Anda di halaman 1dari 27

HUKUM INTERNASIONAL

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pembimbing: Ahmad Sayuti, S.Si

Disusun oleh:

1. Dede Muziburohman (201751060)


2. Sopyan Muhtar Ali (201751317)
3. Karyanto (201751375)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL – KAMAL
JAKARTA BARAT
2017
KATA PENGANTAR

        Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin.


Segala puji bagi Allah yang telah membantu penyusun menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.
         Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HUKUM
INTERNASIONAL, yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
         Makalah ini memuat tentang “Aturan-Aturan Hukum Internasional” yang
sangat berguna bagi sebuah bangsa. Walaupun makalah ini mungkin kurang
sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
       Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru bahasa Indonesia yaitu
Bapak Ahmad Sayuti, S.si yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti
tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah.
         Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
 Jakarta, 17 Desember 2017
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii

ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
      
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
                    1.1 Latar
Belakang................................................................................... 1
                  1.2 Perumusan
Masalah........................................................................... 2
                       1.3 Metode
Penulisan.............................................................................. 2
1.4 Tujuan dan
Manfaat.......................................................................... 3
1.4.1
Tujuan....................................................................................... 3
1.4.2
Manfaat.................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 4
2.1 Pengertian Hukum Internasional...................................................... 4
2.2 Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional........................ 6
2.3 Sumber-sumber Hukum Internasional.............................................. 8
2.4 Subjek Hukum Internasional.............................................................. 9
2.5 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional............... 10
2.6 Peranan Hukum Internasional Terhadap Ketertiban Dunia......... 10
2.6.1 Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara
Damai........................................................................................ 12
2.6.2 Cara-cara Penyelesaian Paksa................................................. 17
  

iii
BAB III
PENUTUP................................................................................................. 19

                    3.1 Kesimpulan..........................................................................................
19
3.2 Saran .................................................................................................... 21

DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 22

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang
menarik untuk dibahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada
setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang
pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya
organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan
lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian
dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah”
dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum
internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik
kedaulatan yang sama.
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak
selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di
antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.
Sumber potensi sengketa antar Negara dapat berupa perbatasan, sumber daya
alam, kerusakan lingkungan dan perdagangan. Manakala hal demikian itu terjadi,
hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.  
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus
berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19
hukum internasional telah menjadi suatu sistem universal dan pada abad 20 telah
merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandinganya.

1
2

Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup


penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini
ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik
berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat menarik untuk diamati, bagaimana peranan yang
seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi
tercapainya perdamaian dunia.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa itu hukum internasional?
b. Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c. Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?

1.3 Metode Penulisan


Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan
referensi dan pembahasan, yang mana penulis menggunakan banyak literatur dalam
penulisan makalah ini, seperti buku-buku, internet dan sumber-sumber lain. Dalam
penulisan makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja
yang perlu diambil dan dijadikan referensi.
Dalam pembahasan penulis menyaring semua informasi yang ada dan
merangkumnya menjadi sebuah makalah yang utuh dan lengkap. Metode
penulisan yang penulis gunakan ini memiliki kelebihan dari metode-metode yang
lain karena selain sederhana, metode ini juga paling mudah untuk dimengerti dan
diolah karena sumbernya berasal dari buku-buku.
3

1.4 Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan

Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Bahasa Indonesia” yang diberikan kepada penulis serta agar mahasiswa
sebagai generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan
hukum internasional pada saat ini.

