Anda di halaman 1dari 15

Pengukuran

Sikap

Sejarah Metode
Pegukuran Pengukuran SIkap
SIkap

Variasi Hasil
Alat Ukur Yang Baik Pengukuran
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam


lapangan psikologi, khususnya psikologi sosial. bahkan ada yang
berpendapat bahwa psikologi sosial menempatkan masalah sikap sebagai
permasalahan utamanya. Oleh karena itu para ahli psikologi sosial telah
berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai cara. Bahkan beberapa
bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya
penelitian sikap yang pertama yaitu tahun 1920.
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pengukuran Sikap

Upaya serius pertama dalam mengembangankan teknik pengukuran


sikap yang dilakukan oleh L.L Thurstone. Thurstone diilhami oleh
keberhasilan –keberhasilan cemerlang para peneliti dalam mengukur
intelegensi pada Perang dunia I, dan dia bermaksud mengikuti prestasi
mereka dibidang kajian sikap. Ia mengadaptasikan dua teknik yang
berbeda untuk menyusun skalanya. Masing-masing teknik itu
menggunakan juri yang disodori serangkaian pernyataan untuk
dibubuhi tanda cek mengenai benar atau salahnya. Para juri ditugasi
menilai “jarak” anatra dua pernyataan atau tingkat dimana sikap
tersebut diungkapkan pada tiap pernyataan.

Teknik thurstone sepenuhnya mengandalkan pendapat para juri


yang mungkin bias. Selain itu teknik ini juga membutuhkan usaha yang
lebih untuk mendapatkan hasilnya.

Untuk menutupi kelemahan-kelemahan teknik tersebut Rensis Likert


menciptakan teknik pengukuran sikap, yang juga berbentuk skala.
Likert juga menggunakan sejumlah pernyataan untuk mengukur sikap
yang mendasarkan pada rata-rata jawaban.

B. Alat Ukur Yang Baik

Alai ukur itu disebut baik, bila alat ukur itu valid dan reliable.

Dalam hal validitas, alat ukur mencakup kejituan dan


ketelitian alat ukur yang bersangkutan. Alat ukur yang jitu, yaitu
bila alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang akan diukur, jadi
alat ukur itu tidak mengukur hal-hal yang lain. Jadi alat ukur untuk
sikap tersebut benar-benar akan mengungkap sikap bukan
mengungkap hal yang lain. Bila hal itu dapat terpenuhi, maka alat
tersebut dianggap jitu atau valid.
Alat ukur itu juga harus teliti, artinya alat tersebut harus dapat
memberikan kecermatan dalam hasil pengukurannya. Alat tersebut
harus mampu atau dapat memberikan dengan cermat ukuran besar
kecilnya yang diukur. Alat yang teliti yaitu alat yang dapat
memberikan hasil pengukuran sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Hal itu harus dapat terpenuhi oleh suatu alat untuk
dapat disebut alat ukur yang baik.

Suatu alat yang baik itu harus reliable atau andal, artinya alat itu
harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tetap atau stabil. Bila
mengukur sesuatu maka hasilnya akan tetap sama bila diukur di waktu
lainnya. Dalam psikologi yang menjadi subjek adalah makhluk hidup,
yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka akan
sulit untuk memperoleh hasil pengukuran yang teapt sama seratus
persen. Karena itu dalam hal ini ada batas-batas tertentu di mana hasil
itu dapat dianggpa relatif sama. Jadi reliabilitas alat ukur adalah
kestabilan hasil pengukuran.

C. Metode Pengukuran Sikap


1. Pengukuran sikap secara langsung
Subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap
suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya.
Terbagi dua yaitu, pengukuran secara langsung tidak berstruktur dan
pengukuran sikap secara langsung berstruktur.
A. Pengukuran sikap secara langsung tidak berstruktur, merupakan
cara pengukuran sikap yang cukup sederhana, dalam arti tidak diperlukan
persiapan yang cukup mendalam guna mengadakan pengukuran sikap
tersebut dibandingkan dengan cara-cara yang lain. Misalnya, untuk
mengetahui sikap sementara penduduk terhadap masalah kesehatan
dengan cara mengadakan observasi di lapangan, ataupun dengan
wawancara. Dari hasil observasi atau pun wawancara tersebut kemudian
ditarik kesimpulan tentang bagaimana sikap penduduk terhadap
kesehatan.
a. Observasi Perilaku
Observasi atau pengamatan langsung dilakukan terhadap tingkah laku
individu mengenai objek psikologis tertentu. Cara ini amat terbatas
penggunaannya, karena amat bergantung jumlah individu yang diamati
dan berapa banyak aspek yang diamati. Semakin banyak faktor-faktor
yang harus diamati, maka makin sukar serta makin kurang objektif
pengamatan terhadap tingkah laku individu. Selain itu juga apabila
tingkah laku yang diinginkan terhadap objek psikologis tertentu seringkali
tidak terjadi sesuai dengan yang diinginkan, maka hasil pengamatan
belum dapat dikatakan menggambarkan keadaan yang objektif
(Mar'at.1984).
Perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku hanya
akan konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan.
Interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari
pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.

