Anda di halaman 1dari 81

HUBUNGAN ANTARA HEALTHY EATING INDEX

DAN INDEKS MASSA TUBUH


PADA MAHASISWA PREKLINIK
ANGKATAN 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis ini dibuat Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

VINCENTIUS KEVIN PRATHAMA PUTRA

1610139

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : HUBUNGAN ANTARA HEALTHY EATING INDEX DAN


INDEKS MASSA TUBUH PADA MAHASISWA PREKLINIK
ANGKATAN 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
PENYUSUN : VINCENTIUS KEVIN PRATHAMA PUTRA
NRP : 1610139

BANDUNG, 23 OKTOBER 2019


MENYETUJUI

PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,

Monica Paotiana, dr., M.Gizi. Dr. Philips Onggowidjaja, S.Si, M.Si.


NIK: 111269 NIK: 110465

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Vincentius Kevin Prathama Putra
NRP : 1610139
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Demikian pernyataan saya,


Bandung, 15 September 2019

Vincentius Kevin Prathama Putra

iii
ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA HEALTHY EATING INDEX DAN INDEKS MASSA


TUBUH PADA MAHASISWA PREKLINIK ANGKATAN 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Vincentius Kevin, 2019.


Pembimbing I : Monica Paotiana, dr., M.Gizi.
Pembimbing II : Dr. Philips Onggowidjaja, S.Si, M.Si.

Obesitas merupakan masalah kesehatan yang terjadi akibat adanya


ketidakseimbangan antara asupan energi dan pemanfaatannya, sehingga terjadi
penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh. Lebih dari sepertiga populasi
dunia menderita overweight dan obesitas. Para peneliti giat mempelajari hubungan
antara obesitas dan kualitas diet, salah satu cara menilai kualitas diet adalah
menggunakan Healthy Eating Index (HEI). Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui hubungan antara Healthy Eating Index (HEI-2015) dan indeks massa
tubuh (IMT) pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha. Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional yang dilakukan pada subjek penelitian sebanyak 50 orang dengan
rentang usia 19 - 22 tahun. Skor HEI-2015 diperoleh dari pengisian kuesioner 24-
Hour Recall secara
2 x 24 jam (weekday dan weekend). Klasifikasi IMT yang digunakan adalah IMT
untuk Asia Pasifik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa mayoritas subjek
penelitian (98%) memiliki skor HEI-2015 dengan rentang skor 0 – 59. Sebanyak
20% subjek penelitian memiliki IMT kategori normal, 12% kategori overweight,
48% kategori obese I, dan 20% kategori obese II. Analisis hubungan antara skor
HEI-2015 dan IMT dengan menggunakan metode spearman’s rank correlation
menunjukkan, tidak terdapat hubungan antara keduanya (p = 0.371; p>0.05).
Simpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara Healthy Eating
Index (HEI-2015) dan indeks massa tubuh (IMT) pada mahasiswa preklinik
angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Kata kunci : Healthy Eating Index (HEI), indeks massa tubuh (IMT)

iv
ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN HEALTHY EATING INDEX AND BODY


MASS INDEX IN 2016 PRECLINICAL MEDICAL STUDENTS OF
MARANATHA CHRISTIAN UNIVERSITY
1
Faculty of Medicine, Maranatha Christian University 2Department of
Pharmacology, Faculty of Medicine, Maranatha Christian University
3
Department of Microbiology, Faculty of Medicine,
Maranatha Christian University
Jl. Prof. Drg. Surya Sumantri MPH No.65 Bandung 40164 Jawa Barat Indonesia
Email : kevinprathama@yahoo.com

Vincentius Kevin Prathama Putra, 2019,


1st Tutor : Monica Paotiana, dr., M.Gizi.
2nd Tutor : Dr. Philips Onggowidjaja, S.Si., M.Si.

Obesity is a health problem caused by the imbalance between energy intake and
its used, which leads to fat accumulations inside the body. More than one third of
the population of the world suffer from overweight and obesity. The researchers
are increasingly studying about the relationship between obesity and diet quality.
One of the ways to assess diet quality is Healthy Eating Index (HEI). The purpose
of this research was to know the relationship between Healthy Eating Index (HEI-
2015) and body mass index (BMI) in 2016 preclinical medical student of
Maranatha Christian University. This was an observasional analytic research
conducted on 50 research subjects aged 19-22 years old. Healthy Eating Index
2015 scores were obtained from filling out the 24-Hour Recall Questionnaire in 2
x 24 hours (weekday and weekend). Body Mass Index scores were classified using
BMI for Asia Pacific. The result showed the majority of all research subjects
(98%) had HEI-2015 scores of 0 – 59. As much as 20% of research subjects had
the normal BMI scores, 12% overweight, 48% obese I, and 20% obese II. The
relationship between HEI-2015 scores and BMI was analyzed using spearman’s
rank correlation methods. It showed no relationship among them (p = 0.371;
p>0.05). The summary of this research was there was no relationship between
Healthy Eating Index (HEI-2015) and body mass index (BMI) in 2016 preclinical
medical student of Maranatha Christian University.

Keywords : Healthy Eating Index (HEI), body mass index (BMI)

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
(KTI) yang berjudul “Hubungan Antara Healthy Eating Index dan Indeks Massa
Tubuh Pada Mahasiswa Preklinik Angkatan 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha” dengan baik, lancar, dan tepat pada waktunya.
Penyusunan KTI ini diajukan sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan
gelar Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Umum Universitas Kristen
Maranatha. Tidak jarang dijumpai adanya rintangan, kesulitan, dan masalah
selama menyusun KTI ini, namun dengan bantuan, bimbingan, dukungan serta
nasihat dari berbagai pihak, akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, yang telah
menyelenggarakan sidang akhir KTI periode 2018-2019.
2. Monica Paotiana, dr., M.Gizi, selaku pembimbing pertama karya tulis
ilmiah ini yang telah memberikan perhatian dan pengarahan, bimbingan,
saran, ide, koreksi, dukungan dan dorongan dalam pengerjaan karya tulis
ilmiah ini.
3. Dr. Philips Onggowidjaja, S.Si, M.Si, selaku pembimbing kedua karya
tulis ilmiah ini yang telah memberikan perhatian dan pengarahan,
bimbingan, saran, ide, koreksi, dukungan dan dorongan dalam pengerjaan
karya tulis ilmiah ini.
4. Seluruh dosen, staf dan karyawan di lingkungan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha atas bimbingan dan bantuannya selama ini.
5. Ibu Fransisca, selaku operator alat Body Composition Analyzer (SECA
mBCA 514) yang telah membantu mengoperasikan alat demi kelancaran
penelitian.
6. Keluarga tercinta, Mama Anita Theresia Dwitasari dan Papa Ambrosius
Budi Sulistyawan, yang sudah membesarkan penulis dengan penuh

vi
vii

bimbingan, perhatian, cinta dan kasih sayang, yang tiada hentinya selalu
mendukung dan mendoakan penulis dalam kehidupan ini.
7. KTI Boys, yaitu Gede Anggara, Fikrilah Abdul Azis, Muhammad Shiddiq,
dan Muhammad Ihsan, selaku teman-teman satu tim penulis dalam
pengerjaan dan pelaksanaan karya tulis ini, yang telah membantu dalam
penelitian, berbagi suka dan duka, saling berdiskusi dan memotivasi dalam
membuat karya tulis ilmiah ini.
8. Desi Natalia, WW Bikers dan Bukan Geng, selaku sahabat penulis yang
memberi dukungan, saran, semangat dan motivasi kepada penulis dalam
mengerjakan karya tulis ilmiah ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu-persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa KTI ini belum sempurna, oleh karena itu kritik
maupun saran yang membangun akan sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan KTI ini. Penulis berharap dapat memberikan pengetahuan
tambahan bagi pembaca, dan menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya
khususnya di bidang kedokteran melalui KTI ini.
.

Bandung, Oktober 2019

Vincentius Kevin Prathama Putra

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................iii
ABSTRAK..............................................................................................................iv
ABSTRACT...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah......................................................................................3
1.3. Tujuan............................................................................................................4
1.4. Manfaat Karya Tulis Ilmiah..........................................................................4
1.4.1. Manfaat Akademik.................................................................................4
1.4.2. Manfaat Praktik......................................................................................4
1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian..............................................4
1.5.1. Kerangka Pemikiran...............................................................................4
1.5.2. Hipotesis.................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1. Healthy Eating Index (HEI)..........................................................................6
2.1.1. Latar Belakang HEI................................................................................6
2.1.2. Perkembangan HEI.................................................................................6
2.1.3. Interpretasi HEI....................................................................................11
2.1.4. Penggunaan HEI...................................................................................13
2.2. Survei Konsumsi Makanan.........................................................................13
2.3. Makronutrien...............................................................................................16
2.3.1. Karbohidrat...........................................................................................16
2.3.2. Lemak...................................................................................................16
2.3.3. Protein...................................................................................................17

viii
ix

2.3.4. Air.........................................................................................................17
2.4. Mikronutrien................................................................................................17
2.4.1. Vitamin.................................................................................................18
2.4.2. Mineral..................................................................................................21
2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI).........................22
2.6. Healthy Eating Index (HEI) dan Indeks Massa Tubuh (IMT)....................24
2.7. Pedoman Gizi Seimbang.............................................................................25
2.8. Obesitas.......................................................................................................27
2.8.1. Definisi.................................................................................................27
2.8.2. Etiologi.................................................................................................28
2.8.3. Epidemiologi.........................................................................................29
2.8.4. Patogenesis dan Patofisiologi...............................................................29
2.8.5. Penatalaksanaan....................................................................................33
2.8.6. Pencegahan...........................................................................................34
BAB III ALAT DAN METODE PENELITIAN...................................................35
3.1. Alat yang Digunakan...................................................................................35
3.2. Subjek Penelitian.........................................................................................35
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................................36
3.4. Ukuran Sampel............................................................................................36
3.5. Rancangan Penelitian..................................................................................36
3.5.1. Desain Penelitian..................................................................................36
3.5.2. Variabel Penelitian................................................................................36
3.5.3. Definisi Operasional Variabel..............................................................36
3.6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian.................................................................37
3.6.1. Pengukuran Berat Badan......................................................................37
3.6.2. Pengukuran Tinggi Badan....................................................................38
3.6.3. Perhitungan Indeks Massa Tubuh.........................................................38
3.6.4. Pengisian Kuesioner 24-Hours Recall..................................................39
3.6.5. Perhitungan Skor Healthy Eating Index 2015 (HEI-2015)...................39
3.7. Analisis Data...............................................................................................42
3.7.1. Pengolahan dan Analisis Data..............................................................42
3.7.2. Hipotesis Statistik.................................................................................42
x

3.7.3. Kriteria Uji Hipotesis Koefisien Korelasi.............................................43


3.8. Etik Penelitian.............................................................................................43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................45
4.1. Hasil Penelitian............................................................................................45
4.2. Pembahasan.................................................................................................49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN......................................................................53
5.1. Simpulan......................................................................................................53
5.2. Saran............................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54
LAMPIRAN.........................................................................................................547
LAMPIRAN 1..................................................................................................547
LAMPIRAN 2....................................................................................................59
LAMPIRAN 3....................................................................................................60
LAMPIRAN 4....................................................................................................61
LAMPIRAN 5....................................................................................................62
LAMPIRAN 6....................................................................................................65
RIWAYAT HIDUP................................................................................................66
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komponen-komponen HEI-1995 7


Tabel 2.2 Komponen-komponen HEI-2005 7
Tabel 2.3 Komponen-komponen HEI-2010 9
Tabel 2.4 Komponen-komponen HEI-2015 10
Tabel 2.5 Angka Kecukupan Vitamin Bagi Laki-laki Dewasa 18
Tabel 2.6 Vitamin Larut Air dan Lemak 19
Tabel 2.7 Angka Kecukupan Mineral Bagi Laki-laki Dewasa 21
Tabel 2.8 Tabel IMT menurut WHO 23
Tabel 2.9 Tabel IMT untuk Asia Pasifik 23
Tabel 3.1 Tiga Belas Komponen HEI-2015 40
Tabel 3.2 Perhitungan Skor Komponen HEI-2015 41
Tabel 4.1 Deskripsi Data Rerata Asupan Energi, Karbohidrat, dan Lemak saat
Weekday dan Weekend 45
Tabel 4.2 Pengelompokkan Skor HEI-2015 46
Tabel 4.3 Deskripsi Detail Jumlah Asupan dan Skor Tiap Komponen
HEI-2015 47
Tabel 4.4 Karakteristik IMT Subjek Penelitian Berdasarkan IMT untuk Asia
Pasifik 48
Tabel 4.5 Hasil Analisis Spearman’s Rank Correlation 48

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik radar menunjukkan skor HEI-2015 yang berjumlah 100,
dan dua bentuk skor yang berjumlah 50 dengan pola kualitas
diet yang berbeda 12
Gambar 2.2 Tumpeng gizi seimbang 26
Gambar 2.3 Piring makanku 27
Gambar 2.4 Skema pengaturan keseimbangan energi di dalam tubuh 30

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian 57


Lampiran 2 Informed Consent 59
Lampiran 3 Lembar 24-Hour Recall 60
Lampiran 4 Lembar Etik Penelitian 61
Lampiran 5 Hasil Statistik 62
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian 65

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia. Keadaan ini


meningkatkan risiko terjadinya penyakit seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit
kardiovaskular, dan beberapa bentuk kanker. Sekarang telah diketahui bahwa
obesitas merupakan hasil interaksi antara faktor lingkungan dan genetik yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan antara asupan energi dan
pemanfaatannya.1 Hal tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi lemak dalam
tubuh yang melebihi jumlah yang diperlukan untuk menjalankan fungsi normal
tubuh. Akumulasi lemak berlebih inilah yang menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan.2 Lebih dari sepertiga populasi dunia menderita
overweight dan obesitas. Diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 38% populasi
orang dewasa di dunia menderita overweight, dan 20% lainnya menderita
obesitas.3
Data yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, bahwa
prevalensi overweight sebesar 13,5% dan obesitas sebesar 15,4% pada seluruh
penduduk usia dewasa (diatas 18 tahun) di seluruh provinsi di Indonesia secara
nasional. Prevalensi obesitas pada penduduk laki-laki dewasa di Indonesia secara
nasional sebesar 19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010
(7,8%), sedangkan di Jawa Barat sendiri prevalensinya 14,4%. Prevalensi obesitas
pada penduduk perempuan dewasa di Indonesia secara nasional sebesar 32,9%,
lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (15,5%), sedangkan di Jawa
Barat sendiri prevalensinya 29,2%.4
Para peneliti giat mempelajari risiko obesitas dan kaitannya dengan
kualitas diet secara keseluruhan. Banyak metode yang digunakan untuk menilai
kualitas diet, salah satunya dengan menggunakan indeks yang sudah tervalidasi
seperti Healthy Eating Index (HEI).5 Healthy Eating Index pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1995 oleh United States Department of Agriculture's