1.4.2 Manfaat

 Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan:

a. Memberikan suatu gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan


peran-peran yang terdapat di dalamnya.
b. Memberi gambaran bagaimana hukum internasional sekarang ini.
c. Menaruh minat dan mendorong pembaca terutama mahasiswa untuk
meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap hukum internasional.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Internasional


Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini
adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum
internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum
perdata internasional.1
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat
perdata.2
Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan
lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum
yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi
dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam
bukunya de Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya hukum
dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan
beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka
yang menyatakan diri di dalamnya.
Sedang menurut Akehurst hukum internasional adalah sistem hukum yang di
bentuk dari hubungan antar Negara-negara.3
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum
terkenal dimasa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai
satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum

1 Mochtar kusamaatmadja, Penghantar Hukum Internasional (Bandung: Putra Abardin, 1999),hal. 10.
2 Mochtar kusamaatmadja, Loc. Cit.
3 Ibid., hal. 13

4
5

lainnya.Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum


yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh negara-negara, oleh karena itu harus ditaati dalam hubungan-hubungan
antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup:
a. Organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan
lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-
fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-
negara dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau
individu-individu. 
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu
dan subjek-subjek hukum bukan Negara (non-state entities) sepanjang hak-hak
dan kewajiban-kewajiban individu dan subjek hukum bukan negara tersebut
bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional.
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja
mengartikan ’’Hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan
negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.’’
Berdasarkan pada definisi-definisi diatas, secara sepintas sudah diperoleh
gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang
di dalamnya terkandung unsur subjek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar
subjek atau pelaku, serta hal-hal atau objek yang tercakup dalam pengaturannya,
serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subjek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi
menjadi satu-satunya subjek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi
pandangan yang berlaku umum dikalangan para sarjana sebelumnya.
6

2.2 Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional


Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya,
yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis
hukum, yaitu Ius Ceville dan  Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang
berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun orang-orang Romawi berada,
sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan
berkebangsaan Romawi.
“Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter
Gentium  yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de
Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).”4
“Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada
abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang
mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai
muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau teritorial,
kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah
sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
hukum internasional.5
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh
karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu
golongan Naturalis dan golongan Positifis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem
hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang
berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat.
Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-
prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka

4 Mochtar Kusamaatmadja, Penghantar Hukum Internasional (Bandung: Putra Abardin, 1999), hal. 50.
5 I Wayan Phartiana, Penghantar Hukum Internasional (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 44.
7

dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria,
Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.6
Sementara itu, menurut golongan Positifis, hukum yang mengatur hubungan
antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan
mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara
negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-
kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam
bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale,
bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut
aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan
Emerich de Vattel.
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena
adanya faktor-faktor penunjang, antara lain:
(1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu
menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu
sama lain,
(2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) dibidang perang,
netralitas, peradilan dan arbitrase,
(3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan
ketentuan-ketentuan hukum baru.

Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat


pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
(1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan
meningkatnya hubungan antar Negara.

6 Boer mauna, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global (Bandung: PT
Alumni, 2003), hal. 6.
8

(2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya
ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai
bidang.
(3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat
bilateral, regional maupun bersifat global.
(4).  Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan
Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta badan-badan khusus
dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-
ketentuan baru dalam berbagai bidang.

2.3 Sumber-sumber Hukum Internasional


Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum
dalam arti materil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
materil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi
dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas
bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa
sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat
ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1.  Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.
2.  Metode penciptaan hukum internasional.
3.  Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat
diterapkan pada suatu persoalan konkrit.7
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber
hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:

7 Muhammad Burhantsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hal. 14.
9

1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum,


maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-
negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.

2.4 Subjek Hukum Internasional


Subjek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau
pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal
mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang
dipandang sebagai subjek hukum internasional
Adapun subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat
internasional, adalah:
1.  Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai hak dan kewajiban negara,
kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional
adalah:
a. Penduduk yang tetap.
b. Wilayah tertentu.
c. Pemerintahan.
d. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
2. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan
James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud
dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa.
10

b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan


tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank,
UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization.
c.  Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan
global, antara lain: Association of South East Asian  Nation (ASEAN), Europe
Union.

