Anda di halaman 1dari 42

HUBUNGAN ANTARA HEALTHY EATING INDEX

DAN INDEKS MASSA TUBUH


PADA MAHASISWA PREKLINIK
ANGKATAN 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

KARYA TULIS ILMIAH

Karya tulis ini dibuat Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

VINCENTIUS KEVIN PRATHAMA PUTRA

1610139

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia. Keadaan ini


meningkatkan risiko terjadinya penyakit seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit
kardiovaskular, dan beberapa bentuk kanker. Sekarang telah diketahui bahwa
obesitas merupakan hasil interaksi antara faktor lingkungan dan genetik yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan antara asupan energi dan
pengeluarannya.1 Hal tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi lemak dalam
tubuh yang melebihi jumlah yang diperlukan untuk menjalankan fungsi normal
tubuh. Akumulasi lemak berlebih inilah yang menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan.2 Lebih dari sepertiga populasi dunia menderita
overweight dan obesitas. Diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 38% populasi
orang dewasa di dunia menderita overweight, dan 20% lainnya menderita
obesitas.3
Data yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi
overweight sebesar 13,5% dan obesitas sebesar 15,4% pada seluruh penduduk usia
dewasa (diatas 18 tahun) di seluruh provinsi di Indonesia secara nasional.
Prevalensi obesitas pada penduduk laki-laki dewasa di Indonesia secara nasional
sebesar 19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%),
sedangkan di Jawa Barat sendiri prevalensinya 14,4%. Prevalensi obesitas pada
penduduk perempuan dewasa di Indonesia secara nasional sebesar 32,9%, lebih
tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (15,5%), sedangkan di Jawa Barat
sendiri prevalensinya 29,2%.4
Para peneliti semakin mempelajari risiko obesitas dan kaitannya dengan
kualitas diet secara keseluruhan. Banyak metode yang digunakan untuk menilai
kualitas diet, salah satunya dengan menggunakan indeks yang sudah tervalidasi
seperti Healthy Eating Index (HEI).5 Healthy Eating Index pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1995 oleh United States Department of Agriculture's

1
2

(USDA) Center for Nutrition Policy and Promotion.6 Penggunaan HEI didasarkan
pada U.S. Dietary Guidelines for Americans (DGAs) yang berfokus pada pola
makan sehat untuk mencegah penyakit kronis.7 Sistem penilaian HEI terhadap
kualitas diet menggunakan komponen-komponen yang mencerminkan kelompok-
kelompok makanan dasar yang dapat diterapkan dalam setiap budaya, sehingga
penggunaan HEI tidak hanya untuk Amerika, tetapi juga dapat diadaptasikan pada
banyak negara.8 Masing-masing tiap komponen tersebut memliki skor yang bila
dijumlahkan memiliki total skor maksimal 100. Semakin tinggi skor tersebut,
maka semakin baik kualitas diet seseorang (asupan gizi komponen-komponen
dalam HEI seimbang).9 Healthy Eating Index 2010 (HEI-2010) yang berdasar
pada DGA 2010 telah berhasil membawa dampak positif yaitu, skor HEI-2010
yang tinggi berhubungan dengan penurunan risiko terhadap kanker, obesitas, dan
kematian ada penduduk Amerika Serikat.7 Healthy Eating Index yang terbaru saat
ini adalah HEI-2015 yang berdasar pada DGA 2015-202010, didalamnya terdapat
13 komponen yaitu, (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayur, (iv) sayur hijau
dan kacang-kacangan, (v) serealia, (vi) produk susu, (vii) total protein, (viii)
protein yang berasal dari makanan laut dan tumbuhan, (ix) asam lemak, (x)
serealia olahan, (xi) garam, (xii) gula tambahan, dan (xiii) lemak jenuh.9
Kalaivaani Sundararajan (2012) dari Kanada melakukan suatu penelitian
untuk mencari hubungan antara kualitas diet dan obesitas. Data yang digunakan
didapat dari 2004 Canadian Community Health Survey, dengan besar sampel total
yang didapat dari survei kurang lebih 35.000 responden. Kualitas diet diukur
dengan menggunakan Diet Quality Index (DQI), Healthy Eating Index
(menggunakan HEI-2005), dan Glycemic Index (GI), sedangkan obesitas
ditentukan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Berdasarkan hasil penelitian,
GI tidak berhubungan secara signifikan dengan IMT, sedangkan DQI dan HEI
berhubungan secara signifikan dengan IMT kategori obese, dimana 10% kenaikan
skor DQI akan menurunkan IMT sebesar 1,1%, dan 10% kenaikan skor HEI akan
menurunkan IMT sebesar 1,4%. Probabilitas overweight dan obese dapat
ditentukan dari skor DQI dan HEI, dimana kenaikan skor DQI sebesar 10 unit
akan mengurangi kemungkinan menjadi overweight sebesar 0,33% dan obese
3