1
2

(USDA) Center for Nutrition Policy and Promotion.6 Penggunaan HEI didasarkan
pada U.S. Dietary Guidelines for Americans (DGAs) yang berfokus pada pola
makan sehat untuk mencegah penyakit kronis.7 Sistem penilaian HEI terhadap
kualitas diet menggunakan komponen-komponen yang mencerminkan kelompok-
kelompok makanan dasar yang dapat diterapkan dalam setiap budaya, sehingga
penggunaan HEI tidak hanya untuk Amerika, tetapi juga dapat diadaptasikan pada
banyak negara.8 Masing-masing tiap komponen tersebut memiliki skor yang bila
dijumlahkan memiliki total skor maksimal 100. Semakin tinggi skor tersebut,
maka semakin baik kualitas diet seseorang (asupan gizi komponen-komponen
dalam HEI seimbang).9 Healthy Eating Index 2010 (HEI-2010) yang berdasar
pada DGA 2010 telah berhasil membawa dampak positif yaitu, skor HEI-2010
yang tinggi berhubungan dengan penurunan risiko terhadap kanker, obesitas, dan
kematian
pada penduduk Amerika Serikat.7 Healthy Eating Index yang terbaru saat ini
adalah
HEI-2015 yang berdasar pada DGA 2015-202010, didalamnya terdapat 13
komponen yaitu, (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayur, (iv) sayur hijau dan
kacang-kacangan, (v) serealia, (vi) produk susu, (vii) total protein, (viii) protein
yang berasal dari makanan laut dan tumbuhan, (ix) asam lemak, (x) serealia
olahan, (xi) garam, (xii) gula tambahan, dan (xiii) lemak jenuh.9
Kalaivaani Sundararajan dari Kanada pada tahun 2012 melakukan suatu
penelitian untuk mencari hubungan antara kualitas diet dan obesitas. Data yang
digunakan didapat dari 2004 Canadian Community Health Survey, dengan besar
sampel total yang didapat dari survei kurang lebih 35.000 responden. Kualitas diet
diukur dengan menggunakan Diet Quality Index (DQI), Healthy Eating Index
(menggunakan HEI-2005), dan Glycemic Index (GI), sedangkan obesitas
ditentukan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Berdasarkan hasil penelitian,
GI tidak berhubungan secara signifikan dengan IMT, sedangkan DQI dan HEI
berhubungan secara signifikan dengan IMT kategori obese. Kenaikan skor DQI
sebesar 10% akan menurunkan IMT sebesar 1,1%, dan kenaikan skor HEI sebesar
10% akan menurunkan IMT sebesar 1,4%. Probabilitas overweight dan obese
3

dapat ditentukan dari skor DQI dan HEI. Kenaikan skor DQI sebesar 10 unit akan
mengurangi kemungkinan menjadi overweight sebesar 0,33% dan obese sebesar
0,87%, sedangkan kenaikan skor HEI sebesar 10 unit akan mengurangi
kemungkinan menjadi overweight sebesar 0,47% dan obese sebesar 1,47%.
Healthy Eating Index (HEI) lebih baik daripada Diet Quality Index (DQI) dalam
hal menurunkan IMT pada kategori obese, dan mengurangi kemungkinan menjadi
overweight dan obese.11
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Elsa Mukti Atmaja pada tahun 2018
mengungkapkan, bahwa skor HEI (menggunakan adaptasi HEI-1995) tidak
berhubungan dengan indeks massa tubuh maupun persen lemak tubuh dewasa di
daerah Suburban Kabupaten Bantul. Subjek penelitian tersebut sebanyak 87 orang
dengan rentang usia 19-64 tahun yang diperoleh melalui proportionate stratified
sampling. Hasil uji Partial Correlation menunjukkan hasil yang sama setelah
dikoreksi dengan usia, jenis kelamin, dan asupan energi. Perbandingan subjek
dengan indeks massa tubuh normal (51.7%) dan diatas normal (48.3%) hampir
sebanding. Presentase persen lemak tubuh subjek yang normal sekitar 29.8%,
sisanya termasuk overweight (28.7%) dan obesitas (41.4%).12
Mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha menjadi subjek yang akan diteliti pada penelitian kali ini.
Mayoritas mahasiswa kedokteran memiliki keluarga dengan tingkat ekonomi
menengah keatas. Semakin tinggi tingkat ekonomi, maka asupan makanan pun
semakin bervariasi.13 Padatnya aktivitas sebagai mahasiswa kedokteran
menyebabkan adanya perubahan pola makan yang mengonsumsi tinggi lemak dan
karbohidrat, seperti halnya makanan cepat saji. Hal ini berdampak pada
baik/buruknya status gizi mahasiswa. Berdasarkan uraian tersebut, perlu diketahui
bagaimana hubungan antara kualitas diet yang dinilai berdasarkan skor
HEI (menggunakan HEI-2015 yang terbaru) dan indeks massa tubuh pada
mahasiswa tersebut.
4

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, identifikasi masalah


penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan
indeks massa tubuh pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

1.3. Tujuan

Mengacu pada identifikasi masalah penelitian, tujuan dilakukannya


penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara Healthy Eating Index dan
indeks massa tubuh pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

1.4. Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1. Manfaat Akademik

Manfaat akademik penelitian ini adalah menambah informasi ilmiah dalam


perkembangan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara kualitas diet
mahasiswa berdasarkan Healthy Eating Index dan indeks massa tubuh.

1.4.2. Manfaat Praktik

Manfaat praktik penelitian ini adalah menambah pengetahuan mahasiswa


akan kualitas diet yang baik berdasarkan Healthy Eating Index.
5

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1. Kerangka Pemikiran

Obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara intake energi dan


pemanfaatannya. Kelebihan energi yang ada diubah menjadi lemak. 1 Banyak
faktor yang dapat menimbulkan obesitas, salah satunya adalah kualitas diet. 14
Penilaian kualitas diet menggunakan indeks yang sudah tervalidasi yaitu Healthy
Eating Index (HEI-2015). Total skor HEI-2015 yang diperoleh dapat
menggambarkan kualitas diet secara keseluruhan dengan menggunakan 13
komponen. Tiga belas komponen tersebut mencerminkan kelompok-kelompok
makanan dasar.8
Orang yang obese cenderung mengonsumsi makanan yang mengandung
asam lemak jenuh, kolesterol, dan karbohidrat sederhana dalam jumlah tinggi. Hal
tersebut tidak disertai dengan konsumsi serat (sayur dan buah-buahan) yang
memadai jumlahnya14, sehingga skor HEI-2015 orang dengan indeks massa tubuh
kategori obese cenderung rendah (asupan gizi komponen-komponen dalam HEI-
2015 tidak seimbang). Pola konsumsi makanan yang tidak sehat tersebut akan
mengakibatkan kelebihan energi diubah menjadi lemak (terutama konsumsi
karbohidrat yang berlebihan akan meningkatkan pembentukan trigliserida), yang
akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh (jaringan adiposa visceral
dan subkutan).14 Hal inilah yang akan menimbulkan berat badan berlebih pada
orang yang obese.
Orang dengan indeks massa tubuh kategori normal cenderung memiliki
skor HEI-2015 yang tinggi karena asupan gizi komponen-komponen dalam HEI-
2015 seimbang.5 Keseimbangan tercapai antara asupan serat dan energi yang
dihasilkan dari konsumsi karbohidrat dan lemak. Serat akan menghambat ambilan
kembali garam empedu, dan menurunkan respon lipogenesis yang diinduksi
insulin, sehingga terjadi penurunan massa lemak dalam tubuh.15 Hal inilah yang
mencegah berat badan berlebih.
6

1.5.2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian, hipotesis dari penelitian ini


adalah terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan indeks massa tubuh
pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Healthy Eating Index (HEI)

2.1.1. Latar Belakang HEI

Healthy Eating Index (HEI) yang dikembangkan pertama kali oleh United
States Department of Agriculture's (USDA) Center for Nutrition Policy and
Promotion pada tahun 1995, adalah suatu ukuran untuk menilai seberapa baik
kualitas diet seseorang. Penggunaan HEI didasarkan pada U.S. Dietary Guidelines
for Americans (DGAs) yang berfokus meningkatkan konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi untuk mencegah penyakit kronis.7 Penilaian HEI menggunakan
sistem skoring (0-100) untuk mengevaluasi asupan makanan.16
Healthy Eating Index terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing
memiliki skor, yang bila dijumlahkan memiliki jumlah skor maksimal 100.
Seluruh Komponen tersebut mencerminkan kelompok-kelompok makanan dasar,
sehingga penggunaan HEI tidak hanya dapat digunakan di Amerika saja, tetapi
dapat diadaptasikan di seluruh negara. Skor HEI yang ideal yaitu 100,
mencerminkan asupan makanan yang baik sesuai dengan the Dietary Guidelines
for Americans.8

2.1.2. Perkembangan HEI

Healthy Eating Index (HEI) pada awalnya dikembangkan untuk


mengevaluasi asupan makanan masyarakat Amerika, apakah sudah sesuai dengan
guidline yang telah direkomendasikan atau belum. Versi pertama HEI adalah
HEI-1995 (Tabel 2.1.) yang didalamnya terdiri dari 10 komponen, yaitu (i)
serealia, (ii) sayur-sayuran, (iii) buah-buahan, (iv) susu, (v) daging, (vi) total
lemak, (vii) lemak jenuh, (viii) kolesterol, (ix) garam, dan (x) variasi makanan.
Seiring berjalannya waktu, the Dietary Guidelines for Americans mengalami

6
7

beberapa revisi, sehingga HEI pun disesuaikan menurut revisi guidline yang
baru.17
Tabel 2.1. Komponen-komponen HEI-199517
Komponen Skor maksimal Kriteria untuk skor maksimal
Serealia 10 6-11 porsi
Sayuran 10 3-5 porsi

Buah-buahan 10 2-4 porsi

Susu 10 2-3 porsi

Daging 10 2-3 porsi

Lemak total 10 ≤ 30% dari tingkat kecukupan energi

Lemak jenuh 10 < 10% dari tingkat kecukupan energi

Kolesterol 10 ≤ 300 mg

Garam 10 ≤ 2400 mg

Keragaman 10 16 variasi makanan dalam periode 3 hari

Versi kedua dari HEI adalah HEI-2005 (Tabel 2.2.) yang disesuaikan
dengan revisi the Dietary Guidelines for Americans tahun 2005. Komponen-
komponen yang ada di dalam HEI-2005 dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok komponen adekuat (adequacy) dan tidak berlebihan (moderate).
Kelompok komponen adekuat yaitu (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayur,
(iv) sayuran hijau dan oranye, serta polong-polongan, (v) serealia total, (vi)
serealia utuh, (vii) susu, (viii) daging dan kacang-kacangan, dan (ix) minyak.
Kelompok komponen tidak berlebihan adalah (i) lemak jenuh, (ii) garam, dan (iii)
kalori yang berasal dari lemak padat, minuman beralkohol, dan gula tambahan.
Total keseluruhan komponen yang ada di dalam HEI-2005 adalah 12 komponen.18

Tabel 2.2. Komponen-komponen HEI-200519


Komponen Skor maksimal Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
maksimal minimal (skor nol)
Total buah 5 ≥ 0.8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah
Buah utuh 5 ≥ 0.4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah utuh
8

Tabel 2.2. Komponen-komponen HEI-200519 (Lanjutan)


Komponen Skor maksimal Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
maksimal minimal (skor nol)
Total sayur 5 ≥ 1.1 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal sayur
Sayuran hijau dan 5 ≥ 0.4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
oranye, serta polong- kkal sayuran hijau dan
polongan oranye, serta polong-
polongan
Total serealia 5 ≥ 3.0 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia
Serealia utuh 5 ≥ 1.5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia utuh
Susu 10 ≥ 1.3 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal susu
Daging dan kacang- 10 ≥ 2.5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kacangan kkal daging dan kacang-
kacangan
Minyak 10 ≥ 12 g per 1000 kkal Tidak mengonsumsi
minyak
Lemak jenuh 10 ≤ 7% dari tingkat ≥ 15% dari tingkat
kecukupan energi kecukupan energi

Garam 10 ≤ 0.7 g per 1000 kkal ≥ 2 g per 1000 kkal

Kalori yang berasal 20 ≤ 20% dari tingkat ≥ 50% dari tingkat


dari lemak padat, kecukupan energi kecukupan energi
minuman beralkohol,
dan gula tambahan

Versi ketiga HEI adalah HEI-2010 (Tabel 2.3.) yang disesuaikan dengan
revisi the Dietary Guidelines for Americans tahun 2010. Total komponen dan
pembagian kelompok komponen pada HEI-2010 sama seperti sebelumnya, tetapi
ada beberapa komponen yang mengalami perubahan. Kelompok komponen
adekuat HEI-2010 adalah (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayuran, (iv)
sayuram hijau dan kacang-kacangan, (v) total serealia, (vi) produk susu, (vii) total
protein yang berasal dari makanan, (viii) protein yang berasal dari makanan laut
dan tumbuhan, dan (ix) asam lemak. Kelompok komponen tidak berlebihan HEI-
2010 adalah (i) serealia olahan, (ii) garam, dan (iii) kalori korong. Kalori kosong
9

memiliki makna yang mirip dengan kalori yang berasal dari lemak padat,
minuman beralkohol, dan gula tambahan (HEI-2005).20
Tabel 2.3. Komponen-komponen HEI-201021
Tipe Komponen Komponen Skor maksimal Kriteria untuk Kriteria untuk
skor maksimal skor minimal
(skor nol)
Adekuat Total buah 5 ≥ 0.8 cup per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
buah
Buah utuh 5 ≥ 0.4 cup per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
buah utuh

Total sayur 5 ≥ 1.1 cup per Tidak


1000 kkal mengonsumsi
sayur
Sayur hijau dan 5 ≥ 0.2 cup per Tidak
kacang- 1000 kkal mengonsumsi
kacangan sayur hijau atau
kacang-kacangan
dan biji-bijian
Serealia utuh 10 ≥ 1.5 ons per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
serealia
Produk susu 10 ≥ 1.3 cup per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
produk susu
Total protein 5 ≥ 2.5 ons per Tidak
yang berasal 1000 kkal mengonsumsi
dari makanan makanan yang
mengandung
protein
Protein yang 5 ≥ 0.8 cup per Tidak
berasal dari 1000 kkal mengonsumsi
makanan laut makanan laut dan
dan tumbuhan tumbuhan yang
mengandung
protein
Asam lemak 10 (PUFAs + (PUFAs +
MUFAs)/SFAs MUFAs)/SFAs
≥ 2.5 ≤ 1.2
Tidak Serealia olahan 10 ≤ 1.8 ons per ≥ 4.3 ons per
Berlebihan 1000 kkal 1000 kkal
Garam 10 ≤ 1.1 gram per ≥ 2.0 gram per
1000 kkal 1000 kkal
Kalori kosong 20 ≤ 19% dari energi ≥ 50% dari energi
total total
10

