Anda di halaman 1dari 5

Nama : Evy Cahayawati

NIM :1801014

1. A. Pengertian Hukum
Hukum adalah sistem aturan dan pedoman, umumnya disokong oleh otoritas
pemerintah.Pengertian Hukum menurut Utrecht adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah, dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus
ditaati oleh masyarakat itu. Oleh karena itu, pelanggaran hukum dapat menimbulkan
tindakan hukum yang akan dilakukan oleh pemerintah / penguasa.Hukum diciptakan
untuk masyarakat, sehingga hukum harus sesuai dengan perkembangan yang ada di
masyarakat.Hukum memiliki sifat mengikat dan memaksa, sehingga masyarakat
memiliki kewajiban untuk menaati dan mematuhi peraturan/ hukum tersebut.
B. Fungsi Hukum
Berdasarkan tujuan diatas, maka dapat diuraikan pulan bahwa hukum juga
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mewujudkan dan menjalankan ketertiban.
Hukum yang berisi norma-norma pengaturan menghendaki masyarakat untuk
dapat menjalankan norma-norma tersebut. Norma-norma disusun agar masyarakat
bisa taat dan tertib dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Ketertiban akan
berdampak pada keteraturan masyarakat dan menjalankan sesuatu sesuai dengan
prosedur.
b. Melindungi masyararakat atau warga negara.
Keberadaan hukum juga berfungsi memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat. Perlindungan ini diberikan untuk terjaganya hak dan kewajiban.
Masyarakat dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara aman dan nyaman.
c. Mewujudkan keadilan.
Hukum yang terbentuk dapat disusun agar masyarakat merasa adil. Jika ada
permasalahan hukum, sengketa atau pelanggaran hukum maka hukum akan berfungsi
untuk memberikan keadilan bagi yang mentaati dan bagi yang melanggar hukum.
C. Hukum kesehatan pada pokoknya mengatur tentang hak, kewajiban, fungsi, dan
tanggung jawab para pihak terkait (stakeholders) dalam bidang kesehatan. Hukum
kesehatan bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada
pemberi dan penerima jasa layanan kesehatan.
2. Undang-Undang/Perundang-undangan (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden.
[Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi
posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan
tujuan dalam bentuk negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-
kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di
antara keduanya.
BAB II ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada
asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.

Pasal 6
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

BAB III JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Pasal 9
(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Pasal 10
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.

Pasal 11
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sama dengan materi
muatan Undang-Undang.

Pasal 12
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
Pasal 13
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang,
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Pasal 14
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang- undangan yang lebih tinggi.
Pasal 15
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa
ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat
ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
3. Jenis-jenis hukuman dapat dilihat dari ketentuan Pasal 10 KUHP. Pasal 10 KUHP
menentukan adanya hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok adalah:
1. Hukuman mati;
2. Hukuman penjara;
3. Hukuman kurungan;
4. Hukuman denda.
Hukuman tambahan adalah:
1. Pencabutan hak-hak tertentu;
2. Perampasan/penyitaan barang-barang tertentu, dan
3. Pengumuman putusan hakim.29 Perbedaan antara hukuman pokok dan hukuman
tambahan, adalah hukuman pokok terlepas dari hukuman lain, berarti dapat dijatuhkan
kepada terhukum secara mandiri. Adapun hukuman tambahan hanya merupakan
tambahan pada hukuman pokok, sehingga tidak dapat dijatuhkan tanpa ada hukuman
pokok (tidak mandiri).
1. Tindak pidana oleh tenaga kesehatan dalam praktik pelayanan kesehatan dapat terjadi
apabila setiap orang yang bukan tenaga kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai
tenaga kesehatan yang telah memiliki izin atau tenaga kesehatan melakukan kelalaian
berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan luka berat atau kematian serta
tenaga kesehatan menjalankan praktik tanpa memiliki STR termasuk tenaga kesehatan
warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa
memiliki STR sementara dan setiap tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan warga negara
asing yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin
2. Pemberlakuan sanksi pidana terhadap tenaga kesehatan berdasarkan Undang- Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari pidana penjara dan pidana
denda sesuai dengan jenis tindak yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pidana yang
penjara berlaku 3 (tiga) tahun dan 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000.00 (seratus juta rupiah).
4. Asisten apoteker yang seharusnya minimal pendidikan D3 masih kurang, sehingga
kebanyakan apotek mempekerjakan lulusan SMA/SMK dan hal itu seharusnya tidak
boleh karena melanggar undang-undang yang ada. Agar tidak terjadi suatu pelanggaran
harusnya yang lulusan SMA/SMK harus segera mengambil D3.
5. Kualifikasi pendidikan Asisten apoteker berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 679/Menkes/SK/V/2003, dikelompokkan sebagai berikut:
1. Jenjang Pendidikan pendidikan menengah:
a. Lulusan sekolah Asisten Apoteker
b. Lulusan sekolah Menengah Farmasi
2. Jenjang Pendidikan Tinggi:
a. Diploma III Farmasi
i. Lulusan Akademi Farmasi
ii. Lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi
b. Diploma II Analisa Farmasi dan Makanan
i. Lulusan Akademi Analisa Farmasi dan Makanan
ii. Lulusan Politeknik Kesehatan jurusan Analisa Farmasi dan Makanan.

Anda mungkin juga menyukai