sebesar 0,87%, sedangkan kenaikan skor HEI sebesar 10 unit akan mengurangi
kemungkinan menjadi overweight sebesar 0,47% dan obese sebesar 1,47%.
Healthy Eating Index (HEI) lebih baik daripada Diet Quality Index (DQI) dalam
hal menurunkan IMT pada kategori obese, dan mengurangi kemungkinan menjadi
overweight dan obese.11
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Elsa Mukti Atmaja (2018)
mengungkapkan, bahwa skor HEI (menggunakan adaptasi HEI-1995) tidak
berhubungan dengan indeks massa tubuh maupun persen lemak tubuh dewasa di
daerah Suburban Kabupaten Bantul. Subjek penelitian tersebut sebanyak 87 orang
dengan rentang usia 19-64 tahun yang diperoleh melalui proportionate stratified
sampling. Hasil uji Partial Correlation menunjukkan hasil yang sama setelah
dikoreksi dengan usia, jenis kelamin, dan asupan energi. Perbandingan subjek
dengan indeks massa tubuh normal (51,7 persen) dan diatas normal (48,3 persen)
hampir sebanding. Presentase persen lemak tubuh subjek yang normal sekitar 29,8
persen dan sisanya termasuk overweight (28,7 persen) dan obesitas (41,4 persen).
Skor HEI subjek mayoritas memerlukan peningkatan kualias diet (92 persen).
Perolehan skor HEI tersebut didapat dari wawancara dieatary recall 2x24 jam,
sedangkan pengumpulan data indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index
(BMI) dan persen lemak tubuh diperoleh menggunakan bioelectrical impedance
analysis (BIA) dan microtoise.12
Mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha menjadi subjek yang akan diteliti pada penelitian kali ini.
Mayoritas mahasiswa kedokteran memiliki keluarga dengan tingkat ekonomi
menengah keatas. Semakin tinggi tingkat ekonomi, maka asupan makanan pun
semakin bervariasi.13 Berdasarkan uraian tersebut, perlu diketahui bagaimana
hubungan antara kualitas diet yang dinilai berdasarkan skor HEI (menggunakan
HEI-2015 yang terbaru) dan indeks massa tubuh pada mahasiswa tersebut.
4

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, identifikasi masalah


penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan
indeks massa tubuh pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

1.3. Tujuan

Mengacu pada identifikasi masalah penelitian, tujuan dilakukannya


penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara Healthy Eating Index dan
indeks massa tubuh pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

1.4. Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1. Manfaat Akademik

Manfaat akademik penelitian ini adalah menambah informasi ilmiah dalam


perkembangan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara kualitas diet
mahasiswa berdasarkan Healthy Eating Index dan indeks massa tubuh.

1.4.2. Manfaat Praktik

Manfaat praktik penelitian ini adalah menambah pengetahuan mahasiswa


akan kualitas diet yang baik berdasarkan Healthy Eating Index.
5

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1. Kerangka Pemikiran

Obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara intake energi dan


pengeluarannya. Kelebihan energi yang ada diubah menjadi lemak.1 Banyak
faktor yang dapat menimbulkan obesitas, salah satunya adalah kualitas diet.14
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menilai kualitas diet secara
keseluruhan, salah satunya dengan menggunakan indeks seperti Healthy Eating
Index (HEI). HEI yang digunakan adalah HEI-2015 yang terbaru. Total skor HEI-
2015 yang diperoleh dapat menggambarkan kualitas diet secara keseluruhan
dengan menggunakan 13 komponen. Tiga belas komponen tersebut
mencerminkan kelompok-kelompok makanan dasar.8 Orang yang obese
cenderung mengonsumsi makanan yang mengandung asam lemak jenuh,
kolesterol, dan karbohidrat sederhana dalam jumlah tinggi. Hal tersebut tidak
disertai dengan konsumsi serat (sayur dan buah-buahan) yang memadai
jumlahnya14, sehingga skor HEI-2015 orang dengan indeks massa tubuh kategori
obese cenderung rendah (asupan gizi komponen-komponen dalam HEI-2015 tidak
seimbang). Orang dengan indeks massa tubuh kategori normal cenderung
memiliki skor HEI-2015 yang tinggi karena asupan gizi komponen-komponen
dalam HEI-2015 seimbang.5

1.5.2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian, hipotesis dari penelitian ini


adalah terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dan indeks massa tubuh
pada mahasiswa preklinik angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Healthy Eating Index (HEI)