Versi keempat atau yang terbaru dari Healthy Eating Index adalah HEI-
2015 (Tabel 2.4.) yang disesuaikan dengan the Dietary Guidelines for Americans
2015-2020. Komponen-komponen yang ada di dalam HEI-2015 sama seperti yang
ada di dalam HEI-2010, tetapi komponen kalori kosong diganti dengan gula
tambahan, dan ditambahkan satu komponen lagi yaitu lemak jenuh, sehingga total
komponen yang ada di dalam HEI-2015 berjumlah 13 komponen. Hal ini sesuai
dengan the Dietary Guidelines for Americans 2015-2020 yang merekomendasikan
dengan tegas, untuk membatasi konsumsi gula tambahan dan lemak jenuh < 10%
dari total energi.10

Tabel 2.4. Komponen-komponen HEI-201510


Tipe Komponen Skor Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
Komponen maksimal maksimal minimal (skor nol)
Adekuat Total buah 5 ≥ 0.8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah
Buah utuh 5 ≥ 0.4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah utuh
Total sayur 5 ≥ 1.1 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal sayur
Sayur hijau dan 5 ≥ 0.2 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kacang- kkal sayur hijau atau
kacangan kacang-kacangan dan
biji-bijian
Serealia utuh 10 ≥ 1.5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia
Produk susu 10 ≥ 1.3 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal produk susu
Total protein 5 ≥ 2.5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
yang berasal kkal makanan yang
dari makanan mengandung protein
Protein yang 5 ≥ 0.8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
berasal dari kkal makanan laut dan
makanan laut tumbuhan yang
dan tumbuhan mengandung protein
Asam lemak 10 (PUFAs + (PUFAs +
MUFAs)/SFAs ≥ 2.5 MUFAs)/SFAs ≤ 1.2
11

Tabel 2.4. Komponen-komponen HEI-201510 (Lanjutan)


Tipe Komponen Skor Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
Komponen maksimal maksimal minimal (skor nol)
Tidak Serealia olahan 10 ≤ 1.8 ons per 1000 ≥ 4.3 ons per 1000 kkal
Berlebihan kkal
Gula tambahan 10 ≤ 6.5 persen dari ≥ 26 persen dari energi
energi total total
Lemak jenuh 10 ≤ 8 persen dari energi ≥ 16 persen dari energi
total total

2.1.3. Interpretasi HEI

Inti dari setiap versi HEI adalah mengidentifikasi setiap komponen


didalamnya beserta bobotnya dalam bentuk sistem skoring.22 Mengacu pada
HEI-2015, didalamnya terbagi menjadi komponen adekuat (adequacy) yang
berjumlah 9 komponen, dan komponen yang tidak berlebihan (moderate) yang
berjumlah 4 komponen. Masing-masing komponen memiliki skor maksimal 10,
namun bagi komponen yang terbagi menjadi 2 sub-komponen (misalnya buah
total dan buah utuh), masing-masing sub-komponen memiliki skor maksimal 5.
Skor minimal (nol) untuk komponen adekuat adalah berdasarkan tidak adanya
konsumsi komponen tersebut per 1000 kkal. Komponen yang tidak berlebihan
(misalnya garam) memliki skor minimal (nol) bila konsumsi garam ≥ 2.0 g/1,000
kkal.10
Mengevaluasi kualitas diet dengan menggunakan HEI akan menghasilkan
satu set skor komponen-komponen per individu, yang dapat diperiksa secara
kolektif untuk mengungkapkan pola kualitas diet, serta skor total yang mewakili
kualitas diet seseorang. Skor per individu dapat sama satu dengan yang lainnya,
tetapi pola kualitas dietnya berbeda-beda sesuai dengan yang ditunjukkan oleh
grafik radar (Gambar 2.1.). Skor total dari HEI menghasilkan data numerik, yang
dapat digunakan untuk mencari hubungan dengan variabel lain menggunakan
statistik. Berikut adalah interpretasi skor HEI10 :
 Grade A : Skor total 90-100, atau skor komponen 90-100% dari skor
maksimum.
12

 Grade B : Skor total 80-89, atau skor komponen 80-89% dari skor
maksimum.
 Grade C : Skor total 70-79, atau skor komponen 70-79% dari skor
maksimum.
 Grade D : Skor total 60-69, atau skor komponen 60-69% dari skor
maksimum.
 Grade E : Skor total 0-59, atau skor komponen 0-59% dari skor
maksimum.
Pengelompokkan tersebut digunakan hanya untuk menafsirkan skor
HEI-2015 secara kualitatif. Tidak dianjurkan untuk mengubah skor HEI-2015 ke
dalam pengelompokkan tersebut bila ingin menganalisis hubungan antara skor
HEI-2015 dan variabel lain.10

Gambar 2.1. Grafik radar menunjukkan skor HEI-2015 yang berjumlah 100, dan dua
bentuk skor yang berjumlah 50 dengan pola kualitas diet yang berbeda. 10
13

2.1.4. Penggunaan HEI

Tujuan khusus HEI sebagai suatu ukuran kualitas diet adalah memeriksa
keselarasan antara pola diet masyarakat Amerika dan U.S. Dietary Guidlines of
Americans (DGAs).8 Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan,
HEI banyak digunakan secara luas (tidak hanya di Amerika saja) untuk
kepentingan penelitian di bidang nutrisi dan kesehatan. Beberapa tujuan
penggunaan HEI diantaranya (1) mendokumentasikan kualitas diet populasi
Amerika, dan menilai perbedaan asupan makanan diantara sub-kelompok dalam
suatu populasi, (2) menjelaskan pengaruh pada kualitas diet, (3) mengevaluasi
hubungan antara kualitas diet dan risiko terkena penyakit serta kematian, dan (4)
menjelaskan pengaruh intervensi pada kualitas diet. Penelitian lebih lanjut
memperlihatkan bahwa, HEI dapat menjadi patokan hidup sehat. Skor HEI yang
tinggi berhubungan dengan menurunnya risiko kematian terhadap kanker dan
penyakit kardiovaskular. Penggunaan HEI tidak dapat diaplikasikan pada anak di
bawah dua tahun, atau pada anak yang masih mengonsumsi ASI atau susu
formula untuk bayi.10

2.2. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan (food consumption survey) dilakukan dengan


tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan
bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan
perorangan, serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Seorang ahli gizi harus
mempunyai kompetensi untuk melakukan survei konsumsi makanan, karena data
hasil pelaksanaan survei konsumsi makanan akan digunakan sebagai dasar
pembuatan kebijakan oleh pemerintah, dan keputusan oleh seorang ahli gizi.
Tujuan pelaksanaan survei konsumsi makanan secara lebih khusus antara lain :
 Menentukan tingkat kecukupan konsumsi makan nasional dan
kelompok masyarakat.
 Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu
14

 Menentukan pedoman kecukupan makanan dam program pengadaan


makanan.
 Dasar perencanaan dan program pengembangan gizi.
 Sarana pendidikan gizi masyarakat.
 Menentukan perundang-undangan di bidang pangan dan gizi.
Survei konsumsi makanan dapat dilakukan dengan menggunakan dua
bentuk metode pengukuran konsumsi makanan, yaitu secara kualitatif dan
kuantitatif. Metode kualitatif pengukuran konsumsi makanan meliputi metode
frekuensi makanan (food frequency), dan dietary history. Metode kuantitatif
pengukuran konsumsi makanan meliputi metode 24-hours recall, perkiraan
makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), dan
pencatatan (household food record). Salah satu metode terbaik yang banyak
digunakan untuk mengukur konsumsi makanan tingkat individu adalah metode
24-hours recall.
Metode 24-hour recall mengedepankan kekuatan daya ingat individu yang
diwawancarai dalam mengonsumsi makanan selama 24 jam yang lalu. Pengertian
24 jam yang lalu dapat dilihat dari 2 dimensi, yaitu (1) sejak individu yang
diwawancarai bangun pagi hari kemarin hingga kembali tidur lagi, atau (2) tepat
24 jam yang lalu terhitung sejak individu diwawancarai. Metode ini perlu
dilakukan beberapa kali (repeated 24-hours recall) agar data yang dihasilkan
lebih menggambarkan makanan yang sehari-hari dikonsumsi. Biasanya metode ini
dilakukan 2x24 jam, yaitu satu hari yang diambil dari weekdays (Senin s/d Jumat),
dan sisanya diambil dari weekends (Sabtu s/d Minggu), karena adanya perbedaan
asupan makanan yang cenderung lebih tidak sehat dan tinggi energi saat weekends
daripada weekdays.
Kelebihan metode ini dibanding dengan metode lain adalah :
 Pelaksanaan mudah dan cepat
 Biaya murah
 Dapat digunakan pada responden yang buta huruf
 Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi oleh
responden, sehingga azupan gizinya dapat dinilai.
15

Kelemahan yang utama dari metode ini adalah :


 Keakuratan data sangat bergantung pada memori responden.
 Pewawancara harus terlatih.
 Tidak terlalu mencerminkan asupan makanan yang sebenarnya.
 Kecenderungan responden melaporkan makanan dan bahan makanan
yang dikonsumsinya di atas atau di bawah yang sebenarnya.
 Tidak cocok untuk individu usia kurang dari 7 tahun dan lebih dari 70
tahun.
 Individu harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan
pengukuran.
Ada lima tahapan yang harus dilakukan secara berurutan dalam melakukan
survei konsumsi makanan menggunakan metode 24-hours recall, antara lain14 :
1. Tahap 1 : Membagi aktivitas makan dalam sehari ke dalam waktu-
waktu yang telah ditentukan (misalnya sejak bangun tidur, makan pagi,
snack pagi, makan siang, snack siang, makan malam, dan snack
malam).
2. Tahap 2 : Menanyakan menu makanan yang dikonsumsi selama urutan
waktu yang telah ditentukan.
3. Tahap 3 : Menanyakan rincian bahan makanan yang terkandung di
dalam setiap menu makanan sedetail mungkin (termasuk merek/brand
makanan bila memungkinkan, dan cara mengolahnya)
4. Tahap 4 : Memperkirakan jumlah tiap bahan-bahan makanan yang
dikonsumsi, umumnya dalam satuan rumah tangga (URT).
5. Tahap 5 : Mencari nilai zat gizi yang terkandung dalam bahan-bahan
makanan tersebut melalui Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Sebelum memasuki tahap lima, perlu dilakukan review data-data yang
telah didapat melalui wawancara agar lebih dipastikan lagi, dan menanyakan
apakah responden mengonsumsi suplemen vitamin atau tidak dalam sehari
tersebut.23
16

2.3. Makronutrien

Makronutrien merupakan nutrisi esensial yang dibutuhkan dalam jumlah


relatif besar (dalam gram), yang mencakup karbohidrat, lemak, protein dan air.
Makronutrien (kecuali air) disebut juga sebagai nutrisi penghasil energi. Energi
diukur dalam satuan kalori, dan sangat penting bagi pertumbuhan tubuh,
perkembangan dan perbaikan jaringan, serta konduksi impuls saraf.24

2.3.1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa organik yang tersusun dari elemen


karbon, hidrogen, dan oksigen. Sumber energi utama tubuh diperoleh dari
karbohidrat. Setiap 1 gram karbohidrat memiliki nilai energi 4 kalori. 25
Karbohidrat terdiri dari karbohidrat sederhana (glukosa, fruktosa, galaktosa,
maltosa, sukrosa, laktosa) dan kompleks (pati dan serat). Karbohidrat umumnya
berasal dari biji-bijian (serealia), umbi, buah-buahan, sayur-sayuran, susu, madu,
dan makanan-makanan manis. Rekomendasi asupan karbohidrat berkisar 50-100
g/hari, atau 55-75% dari total konsumsi energi perhari, sedangkan asupan serat
berkisar 27-40 g/hari.14

2.3.2. Lemak

Lemak merupakan zat organik hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam
air, tetapi dapat larut pada pelarut nonpolar (eter, alkohol, klorofom, dan
benzena). Setiap 1 gram lemak memiliki nilai energi 9 kalori. Lemak yang
terdapat dalam tubuh adalah lipoprotein (mengandung trigliserida, fosfolipid, dan
kolesterol yang bergabung dengan protein). Lemak yang diperoleh dari makanan
mencakup trigliserida (makanan hewani maupun nabati), asam lemak jenuh
(lemak hewani, keju, mentega, minyak kelapa, dan cokelat), asam lemak tak jenuh
(minyak kacang tanah, minyank sayuran, minyak ikan, minyak kedelai, dan
17

minyak jagung), dan kolesterol (telur, daging, lemak susu). Asupan lemak yang
baik adalah 25% dari total kebutuhan energi.14
2.3.3. Protein

Protein merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen,


oksigen, dan nitrogen. Fungsi protein antara lain untuk pertumbuhan,
pembentukan komponen struktural, pengangkut dan penyimpanan zat gizi, enzim,
pembentukan antibodi, dan sumber energi. Struktur dasar protein adalah asam
amino.24 Sama seperti karbohidrat, setiap 1 gram protein memiliki nilai energi 4
kalori. Protein dapat diperoleh dengan mengonsumsi susu, telur, ikan, ayam,
daging merah, dan kacang-kacangan. Rata-rata kecukupan protein berbeda-beda
menurut umur, untuk orang dewasa diatas usia 18 tahun adalah sekitar 1-1,2
g/kgBB/hari, anak usia 10-18 tahun adalah sekitar 1,2-1,7 g/kgBB/hari, sedangkan
untuk bayi hingga anak usia 9 tahun adalah sekitar 1,8-2 g/kgBB/hari.14

2.3.4. Air

Air merupakan suatu zat dengan rumus kimia H2O yang tidak memiliki
warna, rasa, dan aroma. Rata-rata 60% berat badan manusia terdiri dari air yang
tersebar di seluruh tubuh, antara lain di bagian plasma, jaringan lunak, dan organ
dalam. Air berfungsi untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan fisiologi
tubuh. Kehilangan air sebanyak 15% dari berat badan dapat mengakibatkan
kematian yang disebabkan oleh dehidrasi. Orang dewasa perlu minum air minimal
sebanyak 1500-2000 mL air perhari, 1200-1500 mL berasal dari minuman, dan
800-1000 mL berasal dari makanan dan minuman.14

