Anda di halaman 1dari 9

ERYTHEMA MULTIFORME

Skin disease associated with abnormalities in the oral cavity

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior


Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh :
Syahrinaldi Timur Erlangga 22010119210013

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Pendahuluan
Erythema multiforme (EM) adalah reaksi hipersensitivitas kulit dan mukosa dengan lesi
khas di target dipicu oleh rangsangan antigenik tertentu. Ini merupakan kondisi akut, dan
terkadang berulang, pada kulit dan membran mukosa dimanifestasikan oleh lesi papular,
bulosa, dan nekrotik. Penyebabnya beragam dan banyak, dan evolusinya umumnya baik.

Etiologi
Etiologi EM didominasi oleh infeksi Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2 dan
Mycoplasma pneumonia, tetapi banyak infeksi virus dan bakteri lainnya terlibat. Lebih
jarang, etiologi EM adalah vaksinasi.

Epidemiologi
EM dilaporkan di seluruh dunia tanpa adanya kecenderungan etnis. Ini terjadi pada usia
berapa pun, lebih sering pada orang dewasa muda. Usia rata-rata adalah antara 20 dan 30
tahun, dan 20% kasus terjadi pada anak-anak. EM lebih sering terjadi pada pria yang
berhubungan seks rasio 1 banding 5. Prevalensi belum diketahui tetapi tampaknya jauh di
bawah 1%. Karena klasifikasi tidak selalu jelas, kasus sindrom Stevens-Johnson (SJS)
telah sering dimasukkan dalam studi tentang EM.

Patofisiologi
EM sering dikaitkan dengan infeksi virus atau bakteri, terutama HSV. Penelitian telah
menunjukkan keberadaan HSV-DNA oleh reaksi berantai polimerase dalam lesi EM akut
atau sekuel. Faktor predisposisi tidak diketahui. HLA-DQ3 dilaporkan dikaitkan dengan
marker EM postherpetic dan telah disarankan sebagai kelompok diagnostik tambahan
penanda antigen leukosit pada manusia telah dilaporkan sebagai penanda EM berulang.

Gambaran Klinis
Demam dan perasaan tidak nyaman secara umum dapat mendahului atau menyertai erupsi
pada hari pertama. Terkadang disertai adanya arthralgia atau bahkan bisa menyebabkan
terjadinya pembengkakan sendi.
Secara klinis, lesi yang khas pada Eritema Multiforme (EM) adalah target, dapat
digambarkan berupa lesi bulat yang teratur dengan tiga lingkaran konsentris dan batas
yang jelas. Terdapat juga adanya cincin pada perifer eritematosa, terkadang
mikrovesikular :zona tengah sering lebih jelas, edema, bisa teraba, dan ditutupi oleh
blister. Aspek yang berbeda ini dapat membangkitkan tahap yang berbeda dari lesi yang
berkembang.

Lesi berukuran kurang dari 3 cm, dan lokasi utamannya di akral. Simetris di telapak
tangan dan punggung tangan, kaki, dan wajah. Batangnya sering terhindar, tetapi wajah
dan telinga bisa dijangkau. Tidak ada pruritus, namun didapatkan sensasi terbakar pada
beberapa pasien.

Lesi pada mukosa sering terjadi, predileksi paling sering terjadi di mulut, tetapi juga bisa
terjadi di membran mukosa genital dan okular. Awalnya berupa bulosa, lalu dengan cepat
berubah menjadi erosi. Krusta hemoragik yang tebal dapat menutupi lesi pada bagian
labial, dan lapisan fibrin dapat melapisi erosi mukosa pipi, langit-langit mulut, dan
genitalia. Lesi pada mukosa sering terjadi secara bersamaan dengan lesi kulit, namun
dapat terjadi beberapa hari sebelum atau setelah erupsi target.

Muncul pula tanda tanda kelainan pada paru paru, seperti batuk dan sesak nafas.
Penelitian sebelumnya menyatakan serangan pernapasan yang paling sering terkait adalah
infeksi yang menginduksi terjadinya EM (terutama yang disebabkan karena Mycoplasma
pneumonia).

Evaluasi
Diagnosis Eritema Multiforme (EM) dapat ditegakkan berdasarkan tampilan gejala klinis.
Jika hasil pemeriksaan meragukan, biopsi kulit dari pusat lesi dari hasil studi histologis
dengan imunofluoresensi dapat digunakan sebagai acuan. Hal ini ditunjukkan dengan
timbulnya edema interseluler pada epitel dengan keratinosit yang mengalami nekrosis
yang menyebabkan terjadinya lepuh pada intra atau subepidermis yang ditutupi dengan
jaringan epidermis yang mengalami nekrotik. Infiltrat limfohistiositik perivaskular
terdapat pada dermis superfisial tanpa adanya lesi vaskular nekrotik. Pemeriksaan dengan
imunofluoresensi langsung menunjukkan hasil negatif. Sementara penilaian biologis tidak
memberikan arti klinis untuk mendiagnosis EM. Namun, indicator tersebut penting untuk
menilai keparahan penyakit. Pemeriksaan Rontgen dada mungkin menunjukkan adanya
gambaran infiltrat radiologis interstitial (terutama karena EM yang disebabkan
Mycoplasma pneumoniae). Sementara lesi pada ginjal, hati, atau hematologi juga telah
dijelaskan, namun tidak disusun secara sistematis.

Penegakan etiologi dari EM harus sesuai dengan gejala klinis yang timbul. Hal
ini dikarenakan tidak ada penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan:
 Infeksi herpes, yang disertai dengan HSV-1, hal ini merupakan yang sering
terjadi. Hal ini sering merupakan EM yang minor. Lesi herpes dapat mendahului
EM selama beberapa hari (7-10 hari). Sebaliknya, herpes yang tidak disertai
dengan EM dan beberapa penyakit tersebut, dapat disebabkan oleh kekambuhan
herpes yang asimptomatik. Penelitian sebelumnya sering menunjukkan hasil
negatif pada saat mendiagnosis. Dalam kasus kekambuhan EM, etiologi herpesnya
harus dicurigai. Diamati pada 70% kasus EM berulang. Dalam praktek klinis,
diagnosis herpes harus didasarkan pada saat anamnesis.
 Mycoplasma pneumoniae sebagai salah satu etiologi EM pada anak anak, harus
dicari secara sistematis. Penegakkan EM pada anak anak sering kali sulit
ditegakkan dan sering memiliki keterlibatan pada daerah mukosa. Hal ini terjadi
pada dua pertiga EM dengan keterlibatan daerah mukosa. Dianjurkan untuk
melakukan rontgen dada secara sistematis, pemeriksaan bakteriologis, dan
amplifikasi gen (PCR).
 Virus lain (adenovirus, influenza, Epstein Barr, virus hepatitis, Coxsackie,
parvovirus B19, virus human immunodeficiency virus) dan infeksi bakteri
(tuberkulosis, streptokokus) dapat pula menyebabkan terjadinya EM.
Kasus EM banyak dihubungkan pada beberapa program imunisasi anak. Hal ini
berlawanan dengan program imunisasi anak yang selama ini diberikan, dan hubungan
keduanya dapat dikatakan jarang terjadi.
Tatalaksana/Manajemen
Tatalaksana pada Fase Akut
 Pengobatan topikal didasarkan pada antiseptik untuk lesi bula, obat kumur
antiseptik, dan anestesi. Keterlibatan mata dikelola oleh dokter mata.
Penyembuhan dipromosikan oleh aplikasi vaseline pada bibir dan salep mata pada
mata.
 Perawatan umum digunakan dalam kasus-kasus keadaan umum dan kesulitan diet,
memerlukan rawat inap untuk mengobati rasa sakit, melembabkan, atau bahkan
memasukkan kembali pasien. Terapi kortikosteroid sistemik dan imunoglobulin
intravena telah didiskusikan tanpa menunjukkan efektivitasnya. Pemantauan
harian penting dalam kasus-kasus lesi yang luas.
 Pengobatan sesuai etiologi harus dilakukan ketika penyebab teridentifikasi.
Infkesi pneumonia mikoplasma membenarkan pengobatan dengan asitromicin
untuk tiga hari tanpa menunggu hasil dari pemeriksaan baterial, terutama bila
terdapat batuk atau kelainan radiologis paru. Beberapa menyarankan mengobati
herpes dengan asiklovir atau valasiclovir jika suspek herpes walaupun ini belum
menunjukkan keuntungan.

Bentuk pencegahan EM berulang


 Ini merupakan sebagian besar kasus penyebab herpes. Bahkan bila bukti belum
ditetapkan oleh spesimen, pengobatan jangka panjang asiklovir atau valasiklovir
harus diusulkan.
 Diindikasikan, secara teori, wabah EM di atas 5 per tahun atau lebih dalam bentuk
kasus EP berat. Pengobatan valasiklovir mencegah HSV-diinduksi wabah EM
tetapi tampaknya tidak berdampak pada wabah EM jika dimulai setalah awal
pemunculan.
 Jika tidak ada bakteri yang teridentifikasi, terapi lain dapat diusulkan dalam
jangka panjang, seperti hydroxychloroquine (Plaquenil), dapsone (Disulone) atau
perawatan dini saat tumbuh dengan kortikosteroid sistemik
Diagnosis Banding
Stevens-Johnson Syndrome (SJS): ini mempengaruhi sekitar 10% dari luas
permukaan tubuh, daerah kulit yang terkena lebih besar daripada Erythema Multiforme.
Mukosa yang terkena hampir sama. Jaringan cutaneus yang terkena berbeda dari
Erythema Multiforme dikarenakan tidak adanya target khas dan disposisi aksial dominan.

Staging
Erythema Multiforme Minor: pada dasarnya mengenai kulit dengan lesi yang khas
dan simetris. Keterlibatan mukosa jarang, dan bila mengenai mukosa, biasanya ringan dan
mengenai satu mukosa, seringnya pada mulut.
Erythema Multiforme Mayor : lesi pada kulit lebih luas, tapi tidak melebih dari 10 %
dari permukaan arena tubuh. Lesi target khas ada, mukosa yang terkena lebih parah. Dan
mempengaruhi setidaknya 2 mukosa yang berbeda tempat ; mukosa mulut bisanya
terkena.

Prognosis
Prognosis biasanya berhubungan dengan area permukaan tubuh yang terkena,
pengobatan di butuhkan secara langsung sekitar 2 sampai 3 minggu untuk Erythema
Multiforme minor dan 4 sampai 6 minggu untuk Erythema Multiforme yang mayor, lesi
mukosa selalu membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Penyembuhan lesi
mukocutaneus tanpa bekas luka.tapi sering dengan diskromia. Kekambuhan terjadi
kurang dari 5% dari kasus yang ada, terutama dikarenakan oleh infeksi akibat herpes.
Risiko utama jangka Panjang adalah pengembangan sinekia dalam kasus keterlibatan
mukosa, gejala pada mata bisa berujung dengan kebutaan. Pada tingkat genital, sinekia
bisa menurunkan fungsi.
Kewaspadaan saat masa akut harus dilakukan dengan benar untuk mencegah
terjadinya sekuel ini, prognosis vital hanya ketika perawatan disesuaikan. Dua situasi
yang di awasi adalah (1) kterlibatan mukosa yang parah dan (2) infeksi bakteri.
Enhancing Healthcare Team Outcomes
Management untuk EM beraneka ragam, diagnosis biasnaya di tegakan oleh dokter
kulit, pemantauan lebih lanjut adalah dengan penyedia perawatan primer dan praktisi
keperawatan. secara umum, perawatan suportif akan mencukupi pada sebagian besar
pasien. Pasien perlu dididik tentang perawatan kulit umum. Setelah kondisi utama
dikelola, EM teratasi, Namun, waktu untuk penyembuhan mungkin memakan waktu
berminggu – minggu atau bahkan berbulan-bulan. Kewaspadaan khusus selaama episode
akut harus dilakukan untuk mencegah sekuel ini, prognosis vital hanya dilakukan ketika
perawatan sudah disesuaikan. Dua situasi yang petut diwaspadai adalah (1) keterlibatan
mukosa yang parah dan (2) superinfeksi bakteri.
References

1. Fitzpatrick SG, Cohen DM, Clark AN. Ulcerated Lesions of the Oral Mucosa:
Clinical and Histologic Review. Head Neck Pathol. 2019 Mar;13(1):91-102.
[PMC free article: PMC6405793] [PubMed: 30701449]
2. Magri F, Chello C, Pranteda G, Pranteda G. Erythema multiforme: Differences
between HSV-1 and HSV-2 and management of the disease-A case report and
mini review. Dermatol Ther. 2019 May;32(3):e12847. [PubMed: 30693632]
3. de Risi-Pugliese T, Sbidian E, Ingen-Housz-Oro S, Le Cleach L. Interventions for
erythema multiforme: a systematic review. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2019
May;33(5):842-849. [PubMed: 30680804]
4. Paulino L, Hamblin DJ, Osondu N, Amini R. Variants of Erythema Multiforme: A
Case Report and Literature Review. Cureus. 2018 Oct 16;10(10):e3459. [PMC
free article: PMC6298627] [PubMed: 30564538]
5. Hashemi DA, Carlos C, Rosenbach M. Herpes-Associated Erythema Multiforme.
JAMA Dermatol. 2019 Jan 01;155(1):108. [PubMed: 30476966]
6. Case of Erythema Multiforme Drug Eruption Induced by Ledipasvir/Sofosbuvir:
Erratum. Am J Ther. 2018 Nov/Dec;25(6):e784. [PubMed: 30398997]
7. Trayes KP, Savage K, Studdiford JS. Annular Lesions: Diagnosis and Treatment.
Am Fam Physician. 2018 Sep 01;98(5):283-291. [PubMed: 30216021]
8. La Placa M, Chessa MA. Erythema multiforme major with swollen lips and
crusted erosions. Lancet. 2018 Aug 18;392(10147):592. [PubMed: 30152391]
9. Lerch M, Mainetti C, Terziroli Beretta-Piccoli B, Harr T. Current Perspectives on
Erythema Multiforme. Clin Rev Allergy Immunol. 2018 Feb;54(1):177-184.
[PubMed: 29352387]
10. Dinulos JG. What's new with common, uncommon and rare rashes in childhood.
Curr. Opin. Pediatr. 2015 Apr;27(2):261-6. [PubMed: 25689452]
11. Femiano F, Lanza A, Buonaiuto C, Gombos F, Rullo R, Festa V, Cirillo N. Oral
manifestations of adverse drug reactions: guidelines. J Eur Acad Dermatol
Venereol. 2008 Jun;22(6):681-91. [PubMed: 18331319]
12. Dore J, Salisbury RE. Morbidity and mortality of mucocutaneous diseases in the
pediatric population at a tertiary care center. J Burn Care Res. 2007 Nov-
Dec;28(6):865-70. [PubMed: 17925657]
Figures

Anda mungkin juga menyukai