Naskah diterima: 2 Februari 2018; revisi: 20 November 2019; disetujui 19 Desember 2019
http://dx.doi.org/10.29123/jy.v12i3.331
Perkawinan dalam masa iddah secara hukum tidak dapat Kata kunci: surat penolakan perkawinan; masa iddah;
dilaksanakan sebelum masa iddah-nya habis. Berbeda penemuan hukum.
halnya dengan Putusan Pengadilan Agama Tulungagung
Nomor 287/Pdt.P/2017/PA.TA tentang pencabutan surat
ABSTRACT
penolakan perkawinan dalam masa iddah. Penelitian
terhadap putusan ini dilakukan dengan studi kepustakaan, No marriage is allowed for a woman during the period
dengan pendekatan yuridis dan analisis kualitatif. of iddah. This guidance is different from the substance
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa, dasar hukum of Tulungagung Religious Court Decision Number 287/
yang digunakan majelis hakim yaitu Pasal 153 ayat (2) Pdt.P/2017/PA.TA that has revocated the marriage
Huruf b KHI, QS. At-Thalaq ayat 4, serta Pasal 53 KHI, rejection letter during the iddah period. The research
yang diketahui dengan menggunakan metode penemuan on this decision was carried out with a literature study
hukum (rechtvinding), di antaranya: pertama, metode with a juridical approach and qualitative analysis. The
interpretasi sistematis dan metode istimba’th digunakan legal basis used by the panel of judges is Article 153
untuk mengetahui bahwa masa iddah W (pemohon) Paragraph 2 letter b KHI, QS. At-Thalaq verse 4 and
bukan iddah hamil akan tetapi iddah qurû’; kedua, Article 53 KHI. The judges also made some judicial law-
metode a contrario (argumen a contrario) terhadap making (rechtsvinding) that can be inferred as follows.
Pasal 153 ayat (2) huruf c KHI, untuk mengetahui siapa First, the use of a systematic interpretation method and
pria yang menghamili W (pemohon), sekaligus sebagai istimba’th method for the conclusion that the iddah of
dasar untuk mencabut surat penolakan perkawinan dari the applicant (W) in this case, is not iddah pregnant
KUA tersebut; dan ketiga, silogisme terhadap Pasal 53 but iddah quru. Second, the use of the a-contrario
KHI, untuk mengetahui bahwa di antara W (pemohon) argument against Article 153 Paragraph 2 letter c KHI
dengan S (calon suami) tidak ada halangan untuk to find out the man who has impregnated the applicant.
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 381
This argument is also the logical basis for revoking the prospective husband (S).
marriage rejection letter from the KUA. Third, the use of
Keywords: marriage rejection letter; the iddah period;
syllogism against Article 53 KHI to make sure there is
judicial law-making.
no obstacle of marriage between the applicant and her
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 383
sejak 1 (satu) tahun lalu. Sehingga hal tersebut metode penemuan hukum (rechtvinding) dalam
digunakan sebagai dasar untuk mencabut surat menangani suatu perkara dan hukum perkawinan
penolakan perkawinan dari KUA Kedungwaru. dalam masa iddah.
Iddah secara bahasa berasal dari kata a. Dalam keadaan hamil, apabila
kerja ‘adda-ya’uddu–‘addan dan kata al-‘iddatu seorang istri diceraikan oleh
jamaknya adalah ‘idad yang secara arti kata berarti suaminya dalam keadaan hamil,
menghitung, hitungan atau jumlah (Munawwir, maka iddah-nya sampai melahirkan
2002:903). Sedangkan secara istilah iddah adalah kandungannya.