b. Wawancara Langsung
Untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap obyek
psikologi yang dipilihnya, maka cara yang paling mudah dilakukan adalah
dengan menanyakan secara langsung melalui wawancara (direct
questioning). Asumsi yang mendasar metode ini yaitu:
- individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri,
- manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya
(asumsi keterusterangan).

Oleh karena itu dalam metode ini, jawaban yang diperoleh dapat pula
dikategorikan dimana individu memiliki sikap yang sesuai ataupun sikap
yang tidak sesuai dengan objek psikologis ataupun tidak dapat
menentukan sikap sama sekali (ragu-ragu). Kelemahan dari cara ini
adalah apabila individu yang diberi pertanyaan tidak dapat menjawab
sama sekali sehingga kita tidak dapat mengetahui pendapat atau
sikapnya (Mar’at.1984)
Orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya
secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Sikap
merupakan variabel yang terlalu kompleks untuk diungkap dengan
pertanyaan tunggal. Sangat tergantung pada kalimat yang digunakan
dalam pertanyaan, konteks pertanyaannya, cara menanyakannya, situasi
dan kondisi yang merupakan faktor luar,dll.

B. Pengukuran sikap secara langsung berstruktur:


a. Pengukuran sikap model Bogardus
Pengukuran sikap model Bogardus lebih dikenal dengan skala Bogardus.
Dari sini dapat diketahui dalam mengukur sikap Bogardus menggunakan
suatu skala (scale). Menurut Bogardus, dalam suatu kelompok ada
intensitas hubungan yang berbeda satu dengan yang lain di antara para
anggotanya, demikian pula adanya perbedaan intensitas hubungan antar
kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Atas dasar pemikiran ini Bogardus mengadakan penelitian menegnai
masalah tersebut dengan menggunakan pernyataan –pernyataan
(statesments) untuk mengetahui tingkatan intensitas hubungan dari
suatu kelompok terhadap kelompok yang lain. Pengukuran sikap model
Bogardus adalah menyangkut jarak sosial, yaitu jarak sosial dari satu
kelompok ke kelompok lain.
Contoh, pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh Bogardus:
- Hubungan kekeluargaan yang dekat dengan perkawinan 1
- Keanggotaan dalam kelompok (club) saya 2
- Tetangga di tumah 3
- Bekerja dalam jenis pekerjaan saya 4
- Berkewarganegaraan di negara saya 5
- Hanya sebagai pengunjung dalam negara saya 6
- Tidak bersedia dalam negaranya 7

Angka-angka disebelah kanan menunjukkan tingkatan jarak sosial yang


menggambarkan setiap pernyataan. Angka yang lebih tinggi berarti jarak
sosialnya lebih besar.
Sebagai contoh dikutipkan suatu penelitian yang diadakan di Amrekia
Serikat yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi (sebanyak 178) yang
lahir di Amerika Serikat, bagaimana sikapnya terhadap beberapa macam
golongan ras dari bermacam-macam bangsa. Dalam hal ini hanya
disajikan pernyataan nomor 1, 3, dan 7, dan angka dalam table yang
menyatakan setuju disajikan dalam persen.