2.4. Mikronutrien

Mikronutrien merupakan nutrisi esensial yang diperlukan oleh tubuh


dalam jumlah yang relatif kecil. Mikronutrien diperlukan untuk menjalankan
18

reaksi-reaksi kimia dalam tubuh, walaupun tidak menghasilkan energi. Vitamin


dan mineral merupakan mikronutrien.24
2.4.1. Vitamin

Vitamin merupakan zat gizi yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh,
sehingga harus didapatkan dari makanan. Walaupun diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah yang kecil, vitamin mempunyai peranan yang vital bagi segala proses yang
terjadi dalam tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, dan daya tahan tubuh.
Vitamin digolongkan menjadi vitamin yang larut dalam air (Vitamin B, dan C)
dan lemak (vitamin A, D, E, dan K).25 Angka kecukupan vitamin bagi laki-laki
dewasa muda (19-29 tahun) dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Angka Kecukupan Vitamin bagi Laki-laki Dewasa Muda26


Penggolongan Vitamin Jumlah yang Dihimbau
Vitamin Larut Air Vitamin B1 1.4 mg

Vitamin B2 1.6 mg

Vitamin B3 1.5 mg

Vitamin B5 5 mg

Vitamin B6 1.3 mg

Vitamin B9 400 mcg

Vitamin B12 2.4 mcg

Vitamin C 75 mg

Vitamin Larut Lemak Vitamin A 600 mcg

Vitamin D 15 mcg

Vitamin E 15 mg

Vitamin K 90 mg

Setiap vitamin memiliki fungsinya masing-masing, sehingga asupan setiap


vitamin harus seimbang satu dengan lainnya. Fungsi masing-masing vitamin dapat
dilihat dalam tabel 2.6.
19

Tabel 2.6. Vitamin Larut Air dan Lemak14


Penggolongan Vitamin Fungsi Gangguan Akibat Sumber
Defisiensi Pangan
Vitamin yang Vitamin B1 Dekarboksilasi Beri-beri, otot Jamur, biji
larut dalam air (Tiamin) oksidatif α-keto lemah, anoreksia, bunga
asam dan gula 2- takikardia, matahari,
keto hepatomegali, akcang-
edema kacangan
Vitamin B2 Reaksi transfer Ariboflavinosis, Hati sapi,
(Riboflavin) elektron cheilosi, glositis, daging, telur,
(hidrogen) hiperemia, edema yoghurt, susu
faringeal dan non fat, keju
mukosa oral, ricotta
angular stomatitis,
fotofobia
Vitamin B3 Reaksi transfer Pelagra, diare Ikan tuna, hati
(Niasi, asam elektron dermatitis, sapi, daging
nikotinat, (hidrogen) demensia sapimuda,
nikotinamida) ayam, selai
kacang
Vitamin B5 Reaksi transfer Numbness (mati Terdapat
(asam asil rasa), muntah, dalam
pantoneat) fatigue berbagai
makanan

Vitamin B6 Reaksi Dermatitis, glositis Steak, kacang-


(piridoksin) transaminasi dam kacangan,
dekarboksilasi kentang, ikan
salmon,
pisang,
gandum

Vitamin B9 Reaksi transfer Anemia Jamur, bayam,


(asam folat) 1-karbon megaloblastik asparagus,
lobak, hati
sapi, produk
gandum yang
difortifikasi

Vitamin B12 Metilasi Anemia Daging, ikan,


(kobalamin) homosistein megaloblastik, kerang-
menjadi metionin, degenerasi saraf kerangan,
konversi perifer unggas, susu
metilmalonil-
KoA menjadi
suksinil KoA
20

Tabel 2.6. Vitamin Larut Air dan Lemak14 (Lanjutan)


Penggolongan Vitamin Fungsi Gangguan Akibat Sumber
Defisiensi Pangan
Vitamin C Antioksidan, Scurvy, Pepaya, jeruk,
(asam askorbat) hidroksi enzim hiperkeratosis blewah,
yang terlibat folikel rambut, brokoli, kubis,
dalam sintesis perdarahan gusi. paprika,
kolagen, karnitin, Berkurangnya anggur,
dan norepinefrin elastisitas stroberi
pembuluh darah
perifer
Vitamin yang Vitamin A Sintesis rodopsin Rabun senja, Hati sapi,
larut dalam (retinol, retinal, dan pigmen adaptasi gelap yang produk susu,
lemak asam retinoat) reseptor cahaya, buruk, xerosis, ubi, wortel,
metabolisme keratomalasia, bayam,
yang terkait Bitot’s spot, butternut,
pertumbuhanm gangguan squash,
diferensiasi sel, pertumbuhan dan greens,
dperkembangan imunitas brokoli, melon
tulang, dan
imnunitas

Vitamin D2 Regulator Riketsia pada anak, Disintesis


(ergocalciferol), metabolisme dan osteomalasia dalam kulit
dan vitamin D3 mineral tulang, pada orang dewasa dengan
(cholecalsiferol) homeostasis bantuan sinar
kalium darah, ultraviolet,
diferensiasi dan dan susu yang
proliferasi difortifikasi
sel, serta vitamin D
pertumbuhan

Vitamin E Antioksidan Myopathy, anemia, Minyak biji


(tokoferol dan dan neuropathy sayuran
tokotrienol)
Vitamin K Berperan dalam Gangguan Dapat
(filokuinon dan prsoes pembekuan darah disintesis di
menakuinon) pembekuan dara, usus pleh
dan karboksilasi bakteri,
protein sayuran
berdaun hijau,
kacang
kedelai, dan
hati sapi
21

2.4.2. Mineral

Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan tubuh dan berada dalam
bentuk elektrolit anion atau bermuatan negatif, dan kation atau bermuatan positf.
Sekitar 6% tubuh orang dewasa terdiri dari mineral. Mineral dasar yang
merupakan penyusun sel-sel dalam tubuh manusia adalah karbon (C), hidrogen
(H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Sekitar 99% dari massa sel terdiri dari empat
elemen tersebut. Mineral yang jumlahnya dalam tubuh lebih dari 0,01% atau 100
ppm dari bobot tubuh disebut mineral makro. Termasuk ke dalam mineral makro
adalah kalsium (Ca), fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), natrium (Na), klor (Cl),
dan magnesium (Mg). Mineral yang jumlahnya dalam tubuh kurang dari 0,01%
atau 100 ppm dari bobot tubuh disebut mineral mikro. Termasuk ke dalam
mineral mikro adalah besi (Fe), zink (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn), fluor (F),
selenium (Se), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), yodium (I), timah hitam
(Pb), kadmium (Cd), arsen (As), molibdenum (Mo), kobalt (Co), bromium (Br),
dan stronsium (Sr).14 Angka kecukupan mineral bagi laki-laki dewasa muda (19-
29 tahun) dapat dilihat pada tabel 2.7. Fungsi mineral secara umum adalah24 :
 Regulasi keseimbangan asam dan basa, serta air dalam tubuh
 Komponen senyawa tubuh yang esensial
 Katalis reaksi-reaksi biologis
 Regulasi keseimbangan air dalam tubuh
 Transmisi impuls saraf
 Mengatur kontraktilitas otot.

Tabel 2.7. Angka Kecukupan Mineral bagi Laki-laki Dewasa Muda26


Penggolongan Vitamin Jumlah yang Dihimbau
Mineral Makro Kalsium (mg) 1100

Fosfor (mg) 700

Magnesium (mg) 350

Natrium (mg) 1500

Kalium (mg) 4700


22

Tabel 2.7. Angka Kecukupan Mineral bagi Laki-laki Dewasa Muda26 (Lanjutan)
Penggolongan Vitamin Jumlah yang Dihimbau

Mineral Mikro Mangan (mg) 2.3


Tembaga (mcg) 900

Kromium (mcg) 35

Besi (mg) 13

Iodium (mcg) 150

Seng (mg) 13

Selenium (mcg) 30

Fluor (mg) 3.0

2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi


Seimbang, penentuan status gizi bagi usia di atas 18 tahun menggunakan indeks
massa tubuh (IMT) atau quatelet’s index.27 Indeks massa tubuh merupakan
parameter kombinasi dengan perhitungan sebagai berikut dari23 :
berat badan(kg)
Indeks Massa Tubuh ( IMT )=
(tinggi badan dalam meter )2

Terdapat keterbatasan penggunaan IMT yaitu, (1) IMT tidak dapat


membedakan berat badan yang didominasi oleh otot atau lemak tubuh (dua orang
dengan IMT yang sama, dapat memiliki massa lemak dan massa lemak bebas
yang berbeda), dan (2) tidak dapat menjelaskan distribusi lemak tubuh. Hubungan
antara IMT dan massa lemak tubuh dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan
suku.23 Klasifikasi IMT menurut WHO dapat dilihat pada tabel 2.8.
23

Tabel 2.8. Tabel IMT menurut WHO23


Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Terhadap Penyakit Komorbid
Underweight < 18.50 Rendah (risiko terhadap masalahan
kesehatan yang lain meningkat)
Normal range 18.50 – 24.99 Rata-rata

Overweight 25.00 – 29.99 Meningkat

Obese I 30.00 – 34.99 Sedang

Obese II 35.00 – 39.99 Tinggi

Obese III ≥ 40.00 Sangat tinggi

Klasifikasi IMT menurut WHO ternyata memiliki ketidakcocokan untuk


penduduk Asia, khususnya Indonesia. Beberapa ketidakcocokan yang terjadi
yaitu, (1) adanya bukti peningkatan prevalensi DM tipe 2 dan penyakit
kardiovaskular pada penduduk Asia dengan IMT < 25 kg/m 2 , (2) adanya bukti
hubungan antara nilai IMT yang telah ditentukan, persen lemak tubuh, dan
distribusi lemak tubuh
berbeda satu dengan lainnya.28 Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan kembali
klasifikasi IMT untuk Asia. Klasifikasi IMT untuk Asia Pasifik dapat dilihat
pada tabel 2.9.

Tabel 2.9. Tabel IMT untuk Asia Pasifik23


Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Terhadap Penyakit Komorbid
Underweight < 18.50 Rendah (risiko terhadap masalahan
kesehatan yang lain meningkat)
Normal range 18.50 – 22.99 Rata-rata
Overweight 23.00 – 24.99 Meningkat

Obese I 25.00 – 29.99 Tinggi

Obese II ≥ 30.00 Sangat tinggi


24

2.6. Healthy Eating Index (HEI) dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin banyak


penelitian di bidang kesehatan yang menggunakan HEI, salah satunya untuk
mencari hubungan antara HEI dan IMT. Kalaivaani Sundararajan dari Kanada
pada tahun 2012 melakukan suatu penelitian untuk mencari hubungan antara
kualitas diet dan obesitas dengan menggunakan data yang didapat dari 2004
Canadian Community Health Survey, dengan besar sampel total yang didapat dari
survei kurang lebih 35.000 responden. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan
adanya hubungan antara kualitas diet yang diukur menggunakan HEI-2005 dan
IMT kategori obese. Kenaikan skor HEI sebesar 10% akan menurunkan IMT
sebesar 1,4%, dan kenaikan skor HEI sebesar 10 unit akan mengurangi
kemungkinan menjadi overweight sebesar 0,47% dan obese sebesar 1,47%.11
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Elsa Mukti Atmaja pada tahun 2018
mengungkapkan hal yang sebaliknya, bahwa skor HEI (menggunakan adaptasi
HEI-1995) tidak berhubungan dengan indeks massa tubuh maupun persen lemak
tubuh dewasa di daerah Suburban Kabupaten Bantul. Subjek penelitian tersebut
sebanyak 87 orang dengan rentang usia 19-64 tahun yang diperoleh melalui
proportionate stratified sampling. Hasil uji Partial Correlation menunjukkan
hasil yang sama setelah dikoreksi dengan usia, jenis kelamin, dan asupan energi.
Perbandingan subjek dengan indeks massa tubuh normal (51,7 persen) dan diatas
normal (48,3 persen) hampir sebanding.12 Hasil yang sama juga didapat dari
penelitian yang dilakukan oleh Rina Budiarti Sumarsono pada tahun 2016, bahwa
tidak adanya hubungan antara adaptasi HEI-1995 dan status gizi mahasiswi
Departemen Gizi Masyarakat IPB. Hal tersebut diduga karena hampir seluruh
subjek penelitian memiliki skor adaptasi HEI-1995 yang rendah dengan kategori
need improvement, yang berarti perlu peningkatan dan perbaikan kualitas asupan
makanan sesuai dengan anjuran kebutuhan gizi.29
25

2.7. Pedoman Gizi Seimbang

Pedoman Gizi Seimbang yang mulanya “Empat Sehat Lima Sempurna”


merupakan pedoman gizi Negara Indonesia yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Gizi Seimbang.
Berdasarkan Pasal 141 UU Kesehatan, gizi seimbang adalah asupan gizi sesuai
kebutuhan seseorang untuk mencegah risiko gizi lebih dan gizi kurang. Tujuan
gizi seimbang adalah mewujudkan status gizi, mencegah masalah gizi ganda, dan
mencegah berbagai penyakit terkait gizi kurang dan lebih.14
Realisasi dari Rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun
1992 menghasilkan Pedoman Gizi Seimbang sebagai pedoman gizi Negara
Indonesia yang telah diimplementasikan sejak tahun 1995. Prinsip gizi seimbang
terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk
menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan
memantau berat badan secara teratur. Empat pilar tersebut adalah27 :
1. Mengonsumsi keanekaragaman pangan
Keanekaragaman pangan harus memerhatikan proporsi makanan yang
seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara
teratur. Tumpeng gizi seimbang (gambar 2.2) menyarankan agar
mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan, minum air dalam
jumlah cukup, dan membatasi makanan yang mengandung gula, garam, dan
lemak.
2. Membiasakan perilaku hidup bersih
Budaya perilaku hidup bersih merupakan upaya untuk menghindari
penyakit infeksi. Hal ini dilakukan dengan cara (1) mencuci tangan sebelum
makan, (2) menutup makanan agar tidak dihinggapi lalat, (3) menutup mulut
dan hidung bila bersin, dan (4) menggunakan alas kaki saat berada di luar
rumah.
3. Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan upaya untuk menyeimbangkan antara
pemasukan dan pengeluaran energi dalam tubuh.
26

Gambar 2.2. Tumpeng gizi


27
seimbang.

4. Pantau berat badan secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal
Salah satu indikator tercapainya keseimbangan zat gizi dalam tubuh
bagi orang dewasa adalah berat badan yang sesuai dengan tinggi badannya.
Indikator tersebut dikenal dengan istilah indeks massa tubuh (IMT).
Berikut adalah 10 pesan umum yang berlaku untuk usia dewasa dari
berbagai lapisan masyarakat dalam kondisi sehat, dan untuk mempertahankan
hidup sehat27 :
1. Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan
2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan
3. Biasakan makan lauk pauk yang mengandung protein tinggi
4. Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok
5. Batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak
6. Biasakan sarapan
27

7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman


8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal.
Pedoman gizi terbaru (Kemenkes RI, 2014) menyempurnakan panduan
pangan menjadi dua, yaitu (1) tumpeng gizi seimbang (gambar 2.2) sebagai
panduan anjuran porsi makan dan minum sehari-hari, dan (2) piring makanku
(gambar 2.3) sebagai panduan anjuran konsumsi pangan setiap kali makan.14

Gambar 2.3. Piring makanku.14

2.8. Obesitas

2.8.1. Definisi

Obesitas adalah suatu keadaan akumulasi lemak yang berlebih dalam


tubuh manusia, yang melebihi jumlah yang diperlukan untuk menjalankan fungsi
normal tubuh.1 Seseorang dikatakan obese bila memiliki indeks massa tubuh
(IMT) ≥ 30 menurut WHO, atau ≥ 25 menurut kategori Asia Pasifik.23
28

2.8.2. Etiologi

Etiologi obesitas sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.


