Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENGKAJIAN BIO, PSIKO, SOSIO, SPIRITUAL,


KULTURAL PADA CKD

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang


Ajal dan Paliatif

Dosen Pengampu : Ns. Susi Nurhayati, S.Kep. M.Kep.

OLEH :
1. SIDIQ SUGIARTANTO (1807138)
2. TRI KARTINI NINGSIH (1807142)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER KELAS AMBARAWA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan

Rahmat dan Hidayah-Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik

dan sesuai waktu yang telah direncanakan.

Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata

Kuliah Keperawatan menjelang ajal dan paliatif. Makalah ini juga merupakan tugas

yang dapat dimanfaatkan untuk menambah ilmu pengetahuan oleh mahasiswa yang

membacanya.

Penyusunan makalah ini, tentu masih jauh untuk dikatakan sempurna, hal ini
karena keterbatasan kami dalam menguasai wawasan dan ilmu pengetahuan yang
masih sangat terbatas. Walaupun demikian kami berharap semoga penyusunan
makalah ini dapat menjadi salah satu referensi pengetahuan bagi pembaca.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR............................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................ 4

A. Latar Belakang......................................................................................... 4

B. Rumuan Masalah...................................................................................... 8

BAB II: TINJAUAN TEORI.................................................................................... 9

A. CKD........................................................................................................ 9

B. Hemodialisa.............................................................................................. 16

BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................... 19

BAB V: PENUTUP................................................................................................... 24

A. KESIMPULAN........................................................................................ 24

B. SARAN.................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi ginjal

menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan

progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari

bahwa kondisi mereka telahn parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk,

kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu,

sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya terjadi

anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi

pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia (Denise, 2007).

Secara global terdapat 200 kasus gangguan ginjal per sejuta penduduk.

Delapan juta diantara jumlah populasi yang mengalami gangguan ginjal berada

dalam tahap gagal ginjal kronis. Penelitian sebelumnya mengatakan terdapat

hubungan antara mengalami gangguan ginjal dengan timbulnya gangguan

psikiatri pada pasien. Kondisi ini bisa tejadi pada kasus gagal ginjal akut maupun

kronis. Penyakit apapun yang berlangsung dalam kehidupan manusia

dipersepsikan sebagai suatu penderitaan dan mempengaruhi kondisi psikologis

dan sosial orang yang mengalaminya.

4
Aspek psikososial menjadi penting diperhatikan karena perjalanan

penyakit yang kronis dan sering membuat pasien tidak ada harapan untuk hidup.

Pasien sering mengalami ketakutan, frustasi dan timbul perasaan marah pada

dirinya. Lingkungan psikososial tempat pasien gagal ginjal tinggal mempengaruhi

perjalanan penyakit dan kondisi fisik pasien.

Dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam bidang bio, psiko,

sosio, spiritual dan kultural untuk mendukung pasien dengan gagal ginjal. Gagal

ginjal kronis mempunyai karakteristik penurunan kondisi yang cepat. Perawat

harus berusaha memfasilitasi penyesuaian perubahan akibat sakit yang dialami.

Perawat juga perlu memperbaiki interaksi sosial dan gaya hidup dengan

mencegah kondisi sakit yang lebih jauh, mengontrol gejala dan menjadikan

hemodialisis menjadi bagian dari kehidupan normal sehari-hari. Pengetahuan

pasien yang baik tentang penyakit yang dideritanya akan mengurangi kecemasan

pasien. Hal ini yang mebuat sangat penting bagi perawat untuk mempunyai

keahlian dalam menyediakan informasi yang jelas demi membantu pasien untuk

menyediakan informasi yang jelas demi membantu pasien untuk menentukan

tujuan dari perawatan dan membantu pemecahan masalah untuk kemampuan

fungsional fisik yang lebih baik.