Ras 1 3 7
% % %
Yahudi, Jerman 94,3 91,1 1,4
Yahudi,Rusia 84,3 91,4 0
Inggris 80,0 98,5 0
Yunani 2,1 34,3 1,4
Tiongha 1,4 21,4 32,8
Jepang 2,8 21,4 28,5
Philipina 0 27,1 7,1
Negro 0 27,1 10
Dari hasil di atas dapat dilihat bagaimana sikap orang Yahudi yang lahir di
Amerika Serikat terhadap beberapa golongan ras di atas. Dari hasil di atas
dapat dilihat bahwa jarak antara orang Yahudi dengan orang Negro cukup
jauh, dan merupakan jarak yang paling jauh di antara bermacam-macam
ras tersebut, kecuali bangsa Philipina mempunyai kedudukan yang sama
(jawaban atas pertanyaan nomor 1). Sebaliknya ada jarak yang begitu
dekat antara orang Yunani dengan orang Inggris, di antara mereka 80%
bersedia kawin dengan mereka. Sedangkan pada pernyataan nomor 7,
jarak yang terjauh adalah antara orang Yahudi dengan bangsa Tiongha
dan kemudian disusul bangsa Jepang, yang kemungkinan kedua bangsa
itu merupakan saingan dalam hal perdagangan.

Bogardus menyusun pernytaan-pernyataan tersebut sedemikian rupa


sehingga bila seseorang menerima suatu pernyataan, orang tersebut juga
akan menerima pernyataan-pernyataan berikutnya.

Bogardus menyusun pernyataan-pernyataannya mendasarkan diri atas


jarak sosial. jarak sosial yang paling dekat adalah kesediaan seseorang
dari suatu golongan untuk kawin dengan golongan lain. Pernyataan-
pernyataan yang makin lama makin jauh menunjukkan jarak sosial yang
makin jauh.

b. Pengukuran sikap model Thurstone


Thurstone juga menggunakan skala dalam pengukuran sikapnya. Dalam
skala Thurstoen digunakan pernyataan-pernyataan yang disusun
sedemikian rupa hingga merupakan rentangan (range) dari sangat positif
ke arah sangat negatif terhadap obyek sikap. Pernyataan-pernyataan itu
disampaikan kepada subjek dalam suatu formulir (form). Masing-masing
pernyataan dalam skala Thurstone telah mempunyai nila skala sendiri-
sendiri. Nila skala (scale value) tersebut bergerak dari 0,0 (yang
merupakan ekstrim bawah) sampai dengan 11,0 (yang merupakan
ekstrim atas).
Langkah-langkah dalam pengukuran sikap metode Thurstone,
- Langkah pertama Thurstone memilih dan mendefinisikan setepat mungkin
“sikap” yang akan diukur.
- Kemudian merumuskan sejumlah pernyataan-pernyataan tentang obyek
sikap
- Thurstone membagikan daftar pernyataan-pernyataan kepada sejumlah
responden yang secara obyektif dan bebas akan menyatakan
pendapatnya baik positif maupun negatif.
Setiap responden kemudian ditempatkan dalam angka antara 1 dan 11
yang menggambarkan suatu skala. Pernyataan positif yang kuat
ditempatkan pada angka 1, pernyataan positif yang kurang berikutnya
ditempatkan pada angka selanjutnya, sampai angka 11 yang
menunjukkan pernyataan negatif yang kuat. Sedangkan angka 6 yang
menunjukkan pertengahan skala, ditempatkan pernyataan netral yaitu
tidak positif dan tidak negatif.
Setelah itu nilai skala dihitung dengan cara mengambil rata-mean, dari
semua responden untuk setiap pernyataan (item).
Misalnya: untuk ungkapan sikap terhadap kulit hitam, menghasilkan
jawaban yang digambarkan sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

MOST NEUTRAL
MOST
FAVORABLE UNFAVORABLE

Skor tentang pernyataan ini posisinya pada skala 9, yang


menunjukkan bahwa mayoritas dari responden memperlihatkan sikap
tidak senangnya terhadap orang kulit hitam cukup tinggi.

c. Pengukuran sikap model Likert


Dikenal juga dengan pengukuran sikap skala Likert, karena Likert
rmengadakan pengukuran sikap juga menggunakan skala. Skala Likert
dikenal sebagai summoned rating method, sedangkan skala Thurstone di
kenal dengan judgement metodh.
Dalam menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pernyataan-
pernyataan, dengan menggunakan lima alternatif jawaban atau
tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subjek yang diteliti
disuruh memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang disediakan.
lima jawaban alternatif yang dikemukakan oleh Likert adalah:
- Sangat setuju (strongly approve)
- Setuju (approve)
- Tidak mempunyai pendapat (undecided)
- Tidak setuju (disapprove)
- Sangat tidak setuju (strongly disapprove)

Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh
seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin
positif terhadap objek sikap, demikian sebaliknya.