2.1.1. Latar Belakang HEI

Healthy Eating Index (HEI) yang dikembangkan pertama kali oleh United
States Department of Agriculture's (USDA) Center for Nutrition Policy and
Promotion pada tahun 1995, adalah suatu ukuran untuk menilai seberapa baik
kualitas diet seseorang. Penggunaan HEI didasarkan pada U.S. Dietary Guidelines
for Americans (DGAs) yang berfokus meningkatkan konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi untuk mencegah penyakit kronis. Penilaian HEI menggunakan
sistem skoring (0-100) untuk mengevaluasi asupan makanan.
Healthy Eating Index terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing
memiliki skor, yang bila dijumlahkan memiliki jumlah skor maksimal 100.
Seluruh Komponen tersebut mencerminkan kelompok-kelompok makanan dasar,
sehingga penggunaan HEI tidak hanya dapat digunakan di Amerika saja, tetapi
dapat diadaptasikan di seluruh negara. Skor HEI yang ideal yaitu 100,
mencerminkan asupan makanan yang baik sesuai dengan the Dietary Guidelines
for Americans.

2.1.2. Perkembangan HEI

Healthy Eating Index (HEI) pada awalnya dikembangkan untuk


mengevaluasi asupan makanan masyarakat Amerika, apakah sudah sesuai dengan
guidline yang telah direkomendasikan atau belum. Versi pertama HEI adalah
HEI-1995 (Tabel 2.1.) yang didalamnya terdiri dari 10 komponen, yaitu (i)
serealia, (ii) sayur-sayuran, (iii) buah-buahan, (iv) susu, (v) daging, (vi) total
lemak, (vii) lemak jenuh, (viii) kolesterol, (ix) garam, dan (x) variasi makanan.

6
7

Seiring berjalannya waktu, the Dietary Guidelines for Americans mengalami


beberapa revisi, sehingga HEI pun disesuaikan menurut revisi guidline yang baru.
Tabel 2.1. Komponen-komponen HEI-1995
Komponen Skor maksimal Kriteria untuk skor
maksimal
Serealia 10 6-11 porsi
Sayuran 10 3-5 porsi

Buah-buahan 10 2-4 porsi

Susu 10 2-3 porsi

Daging 10 2-3 porsi

Lemak total 10 ≤ 30% dari tingkat


kecukupan energi

Lemak jenuh 10 < 10% dari tingkat


kecukupan energi

Kolesterol 10 ≤ 300 mg

Garam 10 ≤ 2400 mg

Keragaman 10 16 variasi makanan


dalam periode 3 hari

Versi kedua dari HEI adalah HEI-2005 (Tabel 2.2.) yang disesuaikan
dengan revisi the Dietary Guidelines for Americans tahun 2005. Komponen-
komponen yang ada di dalam HEI-2005 dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok komponen adekuat (adequacy) dan tidak berlebihan (moderate).
Kelompok komponen adekuat yaitu (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayur,
(iv) sayuran hijau dan oranye, serta polong-polongan, (v) serealia total, (vi)
serealia utuh, (vii) susu, (viii) daging dan kacang-kacangan, dan (ix) minyak.
Kelompok komponen tidak berlebihan adalah (i) lemak jenuh, (ii) garam, dan (iii)
kalori yang berasal dari lemak padat, minuman beralkohol, dan gula tambahan.
Total keseluruhan komponen yang ada di dalam HEI-2005 adalah 12 komponen.

Tabel 2.2. Komponen-komponen HEI-2005


Komponen Skor maksimal Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
maksimal minimal (skor nol)
8

Total buah 5 ≥ 0,8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi


kkal buah
Buah utuh 5 ≥ 0,4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah utuh
Tabel 2.2. Komponen-komponen HEI-2005 (Lanjutan)
Komponen Skor maksimal Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
maksimal minimal (skor nol)
Total sayur 5 ≥ 1,1 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal sayur
Sayuran hijau dan 5 ≥ 0,4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
oranye, serta polong- kkal sayuran hijau dan
polongan oranye, serta polong-
polongan
Total serealia 5 ≥ 3,0 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia
Serealia utuh 5 ≥ 1,5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia utuh
Susu 10 ≥ 1,3 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal susu
Daging dan kacang- 10 ≥ 2,5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kacangan kkal daging dan kacang-
kacangan
Minyak 10 ≥ 12 g per 1000 kkal Tidak mengonsumsi
minyak
Lemak jenuh 10 ≤ 7% dari tingkat ≥ 15% dari tingkat
kecukupan energi kecukupan energi

Garam 10 ≤ 0,7 g per 1000 kkal ≥ 2 g per 1000 kkal

Kalori yang berasal 20 ≤ 20% dari tingkat ≥ 50% dari tingkat


dari lemak padat, kecukupan energi kecukupan energi
minuman beralkohol,
dan gula tambahan