Diseluruh dunia menurut National Kidney Foundation (2004), 26 juta

orang dewasa Amerika telah mengalami CKD, dan jutaan orang lain beresiko

terkena CKD. Perhimpunan nefrologi indonesia menunjukkan 12,5 persen dari

5
penduduk indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal, itu berarti secara kasar

lebih dari 25 juta penduduk mengalami CKD.

Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga

terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun 2015 Data WHO dengan kenaikan dan

tingkat persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011 sebanyak 36 juta orang

warga dunia meninggal dunia akibat penyakit Cronic Kidney Disease (CKD).

Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua, dan

ini pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien dengan

hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk mencapai

tujuan tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah umum pada

pasien dengan CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat sebagai GFR pasien

menurun. prevalensi hipertensi meningkat dari 65% sampai 95% sebagai GFR

menurun 85-15ml / min/1.73m2. Penurunan GFR dapat ditunda ketika proteinuria

menurun melalui penggunaan terapi antihipertensi. Penanganannya seperti

pemantauan ketat tekanan darah, kontrol kadar gula darah. Kardiovaskular (CVD)

adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan CKD

Masalah keperawatan yang didapat pada klien CKD ditinjau dari

gangguan kebutuhan dasar yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit. Hilangnya

jaringan ginjal fungsional merusak kemampuan untuk mengatur keseimbangan

cairan elektrolit dan asam basa. Kerusakan filtrasi dan reabsorpsi menyebabkan

6
penumpukan cairan pada tubuh, sehingga tubuh mengalami kelebihan cairan.

Kebutuhan cairan dan elektrolit terganggu pada akhirnya dalam tidak ditangani

dengan baik, pasien dengan Gagal Ginjal Kronik akan mengalami komplikasi lain

seperti menurunkan semua fungsi tubuh dan bisa menyebabkan kematian.

Penatalaksaaan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan mengatasi

masalah pada kebutuhan cairan yang berlebih dengan cara melakukan terapi

dengan menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak, yaitu pembatasan makanan

dan minuman untuk mengurangi cairan dan elektrolit, seperti diit rendah protein,

pemberian diuretik, selain itu bisa dilakukan dengan hemodialisa atau

transplantasi pada ginjal. Pemenuhan kebutahan dasar dan masalah keperawatan

ini tidak ditangani maka terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering timbul pada

CKD adalah hiperkalimia, perikarditis, hipertensi, anemia, dan penyakit tulang.

Penatalaksanaan untuk mencegah komplikasi dan mengatasi masalah keperawatan

serta terapi untuk menggantikan fungsi ginjal yang telah rusak yaitu pembatasan

makanan untuk mengurangi cairan dan elektrolit, diet rendah protein (Doengoes,

2012, Nursalam , 2008).

Di masa yang akan datang, penyakit ini di prediksi akan terus bertambah

jumlah kliennya sehingga di butuhkan perawatan yang optimal. Perawat sebagai

salah satu tim kesehatan mempunyai peran sebagi tim asuhan keperawatan pada

klien CKD 3 yang melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.

Dalam upaya promotif perawat berperan untuk memberikan pendidikan

kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi. mengenai cara-cara

7
pencegahan sampai dengan komplikasi dengan membiasakan pola hidup sehat

dengan cara rajin berolah raga dan menghindari minuman beralkohol, rokok dan

zat-zat kimia yang berbahaya. Upaya preventif perawat memberikan perawatan

kepada klien dengan memantau cairan dan elektrolit yang seimbang, dan tanda

adanya perubahan fungsi regulator tubuh serta membatasi cairan klien. Peran

perawat dalam upaya kuratif yaitu berkolaborasi dalam menyiapkan tindakan

hemodialisa dan memberikan obat. Peran perawat dalam upaya rehabilitative

yaitu mempertahankan keadaan klien agar kondisi tidak bertambah berat atau

mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan dengan patuh pada terapi

dan pembatasan aktivitas.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengkajian bio-psiko-sosio pada pasien CKD?