Contoh, salah satu pernyataan untuk mengukur sikap terhadap kulit hitam
berbunyi : “Saya tidak akan pernah kawin dengan orang kulit hitam,”
skala Likert :
sangat setuju setuju netral tidak setuju
sangat tidak setuju

5 4 3 2 1

Demikianlah, skor 5 diberikan kepada yang menjawab sangat setuju, skor


1 diberikan kepada yang sangat tidak setuju. Dengan cara ini setiap
pernyataan memberikan nilai skala dari 1 sampai dengan 5. Pernyataan
semacam ini dimaksudkan untuk menghilangkan pernyataan yang terasa
membosankan atau diinterprestasikan dengan lebih satu macam.

d. Skala Perbedaan Semantic (The Semantic Different Scale)


Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannerbaum (1957) yang
meminta responden untuk menentukan sikapnya. Terhadap obyek sikap,
pada ukuran yang sangat berbeda dengan ukuran yang terdahulu.
Responden diminta untuk menentukan suatu ukuran skala yang bersifat
berlawanan yaitu positif atau negatif, yaitu: baik-buruk, aktif-pasif,
bijaksana-bodoh dan sebagainya. Skala ini terbagi atas 7 ukuran, dan
angka 4 akan menunjukkan ukuran yang secara relatif netral. Skor sikap
dari individu diperoleh dengan mentallies (menjumlah) semua jawaban.
Skor yang lebih tinggi berarti lebih positif sikapnya terhadap obyek, orang
atau masalah lain yang ditanyakan.
Contoh, salah satu item Skala Perbedaan semantic yang dikembangkan
oleh Osgood, Suci dan Tannerbaum.
Lingkarilah salah satu angka pada setiap garis pernyataan sesuai dengan
sikap anda terhadap orang-orang Puerto Rico di Benua Amerika.
Skala Penilaian
Baik 7 6 5 4 3 2 1 Buruk
Indah 7 6 5 4 3 2 1 Jelek
Bijaksana 7 6 5 4 3 2 1 Bodoh

Skala Kemampuan
Besar 7 6 5 4 3 2 1 Kecil
Kuat 7 6 5 4 3 2 1 Lemah
Berat 7 6 5 4 3 2 1 Ringan

Skala Kegiatan
Cepat 7 6 5 4 3 2 1 Lambat
Aktif 7 6 5 4 3 2 1 Pasif
Cerdik 7 6 5 4 3 2 1 Lemah
Sumber : Back, Kurt W.,Social Psychology,1997,Hal 251

c. Pengukuran sikap secara tidak langsung

Pengukuran sikap secara tidak langsung, yaitu pengukuran sikap dengan


menggunakan alat-alat tes, baik yang proyektif maupun yang non-
proyektif. Misal dengan tes Rorschach, TAT, dan dengan melalui analisis
yang cukup rumit, peneliti dapat mengetahu bagaimana sikap seseorang
terhadap keadaan sekitarnya. Pengukuran sikap secara tidak langsung ini
begitu komplek dan begitu rumit yang biasanya yang dibicarakan dalam
rangka pembicaraan mengenai tes.

Variasi Hasil Pengukuran

Variasi hasil pengukuran disebabkan karena alat ukur yang digunakan


berbeda, karena alat ukurnya belum distandarisasi, selain itu juga ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan variasi hasil pengukuran, yaitu:

1. keadaan objek yang diukur


merupakan hal yang ideal bila hasil pengukuran yang diperoleh itu benar-
benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari objek yang
diukur, hal ini berkaitan dengan soal validitas alat ukur.
Dalam ilmu sosial- demikian juga dalam psikologi- dapat dikatakan bahwa
belum terdapat alat ukur yang dapat dengan sempurna mengungkap atau
mengukur secra murni hanya kepada apa yang ingin diukur semata-mata,
sedangkan faktor lain tidak turut terungkap dengannya.
Misalnya mengukur sikap prasangka dari sesuatu golongan ke golongan
yang lain. Apa yang terungkap tidaklah melulu hanya prasangka melulu,
tetapi faktor-faktor lain yang bersifat momental seperti misalnya suasana
hati, kesehatan, kepentingan individu pada suatu waktu juga ikut bicara
dalam hasil pengukuran tersebut.