Versi ketiga HEI adalah HEI-2010 (Tabel 2.3.) yang disesuaikan dengan
revisi the Dietary Guidelines for Americans tahun 2010. Total komponen dan
pembagian kelompok komponen pada HEI-2010 sama seperti sebelumnya, tetapi
ada beberapa komponen yang mengalami perubahan. Kelompok komponen
adekuat HEI-2010 adalah (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayuran, (iv)
sayuram hijau dan kacang-kacangan, (v) total serealia, (vi) produk susu, (vii) total
protein yang berasal dari makanan, (viii) protein yang berasal dari makanan laut
dan tumbuhan, dan (ix) asam lemak. Kelompok komponen tidak berlebihan HEI-
2010 adalah (i) serealia olahan, (ii) garam, dan (iii) kalori korong. Kalori kosong
9

memiliki makna yang mirip dengan kalori yang berasal dari lemak padat,
minuman beralkohol, dan gula tambahan (HEI-2005).
Tabel 2.3. Komponen-komponen HEI-2010
Tipe Komponen Komponen Skor maksimal Kriteria untuk Kriteria untuk
skor maksimal skor minimal
(skor nol)
Adekuat Total buah 5 ≥ 0,8 cup per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
buah
Buah utuh 5 ≥ 0,4 cup per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
buah utuh

Total sayur 5 ≥ 1,1 cup per Tidak


1000 kkal mengonsumsi
sayur
Sayur hijau dan 5 ≥ 0,2 cup per Tidak
kacang- 1000 kkal mengonsumsi
kacangan sayur hijau atau
kacang-kacangan
dan biji-bijian
Serealia 10 ≥ 1,5 ons per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
serealia
Produk susu 10 ≥ 1,3 cup per Tidak
1000 kkal mengonsumsi
produk susu
Total protein 5 ≥ 2,5 cup per Tidak
yang berasal 1000 kkal mengonsumsi
dari makanan makanan yang
mengandung
protein
Protein yang 5 ≥ 0,8 cup per Tidak
berasal dari 1000 kkal mengonsumsi
makanan laut makanan laut dan
dan tumbuhan tumbuhan yang
mengandung
protein
Asam lemak 10 (PUFAs + (PUFAs +
MUFAs)/SFAs ≥ MUFAs)/SFAs ≤
2,5 1,2
Tidak Serealia olahan 10 ≤ 1,8 ons per ≥ 4,3 ons per
Berlebihan 1000 kkal 1000 kkal
Garam 10 ≤ 1,1 gram per ≥ 2,0 gram per
1000 kkal 1000 kkal
Kalori kosong 20 ≤ 19% dari energi ≥ 50% dari energi
total total
10

Versi keempat atau yang terbaru dari Healthy Eating Index adalah HEI-
2015 (Tabel 2.4.) yang disesuaikan dengan the Dietary Guidelines for Americans
2015-2020. Komponen-komponen yang ada di dalam HEI-2015 sama seperti yang
ada di dalam HEI-2010, tetapi komponen kalori kosong diganti dengan gula
tambahan, dan ditambahkan satu komponen lagi yaitu lemak jenuh, sehingga total
komponen yang ada di dalam HEI-2015 berjumlah 13 komponen. Hal ini sesuai
dengan the Dietary Guidelines for Americans 2015-2020 yang merekomendasikan
dengan tegas, untuk membatasi konsumsi gula tambahan dan lemak jenuh < 10%
dari total energi.

Tabel 2.4. Komponen-komponen HEI-2015


Tipe Komponen Skor Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
Komponen maksimal maksimal minimal (skor nol)
Adekuat Total buah 5 ≥ 0,8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah
Buah utuh 5 ≥ 0,4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah utuh
Total sayur 5 ≥ 1,1 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal sayur
Sayur hijau dan 5 ≥ 0,2 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kacang- kkal sayur hijau atau
kacangan kacang-kacangan dan
biji-bijian
Serealia 10 ≥ 1,5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia
Produk susu 10 ≥ 1,3 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal produk susu
Total protein 5 ≥ 2,5 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
yang berasal kkal makanan yang
dari makanan mengandung protein
Protein yang 5 ≥ 0,8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
berasal dari kkal makanan laut dan
makanan laut tumbuhan yang
dan tumbuhan mengandung protein
Asam lemak 10 (PUFAs + (PUFAs +
MUFAs)/SFAs ≥ 2,5 MUFAs)/SFAs ≤ 1,2
11

Tabel 2.4. Komponen-komponen HEI-2015 (Lanjutan)