2. Bagaimana pengkajian spiritual pada pasien CKD?

3. Bagaimana pengkajian cultural pada pasien CKD?

8
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Chronic Kidney Disease

1. Definisi

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada

struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau

tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu,

CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR <

60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa isertai

kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

2. Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan

darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus National

Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan

kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti

glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat

perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu

ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran

kemih yang berulang (Wilson, 2005).

3. Klasifikasi Stadium

9
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal

dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini

ditujukan untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis,

pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan

juga manajemen CKD (National Kidney Foundation, 2002). Berikut

adalah klasifikasi stadium CKD:

a. Stadium 1

Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, abnormalitas struktur

atau ciri genetik menunjukkan adanya penyakit ginjal. GFR >90

mL/menit/1.73 m3

b. Stadium 2

Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti pada

stadium 1) menunjukkan adanya penyakit ginjal. GFR 60-89

mL/menit/1.73m3

c. Stadium 3

Penurunan sedang fungsi ginjal. GFR 30-49 mL/menit/1.73m3

d. Stadium 4

Penurunan fungsi ginjal berat. GFR 25-29 mL/menit/1.73m3

e. Stadium 5

Gagal ginjal. GFRR < 15 mL/menit/1.73m3

10
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang

dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh

dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan

semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010). Chronic Kidney

Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal. Perjalanan klinisnya

dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin

dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap

kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005).

Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium.

Stadium pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal

dimana pasien tidak menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta

kadar BUN normal. Gangguan pada fungsi ginjal baru dapat

terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang berat seperti tes

pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti

(Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal.

Pada stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya

sebesar 75%. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat

melebihi nilai normal, namun masih ringan. Pasien dengan

insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala seperti nokturia

dan poliuria akibat gangguan kemampuan pemekatan.  Tetapi

biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini,

sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson, 2005).

11
Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan endstage renal

disease (ESRD). Stadium ini terjadi apabila sekitar 90% masa nefron

telah hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh.

Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum sangat mencolok.

Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 mL per menit atau bahkan

kurang. Pasien merasakan gejala yangcukup berat dikarenakan ginjal

yang sudah tidak dapat lagi bekerja mempertahankan homeostasis

cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010, urin

menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya mengalami

oligouria (pengeluran urin <500mL/hari). Sindrom uremik yang

terjadi akan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat

menyebabkan kematian bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).

4. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang

mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih

sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal.

Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi

hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan  aliran darah

glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada

akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

12
masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi

nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak

aktif lagi (Suwitra, 2009).

Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal

dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang

mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005).

Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih

belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi

arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai

oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric

oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat

menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan

protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium

dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis

(Hendromartono, 2009).

Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal.

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-

perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan

fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu

organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika

terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh

darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga

13
menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak

dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat

sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh

kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih

meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang

berbahaya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Disease, 2014).

5. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai

dengan penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala

kompikasi. Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal

dimana GFR masih normal atau justru meningkat. Kemudian terjadi

penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR

sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah,

mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada

GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata

seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan keseimbangan

14
elektrolit dan air. Pada GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan

komplikasi serius dan pasien membutuhkan RRT (Suwitra, 2009).

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan

dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney

Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD adalah

sebagai berikut :

a. Stadium 1

Observasi, kontrol tekanan darah

b. Stadium 2

Observasi, kontrol tekanan daah dan faktor resiko

c. Stadium 3

Observasi, kontrol tekanan darah dan faktor resiko

d. Stadium 4 RRT

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat

diberikan sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak

terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan

pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan

mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan

fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi

15
farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada

CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan

dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan

pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian

dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu

dilakukanpencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang

mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra,

2009).

B. Hemodialisis

1. Definisi

Hemodialisis merupakan proses difus melintasi membrana

semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak

diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang

diinginkan (Carpenter & Lazarus, 2000). Proses ini menggantikan

sebagian faal eksresi ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan

hidup pasien (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009).

Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling umum

16
digunakan dalam penanganan pasien ESRD (National Institute of

Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).

2. Prosedur

Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum

memulaihemodialisis adalah mempersiapkan akses vaskular, yaitu

suatu tempat pada tubuh dimana darah diambil dan

dikembalikan.Akses vaskular dapat berupa fistula, graft, atau

kateter. Fistula dibuat dengan menyatukan sebuah arteri dengan

vena terdekat yang terletak di bawah kulit untuk menjadikan

pembuluh darah lebih besar. Graft merupakan akses lain yang dapat

digunakan apabila pembuluh darah tidak cocok untuk fistula.

Pembuatan graft ini dilakukan dengan cara menyatukan arteri dan

vena terdekat dengan tabung sintetis kecil yang diletakkan di bawah

kulit. Akses ketiga yang dapat digunakan adalah pemasangan

kateter. Kateter dipasang pada vena besar di leher atau dada sebagai

akses permanen ketika fistula dan graft tidak dapat dipasang.

Kateter ini kemudian akan secara langsung dihubungkan dengan

tabung dialisis dan tidak lagi menggunakan jarum (National Kidney

Foundation, 2007).

17
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan Persiapan ini

dibutuhkan untuk lebih memudahkan prosedur hemodialisis

sehingga komplikasi yang timbul dapat diminimalisir (National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).

Dialisat merupakan suatu cairan yang terdapat dalam dialiser yang

membantu membuang zat sisa dan kelebihan cairan pada tubuh

(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,

2006). Cairan ini berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip

serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen

(Rahardjo et al., 2009). Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh

suatu membran. Dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami

perubahan konsenstrasi karena zat terlarut berpindah dari

konsenterasi tinggi ke konsenterasi rendah sampai konsenterasi zat

pelarut sama di kedua kompartemen (difusi) (Rahardjo et al., 2009).

Hal ini yang menyebabkan terjadinya perpindahan zat sisa seperti

urea, kreatinin dan kelebihan cairan dari dalam darah. Sel darah,

protein dan zat penting lainnya tidak ikut berpindah dikarenakan

molekulnya yang besar sehingga tidak dapat melewati membran

(National Kidney Foundation, 2007).

18
BAB III

PEMBAHASAN

A. pengkajian bio-psiko-sosio pada pasien CKD

1. Aktivitas istirahat Gejala : kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise,

gangguan tidur (insomnia/ gelisah atau somnolen).

Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2. Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri

dada (angina). Tanda : Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum

dan piting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi

ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada penyakit

tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi rasa)

pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan pendarahan.

3. Integritas Ego Gejala : Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan

sebagainya. Peran tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

4. Eiminasi Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan

berat badan (malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare,

konstipasi.

19
Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,

berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.

5. Makanan / Cairan Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edem),

penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual /

muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),

pengguanaan diuretik.

Tanda : Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir).

Perubahan turgor kulit. Edem (umum, tergantung). Ulserasi gusi,

pendarahan 22 gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak

subkutan, tampak tak bertenaga.

6. Neorosensasi Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot /

kejang : sindrom Kaki, gelisah ; kebas terasa terbakar pada telapak

kaki. Kebas kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah

(neuropati perifer).

Tanda : Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketikmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejang,

Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.

7. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot /

nyeri kaki. Memburuk pada malam hari.

Tanda : perilaku berhati-hati dan gelisah.

20
8. Pernafasan Gejala : nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk

dengan / tanpa sputum kental atau banyak.

Tanda : takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman

(Pernafasan kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda

encer (edema paru).

9. Keamanan Gejala : Klit gatal ada / berulangnya infeksi

Tanda : Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat secara

actual terjadi peningkatan pada klien yang mengalami suhu tubuh

lebih rendah dari pada normal ( efek CKD / depresi respon imum)

Ptekie, araekimosis pada kulit Fraktur tulang ; defosit fosfat, kalsium,

(klasifikasi metastatik) pada kulit, jaringan lunak sendi, keterbatasan

gerak sendi.