Obesitas terjadi karena adanya positive energy balance, yaitu energi yang
dihasilkan dari asupan makanan sehari-hari melebihi energi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas. Interaksi yang kompleks dari beberapa faktor berikut dapat
menentukan seseorang menjadi obese14 :
a. Faktor genetik
Faktor genetik berperan terhadap terjadinya obesitas sekitar 30-
40% dari seluruh kejadian obesitas. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya prevalensi obesitas dua kali lipat dalam tiga dekade
terakhr pada individu dengan riwayat keluarga obesitas. Kondisi
seperti dismorphic syndrome, defisiensi leptin kongenital, mutasi
reseptor leptin, dan ekspresi neuropeptida Y (NPY) yang berlebihan
merupakan predisposisi genetik.
b. Pola makan
Adanya perubahan dalam life style dan pola makan yang
cenderung kebarat-baratan menjadi salah satu penyebab meingkatnya
kejadian obesitas. Pola makan yang cenderung kebarat-baratan
mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, dan rendah serat. Masyarakat
sekarang ini seolah-olah bergantung pada makanan dengan densitas
energi tinggi atau padat kalori, cepat saji (fast food), dan memiliki
porsi yang besar. Orang yang obese 2-3 kali lebih sering mengonsumsi
makanan cepat saji daripada orang yang bukan obese.
c. Aktivitas fisik
Kemajuan teknologi dan informasi memanjakan masyarakat
dengan berbagai fasilitas yang mengurangi tingkat aktivitas fisik dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Perilaku sedentary life seperti
bermalas-malasan sambil menonton tivi atau bermain gadget menjadi
penyebab tertimbunnya energi yang diperoleh dari makanan, yang
akan dikonversi menjadi lemak di dalam tubuh.
29

d. Faktor hormonal
Obesitas dapat diakibatkan oleh suatu keadaan endocrine
disorder, misalnya pada penderita cushing syndrome, hipotiroidism,
hiperaktivitas adrenokortikal, dan penyakit hormon lainnya.

2.8.3. Epidemiologi

Penderita overweight dan obesitas sudah mencapai lebih dari sepertiga


populasi dunia. Diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 38% populasi orang
dewasa di dunia menderita overweight, dan 20% lainnya menderita obesitas. 3 Data
yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi overweight
sebesar 13,5% dan obesitas sebesar 15,4% pada seluruh penduduk usia dewasa
(diatas 18 tahun) di seluruh provinsi di Indonesia secara nasional. Prevalensi
obesitas pada laki-laki dan perempuan di seluruh Indonesia cenderung meningkat
selama kurun waktu 2007, 2010, dan 2013. Prevalensi obesitas pada perempuan
lebih besar (32,9%) daripada laki-laki (19,7%).4

2.8.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Obesitas disebabkan oleh gangguan keseimbangan energi di dalam tubuh.


Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya positive energy balance yang
kemudian disimpan dalam bentuk jaringan lemak.2 Keseimbangan energi diatur
oleh suatu mekanisme neurohormonal (Gambar 2.3) yang terbagi menjadi tiga
komponen30 :
 Sistem aferen
Komponen utama sistem aferen adalah (1) leptin dan
adiponektin yang diproduksi oleh jaringan adiposa, (2) insulin yang
diproduksi oleh pankreas, (3) ghrelin yang diproduksi oleh lambung,
dan (4) peptida YY yang diproduksi oleh ileum dan kolon. Leptin
mengurangi asupan makanan, sebaliknya ghrelin meningkatkan asupan
30

makanan. Peptida YY diskresikan oleh sel endokrin di ileum dan kolon


pada postprandial sebagai isyarat kenyang.
 Central processing unit
Nukleus arkuatus di hipotalamus memproses dan
mengintegrasikan sinyal yang berasal dari sistem aferen, dan
menghasilkan sinyal baru. Sinyal baru akan ditransmisikan oleh :
o Neuron POMC (pre-opiomelanocortin) dan CART
(cocaine and amphetamine-regulated transcript)
o Neuron NPY (neuropeptide Y) dan AgRP (agouti-related
peptide)
 Sistem eferen
Sistem eferen terdiri atas saraf hipotalamik yang diatur oleh
nukleus arkuatus. Saraf POMC dan CART mengaktifkan saraf eferen
yang akan meningkatkan pengeluaran energi dan menyebabkan
penurunan berat badan, sedangkan saraf NPY dan AgRP mengaktifkan
sarat eferen yang akan meningkatkan asupan makanan dan
menyebabkan peningkatan berat badan. Sinyal yang ditransmisikan
oleh sitem eferen juga berkomunikasi dengan pusat di otak depan
(forebrain) dan otak tengah (midbrain) yang selanjutnya
mengendalikan sistem saraf otonom.
31

Gambar 2.4. Skema pengaturan keseimbangan energi di dalam tubuh. 30

Pada keadaan energi yang berlebih dan disimpan dalam bentuk jaringan
adiposan, sinyal adiposa eferen (leptin, insulin, peptida YY) akan dikirim ke
nukleus arkuata di hipotalamus untuk menghambat jalur anabolisme (NPY dan
AgRP) mengaktifkan jalur katabolisme (POMC dan CART). Aktivasi saraf
tersebut akan menimbulkan efek katabolik, yaitu meningkatnya penggunaan
energi, dan menurunnya nafsu makan. Jalur anabolisme akan teraktivasi dan jalur
katabolisme akan terhambat bila keadaan berubah sebaliknya, yakni energi yang
ada dalam tubuh tersimpan sedikit, atau jaringan adiposa tidak adekuat. Sekresi
leptin akan berkurang, dan sekresi ghrelin dari lambung meingkat, memicu
peningkatan asupan makanan dan mengurangi penggunaan energi.30
Pengaturan keseimbangan energi di dalam tubuh pada orang obese
mengalami gangguan. Gangguan yang bisa saja terjadi dapat berupa mutasi gen
yang menyebabkan kehilangan fungsi leptin (loss of function mutation), atau
mutasi gen reseptor melanokortin-4 (MC4R). Kedua mutasi gen tersebut
mengakibatkan tubuh gagal mendeteksi cukup atau tidaknya energi yang
tersimpan dalam tubuh, sehingga nafsu makan selalu tinggi dan pengeluaran
energi kurang. Hal inilah yang menyebabkan keadaan positive energy balance.
Energi terus menerus berlebih dan disimpan dalam bentuk jaringan adiposa.
Banyak dampak klinik yang dapat ditimbulkan dari obesitas, diantaranya31 :
 Diabetes melitus tipe 2
Semakin banyaknya jaringan adiposa, semakin banyak
adiponektin yang disekresikan. Adiponektin merupakan cell-signaling
protein yang termasuk dalam sitokin proinflamasi yang disekresi oleh
makrofag dan adiposit dalam jaringan lemak. Sekresi adiponektin yang
berlebih menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan low grade
systemic inflammatory state. Bersamaan dengan tingginya asam lemak
bebas dalam darah, keadaan ini menimbulkan gangguan sinyal insulin,
yang menyebabkan keadaan resistensi insulin.
32

 Non-alcoholic fatty liver disease


Jaringan adiposa yang berlebih berakibat semakin banyak
trigliserida yang dihidrolisis. Hasil dari hidrolisis trigliserida adalah
asam lemak bebas, yang dapat meinmbulkan lipotoxicity pada
hepatosit.
 Hipertensi
Pada orang obese, terjadi aktivasi sistem sismpatis dan renin-
angiotensin aldosteron. Efek yang ditimbulkan adalah hipertensi
pulmonar dan sistemik. Hipertensi yang tidak tertangani dengan baik
dapat mengarah pada penyakit jantung koroner dan stroke.
 Osteoartritis
Meningkatnya jaringan adiposa, berarti meningkatnya berat
badan. Beban yang ditanggung oleh ekstremitas bawah terutama pada
daerah persendian semakin besar (mechanical stress), sehingga dapat
timbul osteoarthritis.
 GERD (Gastroesophageal reflux disease)
Jaringan lemak banyak ditemukan pada abdomen, sehingga bila
deposit jaringan adiposa di abdomen berlebih, dapat meningkatkan
tekanan intra-abdominal yang berujung pada GERD.
 Beberapa bentuk kanker
Obesitas telah diketahui sebagai faktor risiko beberapa bentuk
kanker seperti kanker esofagus, kolorektal, prostat, dan ginjal. Bentuk
kanker lainnya yang lebih jarang adalah leukemia, melanoma
malignan, dan kanker tiroid. Terdapat 4 sistem yang telah
diidentifikasi berpotensi menyebabkan kanker dengan faktor risiko
obesitas, yaitu (i) insulin,
(ii) Insulin-like growth factor-I, (iii) hormon seks steroid, dan
(iv) adiponektin. Mekanisme yang diduga berperan adalah inflamasi
kronis, stres oksidatif, reaksi silang antara sel tumor dan adiposit,
33

migrasi sel stroma adiposa, hipoksia yang diinduksi obesitas,


kerentanan genetik, dan defek fungsional sel imun.32
2.8.5. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan obesitas adalah mengurangi asupan energi dan


meningkatkan pengeluaran energi. Tujuan penatalaksanaan obesitas adalah
mengurangi berat badan, yang selanjutnya diikuti pemeliharaan berat badan
apabila penurunan berat badan telah mencapai maksimal. Tiga komponen utama
dalam penatalaksanaan obesitas meliputi terapi non-farmakologis, farmakologis,
dan pembedahan.14

2.8.5.1. Terapi Nonfarmakologi

Terapi ini mencakup perbaikan lingkungan dan perilaku yang


berkontribusi pada obesitas. Perbaikan perilaku salah satunya adalah memperbaiki
pola makan. Pola makan yang dianjurkan diantaranya pembatasan jumlah energi
per hari (pengurangan 500-1000 kalori dari kebutuhan), diet tinggi protein, cukup
karbbohidrat, dan rendah lemak (pengurangan asupan lemak 20-30% dari total
energi). Target selanjutnya adalah peningkatan aktivitas fisik agar terdapat
pengeluaran energi. Orang dewasa 18-60 tahun dianjurkan melakukan aktivitas
fisik sehari-hari disertai latihan fisik tingkat sedang selama 60 menit sekali dalam
seminggu, atau selama 20-20 menit dengan frekuensi 3 kali seminggu dalam
bentuk jalan cepat atau jogging. Senam aerobik pun dianjurkan untuk dilakukan
20-30 menit dengan frekuensi 2-3 kali seminggu.14

2.8.5.2. Terapi Farmakologi

Penggunaan obat-obatan dilakukan bersama-sama dnegan terapi non-


farmakologis, bagi pasien dengan IMT > 30, atau IMT > 27 yang disertai faktor
risiko atau penyakit penyerta. Obat-obatan yang digunakan dibagi dalam dua
kategori, yaitu (1) obat yang menekan nafsu makan seperti sibutramin,
34

penthemine, dan bupropion, serta (2) obat yang menghambat kerja enzim lipase
seperti orsitat dan leptin.14

2.8.5.3. Terapi Pembedahan

Indikasi terapi pembedahan adalah (1) pasien dengan IMT > 40, (2) pasien
dengan IMT > 35 dengan penyakit penyerta, dan (3) pasien yang gagal mencapai
target berat badan melalui modifikasi gaya hidup atau obat. Pembedahan yang
dilakukan yaitu gastric bypass dengan tujuan menghambat dan mengurangi
absorpsi makanan.14

2.8.6. Pencegahan

Pencegahan obesitas terutama berawal dari perbaikan pola makan dan


peningkatan aktivitas fisik. Perbaikan pola makan sejak dini dengan mengontrol
porsi makan yang dikonsumsi, dan menghindari makanan yang mengandung
padat kalori seperti makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.
Meningkatkan aktivitas fisik diperlukan untuk mencegah energi yang tersimpan
dalam tubuh berlebih. Minimal melakukan aktivitas fisik adalah 60 menit sekali
seminggu, atau 20-30 menit 3 kali seminggu. Edukasi tentang gizi dan kesehatan
juga harus diberikan terutama pada anak usia sekolah, remaja, dan dewasa.14
BAB III
ALAT DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah :


 Body Composition Analyzer (SECA mBCA 514).
 Microtoise
 Kalkulator
 Kuesioner 24-hours recall
 Tabel Healthy Eating Index 2015 (HEI-2015)

3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diambil adalah mahasiswa preklinik angkatan 2016


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang memenuhi kriteria-
kriteria sebagai berikut :

Kriteria inklusi :
 Berjenis kelamin laki-laki.
 Mengikuti penelitian secara sukarela dan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi :
 Mengisi kuesioner tidak lengkap.
 Menderita penyakit atau keadaan yang dapat menyebabkan penurunan
berat badan (diare, tuberculosis, keganasan) maupun peningkatan berat
badan (edema).

35
36

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari November 2018 hingga Agustus


2019. Pengambilan data dilaksanakan di ruang skills lab Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.

3.4. Ukuran Sampel

Sampel yang digunakan adalah seluruh populasi mahasiswa preklinik


angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang telah
memenuhi kriteria-kriteria seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

3.5. Rancangan Penelitian

3.5.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional. Data yang


diukur adalah skor total HEI-2015 yang dihitung berdasarkan pengisian kuesioner
24-hours recall, dan indeks massa tubuh.