Tipe Komponen Skor Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
Komponen maksimal maksimal minimal (skor nol)
Tidak Serealia olahan 10 ≤ 1,8 ons per 1000 ≥ 4,3 ons per 1000 kkal
Berlebihan kkal
Gula tambahan 10 ≤ 6,5 persen dari ≥ 26 persen dari energi
energi total total
Lemak jenuh 10 ≤ 8 persen dari energi ≥ 16 persen dari energi
total total

2.1.3. Interpretasi HEI

Inti dari setiap versi HEI adalah mengidentifikasi setiap komponen


didalamnya beserta bobotnya dalam bentuk sistem skoring. Mengacu pada HEI-
2015, didalamnya terbagi menjadi komponen adekuat (adequacy) yang berjumlah
9 komponen, dan komponen yang tidak berlebihan (moderate) yang berjumlah 4
komponen. Masing-masing komponen memiliki skor maksimal 10, namun bagi
komponen yang terbagi menjadi 2 sub-komponen (misalnya buah total dan buah
utuh), masing-masing sub-komponen memiliki skor maksimal 5. Skor minimal
(nol) untuk komponen adekuat adalah berdasarkan tidak adanya konsumsi
komponen tersebut per 1000 kkal. Komponen yang tidak berlebihan (misalnya
garam) memliki skor minimal (nol) bila konsumsi garam ≥ 2.0 g/1,000 kkal.
Mengevaluasi kualitas diet dengan menggunakan HEI akan menghasilkan
satu set skor komponen-komponen per individu, yang dapat diperiksa secara
kolektif untuk mengungkapkan pola kualitas diet, serta skor total yang mewakili
kualitas diet seseorang. Skor per individu dapat sama satu dengan yang lainnya,
tetapi pola kualitas dietnya berbeda-beda sesuai dengan yang ditunjukkan oleh
grafik radar (Gambar 2.1.). Skor total dari HEI menghasilkan data numerik, yang
dapat digunakan untuk mencari hubungan dengan variabel lain menggunakan
statistik. Berikut adalah interpretasi skor HEI :
 Grade A : Skor total 90-100, atau skor komponen 90-100% dari skor
maksimum.
 Grade B : Skor total 80-89, atau skor komponen 80-89% dari skor
maksimum.
12

 Grade C : Skor total 70-79, atau skor komponen 70-79% dari skor
maksimum.
 Grade D : Skor total 60-69, atau skor komponen 60-69% dari skor
maksimum.
 Grade E : Skor total 0-59, atau skor komponen 0-59% dari skor
maksimum.

Gambar 2.1. Grafik radar menunjukkan skor HEI-2015 yang berjumlah 100, dan dua
bentuk skor yang berjumlah 50 dengan pola kualitas diet yang berbeda.

2.1.4. Penggunaan HEI

Tujuan khusus HEI sebagai suatu ukuran kualitas diet adalah memeriksa
keselarasan antara pola diet masyarakat Amerika dan U.S. Dietary Guidlines of
Americans (DGAs). Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, HEI
banyak digunakan secara luas (tidak hanya di Amerika saja) untuk kepentingan
penelitian di bidang nutrisi dan kesehatan. Beberapa tujuan penggunaan HEI
13

diantaranya (1) mendokumentasikan kualitas diet populasi Amerika, dan menilai


perbedaan asupan makanan diantara sub-kelompok dalam suatu populasi, (2)
menjelaskan pengaruh pada kualitas diet, (3) mengevaluasi hubungan antara
kualitas diet dan risiko terkena penyakit serta kematian, dan (4) menjelaskan
pengaruh intervensi pada kualitas diet. Penelitian lebih lanjut memperlihatkan,
bahwa HEI dapat menjadi patokan hidup sehat, dimana skor HEI yang tinggi
berhubungan dengan menurunnya risiko kematian terhadap kanker dan penyakit
kardiovaskular. Penggunaan HEI tidak dapat diaplikasiskan pada anak dibawah
dua tahun, atau pada anak yang masih mengonsumsi ASI atau susu formula untuk
bayi.

2.2. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan (food consumption survey) dilakukan dengan


tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan
bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan
perorangan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seorang ahli gizi harus
mempunyai kompetensi untuk melakukan survei konsumsi makanan, karena data
hasil pelaksanaan survei konsumsi makanan akan digunakan sebagai dasar
pembuatan kebijakan oleh pemerintah, dan keputusan oleh seorang ahli gizi.
Tujuan pelaksanaan survei konsumsi makanan secara lebih khusus antara lain :
 Menentukan tingkat kecukupan konsumsi makan nasional dan
kelompok masyarakat.
 Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu
 Menentukan pedoman kecukupan makanan dam program pengadaan
makanan.
 Dasar perencanaan dan program pengembangan gizi.
 Sarana pendidikan gizi masyarakat.
 Menentukan perundang-undangan di bidang pangan dan gizi.
Survei konsumsi makanan dapat dilakukan dengan menggunakan dua
bentuk metode pengukuran konsumsi makanan, yaitu secara kualitatif dan
14

