Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal
dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini
mengakibatkan atriumbekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV
(atrioventrikuler) sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Kejadian atrial
fibrilasi meningkatdengan bertambahnya usia. Umumnya terjadi pada usia di atas
50 tahun.
Pada abad ke-21 ini jumlah angka kejadian pada pasien dengan diagnosa
atrial fibrilasi semakin meningkat. Angka kejadian atrial fibrilasi di dunia pada
tahun 2010 diperkirakan 2,66 miliar dan pada tahun 2050 diperkirakan sejumlah
12 miliar jiwa. Dalam dua periode ini angka kematian akibat atrial fibrilasi selalu
meningkat. Atrial fibrilasi lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan
wanita, walaupun terdapat keperpustakaan yang mengatakan tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin yang mempengaruhi prevalensi atrial fibrilasi.
Kejadian atrial fibrilasi dapat terjadi pada jantungdengan struktur
anatominormal, namun umumnya lebih sering terjadi pada keadaan kelainan
struktur penyakit jantung.3Penyebab atrial fibrilasi yang paling sering terjadi
adalah akibat penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensi, kelainan
katup mitral, perikarditis, kardiomiopati, emboli paru, pneumonia, penyakit paru
obstruksi kronik, kor pulmonal. Pada beberapa kasus, atrial fibrilasi tidak
ditemukan penyebabnya.
Atrial fibrilasi merupakan salah satu penyebab kematian. Atrial fibrilasi
juga dapat memberikan komplikasi dan kegawatan berupa terjadinya stroke,
demensia, gagal jantung dan kematian.5,6Akibat yangditimbulkan oleh atrial
fibrilasi akan meningkatkan risiko terjadinya stroke pada pasien pasca mengalami
atrial fibrilasi dan juga meningkatkan risiko terjadinya kematian. Selain itu, pasien
pasca atrial fibrilasi akan mengalami penurunan kualitas hidup.
Kejadian atrial fibrilasi juga merupakan aritmia yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus
menjalani perawatan di rumah sakit. Atrial fibrilasi makin mudah terjadi apabila
terdapat kelainan anatomi jantung. Salah satu penyebab kelainan struktur jantung
adalah hipertensi lama.2Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai
tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan
tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan keadaan tersebut.
Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 terdapat 80.615
kasus baru pada tahun 2010.Sebanyak 19.874 harus dirawat di Rumah Sakit dan
angka kematian akibat hipertensi adalah 4,81%.8Hipertensi dapat disebabkan dan
menyebabkan kerusakan berbagai organ target seperti pembuluh darah, retina,
jantung, sistem saraf pusat dan ginjal.3 Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak
terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem
konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan kelainan, salah
satunya hipertrofi ventrikel kiri. Gangguan sistem konduksi, dilatasi atrium kiri,
disfungsi sistolik dan diastolik juga dapat mengalami perubahan. Hal ini
mempermudah terjadinya aritmia jantung terutama atrial fibrilasi.
Sepengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian yang
membandingkan dan mencari hubungan prosentase hipertensi dan hipertrofi
ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasi.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan hipertrofi ventrikel kiriterhadap hipertensi pada
pasien lansia dengan atrial fibrilasi?
C. Tujuan
Untuk prosentasependerita hipertrofi ventrikel kiripada pasien lansia
dengan atrial fibrilasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI ATRIAL FIBRILASI (AF)


Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium berdenyut dengan
kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel menjadi ireguler dan
mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel
tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran
darah yang masuk dan keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu
terjadi peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan
depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi. Sentakan fokus ektopik
pada struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan
penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas listrik
jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus
menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler.
Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia di
atas 50 tahun  (Berry and Padgett, 2012).

B. ETIOLOGI ATRIAL FIBRILASI (AF)


1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f. Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOM
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
C. KLASIFIKASI
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal
diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi, berdasarkan
ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk
gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial
fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti :
1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali
permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan
menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard
akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3. Klasifikasi menurut American Heart Association (AHA), atrial fibriasi (AF) dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan
baru pertama kali terdeteksi.
b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang 50%
atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu
24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut
AF Paroksimal.
c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari.
Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.
d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya
dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).

D. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER


1. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga,
berotot, yang terletak di tengah
toraks, dan ia menempati
rongga antara paru dan
diafragma. Beratnya sekitar
300 g (10,6 oz), meskipun
berat dan ukurannya
dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, berat badan, beratnya
latihan dan kebiasaan fisik dan
penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai
oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil
metabolisme ( Brunner & Suddarth, 2002). Jantung terletak di rongga toraks (dada)
sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada di sebelah anterior dan vertebra
(tulang punggung) di sebelah posterior (Sherwood, Lauralee, 2001). Bagian depan
dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung
terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak di atas diafragma,
miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Apex
cordis dapat diraba pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas
cranial jantung dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava
superior (Aurum, 2007). Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm, dan lebar
9 cm, dengan berat 300 sampai 400 gram (Setiadi, 2007).