masa tunggu yang dilakukan seorang istri yang b. Dalam keadaan tidak hamil, apabila
putus pernikahannya dengan suaminya, baik seorang istri diceraikan oleh
putus karena perceraian, kematian, maupun atas suaminya sebelum terjadi hubungan
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 385
kelamin (qabla dukhûl), maka tidak Ketentuan iddah wanita hamil karena
berlaku baginya masa iddah. Namun zina, jika menikah dengan laki-laki yang tidak
apabila telah terjadi hubungan menghamilinya tidak dijelaskan secara implisit di
kelamin (ba’da dukhûl), maka masa dalam Kompilasi Hukum Islam. Sementara dalam
iddah yang berlaku adalah tiga kali Pasal 53 ayat (1) hanya disebutkan wanita hamil
suci dengan sekurang-kurangnya 90 di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
hari (iddahqurû’). menghamilinya. Sedangkan dalam Pasal 53 ayat
(2), dapat diperoleh penjelasan secara eksplisit
Mengenai kondisi seorang wanita yang
bahwa jika wanita hamil karena zina menikah
kadang mengalami haid, tidak mengalami haid,
dengan laki-laki yang menghamilinya, maka tidak
hamil, menyusui, ataupun karena kematian
ada kewajiban untuk menjalankan iddah hamil.
suaminya ketika dalam masa iddah, maka terjadi
Seperti dijelaskan dalam ayat (2) bahwa wanita
pergantian iddah yang harus dijalani seorang
tersebut dapat langsung dikawinkan dengan laki-
wanita, di antaranya:
laki yang menghamilinya tanpa harus menunggu
a. Pergantian iddah berdasarkan haid lebih dahulu kelahiran anaknya.
menjadi iddah berdasarkan hitungan
Ketentuan Pasal 53 ayat (2) perlu pemikiran
bulan;
khusus, serta pengkajian ulang tentang iddah
b. Pergantian iddah berdasarkan untuk wanita hamil karena zina, karena di dalam
hitungan bulan menjadi iddah Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW tidak ada
berdasarkan haid; ketetapan yang mengatur tentang iddah wanita
hamil karena zina. Memang ketentuan yang
c. Iddah berdasarkan haid atau bulan
terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) merupakan
berubah menjadi iddah melahirkan.
suatu bagian integral (tidak terpisahkan) dari
Ketentuan iddah wanita hamil karena zina Pasal 53, yakni antara ayat yang satu dengan ayat
dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal yang lain merupakan satu kesatuan, sehingga
53, sebagai berikut: tidak mungkin terjadi kontradiksi antar ayat
dalam Pasal 53 (Ghazaly, 2008:124).
a. Seorang wanita hamil di luar nikah,
dapat dikawinkan dengan pria yang
3. Metode Penemuan Hukum
menghamilinya.
(Rechtvinding)
b. Perkawinan dengan wanita hamil
Penemuan hukum adalah proses
yang disebut pada ayat (1) dapat
pembentukan hukum oleh hakim atau aparat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih
hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan
dahulu kelahiran anaknya.
peraturan hukum umum pada peristiwa hukum
c. Dengan dilangsungkannya konkret, karena tidak ada peraturan perundang-
perkawinan pada saat wanita hamil, undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya
tidak diperlukan perkawinan ulang dan jelas sejelas-jelasnya. Oleh karena hukumnya
setelah anak yang dikandung lahir. tidak lengkap dan tidak jelas, maka harus dicari
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 387
apabila undang-undangnya tidak Hukum dalam pengertian ulama ushul
jelas, hakim wajib menafsirkannya adalah khitab (intruksi-wacana) Allah
sehingga hakim dapat membuat SWT menyangkut perbuatan orang
suatu keputusan yang adil dan mukalaf yang berisi tuntutan, izin
sesuai dengan maksud hukum yaitu atau penetapan. Kemudian kumpulan
kepastian hukum. dari hukum-hukum (hukum syari’at)
itu kemudian dinamakan dengan fiqh.
b. Metode Argumentasi (Penalaran)
Sedangkan dalil yang dapat diambil
Metode argumentasi disebut juga sebagai hukum syariat secara hierarki
dengan metode penalaran hukum, adalah: Al Quran, As-Sunnah,
redenering atau reasoning. Penalaran Al-Ijma’ dan Qiyas (Musahadi,
hukum merupakan sebuah proses 2009:22).
upaya untuk mencapai putusan
Di era sekarang, peradilan agama adalah
pengadilan. Namun, proses
salah satu lembaga resmi yang mempunyai tugas
penalaran hukum dalam bentuk
untuk menampakkan hukum agama. Kendati
distrukturkan seolah-olah didasarkan
demikian setiap perkara yang masuk di pengadilan
logika mekanis, padahal dalam
agama, sudah seharusnya yang menjadi dominan
kenyataannya penalaran hukum tidak
di sana adalah juga menggunakan metode
mungkin tanpa merujuk kebijakan
penemuan hukum Islam dalam setiap putusannya.
yang mendasari hukum.