kuantitatif. Metode kualitatif pengukuran konsumsi makanan meliputi metode


frekuensi makanan (food frequency), dan dietary history. Metode kuantitatif
pengukuran konsumsi makanan meliputi metode 24-hours recall, perkiraan
makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), dan
pencatatan (household food record). Salah satu metode terbaik yang banyak
digunakan untuk mengukur konsumsi makanan tingkat individu adalah metode
24-hours recall.
Metode 24-hour recall mengedepankan kekuatan daya ingat individu yang
diwawancarai dalam mengonsumsi makanan selama 24 jam yang lalu. Pengertian
24 jam yang lalu dapat dilihat dari 2 dimensi, yaitu (1) sejak individu yang
diwawancarai bangun pagi hari kemarin hingga kembali tidur lagi, atau (2) tepat
24 jam yang lalu terhitung sejak individu diwawancarai. Metode ini perlu
dilakukan beberapa kali (repeated 24-hours recall) agar data yang dihasilkan
lebih menggambarkan makanan yang sehari-hari dikonsumsi. Biasanya metode ini
dilakukan 2x24 jam, yaitu satu hari yang diambil dari weekdays, dan sisanya
diambil dari weekends, karena adanya perbedaan asupan makanan yang cenderung
lebih tidak sehat dan tinggi energi saat weekends daripada weekdays.
Kelebihan metode ini dibanding dengan metode lain adalah :
 Pelaksanaan mudah dan cepat
 Biaya murah
 Dapat digunakan pada responden yang buta huruf
 Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi oleh
responden, sehingga azupan gizinya dapat dinilai.
Kelemahan yang utama dari metode ini adalah :
 Keakuratan data sangat bergantung pada memori responden.
 Pewawancara harus terlatih.
 Tidak terlalu mencerminkan asupan makanan yang sebenarnya.
 Kecenderungan responden melaporkan makanan dan bahan makanan
yang dikonsumsinya di atas atau di bawah yang sebenarnya.
 Tidak cocok untuk individu usia kurang dari 7 tahun dan lebih dari 70
tahun.
15

 Individu harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan


pengukuran.
Ada lima tahapan yang harus dilakukan secara berurutan dalam melakukan
survei konsumsi makanan menggunakan metode 24-hours recall, antara lain :
1. Tahap 1 : Membagi aktivitas makan dalam sehari ke dalam waktu-
waktu yang telah ditentukan (misalnya sejak bangun tidur, makan pagi,
snack pagi, makan siang, snack siang, makan malam, dan snack
malam).
2. Tahap 2 : Menanyakan menu makanan yang dikonsumsi selama urutan
waktu yang telah ditentukan.
3. Tahap 3 : Menanyakan rincian bahan makanan yang terkandung di
dalam setiap menu makanan sedetail mungkin (termasuk merek/brand
makanan bila memungkinkan, dan cara mengolahnya)
4. Tahap 4 : Memperkirakan jumlah tiap bahan-bahan makanan yang
dikonsumsi, umumnya dalam satuan rumah tangga (URT).
5. Tahap 5 : Mencari nilai zat gizi yang terkandung dalam bahan-bahan
makanan tersebut melalui Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Sebelum memasuki tahap lima, perlu dilakukan review data-data yang
telah didapat melalui wawancara agar lebih dipastikan lagi, dan menanyakan
apakah responden mengonsumsi suplemen vitamin atau tidak dalam sehari
tersebut.

2.3. Makronutrien

Makronutrien merupakan nutrisi esensial yang dibutuhkan dalam jumlah


relatif besar (dalam gram), yang mencakup karbohidrat, lemak, protein dan air.
Makronutrien (kecuali air) disebut juga sebagai nutrisi penghasil energi. Energi
diukur dalam satuan kalori, dan sangat penting bagi pertumbuhan tubuh,
perkembangan dan perbaikan jaringan, serta konduksi impuls saraf.
16

2.3.1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa organik yang tersusun dari elemen


karbon, hidrogen, dan oksigen. Sumber energi utama tubuh diperoleh dari
karbohidrat, dimana setiap 1 gram karbohidrat memiliki nilai energi 4 kalori.
Karbohidrat terdiri dari karbohidrat sederhana (glukosa, fruktosa, galaktosa,
maltosa, sukrosa, laktosa) dan kompleks (pati dan serat). Karbohidrat umumnya
berasal dari biji-bijian (serealia), umbi, buah-buahan, sayur-sayuran, susu, madu,
dan makanan-makanan manis. Rekomendasi asupan karbohidrat berkisar 50-100
g/hari, atau 55-75% dari total konsumsi energi per hari, sedangkan asupan serat
berkisar 27-40 g/hari.

