
sebagai anak yang jenius, rajin, rapi, dan mudah diatur oleh orang tua. Kondisi ini berbanding
terbalik dengan keadaan Laura, ia bukanlah gadis pintar, tampilannya berantakan, sangat
ceroboh, dan tidak rajin, meskipun sebenarnya ia suka melukis. Namun, ibunya tak pernah
peduli dengan potensi yang dimiliki oleh Laura. Karena latar belakang inilah, ibunya
memberikan kasih sayang yang berbeda kepada dua anaknya.
Maura sangat disayang dan dimanja oleh ibunya. Apapun yang ia inginkan selalu
dipenuhi. Sementara itu, sejak usia 8 tahun Laura sudah tidak merasakan kasih sayang penuh
dari kedua orang tuanya. Orang tuanya selalu menuntut Laura agar menjadi seperti kakaknya.
Karena menurut orang tuanya, apapun yang dilakukan Laura selalu salah. Laura selalu
menangis dan tertekan mendengar perkataan kasar dari orang tuanya.
Karena tekanan yang ia terima, ia berusaha untuk menuruti perkataan orang tuanya
menjadi seperti kakaknya hanya untuk mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Meskipun ia
merasakan amarah yang terpendam.
Suatu ketika Laura pulang sekolah bersama kakaknya. Dengan digandeng oleh
kakaknya, mereka menyebrang jalan bersama. Namun, karena Maura lalai tidak melihat
bahwa ada mobil yang melaju dengan pesat, akhirnya mereka pun tertabrak. Setelah dilarikan
ke rumah sakit, kondisi Laura tidak sekritis kakaknya. Maura mengalami kelumpuhan pada
salah satu kaki kanannya. Karena hal ini pun, Laura sangat merasa bersalah. Begitu pun
dengan ibunya yang mengatakan, “Maura lumpuh karena menggandeng tanganmu!” karena
sedang dirundung kesedihan, ibunya pun tidak dapat berpikir rasional.
Sejak kelumpuhan kakaknya, ia mulai terbiasa melakukan aktivitas – aktivitas yang
dilakukan oleh kakaknya. Namun, karena dia melakukan dengan ambisi yang begitu besar,
begitu ingin disayangi oleh orang tuanya ternyata yang dia lakukan sudah sangat melampaui
batas. Dia melakukannya dengan cara yang berlebihan.
Dia selalu menghabiskan banyak waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika
dihitung - hitung, ia bias menghabiskan 10 jam sehari di kamar mandi. Laura juga selalu
merasa takut karena dia berpikir setiap inchi tubuhnya dihinggapi bakteri, sehingga dia harus
mandi lagi dalam waktu lama untuk membersihkannya.
“Ini sampai ke titik saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing
berlangsung dua jam,” ujar Laura. “Rasanya, ada begitu banyak hal, yang harus saya lakukan.
Setiap menit dari bagian tubuh saya harus dikontrol. ”Penderitaan ini dialami Laura sejak
didiagnosis mengalami gangguan OCD di usia 12 tahun. OCD yang diderita Laura seperti
menyebabkan suara di kepalanya, yang diasebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini seolah
meyakinkan dia selalu dalam keadaan kotor.
Laura tahu itu tidak rasional, tapi dia tidak berdaya mengendalikan dirinya. Laura
memaparkan bagaimana OCD mengendalikan hidupnya selama bertahun-tahun. Laura terus
menerus mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di sekolah. Penderitaan Laura
membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman – teman sekolah. “Saya selalu merasa tidak
normal. ”Banyak teman – teman sekolah yang kemudian menjuluki Laura sebagai orang aneh
dan stres.
“Aku punya catatan untuk diingat kembali ketika saya berumur 12 tahun. Orang
beranggapan OCD adalah tentang mencuci tangan sedikit lebih lama dari biasanya dan
kemudian Anda melanjutkan aktivitas seperti orang lain. Tapi, ternyata tidak. ”Laura
melanjutkan, “Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit setiap pagi karena saya
harus berbalik sampai saya berada di sudut kanan. Jika tidak merasa benar, saya ulangi
sampai hal itu benar. ”Setelah itu, dia akan memastikan tempat tidur selalu dalam keadaan
sempurna tanpa ada kain yang kusut. Dia harus mencuci sarung bantal setiap hari dan seprai
setidaknya tiga kali seminggu.
Untuk menggunakan toilet, dia harus menyekanya dulu kemudian duduk dengan cara
yang benar. Lalu, dia akan selalu merobek lembar pertama kertas toilet karena takut telah
tersentuh orang lain. Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12 lembar untuk selanjutnya
dilipat dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun dari toilet pun, dia masih
harus memutar sampai benar – benar merasa nyaman.
“Saya harus berjalan lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di kaki.
Jika tidak, saya harus mulai dari awal lagi.Jadi, saya akan berada di sana selama berjam -
jam.”