3.5.2. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah :


 Variabel independen : Skor HEI-2015
 Variabel dependen : Indeks massa tubuh

3.5.3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :


 Healthy Eating Index merupakan suatu ukuran untuk menilai kualitas diet
dalam bentuk skor, yang di dalamnya terdapat 13 komponen yang
37

mencerminkan kelompok-kelompok makanan dasar (acuan dari HEI-2015)6


yaitu, (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayur, (iv) sayur hijau dan
kacang-kacangan, (v) serealia, (vi) produk susu, (vii) total protein, (viii)
protein yang berasal dari makanan laut dan tumbuhan, (ix) asam lemak, (x)
serealia olahan, (xi) garam, (xii) gula tambahan, dan (xiii) lemak jenuh.
Penentuan jumlah asupan tiap komponen HEI-2015 didapat melalui pengisian
kuesioner 24-Hour Recall secara 2x24 jam (weekday dan weekend). Skor HEI-
2015 diperoleh melalui penjumlahan skor tiap komponennya.
 Indeks massa tubuh adalah ukuran lemak tubuh yang didapatkan dari berat
badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter.23

3.6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Para mahasiswa yang menjadi subjek penelitian terlebih dahulu


menyetujui dan menandatangani informed consent (lampiran 2), kemudian
dilakukan pengukuran berat dan tinggi badan, serta dilanjutkan dengan pengisian
kuesioner 24-hours recall. Data berat badan dan tinggi badan yang diperoleh akan
digunakan untuk mencari indeks massa tubuh tiap subjek penelitian. Pengisian
kuesioner 24-hours recall dilakukan untuk memperoleh data asupan makanan tiap
subjek penelitian. Data asupan makanan akan dilihat kualitasnya berdasarkan skor
HEI-2015. Skor HEI-2015 dan indeks massa tubuh yang diperoleh akan dianalisis
untuk mengetahui hubungan antara keduanya.

3.6.1. Pengukuran Berat Badan

Proses pengukuran berat badan dilakukan berdasarkan langkah berikut23 :


1. Pengukuran berat badan dilakukan sebelum makan, dan subjek penelitian
harus berkemih terlebih dahulu.
2. Subjek penelitian melepas alas kaki dan berbagai aksesoris, kemudian naik
dan berdiri di tengah-tengah alat Body Composition Analyzer (SECA mBCA
514) setelah angka menunjukkan 0.0. Alat terlampir dalam lampiran 6.
38

3. Subjek penelitian dalam keadaan berdiri tegak, pandangan lurus ke depan,


kaki tidak menekuk dan tidak bergerak-gerak.
4. Hasil pengukuran dicatat dalam kilogram (dicatat hingga 0,1 kg terdekat)
setelah subjek penelitian berdiri dengan benar.

3.6.2. Pengukuran Tinggi Badan

Proses pengukuran tinggi badan dilakukan berdasarkan langkah berikut23 :


1. Subjek diminta untuk melepas alas kaki dan penutup kepala, kemudian berdiri
di bawah alat ukur.
2. Subjek diminta untuk berdiri tegak dengan kepala, bahu, bagian belakang
lengan, bokong, dan tumit menempel pada dinding.
3. Kepala diorientasikan pada bidang Frankfort (bidang horizontal yang melalui
batas bawah dari orbita dan batas atas dari meatus acusticus externus),
pandangan lurus ke depan dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
4. Alat pengukur pada microtoise diturunkan sampai menyentuh vertex dengan
pas, tanpa tekanan berlebih dan bagian belakang alat ukur tetap menempel
pada dinding.
5. Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar
dengan mata pengukur.
6. Hasil pengukuran dicatat dalam sentimeter (cm).

3.6.3. Perhitungan Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh didapatkan dari perhitungan berdasarkan rumus


23
berikut :
berat badan(kg)
Indeks Massa Tubuh ( IMT )=
(tinggi badan dalam meter )2
39

3.6.4. Pengisian Kuesioner 24-Hours Recall

Pengisian kuesioner 24-hours recall untuk mengetahui asupan makanan


subjek penelitian dilakukan berdasarkan 2x24 jam, yaitu satu hari saat weekday
(Rabu) dan weekend (Minggu). Hal-hal yang melandasi pengambilan data asupan
makanan secara 2x24 jam adalah, (i) lebih menggambarkan asupan makanan yang
selalu dikonsumsi atau yang dikonsumsi secara berulang23, dan (ii) adanya
perbedaan asupan makanan yang cenderung lebih tidak sehat dan tinggi energi
saat weekends daripada weekdays.33 Lembar kuesioner 24-Hour recall terlampir
dalam lampiran 3. Prosedur pengisian kuesioner 24-hours recall dilakukan
berdasarkan langkah berikut14 :
1. Tahap 1 : Membagi aktivitas makan dalam sehari ke dalam waktu-waktu yang
telah ditentukan (misalnya sejak bangun tidur, makan pagi, snack pagi, makan
siang, snack siang, makan malam, dan snack malam).
2. Tahap 2 : Menanyakan menu makanan yang dikonsumsi selama urutan waktu
yang telah ditentukan.
3. Tahap 3 : Menanyakan rincian bahan makanan yang terkandung di dalam
setiap menu makanan sedetail mungkin (termasuk merek/brand makanan bila
memungkinkan, dan cara mengolahnya).
4. Tahap 4 : Memperkirakan jumlah tiap bahan-bahan makanan yang
dikonsumsi, umumnya dalam satuan rumah tangga (URT).
5. Tahap 5 : Mencari nilai zat gizi yang terkandung dalam bahan-bahan makanan
tersebut melalui Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

3.6.5. Perhitungan Skor Healthy Eating Index 2015 (HEI-2015)

Perhitungan skor HEI-2015 dilakukan berdasarkan langkah berikut10 :


1. Menentukan asupan makanan subjek penelitian saat weekday dan weekend
menggunakan kuesioner 24-hours recall.
2. Mengolah data asupan makanan subjek penelitian saat weekday dan weekend
menggunakan aplikasi Nutrisurvey 2007.34
40

3. Menentukan detail zat gizi yang akan diolah dalam aplikasi Nutrisurvey 2007
untuk disesuaikan dengan 13 komponen HEI-2015, dan mencari total energi
intake dalam satu hari.
4. Menentukan jumlah asupan rata-rata masing-masing komponen HEI-2015
apakah sudah sesuai dengan yang telah direkomendasikan (tabel 3.1).

Tabel 3.1. Tiga Belas Komponen HEI-201510


Tipe Komponen Skor Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
Komponen maksimal maksimal minimal (skor nol)
Adekuat Total buah 5 ≥ 0.8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah
Buah utuh 5 ≥ 0.4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah utuh
Total sayur 5 ≥ 1.1 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal sayur
Sayur hijau dan 5 ≥ 0.2 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kacang- kkal sayur hijau atau
kacangan kacang-kacangan dan
biji-bijian
Serealia utuh 10 ≥ 1.5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia
Produk susu 10 ≥ 1.3 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal produk susu
Total protein 5 ≥ 2.5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
yang berasal kkal makanan yang
dari makanan mengandung protein
Protein yang 5 ≥ 0.8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
berasal dari kkal makanan laut dan
makanan laut tumbuhan yang
dan tumbuhan mengandung protein
Asam lemak 10 (PUFAs + (PUFAs +
MUFAs)/SFAs ≥ 2.5 MUFAs)/SFAs ≤ 1.2

Tidak Serealia olahan 10 ≤ 1.8 ons per 1000 ≥ 4.3 ons per 1000 kkal
Berlebihan kkal
Garam 10 ≤ 1.1 gram per 1000 ≥ 2.0 gram per 1000
kkal kkal
Gula tambahan 10 ≤ 6.5 persen dari ≥ 26 persen dari energi
energi total total
Lemak jenuh 10 ≤ 8 persen dari energi ≥ 16 persen dari energi
total total

Keterangan :
PUFAs = Polyunsaturated fatty acids (asam lemak tak jenuh ganda)
MUFAs = Monounsaturated fatty acids (asam lemak tak jenuh tunggal)
SFAs = Saturated fatty acids (asam lemak jenuh)
41

5. Mencari skor tiap komponen HEI-2015 berdasarkan jumlah asupan rata-rata


tiap komponen (perhitungan rumus ditampilkan dalam tabel 3.2), kemudian
mencari skor HEI-2015 yang didapat dari penjumlahan seluruh skor
komponen HEI-2015.

Tabel 3.2. Perhitungan Skor Komponen HEI-2015


Tipe Komponen Komponen Perhitungan Skor
Adekuat Total buah Jumlah asupan
( )× 5
0.8
Buah utuh Jumlah asupan
( )× 5
0.4
Total sayur Jumlah asupan
( ¿ ×5
1.1
Sayur hijau dan kacang- Jumlah asupan
kacangan ( )× 5
0.2
Serealia utuh Jumlah asupan
( )× 10
1.5
Produk susu Jumlah asupan
( )× 10
1.3
Total protein yang berasal Jumlah asupan
dari makanan ( )× 5
2.5
Protein yang berasal dari Jumlah asupan
makanan laut dan ( )× 5
0.8
tumbuhan
Asam lemak ( jumlah asupan−1.2 )
{ }×10
1.3
Tidak Serealia olahan ( Jumlah asupan−1.8 )
Berlebihan 10−[{ }×10]
2.5
Garam ( Jumlah asupan−1.1 )
10−[{ }× 10]
0.9
Gula tambahan ( Jumlah asupan−6.5 )
10−[{ }×10]
19.5
Lemak jenuh ( Jumlah asupan−8 )
10−[{ }×10]
8
42

3.7. Analisis Data

3.7.1. Pengolahan dan Analisis Data

Data skor HEI-2015 dan IMT yang diperoleh diuji normalitas terlebih
dahulu menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Pengolahan data selanjutnya
menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antara skor HEI-2015
dan IMT. Data skor HEI-2015 terdistribusi normal dan IMT tidak terdistribusi
normal, dengan demikian bila salah satu atau kedua data tidak terdistribusi
normal, analisis korelasi menggunakan metode spearman’s rank correlation.35
Interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut36 :
r = 0.00 s/d 0.09 (0.00 s/d -0.09) : Positif (negatif) sangat lemah.

r = 0.10 s/d 0.39 (-0.10 s/d -0.39) : Positif (negatif) lemah.

r = 0.40 s/d 0.69 (-0.40 s/d -0.69) : Positif (negatif) sedang.

r = 0.70 s/d 0.89 (-0.70 s/d -0.89) : Positif (negatif) kuat.

r = 0.90 s/d 1.00 (-0.90 s/d -1.00) : Positif (negatif) sangat kuat.

3.7.2. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik dari penelitian ini adalah :


 H0 = Tidak terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan indeks massa
tubuh pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.
 H1 = Terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan indeks massa tubuh
pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha.
43

3.7.3. Kriteria Uji Hipotesis Koefisien Korelasi

Uji hipotesis koefisien korelasi menggunakan nilai p dengan kriteria


sebagai berikut :
 p > 0.05 : H0 gagal ditolak.
 p ≤ 0.05 : H0 ditolak, terima hal lainnya.

3.8. Etik Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Maranatha-Rumah Sakit Immanuel, dengan surat keputusan
NO: 059/KEP/V/2019 (lampiran 4). Penelitian ini berdasar pada 4 prinsip dasar
etika penelitian37 :
1. Prinsip menghormati otonomi (respect for autonomy)
 Menghormati keputusan yang diambil oleh subjek penelitian sebagai
seseorang yang mempunyai kapasitas dalam mengambil keputusan.
 Tiga syarat yang harus ada pada subjek penelitian dalam mengambil
keputusan yaitu, (i) dengan kesadaran diri sendiri, (ii) memahami
keputusan yang diambil, dan (iii) tidak ada faktor luar yang
memengaruhi pengambilan keputusan.
 Kewajiban moral yang harus diterapkan sesuai dengan prinsip
menghormati otonomi yaitu, (i) mengatakan yang sejujurnya tentang
penelitian ini kepada subjek penelitian, (ii) menghormati privasi subjek
penelitian, (iii) melindungi informasi rahasia, dan (iv) mendapatkan
persetujan untuk melakukan intervensi pada subjek penelitan.
2. Prinsip berbuat baik (beneficence)
 Kewajiban moral untuk bertindak demi keuntungan orang lain.
 Terdapat dua aspek prinsip berbuat baik yaitu, (i) memberikan
manfaat, dan (ii) menyeimbangkan antara manfaat dan risiko.
44

3. Prinsip tidak merugikan (non-maleficence)


 Kewajiban moral untuk tidak merugikan subjek penelitian, terkait
dengan pepatah primum non nocere (pertama tidak membahayakan).
4. Prinsip keadilan (justice)
 Kewajiban untuk mendistribusikan manfaat, risiko, biaya, dan sumber
daya penelitian secara adil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada seluruh mahasiswa preklinik angkatan 2016


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang telah memenuhi kriteria
inklusi sebagai subjek penelitian sebanyak 50 orang. Terdapat dua data asupan
makanan yang diperoleh dari masing-masing subjek penelitian melalui pengisian
kuesioner 24-Hour Recall, yaitu data asupan makanan weekday dan weekend.
Data diolah dengan menggunakan aplikasi Nutrisurvey 2007 untuk mendapatkan
detail zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, serat, dll.) yang dikonsumsi
oleh masing-masing subjek penelitian. Berikut adalah deskripsi data rerata
asupan energi, karbohidrat, dan lemak saat weekday dan weekend yang
ditampilkan
dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1. Deskripsi Data Rerata Asupan Energi, Karbohidrat,


dan Lemak saat Weekday dan Weekend
Kategori Data n Rerata (± SD)
Weekday Kalori (kkal) 50 2070.39 (± 1142.68)
Karbohidrat (gram) 50 277.40 (± 158.63)
Lemak (gram) 50 79.11 (± 49.98)
Weekend Kalori (kkal) 50 2402.15 (± 910.54)
Karbohidrat (gram) 50 302.74 (± 132.42)
Lemak (gram) 50 94.686 (± 45.85)

Hasil uji normalitas data rerata asupan energi weekday dan weekend
dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov menunjukkan, bahwa data
rerata asupan energi weekday tidak terdistribusi normal (p = 0.002; p < 0.05) dan
weekend terdistribusi normal (p = 0.20; p > 0.05). Didapatkan adanya perbedaan
yang signifikan antara rerata asupan energi weekday dan weekend yang diuji
dengan menggunakan metode Mann-Whitney (p = 0.007; p < 0.05). Hal ini terjadi
karena rerata asupan karbohidrat dan lemak saat weekend lebih besar daripada

45
46

weekday
(tabel 4.1), sehingga energi yang dihasilkan lebih besar.
Detail zat gizi asupan makanan saat weekday dan weekend yang diolah
menggunakan aplikasi Nutrisurvey 2007, disesuaikan dengan 13 komponen
HEI-2015, yang bertujuan untuk mencari jumlah asupan tiap komponen HEI-
2015. Penentuan jumlah rata-rata asupan tiap komponen HEI-2015 pada masing-
masing subjek penelitian dilakukan setelah mengetahui jumlah asupan tiap
komponen saat weekday dan weekend. Skor tiap komponen HEI-2015 didapat dari
jumlah asupan rata-rata tiap komponen. Skor HEI-2015 didapat dari penjumlahan
13 skor komponen HEI-2015. Uji normalitas data skor HEI-2015 dari 50 subjek
penelitian dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov menunjukkan,
bahwa data terdistribusi normal (p = 0.200; p > 0.05). Rata-rata skor HEI-2015
tersebut adalah 34.76 dengan standar deviasi ± 9.76. Data skor HEI-2015 pada
masing-masing subjek penelitian terlampir dalam lampiran 1. Pengelompokan
skor HEI-2015 ditampilkan dalam tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2. Pengelompokkan Skor HEI-2015