10. Seksualitas

Gejala : penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.

11. Interaksi Sosial

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

B. pengkajian spiritual pada pasien CKD

Aspek spiritual harus diperhatikan dalam perawatan selain aspek fisik dan

psikososial karena menurut beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

keyakinan spiritual berpengaruh terhadap kesehatan dan perawatan,

21
diantaranya; penelitian Stoll menyebutkan bahwa berdoa sendiri atau

dengan orang terdekat dilaporkan sebagai strategi koping yang

baik/positif, Melalui doa orang dapat mengekspresikan perasaan, harapan

dan kepercayaanya kepada Tuhan, ada artikel menyarankan komponen-

komponen kesejahteraaan spiritualitas harus dipertimbangkan dan

dirumuskan dalam program perawatan pasien dengan CKD agar dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien, kualitas tidur dan mengurangi

kecemasan serta rasa takut akan kematian.

Spiritualitas merupakan kontributor health- related quality of life yang

penting bagi pasien dengan penyakit yang membatasi kehidupan.

Spiritualitas merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kualitas hidup

individu dan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Spiritualitas mengandung

pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan

medium sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.4 Komponen

spiritualitas terdiri dari hubungan manusia dengan alam, hubungan dengan

dirinya sendiri dan hubungan dengan orang lain. Domain spiritual

mengacu pada pencarian makna dan jawaban aspek fundamental

kehidupan melalui pengalaman suci dan transenden, yang dapat

memperbaiki kondisi kesehatan. Spiritualitas mencakup nilai, prinsip,

kepercayaan, kekuatan batin, universal, subyektif, multidimensi dan

transendental, umumnya dialami secara individual.

22
C. pengkajian cultural pada pasien CKD

pengkajian pada tahap ini adalah untuk mengkaji budaya dalam kaitannya

dengan keperawatan cultural, kepercayaan tentang kesehatan dan

penyakit, nilai-nilia dan praktik yang bertujuan untuk menggunakan

pengetahuan ini dalam memberikan perawatan sesuai budaya tertentu atau

sesuai budaya universal pada pasien CKD.

23
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam bidang bio, psiko,

sosio, spiritual dan kultural untuk mendukung pasien dengan gagal

ginjal. Gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik penurunan kondisi

yang cepat. Perawat harus berusaha memfasilitasi penyesuaian

perubahan akibat sakit yang dialami. Perawat juga perlu memperbaiki

interaksi sosial dan gaya hidup dengan mencegah kondisi sakit yang

lebih jauh, mengontrol gejala dan menjadikan hemodialisis menjadi

bagian dari kehidupan normal sehari-hari. Pengetahuan pasien yang

baik tentang penyakit yang dideritanya akan mengurangi kecemasan

pasien. Hal ini yang mebuat sangat penting bagi perawat untuk

mempunyai keahlian dalam menyediakan informasi yang jelas demi

membantu pasien untuk menyediakan informasi yang jelas demi

membantu pasien untuk menentukan tujuan dari perawatan dan

membantu pemecahan masalah untuk kemampuan fungsional fisik

yang lebih baik.

24
B. SARAN

Sebaiknya dalam melakukan pengkajian pada pasien CKD dilakukan

dengan seksama dan teliti agar mendapatkan informasi yang jelas

sehingga akan tepat dalam memberikan intervensi kepaa pasien CKD.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Andri,2018, aspek spiritual gagal ginjal.

file:///C:/Users/ACER/Downloads/PENTINGNYA_ASPEK_SPIRITUAL_PADA

_PASIEN_GAGAL_GINJA%20(1).pdf

2. NASKAH PUBLIKASI,

http://eprints.ums.ac.id/22367/10/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

3. Adi Ardiansyah, 2018, https://www.slideshare.net/AdiAdriansyah1/makalah-

transkultural-komplit

26

Anda mungkin juga menyukai