2.3.2. Lemak

Lemak merupakan zat organik hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam
air, tetapi dapat larut pada pelarut non polar (eter, alkohol, klorofom, dan
benzena). Setiap 1 gram lemak memiliki nilai energi 9 kalori. Lemak yang
terdapat dalam tubuh adalah lipoprotein (mengandung trigliserida, fosfolipid, dan
kolesterol yang bergabung dengan protein). Lemak yang diperoleh dari makanan
mencakup trigliserida (makanan hewani maupun nabati), asam lemak jenuh
(lemak hewani, keju, mentega, minyak kelapa, dan cokelat), asam lemak tak jenuh
(minyak kacang tanah, minyank sayuran, minyak ikan, minyak kedelai, dan
minyak jagung), dan kolesterol (telur, daging, lemak susu). Asupan lemak yang
baik adalah 25% dari total kebutuhan energi.

2.3.3. Protein

Protein merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen,


oksigen, dan nitrogen. Fungsi protein antara lain untuk pertumbuhan,
pembentukan komponen struktural, pengangkut dan penyimpanan zat gizi, enzim,
pembentukan antibodi, dan sumber energi. Struktur dasar protein adalah asam
17

amino. Sama seperti karbohidrat, setiap 1 gram protein memiliki nilai energi 4
kalori. Protein dapat diperoleh dengan mengonsumsi susu, telur, ikan, ayam,
daging merah, dan kacang-kacangan. Rata-rata kecukupan protein berbeda-beda
menurut umur, untuk orang dewasa diatas usia 18 tahun adalah sekitar 1-1,2
g/kgBB/hari, anak usia 10-18 tahun adalah sekitar 1,2-1,7 g/kgBB/hari, sedangkan
untuk bayi hingga anak usia 9 tahun adalah sekitar 1,8-2 g/kgBB/hari.

2.3.4. Air

Air merupakan suatu zat dengan rumus kimia H2O yang tidak memiliki
warna, rasa, dan aroma. Rata-rata 60% berat badan manusia terdiri dari air yang
tersebar di seluruh tubuh, antara lain di bagian plasma, jaringan lunak, dan organ
dalam. Air berfungsi untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan fisiologi
tubuh. Kehilangan air sebanyak 15% dari berat badan dapat mengakibatkan
kematian yang disebabkan oleh dehidrasi. Orang dewasa perlu minum air minimal
sebanyak 1500-2000 mL air per hari, dimana 1200-1500 mL berasal dari
minuman, dan 800-1000 mL berasal dari makanan dan minuman.

2.4. Mikronutrien

Mikronutrien merupakan nutrisi esensial yang diperlukan oleh tubuh


dalam jumlah yang relatif kecil. Mikronutrien diperlukan untuk menjalankan
reaksi-reaksi kimia dalam tubuh, walaupun tidak menghasilkan energi. Vitamin
dan mineral merupakan mikronutrien.

2.4.1. Vitamin

Vitamin merupakan zat gizi yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh,
sehingga harus didapatkan dari makanan. Walaupun diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah yang kecil, vitamin mempunyai peranan yang vital bagi segala proses yang
terjadi dalam tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, dan daya tahan tubuh.
18

Vitamin digolongkan menjadi vitamin yang larut dalam air (Vitamin B, dan C)
dan lemak (vitamin A, D, E, dan K). Angka kecukupan vitamin berbeda
berdasarkan umur dan jenis kelamin (Gambar 2.2.) dan masing-masing vitamin
mempunyai fungsi yang beragam (tabel 2.5.).

Gambar 2.2. Angka kecukupan vitamin yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per
orang
per hari)
19