2.5 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional


Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum
internasional dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,
merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum
internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak
saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum
internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi
hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan
adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional
saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu
adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum
internasional.8

2.6 Peranan Hukum Internasional Terhadap Ketertiban Dunia


Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup

8 Muhammad Burhantsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hal. 26.
11

internasional. Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak


selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di
antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.
Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam,
kerusakan lingkungan dan perdagangan. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum
internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
 Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup
penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini
ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik
berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Ada beberapa hukum internasional berperan dalam menyelesaikan sengketa:
1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar
negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak
mengharapkan adanya persengketaan.
2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya.
3. Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak
tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang ditempuh untuk menyelesaikan
sengketa.
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian
secara damai, apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan
sujek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan
sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan
pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan
telah dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat.
Bahkan para sarjana masih menyadari adanya praktik negara yang masih
menggunakan kekerasan atau perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini.
12

Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai aturan yang dipatuhi dalam
kehidupan atau hubungan antar negara. Pada umumnya metode penyelesaian
sengketa internasional digolongkan dalam dua kategori yaitu :

2.6.1 Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai


Adapun cara-cara penyelesaian sengketa internasinal secara damai sebagai
berikut:
a.       Negoisasi                                                                                            
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang
paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan
cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini
tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.  Alasan utamanya adalah
karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian
sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau
konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada
konperensi-konperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi
internasional.
b.      Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian
sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari
dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan
dengan permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah
memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan
lain dari penyelesaian sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu :
1)      Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua negara
2)      Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional.
13

3)      Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat internasional


Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampai dengan
36 haque convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907..
c.       Jasa-jasa baik (good offices)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan
pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan
sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah
mempertemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan
bernegosiasi atau dikenal dengan nama fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam
yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan
jasa-jasa baiknya guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat
mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak.
d.      Mediasi
Pada cara ini yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara
ataupun individu. Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator.  Biasanya
ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak
dengan memberikan saran penyelesaian sengketa
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-
hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat
mengakhiri sengketa, informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai
dengan pasal  3 dan 4 haque convention on the pacific settlement of disputes (1907)
yang menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap
sebagai suatu tindakan yang bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa
merugikan).
e.       Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal
dibandingkan mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang
14

dibentuk oleh para pihak melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan
persyaratan-persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih
formal atau luas.
Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi)
menyerahkan laporannya dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya
tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya
kepada para pihak.
f.       Arbitrasi
Biasanya arbitasi menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana
dalam hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu
yang dinamakan arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu
institusi  yang sudah cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada
kasus jay treaty antara inggris dan amerika, mengatur joint mixed commission, yang
menyesaikan sengketa beberapa peerselisihan tidak dapat diselesaikan selama
perundingan di traktat tersebut.suatu langkah penting telah diambil pada tahun 1899
ketika konferensi the haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrasi tetapi
menjadikan landasan bagi pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan.
Permanent court of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik.
Sehingga hanya 20 kasus yang ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905 antara
inggris dan perancis dan North Atlantic Coast fisheries case 1910 antar inggris dan
amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang nyata menurut Hakim Manly O.
Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu metode dan suatu prosedur.
Arbitrasi pada hakikatnnya adalah suatu prosedur konsensus, artinya negara-negara
tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka setuju untuk
melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international Centre
for the Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai
15

akibat dari situasi perekonomian dunia, pada waktu 1950-1960-an yaitu Khususnya
dikala beberapa negara berkembang mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing
yang berada didalam wilayahnya.
Diantara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan
menggerakkan Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR
Tunisia (the Tunisian National Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi
tanah milik orang asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap
anggota Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat
menjadi anggota konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta
Mahkamah Internasional. Sampai 1993, 105 negara telah menjadi anggota pada
konvensi ini. ICSID dikelola oleh suatu administrative Council (Dewan
Administratif). Setiap negara peserta konvensi memiliki seorang wakil dan memiliki
satu suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden Bank Dunia. Badan
utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia berfungsi
sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk
dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta
konvensi dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-
masing daftar panel tersebut.. Ketua Dewan Admintratif dapat menunjuk 10 orang
pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC dan
pemerintah Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi
melalui ICSID pada 2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak
pencabutan itu, Pemprov Kaltim bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar,
tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
16

g.      Penyelesaian Yudisial.


Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui
suatu yang pengadilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan
memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk
penyelesaian yudisial yang saat ini tersedia dalam masyarakat  inetrnasional
adalah International Court of justice di the Haque yang menggantikan dan
melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice. Pengukuhan
lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96)
Charter PBB yang dirumuskan di San Fransisco pada tahun 1945. Mahkamah
Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa
jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap
dibidang hukum internasional. Lima berasal dari negara anggota tetap Dewan
Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus
persengketaan internasional yang subjeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara,
yaitu :
1.     Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah
Internasional.
2.     Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah
intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh
mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat yang
ditentukan dewan keamanan PBB.
3.     Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat
deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam
PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini
memiliki kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau
17

Mahkamah tidak memiliki hubungan hierarki dengan badan-badan utama PBB


lainnya. Ia benar-benar lembaga hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan
pula pengadilan konstitusi (Constitutional Court) yang memiliki kewenangan untuk
meninjau putusan-putusan politisi yang dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia
menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan simbol atau nama PBB dalam
putusannya.
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu
dipertahankan. Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar
menunjukkan kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan.

2.6.2 Cara-cara Penyelesaian Paksa


Berikut ini cara-cara penyelesaian paksa dalam hukum internasional adalah
sebagai berikut:
a. Perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan
membebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak
memiliki alternatif lain selain mematuhinya.
b.    Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam
tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat
didalam konferensi negara yang kehormatannya dihina misalnya merenggangnya
hubungan diplomatik antar 2 negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c.     Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan
tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat ini praktik pembalasan hanya
dibenarkan, apabila negara yang dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan
18

tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Contoh nyata tindakan


pembalasan, misalnya pengusiran orang-orang Hungaria dari Yugoslavia pada tahun
1935, yang merupakan balas dendam dari pembunuhan Raja Alexander dari
Yugoslavia.
d.      Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai.
Kadang-kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya
ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati
permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.

Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini
merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade
yang sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai peran hukum internasional
(berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1.     Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2.      Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3.     Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan
Serbia, Muslim Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi perjanjian
tersebut, NATO menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum
internasional yang telah disepakati.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan
kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan
antar Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia
dapat hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang ini.
            Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk
mengecilkan makna hukum internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan
keberadaan dan  nilai hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari
pandangan ini:
a.       Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional
hanya ditujuan unutuk memelihara perdamaian.
b.      Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah
yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah
perdamaian atau perang hanya sedikit yang mendapat publisitas.
Pelanggaran-pelanggaran yang  mengakibatkan perang atau konflik-konflik
agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-
persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan
senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan
dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai tidak
berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun juga eksistensi dari
hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum
internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya
perdamaian dunia  ada  4 macam yaitu antara lain :

19
1.  Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar
negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak
mengharapkan adanya persengketaan.
2.  Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara
yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya.
3.  Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak
tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang ditempuh untuk menyelesaikan
sengketanya.
4. Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian
secara damai, apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan
subjek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan
sama sekali cara kekerasan atau peperangan.

Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang


diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu
maksud utama, yakni memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa
internasional diselesaikan secara damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting.
Hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai,
hukum internasional ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada
negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian
sengketa yang ada baik yang terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi
internasional yang negara-negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya.
Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional
mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak
menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi
tersebut telah dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan

20
kerjasama antarbangsa yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian
dan keamanan dunia.

3.2 Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya
ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan
dari hukum internasional sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-
kekuatan yang terpusat pada beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan
pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya
mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi didalam maupun diluar
negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin
hari semakin melemah pengimplementasikannya demi tercapainya perdamaian
dunia.

21
DAFTAR PUSTAKA

Burhantsani, Muhammad. 1990. Hukum dan hubungan Internasional.


Yogyakarta: Liberty.

Kusumaatmadja, Mochtar. 1999. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:


Putra Abardin.

Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi


dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.

Phartiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:


Mandar Maju.

22

Anda mungkin juga menyukai