Terdapat beberapa metode penemuan hukum
c. Metode Eksposisi (Konstruksi Islam yang dapat dijadikan rujukan oleh hakim
Hukum) di lingkungan peradilan agama, di antaranya:
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 389
katentuan agama maupun peraturan yang berlaku. prosedur penelitian yang mengacu pada bahan
Mengenai keterangan dari Kepala KUA yang hukum primer berupa norma-norma hukum yang
menyatakan adanya larangan menikah dalam terdapat dalam peraturan perundang-undangan
masa iddah bagi W (pemohon). dan putusan pengadilan serta norma hukum yang
ada dalam masyarakat (Ali, 2011:105), dengan
Hal ini tentunya tidak benar dan tidak sesuai
melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan
dengan fakta, sebab kehamilan W (pemohon)
lainnya secara hierarki. Teknik analisis data
adalah hasil hubungan badan di luar nikah antara
dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik,
W (pemohon) dengan S (calon suami), bukan
yaitu peneliti mendeskripsikan terlebih dahulu
dengan suaminya dahulu. S (calon suami) juga
secara sistematis, faktual dan akurat, terhadap
merasa bertanggung jawab atas kehamilan W
perkara yang diteliti (Koentjaraningrat, 2008:19),
(pemohon), serta ingin segera menikah dengan
yaitu Putusan Nomor 287/Pdt.P/2017/PA.TA.
W (pemohon), karena nikah hamil tidak dilarang
Kemudian setelah perkara tersebut dideskripsikan,
menurut ketentuan Pasal 53 Kompilasi Hukum
selanjutnya akan dianalisis dengan teori
Islam. Selain hal itu, W (pemohon) ingin segera
metode penemuan hukum (rechtvinding), serta
menikah dengan S (calon suami) agar anak yang
menguraikan peraturan perundang-undangan
ada dalam kandungannya dapat lahir dalam
yang menjadi objek penelitian, kemudian ditarik
perkawinan yang sah (Putusan Nomor 287/
pada suatu kesimpulan (Ali, 2011:105-106).
Pdt.P/2017/PA.TA).
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 391
analisis dalam penelitian ini terhadap Putusan Berdasarkan interpretasi sistematis terhadap pasal
Nomor 287/Pdt.P/2017/PA.TA, majelis hakim dan ayat tersebut di atas, maka masa iddah yang
dalam penemuan hukumnya telah sesuai dengan harus dijalani oleh W (pemohon) bukan iddah
metode interpretasi sistematis, tekait penetapan hamil, akan tetapi iddah qurû’. Sebagaimana
masa iddah yang harus dijalani oleh W (pemohon). dalam pertimbangan hukumnya berbunyi sebagai
berikut:
Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan
hukumnya, bahwa majelis hakim mengaitkan “Menimbang, bahwa oleh karenanya, maka
iddah yang harus dijalani pemohon adalah
beberapa peraturan perundang-undangan iddah qurû’, bukan iddah hamil;”
secara sistematis dengan menggunakan sumber
“Menimbang, bahwa oleh karena
hukum positif dan juga sumber hukum Islam, di sesudah putusan dijatuhkan (setelah
antaranya berdasarkan firman Allah SWT dalam terjadi perceraian pemohon dengan AM),
QS. At-Thalaq ayat 4, dan Pasal 39 ayat (1) huruf pemohon hanya mengalami dua kali masa
suci (dua qurû’), berdasarkan Pasal 153
b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ayat (2) Huruf b dan firman Allah SWT
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 dalam QS. At-Thalaq ayat 4, maka masa
iddah-nya ditetapkan tiga bulan (90 hari).”
Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 153
ayat (2) huruf b Kompilasi Hukum Islam, yang Menurut penelitian, majelis hakim
berbunyi: menggunakan metode interpretasi sistematis
“Apabila perkawinan putus karena (logis) tersebut, dapat diketahui berdasarkan
perceraian, waktu tunggu bagi yang masih digunakannya peraturan perundang-undangan
haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan
sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) yang terdiri dari beberapa pasal yang saling
hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan melengkapi, juga digunakan pula ayat-ayat Al
90 (sembilan puluh) hari.” Quran sebagai rujukan bagi hakim pengadilan
Setelah ditemukan dasar hukum dalam agama dalam melakukan penemuan hukum,
hukum positif, selanjutnya digunakan pula untuk menentukan suatu makna dari peraturan
metode istimbath untuk memberikan kepastian tersebut (Putro, 2011:206).
hukum secara hukum agama, yakni dengan cara Menurut penelitian, bahwa ditetapkannya
menetapkan (mengeluarkan) hukum Islam dari iddah qurû’ kepada W (pemohon) karena selama
dalil nash, baik dari ayat-ayat Al Quran maupun dalam masa kehamilan, W (pemohon) yang
dari As-Sunnah, yang lafadz (perkataannya) sudah tidak mengalami haid ketika menjalankan masa
jelas/pasti (qath’i). Sebagaimana pertimbangan iddah-nya, yaitu dari masa iddah yang dihitung
hukum dalam perkara ini, digunakan pula firman dari 3 (tiga) kali suci menjadi iddah qurû’ atau
Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 228 90 (sembilan puluh) hari (Hasunah & Susanto,
sebagai rujukan penetapan masa iddah yang 2016:103), terhitung sejak tanggal perceraian
wajib dijalani oleh W (pemohon), yang inti ayat W (pemohon) dengan suaminya, tepatnya
tersebut adalah bagi istri yang ditalak hendaknya sejak dikeluarkannya Akta Cerai Nomor 1352/
menahan diri 3 (tiga) kali suci/qurû’. Ayat ini AC/2017/PA.TA pada tanggal 20 Juni 2017
digunakan oleh hakim karena ketentuan yang dan berakhir sampai tanggal 20 September
terkandung dalam ayat tersebut bisa berlaku 2017. Setelah habis masa iddah qurû’ tersebut,
baik untuk cerai gugat maupun cerai talak.
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 393
Tabel 1. Silogisme Putusan Nomor 287/Pdt.P/2017/PA.TA
Premis Mayor : Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
Premis Minor : W (pemohon) adalah seorang wanita yang hamil di luar nikah.
Konklusi : W (pemohon) dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya (S/calon suami).
(kesimpulan)
Dalam Pasal 53 ayat (1) disebutkan bahwa semata, tetapi juga berhadapan dengan substansi
wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan hukum. Ketika seorang hakim mempersoalkan
dengan pria yang menghamilinya. Dari hasil masalah etika, bukan lagi bertanya tentang
silogisme tersebut (Tabel 1) dapat diketahui prosedur teknis penyelesaian hukum, tetapi juga
bahwa kehamilan W (pemohon) merupakan mempersoalkan substansi hukum apakah adil atau
akibat hubungan badan di luar nikah yang tidak. Upaya hakim berusaha keras mencarikan
dilakukannya dengan S (calon suami), atau hukumnya dari berbagai sumber hukum, tidak
dengan kata lain S (calon suami) adalah hanya membaca teks hukum formal melainkan
pria yang telah menghamili W (pemohon), juga sumber non-hukum patut dihargai. Hal ini
sehingga antara keduanya tidak ada halangan dilakukan karena setiap kasus (baik “hard cases”
untuk melangsungkan perkawinan dan dapat maupun “clear cases”) pada hakikatnya unik
melangsungkan perkawinan tanpa menunggu W sehingga memerlukan interpretasi hukum yang
(pemohon) melahirkan. Kemudian dalam Pasal baru. Karena itu, hakim harus melakukan “fresh
53 ayat (2), dapat diperoleh penjelasan secara judgement” untuk menemukan hukum yang tepat
implisit bahwa jika wanita hamil karena zina (Putro, 2011:206-208).