 Analisis Kasus dalam Perspektif Humanistik


Perspektif Humanistik - Maslow
Maslow dikenal dengan teorinya Hierarchy of Needs yang memuat lima kebutuhan
manusia. Kebutuhantersebutadalah:
 Kebutuhanfisik / biologis pada kasus Laura kebutuhan ini sudah pasti terpenuhi
karena ia berasal dari keluarga yang berada.
 Kebutuhanakan rasa aman kebutuhan ini juga sudah terpenuhi karena Laura tinggal
di lingkungan yang aman pula.
 Kebutuhan Akan Rasa Dimiliki( Sense Of Belonging ) Dan Cintapada kasus Laura,
tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi. Karena perlakuan yang didapatkan dari orang
tuanya tidak menunjukkan cinta kasih dan menyebabkan Laura tidak bahagia akan hal
ini. Laura tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik saat kebutuhan ini tidak
terpenuhi, hal tersebut lah yang menjadi pemicu terjadinya psikopatologi pada Laura.
 Kebutuhan akan penghargaan dan harga diriAda dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri ( self respect ), yaitu kebutuhan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan.
Kebutuhan akan self-respect Laura tidak terpenuhi. Karena dia terisolasi dengan
kondisi ingin memenuhi keinginan orang tuanya. Ia tidak mendapatkan
kebebasan untuk mempertahankan konsep dirinya.

2. Mendapat penghargaan dari orang lain ( respect from other ) yaitu kebutuhan
prestise, penghargaan dari orang lain, status ketenaran, dominasi, menjadi orang
penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan
bahwa dirinya dikenal dengan baik dan dinilai dengan baik oleh orang lain.
Penghargaan dari orang lain pun juga tidak Laura dapatkan. Orang tuanya tidak
mampu mengapresiasi dengan baik hal – hal yang dilakukan Laura, meski
awalnya adalah sebuah kesalahan.
Bukan hanya orang tuanya, Laura tidak pula mendapatkan penghargaan dari
teman – teman sekolahnya karena dianggap sebagai anak yang aneh.
Judgemental seperti inilah, yang membentuk konsep dirinya, ia merasa bahwa ia
bukanlah anak yang normal, sehingga menimbulkan kecemasan.

 Kebutuhan aktualisasi / perwujudan diri Laura mengalami hambatan pada


pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan harga diri, hingga pada akhirnya
mengalami gangguan OCD. Artinya, Laura belum mampu memenuhi kebutuhan
untuk aktualisasi diri.

Perspektif Humanistik – Carl Rogers


Menurut Rogers, keyakinan utamanya adalah bahwa perilaku abnormal merupakan
hasil dari perkembangan konsep tentang self yang terganggu. Apabila orang tua
menunjukkan pada anak tentang conditional positive regard, dimana orang tua menerima
mereka hanya apabila mereka berperilaku dengan cara yang disetujui oleh mereka.
Anak – anak dari beberapa keluarga belajar bahwa memiliki ide sendiri tidak dapat
diterima, dalam kasus dimana ide mereka berbeda dari pandangan – pandangan orang tua
mereka sendiri. Orang tua yang diktator dapat membuat anak – anak mengembangkan
perasaan bersalah pada diri mereka. Jika ingin memperthankan self – esteem, mereka
mungkin harus menyangkal perasaan – perasaan mereka yang sejati atau tidak memiliki
bagian dari diri mereka. Kemudian, mereka mengembangkan self-concept, atau pandangan
tentang diri merekayang terdistorsi, dan menjadi orang asing bagi diri mereka yang
sesungguhnya.
Seperti pada kasus yang dialami Laura, orang tuanya akan memberikan kasih sayang
penuh pada anaknya jika hanya mereka mematuhi semua yang diinginkan oleh orang tuanya.
Hal ini merupakan perwujudan dari conditional positive regard. Laura tidak mampu untuk
mengatasi kondisi ini dengan baik, sehingga timbullah kecemasan dalam dirinya. Kecemasan
yang muncul karena konsep dirinya yang tidak konsisten dengan apa yang diharapkan oleh
orang tuanya. Untuk meredam kecemasannya, ia melakukan self-defense dengan mencoba
melakukan hal – hal yang diinginkan oleh orang tuanya untuk mendapatkan self-esteem nya
kembali. Sehingga aktualisasi diri menjadi terganggu karena adanya penyangkalan emosi
yang dirasakan sebenarnya. Dibawah kondisi semacam ini, Laura tidak dapat
mempersepsikan nilai – nilai sejati atau bakat – bakat pribadi yang dimilikinya, menyebabkan
frustrasi dan membentuk tahap abnormal.
Menurut perspektif humanistic, sebaiknya orang tua menerapkan unconditional
positive regard, yaitu dimana orang tua mampu memberikan apresiasi pada anak – anak
mereka berdasarkan nilai – nilai yang ada pada diri mereka, tanpa memandang perilaku
mereka saat itu. Orang tua sebaiknya memperlakukan anak – anak dengan cinta dan toleransi
untuk perbedaan mereka, anak – anak juga akan tumbuh dengan penuh cinta, meskipun apa
yang menjadi bakatnya berbeda dengan apa yang diinginkan orang tua. Hal itulah yang tidak
Laura dapatkan dari pengasuhan orang tuanya.

Anda mungkin juga menyukai