Klasifikasi Rentang Skor Jumlah (orang) Persentase (%)
Grade A 90 – 100 0 0
Grade B 80 – 89 0 0

Grade C 70 – 79 0 0

Grade D 60 – 69 1 2

Grade E 0 – 59 49 98

Total 50 100

Tabel 4.2 menunjukkan sebanyak 98% subjek penelitian memiliki skor


HEI-2015 grade E. Hanya 1 orang (2%) dari seluruh subjek penelitian yang
memiliki skor HEI-2015 grade D. Deskripsi tentang detail jumlah asupan rata-rata
dan skor tiap komponen HEI-2015 ditampilkan dalam tabel 4.3.
.
47

Tabel 4.3. Deskripsi Detail Jumlah Asupan dan Skor Tiap Komponen HEI-2015
Komponen n Perolehan rata-rata Rata-rata skor yang
jumlah asupan ± SD diperoleh ± SD
Total buah 50 0.14 ± 0.29* 0.77 ± 1.35
Buah utuh 50 0.16 ± 0.35* 1.13 ± 1.87

Total sayur 50 0.36 ± 0.52* 1.39 ± 1.58

Sayur hijau dan kacang- 50 0.19 ± 0.22* 2.61 ± 2.26


kacangan
Serealia utuh 50 0.36 ± 0.95† 1.57 ± 3.03

Produk susu 50 0.17 ± 0.24* 1.29 ± 1.81

Total protein yang berasal 50 0.162 ± 2.29† 2.42 ± 1.07


dari makanan
Protein yang berasal dari 50 0.17 ± 0.23* 1.02 ± 1.32
makanan laut dan tumbuhan
Asam lemak 50 1.52 ± 0.60 3.17 ± 3.43

Serealia olahan 50 7.81 ± 3.22† 0.58 ± 2.15


Garam 50 2.96 ± 9.46ᶲ 6.20 ± 4.24
Gula tambahan 50 14.94 ± 10.29‡ 6.03 ± 3.47
Lemak jenuh 50 10.56 ± 4.25‡ 6.58 ± 3.66

Keterangan :
* cup per 1000 kkal

ons per 1000 kkal
ᶲ gram per 1000 kkal

% dari energi total

Tabel 4.3 menunjukkan, bahwa rerata skor tiap komponen HEI-2015


belum dicapai secara optimal. Hal ini disebabkan karena jumlah asupan rata-rata
tiap komponen masih jauh (kurang atau lebih) dari yang direkomendasikan (tabel
3.1). Beberapa komponen yang asupannya harus dibatasi, seperti serealia olahan,
garam, dan lemak jenuh, justru rata-rata asupannya melebihi batas maksimal yang
direkomendasikan (tabel 3.1).
Perhitungan berat dan tinggi badan pada masing-masing subjek penelitian
dilakukan untuk mencari indeks massa tubuh. Data indeks massa tubuh diuji
normalitas telebih dahulu sebelum dianalisis lebih lanjut. Hasil uji normalitas data
48

IMT dari 50 subjek penelitian dengan menggunakan metode kolmogorov-Smirnov


menunjukkan, bahwa data tidak terdistribusi normal (p = 0.00; p<0.05). Nilai
tengah (median) dari data IMT tersebut adalah 27.07 kg/m 2, dengan percentile 25
dan 75 masing-masing adalah 23.69 kg/m2, dan 27.77 kg/m2. Data IMT beserta
berat dan tinggi badan pada masing-masing subjek penelitian terlampir dalam
lampiran 1. Karakteristik status gizi seluruh subjek penelitian yang digolongkan
berdasarkan IMT untuk Asia Pasifik ditampilkan dalam tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Karakteristik IMT Subjek Penelitian Berdasarkan IMT untuk Asia
Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2) Jumlah (orang) Persentase (%)
Underweight < 18.50 0 0
Normal range 18.50 – 22.99 10 20

Overweight 23.00 – 24.99 6 12

Obese I 25.00 – 29.99 24 48

Obese II ≥ 30.00 10 20

Total 50 100

Berdasarkan data pada tabel 4.4, tidak ada subjek penelitian yang berstatus
gizi underweight. Jumlah subjek penelitian yang berstatus gizi normal (20%)
sama banyak dengan yang berstatus gizi obese II (20%). Hampir 50% dari total
subjek penelitian berstatus gizi obese I.
Hubungan antara skor HEI-2015 dan IMT dianalisis dengan menggunakan
metode spearman’s rank correlation. Hasil analisis ditampilkan dalam tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Analisis Spearman’s Rank Correlation


1

Indeks Massa Tubuh


Skor HEI-2015 r = 0.129
p = 0.371
n = 50

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara skor HEI-2015 dan IMT


(tabel 4.5), didapatkan p = 0.371 (p > 0.05). Hal ini berarti tidak terdapat
49

hubungan antara HEI dan IMT pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Nilai korelasi spearman sebesar 0.129
menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.
4.2. Pembahasan

Perbedaan yang signifikan didapatkan antara rerata asupan energi weekday


dan weekend. Asupan makanan saat weekend cenderung lebih tinggi karbohidrat
dan lemak dibanding weekday (tabel 4.1), sehingga total energi yang dihasilkan
lebih besar. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luana
Silva Monteiro dkk. yang mengungkapkan, bahwa asupan makanan masyarakat
Brazil usia 10 tahun ke atas saat weekend lebih tidak sehat dan tinggi energi
daripada weekday.33
Kualitas asupan makanan yang dievaluasi menggunakan sistem skoring
HEI-2015 (tabel 4.2) menunjukkan, bahwa hampir seluruh subjek penelitian
(98%) memiliki skor HEI-2015 yang buruk (grade E). Hal ini menunjukkan
adanya pola konsumsi makanan yang monoton dan tidak bervariasi, sehingga zat
gizi yang dikonsumsi masih jauh dari yang sudah direkomendasikan. Hanya 1
orang (2%) dari seluruh subjek penelitian yang mendapat skor HEI-2015 grade D,
yang berarti asupan makanannya lebih bervariasi, namun jumlah asupannya masih
kurang. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rina
Budiarti Sumarsono, yang mendapatkan hasil rendahnya rerata kualitas asupan
mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat IPB.29
Data yang ditampilkan pada tabel 4.3 menunjukkan, bahwa skor tiap
komponen HEI-2015 tidak dicapai secara optimal. Berdasarkan data yang
diperoleh dari pengisian kuesioner 24-Hour Recall, mayoritas subjek penelitian
mengonsumsi makanan cepat saji saat weekday dan weekend. Konsumsi makanan
cepat saji telah menjadi kebiasaan, namun hal tersebut berkebalikan dengan
asupan buah dan sayur yang rendah (asupan serat rendah), serta konsumsi produk
susu (terutama susu) dan makanan laut yang rendah. Rasio asupan lemak tak
jenuh ( dan jenuh yang rendah, serta tingginya asupan garam pada seluruh subjek
penelitian, memperlihatkan adanya pola asupan makanan yang tidak sehat dan
50

butuh perbaikan. Healthy Eating Index 2015 membatasi asupan serealia olahan
(nasi putih, creamer, tepung terigu, tepung tapioka, sereal instan) agar tidak
melebihi 4.3 ons/1000 kkal/hari, dan lebih menyarankan perlunya asupan serealia
utuh (beras merah, gandum utuh, oat) dibanding serealia olahan. Hal ini
berkebalikan dengan mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya subjek
penelitian. Nasi putih merupakan makanan pokok, dan konsumsi serealia utuh
hanya saat-saat tertentu saja, sehingga skor komponen serealia utuh dan olahan
HEI-2015 tidak dapat dicapai secara optimal.
Sebanyak 48% subjek penelitian memiliki IMT yang berada dalam
kategori obese I dan 20% dalam kategori obese II untuk IMT Asia Pasifik. Hanya
20% subjek penelitian yang memiliki IMT normal, sedangkan tidak ada yang
memiliki IMT kategori underweight (tabel 4.4). Hal ini menggambarkan bahwa
obesitas telah menjadi masalah kesehatan bersama. Keadaan ini dipengaruhi oleh
kualitas
asupan makan mahasiswa yang buruk. Obesitas yang semakin dini dialami oleh
kebanyakan subjek penelitian dapat membawa pengaruh yang buruk untuk
selanjutnya, terutama meningkatkan risiko terkena penyakit seperti DM tipe 2,
penyakit kardiovaskular, dan beberapa kanker.
Analisis hubungan antara Healthy Eating Index (HEI-2015) dan indeks
massa tubuh menunjukkan nilai p sebesar 0.371 (tabel 4.5). Hal ini berarti tidak
terdapat hubungan antara HEI dan IMT (p > 0.05), dengan nilai korelasi spearman
sebesar 0.129 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.
Sebanyak 49 orang dari 50 subjek penelitian (98%) memiliki skor HEI-2015
dengan rentang skor 0 – 59 (grade E), dan hanya satu orang saja (2%) yang
memiliki
skor HEI-2015 dengan rentang skor 60 – 69 (grade D). Skor HEI-2015 pada
50 subjek penelitian tersebut tersebar tidak merata berdasarkan grade (tabel 4.2).
Hal ini menunjukkan, mayoritas subjek penelitian memiliki asupan makanan yang
cenderung monoton dan tidak bervariasi, sehingga tidak cukup kuat untuk
membuktikan adanya hubungan antara HEI dan IMT.
51

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kalaivaani Sundararajan


mengungkapkan, bahwa terdapat hubungan antara HEI (HEI-2005) dan IMT
kategori obese. Subjek penelitian yang diteliti berasal dari data 2004 Canadian
Health Survey, dengan besar sampel total yang didapat dari survei kurang lebih
sebanyak 35.000 responden (usia 18 – 65). Perolehan data asupan makanan pada
penelitian tersebut menggunakan metode 24-Hour Recall secara 1 x 24 jam, dan
kualitas diet dinilai menggunakan HEI-2005.11 Penelitian yang dilakukan kali ini
memiliki perbedaan dengan penelitian tersebut, yaitu menggunakan metode
24-Hour Recall secara 2 x 24 jam dalam memperoleh data asupan makanan, dan
HEI-2015 dalam menilai asupan makanan. Subjek penelitian yang diteliti adalah
mahasiswa laki-laki (usia 19 – 22 tahun) sebanyak 50 orang. Jumlah subjek yang
diteliti pada penelitian kali ini jauh lebih sedikit daripada penelitian sebelumnya.
Adanya perbedaan tersebut diduga memengaruhi hasil penelitian yang didapat,
sehingga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalaivaani
Sundararajan.
Penelitian ini sejalan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elsa Mukti
Atmaja, yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara HEI (adaptasi HEI-
1995) dan IMT maupun persen lemak tubuh dewasa di daerah Suburban
Kabupaten Bantul. Subjek yang diteliti dalam penelitian tersebut berjumlah 87
orang dengan rentang usia 19 – 64 tahun. Metode yang digunakan dalam
memperoleh data asupan makanan adalah 24-Hour Recall secara 2 x 24 jam.12
Penelitian terdahulu yang juga sejalan oleh penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Rina Budi Sumarsono, yang menyatakan tidak terdapat hubungan
antara HEI (adaptasi
HEI-1995) dan IMT pada mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat IPB. Subjek
yang diteliti dalam penelitian tersebut berjumlah 82 orang perempuan dengan
rentang usia 19 – 24 tahun. Metode yang digunakan dalam memperoleh data
asupan makanan adalah 24-Hour Recall secara 2 x 24 jam.29
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah adanya
faktor lain yang juga berperan memengaruhi hasil analisis hubungan antara HEI
dan IMT. Banyak hal yang dapat memengaruhi IMT, salah satunya adalah
52

intensitas aktivitas fisik. Rata-rata uang saku perbulan, perubahan gaya hidup, dan
kebijakan pedoman gizi khususnya di Indonesia dapat memengaruhi skor HEI-
2015.
Keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar dari dalam tubuh akan
tercapai jika intensitas aktivitas fisik seimbang. Hal tersebut terjadi karena selama
aktivitas fisik, sumber energi yang digunakan tidak hanya berasal dari cadangan
glikogen, melainkan dari asam lemak dan asam amino. 38 Asam lemak yang
digunakan sebagai sumber energi selama aktivitas fisik didapat dari pemecahan
jaringan adiposa di tubuh, dengan demikian semakin seimbang intensitas aktivitas
fisik, indeks massa tubuh akan semakin mendekati normal.
Keadaan ekonomi memengaruhi asupan makanan sehari-hari, baik dari
segi porsi maupun keanekaragaman. Semakin tinggi tingkat ekonomi, maka
semakin beraneka ragam makanan yang dapat dikonsumsi, seharusnya semakin
baik kualitas asupan makanan.13 Hal tersebut tidak tercermin pada gaya hidup
masyarakat, terutama para subjek penelitan, yang semakin mengarah pada gaya
hidup modern yang ditandai dengan pola makan kebarat-baratan (western). Pola
makan seperti ini ditandai dengan asupan makanan yang tinggi karbohidrat, tinggi
lemak, dan rendah
serat.14 Konsumsi makanan cepat saji (fast food) merupakan salah satu gaya
hidup kebarat-baratan. Fast food miskin akan mikronutrien, rendah serat, dan
tinggi energi.39 Hal ini berpengaruh pada buruknya skor HEI-2015 pada mayoritas

subjek penelitian.
Pedoman gizi di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang.27 Healthy Eating Index
merupakan indeks yang dapat mengukur kualitas asupan makanan yang berdasar
pada pedoman gizi di Amerika Serikat, yaitu Dietary Guidlines for Americans
(DGAs).9 Suku, ras, dan budaya memengaruhi perilaku makan, sedangkan letak
geografis memengaruhi sumber makanan yang tersedia. 14 Komponen-komponen
yang dinilai dalam HEI didasarkan pada makanan-makanan dasar yang dapat
diterapkan tidak hanya di Amerika Serikat saja, namun tetap ada perbedaan
53

terutama sumber makanan pokok apa yang dijadikan patokan. Perbedaan sumber
makanan pokok menjadi salah satu penyebab hasil skor HEI-2015 tidak sesuai
dengan yang diharapkan., tetapi bukan berarti HEI tidak dapat diterapkan di
Indonesia. Pedoman Gizi Seimbang dan DGAs memiliki persamaan, yaitu
menganjurkan variasi/keanekaragaman makanan, dan membatasi asupan gula,
garam, dan lemak. Hal ini menunjukkan, bahwa evaluasi kualitas asupan
makanan atau penelitian di bidang gizi menggunakan HEI masih dapat
dieksplorasi lagi lebih mendalam di Indonesia.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Tidak terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan indeks massa
tubuh pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha.