2. Situasi pengukuran
Pengukuran sesuatu dalam situasi yang berbeda, juga dapat
menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda. Demikian pula mengukur
sikap seseorang dalam situasi yang berbeda, dapat menghasilkan hasil
pengukuran yang berbeda pula.
Misal dalam mewawancarai seseorang, bila ada orang lainy ang
menyertai, lebih-lebih kalau pertanyaannya mengenai orang yang
menyertainya, hasilnya akan berbeda bila tidak ada orang lain yang
menyertai dalam wawancara tersebut. Oleh karena itu dalam pengukuran,
situasi pengukuran perlu mendapatkan perhatian agar pengukuran dapat
mencapai hasil yang sebaik-baiknya.

3. Alat ukur yang digunakan


Variasi hasil pengukuran dapat disebabkan karena alat ukur yang
digunakan. Misal bila alat ukur dibuat dari bahan yang berbeda,
kemungkinan hasil pengukuran juga akan berbeda. Demikian pula dengan
alat ukur mengenai sikap. Bila butir-butir dalam alat ukur itu kurang baik
atau tidak baik, maka hasil pengukurannya juga kurang baik. Karena itu
untuk mendapatkan alat ukur yang baik, maka dalam menyusun butir-
butir dalam alat ukur tersebut harus dipilih butir-butir yang baik pula.

4. Penyelenggaraan pengukuran
Cara penyelenggaraan pengukuran juga dapat menghasilkan pengukuran
yang berbeda. Misal administrasi pengukuran yang tidak tetap dapat
merupakan sumber hasil pengukuran yang berbeda. Karena itu dalam
pengukuran administrasi pengukuran juga telah dibakukan. Demikian juga
bila seorang pengukur kurang menguasai alat ukur yang digunakan, maka
hal ini dapat menimbulkan hasil pengukuran ynag berbeda-beda, karena
kemungkinan cara penyelenggaraannya berbeda-beda.
5. Pembacaan dan atau penilaian hasil pengukuran
“seorang pengukur yang sedang ngantuk mungkin mengalami salah baca.
Seorang tester yang sudah terlalu lelah mungkin melakukan salah
periksa. Seorang coder hasil angket-angket mungkin salah letak dalam
memberikan kode-kode. Semua keadaan itu akan menaikkan atau
menurunkan hasil-hasil pengukuran dari keadaan yang sesungguhnya.”
(Hadi, 1971:106)
Dengan demikian dapat dikemukakan keadaan fisik maupun psikis
pengukur, dapat mempengaruhi variasi hasil pengukuran.

PENUTUP

Kesimpulan

Mengukur sikap adalah sesuatu yang tidak mudah, karena objek yang
dipelajari itu tidak Nampak, tidak dapat langsung dilihat, tidak dapat
langsung dipegang. Untuk itu para ahli psikologi sosial telah berusaha
untuk mengukur sikap dengan berbagai cara. Beberapa bentuk
pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian
sikap yang pertama yaitu pada thun 1920.

Dalam pengukuran sikap dapat dilakukan dengan beberapa metode


yaitu:

1. Pengukuran sikap secara, terbagi dua: pengukuran sikap secara langsung


berstruktur dan pengukuran sikap secara langsung tidak berstruktur.
Pengukuran sikap secara langsung berstruktur dapat dilakukan dengan
metode:
a. Skala Thurstone
b. Skala Bogardus
c. Skala Likert
d. Skla Perbedaan Semantik

Pengukuran secara langsung tidak berstruktur

a. Observasi perilaku
b. Wawancara langsung

2. Pengukuran sikap secara tidak langsung

Selain itu juga terdapat variasi hasil pengukuran yang dapat dipengaruhi
oleh:
a. Keadaan objek yang diukur
b. Situasi pengukuran
c. Alat ukur yang digunakan
d. Penyelenggaraan pengukuran
e. Pembacaan dan penilaian hasil pengukuran.

Daftar Pustaka

- Waseso, Mulyadi, Guntur, Dimensi-dimensi Psikologi Sosial, Hanindita,


Yogyakarta, 1986.
- Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta, 2002.
- Walgito, Bimo, Psikologi Sosial, Andi, Jakarta, 2003.
- Rahayuningsih, Sri, Utami, Jurnal Psikologi Umum, Fakultas Psikologi UGM,
2008.

Anda mungkin juga menyukai