menikah dengan pria yang menghamilinya, tidak
Majelis hakim melakukan penemuan
ada kewajiban untuk menjalankan iddah. Seperti
hukum terhadap perkara tersebut yang termuat
dijelaskan dalam ayat (2) bahwa wanita tersebut
dalam pertimbangan hukum, yang kemudian
dapat langsung dikawinkan dengan pria yang
dirumuskan menjadi amar putusan. Kemudian
menghamilinya tanpa harus menunggu kelahiran
peneliti mengambil dua poin penetapan yang
anaknya (Ghazaly, 2008:124). Sebagaimana
perupakan poin inti dalam amar putusan tersebut,
dalam putusannya berbunyi sebagai berikut:
di antaranya:
“Menimbang, bahwa selanjutnya tentang
rencana pernikahan pemohon yang sedang Pertama, mengenai pencabutan surat
hamil di luar nikah dengan laki-laki
penolakan perkawinan yang dikeluarkan oleh
yang menghamili yang dijadikan calon
suami (S), berdasarkan ketentuan Pasal KUA Kedungwaru Kabupaten Tulungagung,
53 Kompilasi Hukum Islam, pernikahan yang berbunyi:
tersebut dapat dibenarkan tanpa harus
menunggu kelahiran anaknya.” “Menyatakan, Surat Penolakan
Pernikahan dari Kantor Urusan Agama
Dworkin mengingatkan bahwa seorang Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten
Tulungagung, Nomor B-252/Kua.15.04.15/
hakim ketika dihadapkan pada kasus konkret tidak
PW.01/09/2017, tanggal 12 September
saja berurusan dengan masalah teknis (prosedural) 2017, tidak mempunyai kekuatan berlaku.”
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 395
hukum oleh majelis hakim dapat dikatakan tepat Pertama, Metode Interpretasi Sistematis
dalam menggunakan akal dan intelektualitasnya dan Metode Istimbath yang digunakan untuk
untuk melakukan penemuan hukum, sebagai mengetahui bahwa masa iddah yang harus
upaya untuk memberikan penetapan secara adil dijalani oleh W (pemohon) bukan iddah hamil
yang dapat menciptakan kemaslahatan. akan tetapi iddah qurû’; Kedua, Metode A
Contrario (Argumen a Contrario) terhadap
Secara eksplisit di luar pertimbangan hukum
Pasal 153 ayat (2) huruf c KHI, yang digunakan
pada perkara ini, berdasarkan metode istishlah
untuk mengetahui siapa laki-laki yang telah
terkandung kemaslahatan di dalam penetapan
menghamili W (pemohon), serta kejelasan
tersebut, yaitu untuk menyelamatkan keturunan
mengenai status kehamilan W (pemohon)
janin yang dikandung W (pemohon) tersebut
yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk
tidak lain adalah dengan menikahkannya dengan
membatalkan surat penolakan perkawinan yang
pria yang menghamilinya yaitu S (calon suami)
dikeluarkan oleh KUA; dan Ketiga, Silogisme
(Wahyudi, 2016:25-27), karena memang sesuai
yang digunakan untuk mengetahui bahwa di
dengan peraturan perundang-undangan yang
antara W (pemohon) dan S (calon suami) tidak
berlaku di Indonesia, bahwa anak yang sah adalah
ada halangan untuk melangsungkan perkawinan
anak yang lahir di dalam perkawinan. Maka dari
serta dapat melangsungkan perkawinan tanpa
itu dengan adanya penetapan ini, kemaslahatan
harus menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
yang ditimbulkan ialah dianggap sahnya anak
Di dalamnya juga terdapat suatu kemaslahatan
oleh hukum di Indonesia dan terjamin hak-hak
yaitu untuk menyelamatkan hak-hak keperdataan
keperdataan anak tersebut nantinya, seperti halnya
janin yang dikandung supaya nanti memperoleh
mendapatkan akta kelahiran, kartu keluarga, dan
akta kelahiran, akta keluarga, dan kartu tanda
kartu tanda penduduk untuk dilindungi hak-haknya
penduduk, karena dengan demikian akan
tersebut oleh Pemerintah Republik Indonesia.
mendapat perlindungan hukum dari Pemerintah
Republik Indonesia.
IV. KESIMPULAN
Terobosan Hukum Hakim Terkait Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan (M.F. Arifin & Lukman Santoso) | 397
Jurnal
Sumber lainnya