5.2. Saran

Saran untuk kepentingan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan


Healthy Eating Index adalah :
1. Intervensi pada asupan makanan dengan edukasi asupan gizi seimbang dapat
dilakukan.
2. Memperhitungkan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada analisis hubungan
antara HEI dan IMT, misalnya : Intensitas aktivitas fisik, dan rata-rata uang
saku perbulan.
3. Menganalisis hubungan jumlah asupan komponen pada HEI terhadap skor
HEI total, atau terhadap variabel lainnya.

53
DAFTAR PUSTAKA

1 Ejarque, Miriam; Victoria Ceperuelo-Mallafré; Carolina Serena; Elsa


Maymo-Masip; Xevi Duran; Angels Díaz-Ramos et al. Adipose Tissue
Mitochondrial Dysfunction in Human Obesity is Linked to a Specific
DNA Methylation Signature in Adipose-Derived Stem Cells. Int. J. Obes.
2018; : 1-13.
2 Maria, Polikandrioti; Stefanou Evagelia. Obesity Disease. Heal. Sci. J.
2009; 3(3): 132–8.
3 Hruby, Adela; Frank B Hu. The Epidemiology of Obesity: A Big Picture.
Pharmacoeconomics. 2015; 7(33): 673–689.
4 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
2013.
5 Tande, Desiree L; Rhonda Magel; Bradford N Strand. Healthy Eating Index
and Abdominal Obesity. Public Health Nutr. 2010; 2(13): 208–214.
6 National Cancer Institute: Division of Cancer Control & Population
Sciences. Overview & Background of The Healthy Eating Index.
Epidemiol. Genomics Res. Progr. 2017. [Cited 2018 December 21],
Available from https://epi.grants.cancer.gov/hei/.
7 Jessri, Mahsa; Alena Praneet Ng; Mary R L’Abbé. Adapting the Healthy
Eating Index 2010 for the Canadian Population: Evidence from the
Canadian National Nutrition Survey. Nutrients. 2017; 8(13).
8 United States Department of Agriculture, Center for Nutrition Policy and
Promotion. How We Use the HEI. [Cited 2018 December 21], Available
from https://www.cnpp.usda.gov/how-we-use-hei.
9 Kirkpatrick, Sharon I; Jill Reedy; Susan M Krebs-Smith; Tusa Rebecca E
Pannucci; Amy F Subar; Magdalena M Wilson et al. Applications of the
Healthy Eating Index for Surveillance, Epidemiology, and Intervention
Research: Considerations and Caveats. J Acad Nutr Diet. 2018; 9(118):
1603–1621.
10 Krebs-Smith, Susan M; Tusa Rebecca E Pannucci; Amy F Subar; Sharon I
Kirkpatrick; Jennifer L Lerman; Janet A Tooze et al. Update of the Healthy
Eating Index: HEI-2015. J Acad Nutr Diet 2018; 9(118): 1591–1602.
11 Sundararajan, Kalaivaani. The Relationship Between Diet Quality and
Obesity in Canadian Adults : Evidence from the 2004 Canadian
Community Health Survey. 2012. [Cited 2018 December 17], Available
from https://ir.lib.uwo.ca/cgi/viewcontent.cgi?article=1570&context=etd.

54
56

12 Atmaja, Elsa Mukti. Hubungan Skor Healthy Eating Idex Dengan Indeks
Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh Dewasa di Daerah Suburban
Kabupaten Bantul. 2018; : 2–3.
13 Ansar. Hubungan Pola Konsumsi Pangan Dan Tingkat Sosial Ekonomi
Dengan Status Gizi Penduduk di Daerah Endemik Malaria Kabupaten
Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. J Ilmu Kesehat. 2015; 19(1): 935–944.
14 Hardiansyah; I Dewa Nyoman Supariasa. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi.
Jakarta : EGC; 2016.
15 Gunnes, Purnima; Michael John Gidley. Mechanisms Underlying the
Cholesterol-Lowering Properties of Soluble Dietary Fibre Polysaccharides.
Food & Function 2010; 2(1): 149-155
16 United States Department of Agriculture, Center for Nutrition Policy and
Promotion. Healthy Eating Index (HEI). [Cited 2019 September 12],
Available from https://www.cnpp.usda.gov/healthyeatingindex.
17 Kennedy, Eyleen T; James Ohls; Steven Carlson; Kathryn Fleming. The
Healthy Eating Index. J Am Diet Assoc 1995; 10(95): 1103–1108.
18 Guenther, Patricia M; Jill Reedy; Susan M Krebs-Smith. Development of
the Healthy Eating Index-2005. J Am Diet Assoc 2008; 11(108): 1896–
1901.
19 Guenther, Patricia M; Susan M Krebs-Smith; Jill Reedy; Patricia Britten;
WenYen Juan; Mark Lino et al. Healthy Eating Index 2005 - Factsheet.
Cancer causes Control CCC 2010; 4(22): 563–71.
20 Guenther, Patricia M; Kellie O Casavale; Jill Reedy; Sharon I Kirkpatrick;
Hazel A B Hiza; Kevin J Kuczynski et al. Update of the Healthy Eating
Index: HEI-2010. J Acad Nutr Diet 2013; 4(113): 569–580.
21 Guenther, Patricia M; Kellie O Casavale; Jill Reedy; Sharon I Kirkpatrick;
Hazel A B Hiza; Kevin J Kuczynski et al. Healthy Eating Index 2010 -
Factsheet. 2013; 2: 2013.
22 United States Department of Agriculture, Center for Nutrition Policy and
Promotion. How the HEI Is Scored. 2018. [Cited 2019 September 12],
Available from https://www.fns.usda.gov/how-hei-scored.
23 Fahmida, Umi; Drupadi HS Dilon. Handbook Nutritional Assessment. 2nd
ed. Jakata : SEAMEO RECFON University of Indonesia; 2011.
24 Tasgin, Esen. Macronutrients and Micronutrients in Nutrition. Int J Innov
Res Rev 2017; 10(1): 10–15.
25 Phillip, Barak. Macronutrients and Micronutrients. 11 January 1999; :
3261.
26 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
57

Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan


Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. 2013.
27 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi
Seimbang. 2014.
28 Nishida, Chizuru; Corazon Barba; Tommaso Cavalli-Sforza; Jeffery Cutter;
Paul Deurenberg; Ian Darnton-Hill et al. Appropriate Body-Mass Index for
Asian Populations and Its Implications for Policy and Intervention
Strategies. Lancet 2004; 9403(363): 157–163.
29 Sumarsono, Rina Budiarti. Persepsi Body Image, Eealthy Eating Index dan
Status Gizi Mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat IPB. 2016.
30 Kumar, Vinay; Abdul K Abbas; John C Aster. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Kanada : Elsevier, 2015.
31 Heymsfield, Steven B; Thomas A Wadden. Mechanisms, Pathophysiology,
and Management of Obesity. N Engl J Med 2017; 3(376): 254–266.
32 De Pergola, Giovanni; Franco Silvestris. Obesity as a Major Risk Factor for
Cancer. Journal of Obesity 2013; (2013):
33 Monteiro, Luana Silva; Bruna Kulik Hassan; Camilla Chermont Prochnik
Estima; Amanda de Moura Souza; Eliseu Verly Junior; Rosely Sichieri et
al. Food Consumption According to the Days of the Week - National Food
Survey, 2008-2009. Rev Saude Publica. 2017; 51: 93.
34 Gross, Rainer. Nutrition Surveys and Calculations : Guideline, Software,
and Additional Information. 2007. [Cited 2019 Januari 25], Available from
http://www.nutrisurvey.de/index.html.
35 Hazra; Avijit; Nithya Gogtay. Biostatistics Series Module 2: Overview of
Hypothesis Testing. Indian J Dermatol 2016; 2(61): 137–145.
36 Schober, Patrick; Lothar A Schwarte. Correlation coefficients : Appropriate
Use and Interpretation. Anesth Analg. 2018; 5(126): 1763–1768.
37 Jahn, Warren T. The 4 Basic Ethical Principles that Apply to Forensic
Activities are Respect for Autonomy, Beneficence, Nonmaleficence, and
Justice. J Chiropr Med. 2011; 3(10): 225–226.
38 Hall, John E; Arthur C Guyton. Guyton and Hall : Textbook of Medical
Physiology. 12th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier.
39 Mohammadbeigi, A; A Asgarian; E Moshir; H Heidari; S Afrashteh;
S Khazaei et al. Fast food Consumption and Overweight/Obesity
Prevalence in Students and Its Association with General and Abdominal
Obesity. J Prev Med Hyg 2018; 3(59): 236–240.
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Data Hasil Penelitian


Subjek Penelitian Usia Berat Tinggi IMT Skor
Badan (kg) Badan (cm) HEI-2015
OP1 21 80.85 169 28.31 17,27
OP2 21 55.9 164,5 20.66 27,46
OP3 21 76.65 177 24.47 16,89
OP4 20 84.50 180 26.08 32,08
OP5 22 92.55 167 33.19 44,45
OP6 20 82.50 167 29.58 38, 54
OP7 23 116.20 165 42.68 37,83
OP8 21 100.05 191 27.43 34,06
OP9 20 101.75 180 35.59 34,10
OP10 20 77.55 181 23.67 35,14
OP11 21 72.4 177,5 22.98 19,26
OP12 21 65.3 177,3 20.77 18,36
OP13 20 85 174 28.08 27,84
OP14 21 63.25 175 20.65 33,85
OP15 20 101.6 173 33.95 52,64
OP16 21 72.25 170 25 37,35
OP17 22 83.1 173,5 27.61 31,18
OP18 21 107.00 198 29.95 40,10
OP19 21 124.94 169 43.73 27,89
OP20 21 92.40 177 29.49 27,59
OP21 21 65.1 157 26.41 27,98
OP22 21 81.10 172 27.41 31,46
OP23 22 86 178,5 27.14 47,19
OP24 21 65.45 166 23.75 50,14
OP25 21 132.95 176 42.92 38,24
OP26 21 56.95 159 22.53 42,40
OP27 21 56.55 167,5 20.16 29,20
OP28 21 64 163 24.09 32,18
OP29 20 61.65 169 21.59 27,10
OP30 21 72.10 173 24.09 50,68
OP31 23 83.50 175 27.27 32,65
OP32 20 82.35 170 28.66 27,24
OP33 22 63.8 176 20.6 29,23
OP34 21 63.2 168,5 22.26 41,91
OP35 21 77.5 168 27.46 62,90
OP36 21 96.9 163 36.47 34,88
OP37 21 71.95 162 27.42 43,22
OP38 20 83.2 176 26.86 44,66
OP39 21 84.90 173,5 28.20 32,04
OP40 21 78.9 168 30.06 27,14
OP41 22 80.85 177,5 25.66 41,21
OP42 20 130.85 170 39.5 28,94

57
59

Data Hasil Penelitian (Lanjutan)


Subjek Penelitian Usia Berat Tinggi IMT Skor
Badan (kg) Badan (cm) HEI-2015
OP43 21 111.5 170 38.58 47,28
OP44 21 72.85 166,5 26.28 29,82
OP45 21 78.6 172 26.57 46,81
OP46 20 48.40 160 18.91 31,86
OP47 22 82.65 175 26.99 46,31
OP48 20 81.35 171 27.82 23,53
OP49 23 74.05 174 24.46 32,60
OP50 21 70.25 163 26.60 23,31
60

LAMPIRAN 2

Informed consent

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM


PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No. KTP/NRP :
dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:
setelah mendapatkan keterangan, sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami
tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin timbul dalam penelitian, serta sewaktu-
waktu dapat mengundurkan diri dari keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam
penelitian yang berjudul:
“Hubungan Antara Healthy Eating Index dan Indeks Massa Tubuh Pada Mahassiwa
Preklinik Angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha”
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan.

Bandung,.........................

Mengetahui, Yang menyatakan


Penanggung jawab penelitian, Peserta penelitian,

(Vincentius Kevin Prathama Putra) ( )

Saksi-saksi:

1. …………………………… ( )

2. …………………………… ( )
61

LAMPIRAN 3

Lembar 24 hour-recall

LEMBAR PENILAIAN ASUPAN MAKAN SEHARI-HARI


Nama Subjek :
Alamat :
NRP :
Tanggal :
Hari :
Recall ke : 1 (weekday) / 2 (weekend)*
Nama Enumerator :

GaramKonversi

MinyakKonversi
Metode
pengolahan: URT dan berat bahan
Jenis
Rincian 1. Goreng makanan yang dikonsumsi
Waktu Makanan
bahan 2. Tumis Merk
Makan dan
makanan 3. Kukus
Minuman Gram/ Total
4. Rebus URT Gram Gram
5. Bakar URT Gram

Tambahan pertanyaan:
 Apakah ada asupan yang tidak biasanya? Ya (...) Tidak Ada (...)
Jika ya, dalam hal apa?
 Apakah Anda mengonsumsi vitamin atau suplemen makanan? Ya (...)
Tidak Ada (...) Jika ya, apa? (Sebutkan merek jika mungkin)
62

LAMPIRAN 4

Lembar Etik Penelitian


63

LAMPIRAN 5

Hasil Statistik

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SkorHEI .107 50 .200* .971 50 .261


BMI .187 50 .000 .890 50 .000
KaloriWeekday .161 50 .002 .785 50 .000
*
KaloriWeekend .081 50 .200 .972 50 .289

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Descriptive Statistic

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SkorHEI 50 46.01 16.89 62.90 34.7646 9.76441


BMI 50 24.82 18.91 43.73 27.8118 5.96979
KaloriWeekday 50 7244.90 526.60 7771.50 2070.3940 1142.68109
KaloriWeekend 50 4249.10 607.90 4857.00 2402.1500 910.53600
Valid N (listwise) 50
64

Correlations

BMI SkorHEI

Correlation Coefficient 1.000 .129

BMI Sig. (2-tailed) . .371

N 50 50
Spearman's rho
Correlation Coefficient .129 1.000

SkorHEI Sig. (2-tailed) .371 .

N 50 50
65
66

LAMPIRAN 6

Dokumentasi Penelitian

Gambar Body Composition Analyzer (SECA mBCA 514)

Gambar Pengambilan data 24 hour-recall


RIWAYAT HIDUP

Nama : Vincentius Kevin Prathama Putra

NRP : 1610139

Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 16 Januari 1998

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Perumahan Taman Pondok Mas Indah, Jl. Selatan


No.9, Baros, Cimahi, Jawa Barat

No. HP : 087821875536

Email : kevinprathama@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. 2002 – 2003 : TK Barelang, Batam


2. 2003 – 2004 : TK Santa Theresia, Cimahi
3. 2004 – 2010 : SD Santa Maria, Cimahi
4. 2010 – 2013 : SMP Santa Angela, Bandung
5. 2013 – 2016 : SMA Santa Angela, Bandung
6. 2016 – Sekarang : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha

66

Anda mungkin juga menyukai