2. Ruang Jantung

Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik (ruang), bilik
bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas, atria (atrium, tunggal)
menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke bilik-bilik bawah,
ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh
septum, suatu partisi otot kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi
jantung. Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa
darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).

a. Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan dibandingkan
ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-superior terdapat lekukan
ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang disebut Auricle. Permukaan
endokardiumnya tidak sama. Posterior dan septal licin dan rata. Lateral dan
auricle kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan paralel yang
disebut Otot Pectinatus. Atrium Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena
cava superior bermuara pada dinding supero-posterior. Vena cava inferior
bermuara pada dinding infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini
terdapat lipatan katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding
medial atrium dextra bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal berbentuk
lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian
anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara vena cava inferior dan
katup tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang menampung darah vena dari
dinding jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara sinus coronaries
terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada
dinding atrium dextra terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-
Atrial terletak di pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan
auricle, tepat di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada
antero-medial muara sinus coronaries, di bawah katup tricuspidalis. Fungsi atrium
dextra adalah tempat penyimpanan dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi
sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paru-paru.
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan katup atau pita
otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan atrium dextra akibat
bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan ke dalam vena
sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan
mengalir secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis.
20% sisanya akan mengisi ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara
aktif ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat
mengurangi curah ventrikel.
b. Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus
dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih tebal
daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot pectinatus hanya
ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari 4
vena pumonalis yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-
lateral, masing-masing sepasang vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis
dan atrium sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan
dalam atrium sinistra membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru.
Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan
pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui katup
mitralis.
c. Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah
manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk bulan
sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan
seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar merupakan
sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh lebih kecil
terhadap aliran darah dari ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi
sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari
ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal
dinding ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel sinistra.
Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga merupakan akibat
dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar daripada tekanan di ventrikel
dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum lebih berperan pada ventrikel
sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra.
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot yang
disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu sama lain.
Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran besar yang disebut
Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara fungsional, ventrikel dextra
dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra
(Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel anterior,
dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right
Ventricular Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin,
terletak di bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus
Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista
Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara perlahan-lahan,
seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel dextra
mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi
peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi
pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat secara akut (seperti pada
emboli pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel dextra untuk memompa
darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.
d. Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah ke
antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah
Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel sinistra 2-3x lipat tebal dinding
ventrikel dextra, sehingga menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal
ventrikel sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus
menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi
sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga
keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai lingkaran,
mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Batas
dinding medialnya berupa septum interventrikulare yang memisahkan ventrikel
sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana
dasar segitiga tersebut adalah pada daerah katup aorta.
Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian Muskulare
(menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus. Pada dua
pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae dan sepertiga
bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini membantu
memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi.
Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi
daripada tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan abnormal antara kedua
ventrikel (seperti pada kasus robeknya septum pasca infark miokardium), maka
darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya
jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan
berkurang.

3. Katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik
jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap perubahan tekanan
(Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian rupa, sehingga mereka
membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa dengan
pintu satu arah Sherwood, Lauralee, 2001). Katup jantung dibagi dalam dua jenis,
yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar.
a. Katup Atrioventrikuler
Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup atrioventrikular.
Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3
buah katup disebut katup trikuspid (Setiadi, 2007). Terdiri dari 3 otot yang
tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan paling tebal, dan melekat dari
daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel
dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua bagian septum muskuler maupun
membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang
merupakan paling kecil, Melekat pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-
inferior (Aurum, 2007). Sedangkan katup yang letaknya di antara atrium kiri
dan ventrikel kiri mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi,
2007). Terdiri dari 2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior.
Daun katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari
basal ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang
aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007).
b. Katup Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun katup, yang
masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh (Sherwood,
Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang
berhubungan. Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan
pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri
dan aorta. Adanya katup semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama systole
ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007).
4. Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun secara
spiral dan saling berhubungan  melalui diskus interkalatus (Sherwood, Lauralee,
2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:
a. Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah
suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung. Terdiri dari
dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):
1) Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang membatasi
pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu
dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum
sternoperikardial.
2) Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium
parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering disebut epikardium, dan
Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai
pelumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
b. Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung,
membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun
secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee, 2001). Lapisan
otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner (Setiadi, 2007).
c. Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium. Suatu jaringan
epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi (Sherwood,
Lauralee, 2007).
5. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung terutama
ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung dipersarafi oleh kedua
divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan (serta kekuatan)
kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi tidak memerlukan stimulasi saraf.
Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu saraf vagus, terutama mempersarafi atrium,
terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf simpatis jantung juga mempersarafi
atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak mempersarafi ventrikel
(Sherwood, Lauralee, 2001).
6. Vaskularisasi Jantung (Pembuluh Darah)
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis besar
peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah besar yaitu dari
jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi sistemik), dan peredaran
darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru, kembali ke jantung (sirkulasi
pulmonal).
1) Arteri
Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar yang
berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner kiri
memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner kanan
memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007).
b) Arteri Koroner Kanan
Berjalan ke sisi kanan  jantung, pada sulkus atrioventrikuler kanan. Pada
dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan pada atrium kanan,
ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri.
Bercabang menjadi Arteri Atrium Anterior Dextra (RAAB = Right Atrial
Anterior Branch) dan Arteri Coronaria Descendens Posterior (PDCA =
Posterior Descending Coronary Artery). RAAB memberikan aliran darah
untuk Nodus Sino-Atrial. PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus
Atrio-Ventrikular (Aurum, 2007).
c) Arteri Koroner Kiri
Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri coronaria sinistra
utama (LMCA = Left Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm.
Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx = Left Circumflex Artery)
dan Arteri Descendens Anterior Sinistra (LAD = Left Anterior
Descendens Artery). LCx berjalan pada Sulcus Atrio-Ventrcular
mengelilingi permukaan posterior jantung. LAD berjalan pada Sulcus
Interventricular sampai ke Apex. Kedua pembuluh darah ini bercabang-
cabang dan memberikan aliran darah diantara kedua sulcus tersebut
(Aurum, 2007).
2) Vena
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri
koroner. Sistem vena jantung mempunyai 3 bagian, yaitu (Setiadi, 2007) :
a) Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan sebagian darah
dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.
b) Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti mengosongkan
sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke atrium kanan.
c) Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang paling besar dan
paling penting, berfungsi menyalurkan pengembalian darah vena miokard ke
dalam atrium kanan melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara di
samping vena kava inferior.
E. PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium
diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus AF. Daerah
ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada
regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya after-
depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang dijalarkan kedalam
miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry
yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada
AF tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga
menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo
yang rendah (microreentrant tachycardias). Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium
(macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular
dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran
sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi
akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada
awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan
struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun demikian,
darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi
pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding
dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama
beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul
penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya
menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi,
ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan
memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko terjadinya
stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.
Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ),
fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam
dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju
ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating Center
for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau
bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan
ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan stroke
(Philip and Jeremy, 2007).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital : Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah,
dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit
katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo ventricular
respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut  atrial fibrilasi rapid ventricular
respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil
sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

H. PENATALAKSANAAN
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada
kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang persisten,
terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama
sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control)
saja. Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu :
1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS Harapan Kita


Edisi III 2009, yaitu:

1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama
jantung yang normal. Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan
propafenon). Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi
dengan kardioversi dengan DC shock.
b. Rate control. Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi
denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node seperti :
digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti propanolol.
Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli. Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang
digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah terjadinya
tromboemboli.Pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di
berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap AF
paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya penyakit yang
mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka
harus diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat emboli.
Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah
dipastikan tidak terdapat trombus dengan transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini beberapa
pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung yang khusus dibuat
untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda
(dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan
pacu jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan
transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena pulmonalis sebagai
trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada penderita AF permanen,
sekaligus pemasangan pacu jantung permanen.
I. KOMPLIKASI
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna
secara statistik antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiripada pasien lansia
dengan atrial fibrilasi.
B. Saran
Saya sebagai penyusun laporan pendahuluan ini, mengharapkan kritik dan
masukkan yang positif, untuk penyempurnaan pembuatan laporan pendahuluan
selanjutnya. Semoga laporan pendahuluan ini dapat menjadi inspirasi bagi para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Dharma, Surya. 2012. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : EGC

Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC

Muttaqin, Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. .

Jakarta. Penerbit: Salemba Medika

Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

Syaifuddin, H. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan dan kebidanan.

Jakarta. Penerbit: EKG

Syaifuddin, Haji. 2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta. Penerbit: EKG

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta Penerbit:

Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai