Anda di halaman 1dari 5

Kerangka Teori/Pemikiran

Setiap penelitian dimulai dengan menjelaskan menjelaskan kerangka teori penelitian yang
dilakukan, karena kerangka teori penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti di dalam
mendesain instrument penelitian. Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan
secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat
berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan suatu himpunan
dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep tersebut.
1. Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri,
perilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati
secara langsung atau tidak langsung Dan hal ini berarti bahwa perilaku terjadi apabila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut rangsangan,
dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilakan reaksi perilaku tertentu
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Skinner (Notoatmodjo, 2007) juga merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalaui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner disebut teori
“S-O-R atau stimulus organisme respon. Skinner juga membedakan adanya dua proses
yaitu :

a. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh ransangan-
rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena
menimbulkan respon respon yang relative tetap, misal: makanan yang lezat menimbulkan
keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.
Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita
musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraanya dengan
mengadakan pesta dan lain sebagainya.

b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut
reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila
seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian
tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasnya (stimulus
baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksankan
tugasnya.
(sumber : http://digilib.uinsby.ac.id/274/5/Bab%202.pdf, di akses pada 12/03/20)

2. Penduduk berusia 15 sampai 25 tahun


Rentan usia pada umur 15 sampai 25 tahun merupakan penduduk dengan status
produktif. Menurut Sensus Penduduk Antar Sensus (Supas 2015) jumlah penduduk
Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020. Jumlah tersebut terdiri atas kategori
usia belum produkftif (0-14 tahun) sebanyak 66,07 juta jiwa, usia produktif (15-64 tahun)
185,34 juta jiwa, dan usia sudah tidak produktif (65+ tahun) 18,2 juta jiwa. Jumlah
penduduk Indonesia diproyeksikan terus bertambah menjadi 318,96 juta pada 2045
Berdasarkan data tersebut, Indonesia akan mengalami masa bonus demografi hingga
2045. Di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk
tidak produkif (belum produktif dan sudah tidak produktif). Jumlah usia produktif pada
2020 mencapai 68,75% dari total populasi. Melimpahnya sumber daya manusia usia
produktif ini hendaknya dapat dimanfaatkan dengan peningkatan kualitas, baik
pendidikan maupun ketrampilan guna menyongsong era industri 4.0. Dengan jumlah
penduduk usia produktif yang lebih besar tersebut maka angka ketergantungan penduduk
(dependency ratio) Indonesia sebesar 45,46. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif
memiliki tanggungan 46 jiwa penduduk usia tidak produktif. ( Sumber :
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/09/berapa-jumlah-penduduk-usia-
produktif-indonesia diakses pada 12/03/20)

Penduduk usia produktif adalah penduduk usia kerja yang sudah bisa menghasilkan
barang dan jasa. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mengambil penduduk umur
10 tahun ke atas sebagai kelompok usia kerja. Akan tetapi sejak tahun 1998 mulai
menggunakan usia 15 tahun ke atas atau lebih tua dari batas usia kerja pada periode
sebelumnya. Kelompok penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok
penduduk yang belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk umur 15-64 tahun
sebagai kelompok penduduk yang produktif, dan kelompok penduduk umur 64 tahun ke
atas sebagai kelompok yang tidak lagi produktif. Berbicara tentang penduduk usia
produktif sangat erat kaitannya dengan tenaga kerja dan angkatan kerja. (sumber :
http://digilib.unila.ac.id/1750/8/BAB%20II.pdf diakses pada 12/03/20)

3. Belanja Online
Belanja online (online shopping) adalah proses dimana konsumen secara langsung
membeli barang-barang, jasa dan lain-lain dari seorang penjual secara interaktif dan real-
time tanpa suatu media perantara melalui Internet (Mujiyana & Elissa, 2013).Online
shopping atau belanja online via internet, adalah suatu proses pembelian barang atau jasa
dari mereka yang menjual melalui internet, atau layanan jual-beli secara online tanpa
harus bertatap muka dengan penjual atau pihak pembeli secara langsung(Sari, 2015).
Jadi, belanja online adalah proses jual-beli barang, jasa dan lain-lain yang dilakukan
secara online tanpa bertemu dahulu antara penjual dan pembeli. Toko virtual ini
mengubah paradigma proses membeli produk atau jasa dibatasi oleh toko atau mall.
Proses tanpa batasan ini dinamakan belanja onlineBusiness-toConsumer (B2C). Ketika
pebisnis membeli dari pebisnis yang lain dinamakan belanja onlineBusiness-to-Business
(B2B). Keduanya adalah bentuk e-commerce (electronic commerce). Seiring dengan
terjadinya perubahan perekonomian dan globalisasi, membuat perubahan dalam perilaku
berbelanja pada masyarakat. Perilaku yang berubah dalam hal berbelanja pada
masyarakat merupakan konsekuensi logis dari tuntutan kehidupan yang dipicu dengan
adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Pada awalnya penjualan
barang dilakukan secara konvensional (offline), yaitu antara penjual dan pembeli bertemu
secara langsung untuk melakukan transaksi jual beli.Seiring dengan kemajuan teknologi
internet penjualan bisa dilakukan secara online (Sari, 2015). Toko online tersedia selama
24 jam sehari, yang membuat lebih banyak konsumen yang mengakses lewat internet
kapan dan di mana pun. Toko online menjelaskan produk yang dijual dengan baik,
melalui teks, foto dan file multimedia. Mereka juga menyediakan informasi produk,
prosedur keselamatan, saran, dan cara penggunaannya, fasilitas untuk berkomentar,
memberi nilai pada barangnya, akses meninjau situs lain, fasilitas real-time menjawab
pertanyaan pelanggan, sehingga mempercepat mendapat kata sepakat pembelian dari
berbagai vendor pemilik toko online.
Kelebihan toko online dibandingkan toko konvensional adalah (Wicaksono, 2008) dalam
jurnal (Sari, 2015):
1) Modal untuk membuka toko onlinerelatif kecil.
2) Tingginya biaya operasional sebuah toko konvensional.
3) Toko online buka 24 jam dan dapat diakses dimana saja.
4) Konsumen dapat mencari dan melihat katalog produk dengan lebih cepat.
5) Konsumen dapat mengakses beberapa toko online dalam waktu bersamaan.

Keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai berikut (Juju & Maya, 2010) dalam
jurnal (Sari, 2015):
1) Menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli hanya ada di luar kota.
2) Barang bisa langsung diantar ke rumah.
3) Pembayaran dilakukan secara transfer, maka transaksi pembayaran akan lebih aman.
4) Harga lebih bersaing.

(sumber: http://e-journal.uajy.ac.id/ akses pada 12/03/20)

4. Motif Berbelanja
Menurut Utami (2010 : 44) motif adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu. Motif yang ada dalam diri
seseorang akan membangkitkan dan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan
guna mencapai tujuan dan sasaran kepuasan. Jadi motif berbelanja dapat didefinisikan
sebagai penggerak perilaku yang membawa konsumen ke pasar untuk memuaskan
kebutuhan internal mereka. Berbelanja (shopping) merupakan salah satu cara bagi
konsumen untuk memperoleh barang maupun jasa yang dibutuhkan untuk mencakup
kegiatan membeli suatu barang atau jasa. Berbelanja juga merupakan aktivitas konsumen
yang dapat dilakukan dengan alasan atau motif yang bersifat utilitarian (fungsional atau
tangible) maupun hedonic (menyenangkan atau hedonic). Salah satu motif hedonis adalah
sensasi berburu barang selama berbelanja, sedangkan motif utilitarian antara lain
mendapatkan barang yang dicari . Manusia pada umumnya senang berbelanja, dan
berbelanja tersebut dapat dilihat sebagai pengalaman sosial dan lebih sering dilakukan
dengan seluruh anggota keluarga dibandingkan dengan berbelanja seorang diri. Jin dan
Kim dalam Budiarto (2012 : 5) membagi alasan-alasan berbelanja menjadi tiga kategori :
1. Socialization Pengalaman sosial yang didapat di luar rumah memberikan kesempatan
untuk mencari pengetahuan baru mengenai lingkungan. Dimana tujuan orang berbelanja
berbeda-beda sesuai dengan apa yang ingin mereka dapatkan, seperti berpartisipasi dalam
salah satu acara promosi dengan tujuan untuk mendapatkan harga yang sedikit lebih
murah dan mendapatkan hadiah-hadiah promosi. Selain itu menikmati keramaian dan
melihat-lihat pengunjung lain menjadi faktor penentu yang memberikan nilai tambahan
dari suatu pengalaman sosial yang dialami dalam berbelanja.
2. Diversion Setiap individu akan mencari suatu yang berbeda dari apa yang sudah
dilakukan sehari-hari, dimana membuat suatu pengelakan dari rutinitas hidup merupakan
bentuk dari self-gratification yang beranggapan bahwa berbelanja dapat dimotivasi oleh
keperluan itu sendiri, yang biasanya dilakukan untuk menghindari kesibukan sehari-hari
yang secara terus menerus dilakukan, dimana pengelakan ini tidak hanya bertujuan untuk
mencari kesegaran ataupun melupakan semua masalah yang ada tetapi juga untuk
bersenang-senang dengan menghabiskan waktu bersama teman-teman, dimana hal ini
sudah jarang sekali dilakukan sehingga suatu pengelakan mutlak diperlukan.
3. Utilitarian Alasan sebenarnya dari berbelanja menjadi faktor penentu dalam aktivitas
berbelanja, dimana seseorang menggunakan uang untuk membeli sesuatu yang
diinginkannya, tetapi seringkali mereka tidak bertujuan untuk membeli melainkan hanya
melihat-lihat produk yang akan dibeli ataupun melihat berbagai macam jenis barang yang
ditawarkan. Menurut Westbrook dan Black dalam Jin dan Kim (2001 : 77) terdapat dua
tipe alasan berbelanja, yaitu :

(1) berbelanja murni, adalah alasan berbelanja yang memiliki tujuan utama untuk
memenuhi kebutuhan pokok yaitu bahan makanan,
(2) berbelanja tidak murni, adalah alasan berbelanja yang memiliki tujuan tidak utama
karena tidak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti untuk melihat-lihat dan
menghabiskan waktu. Karena hal itulah, maka setiap orang mempunyai alasan berbelanja
yang berbeda-beda.
Motif berbelanja terdiri dari dua yaitu utilitarian shopping motives dan hedonic shopping
motives. Utilitarian shopping motives dan hedonic shopping motives umumnya berfungsi
secara serentak didalam keputusan pembelian menurut (Setiadi, 2005 : 2) :
1. Utilitarian Shopping Motives Utilitarian shopping motives yaitu motif yang
mendorong konsumen membeli produk karena manfaat fungsional dan karateristik
objektif dari produk tersebut dan disebut juga motif rasional. Untuk menarik konsumen
yang motif berbelanjanya adalah utilitarian shopping motives perusahaan dapat
menyediakan ragam kebutuhan sehari-hari berdasarkan manfaat produk tersebut secara
lebih variatif, baik dari segi harga maupun pilihan produknya. Motif utilitarian
menekankan pada nilai belanja yang bermanfaat, sebagai suatu yang terkait dengan tugas,
masuk akal, berhati-hati dan efisiensi aktifitas. Adapun indikator dari motif belanja
utilitarian yaitu : Quality of Product, Quality of Service, Achievement dan Efficiency.
2. Hedonis Shopping Motives Kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas,
gengsi, emosi dan perasaan subjektif lainnya. Kebutuhan ini seringkali muncul untuk
memenuhi tuntutan sosial dan estetika dan disebut juga dengan motif emosional.
Konsumsi hedonis meliputi aspek tingkah laku yang berhubungan dengan multi-sensory,
fantasi dan konsumsi emosional yang dikendalikan oleh manfaat seperti kesenangan
dalam menggunakan produk dan pendekatan estetis menurut Hirschman dan Holbrook,
1982. Oleh karena itu, disarankan termotivasi oleh keinginan hedonis atau oleh alasan
ekonomi, seperti kesenangan, fantasi dan sosial atau kepuasan emosional bahwa
pengalaman belanja lebih penting dibanding memperoleh produk karena konsumen.
Menurut Babin (1994) pada tipe hedonis yang dijadikan dasar pada saat berbelanja adalah
kualitas dari pengalaman berbelanja, berbelanja dijadikan sebagai ajang rekreasi. Dan
menurut Holbrook dan Hirschman (1982) menyatakan bahwa tipe hedonik melibatkan
faktor fun dan playfulness. Motif belanja hedonik dikembangkan oleh Arnolds dan
Reynold dengan indikator sebagai berikut : Adventure Shopping, Gratification Shopping,
Role Shopping, Value Shopping, Social Shopping dan Idea Shopping.
(sumber : Jurnal.ums.ac.id diakses pada 12/03/20)

Anda mungkin juga menyukai