Tabel 2.5. Vitamin Larut Air dan Lemak


Penggolongan Vitamin Fungsi Gangguan Akibat Sumber
Defisiensi Pangan
Vitamin yang Vitamin B1 Dekarboksilasi Beri-beri, otot Jamur, biji
larut dalam (Tiamin) oksidatif α-keto lemah, anoreksia, bunga
air asam dan gula 2- takikardia, matahari,
keto hepatomegali, akcang-
edema kacangan
Vitamin B2 Reaksi transfer Ariboflavinosis, Hati sapi,
(Riboflavin) elektron cheilosi, glositis, daging, telur,
(hidrogen) hiperemia, edema yoghurt, susu
faringeal dan non fat, keju
mukosa oral, ricotta
angular stomatitis,
fotofobia
Vitamin B3 Reaksi transfer Pelagra, diare Ikan tuna, hati
(Niasi, asam elektron dermatitis, sapi, daging
nikotinat, (hidrogen) demensia sapimuda,
nikotinamida) ayam, selai
kacang
Vitamin B5 Reaksi transfer Numbness (mati Terdapat dalam
(asam asil rasa), muntah, berbagai
pantoneat) fatigue makanan
Vitamin B6 Reaksi Dermatitis, glositis Steak, kacang-
(piridoksin) transaminasi dam kacangan,
dekarboksilasi kentang, ikan
salmon, pisang,
gandum
Vitamin B9 Reaksi transfer Anemia Jamur, bayam,
(asam folat) 1-karbon megaloblastik asparagus,
lobak, hati
sapi, produk
gandum yang
difortifikasi
Vitamin b12 Metilasi Anemia Daging, ikan,
(kobalamin) homosistein megaloblastik, kerang-
menjadi metionin, degenerasi saraf kerangan,
konversi perifer unggas, susu
metilmalonil-KoA
menjadi suksinil
KoA
Vitamin C Antioksidan, Scurvy, Pepaya, jeruk,
(asam askorbat) hidroksi enzim hiperkeratosis blewah,
yang terlibat folikel rambut, brokoli, kubis,
dalam sintesis perdarahan gusi. paprika,
kolagen, karnitin, Berkurangnya anggur,
dan norepinefrin elastisitas pembuluh stroberi
darah perifer
20

Tabel 2.5. Vitamin Larut Air dan Lemak (Lanjutan)


Penggolongan Vitamin Fungsi Gangguan Sumber Pangan
Akibat
Defisiensi
Vitamin yang Vitamin A Sintesis Rabun senja, Hati sapi,
larut dalam (retinol, retinal, rodopsin dan adaptasi gelap produk susu,
lemak asam retinoat) pigmen reseptor yang buruk, ubi, wortel,
cahaya, xerosis, bayam,
metabolisme keratomalasia, butternut,
yang terkait Bitot’s spot, squash, greens,
pertumbuhanm gangguan brokoli, melon
diferensiasi sel, pertumbuhan
dperkembangan dan imunitas
tulang, dan
imnunitas

Vitamin D2 Regulator Riketsia pada Disintesis dalam


(ergocalciferol), metabolisme anak, dan kulit dengan
dan vitamin D3 mineral tulang, osteomalasia bantuan sinar
(cholecalsiferol) homeostasis pada orang ultraviolet, dan
kalium darah, dewasa susu yang
diferensiasi dan difortifikasi
proliferasi sel, vitamin D
serta
pertumbuhan

Vitamin E Antioksidan Myopathy, Minyak biji


(tokoferol dan anemia, dan sayuran
tokotrienol) neuropathy

Vitamin K Berperan dalam Gangguan Dapat disintesis


(filokuinon dan prsoes pembekuan di usus pleh
menakuinon) pembekuan dara, darah bakteri, sayuran
dan karboksilasi berdaun hijau,
protein kacang kedelai,
dan hati sapi

2.4.2. Mineral

Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan tubuh dan berada dalam
bentuk elektrolit anion atau bermuatan negatif, dan kation atau bermuatan positf.
Sekitar 6% tubuh orang dewasa terdiri dari mineral. Mineral dasar yang
merupakan penyusun sel-sel dalam tubuh manusia adalah karbon (C), hidrogen
(H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Sekitar 99% dari massa sel terdiri dari empat
21

elemen tersebut. Mineral yang jumlahnya dalam tubuh lebih dari 0,01% atau 100
ppm dari bobot tubuh disebut mineral makro. Termasuk ke dalam mineral makro
adalah kalsium (Ca), fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), natrium (Na), klor (Cl),
dan magnesium (Mg). Mineral yang jumlahnya dalam tubuh kurang dari 0,01%
atau 100 ppm dari bobot tubuh disebut mineral mikro. Termasuk ke dalam
mineral mikro adalah besi (Fe), zink (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn), fluor (F),
selenium (Se), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), yodium (I), timah hitam
(Pb), kadmium (Cd), arsen (As), molibdenum (Mo), kobalt (Co), bromium (Br),
dan stronsium (Sr). Angka kecukupan mineral berbeda berdasarkan umur dan
jenis kelamin, sama seperti vitamin (Gambar 2.3.). Fungsi mineral secara umum
adalah :
 Regulasi keseimbangan asam dan basa, serta air dalam tubuh
 Komponen senyawa tubuh yang esensial
 Katalis reaksi-reaksi biologis
 Regulasi keseimbangan air dalam tubuh
 Transmisi impuls saraf
 Mengatur kontraktilitas otot
22

Gambar 2.3. Angka kecukupan mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang
per hari)
2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Quatelet’s index merupakan parameter


kombinasi yang sering digunakan untuk menilai status gizi seseorang. Perhitungan
IMT didapat dari :
berat badan(kg)
Indeks Massa Tubuh ( IMT )=
(tinggi badan dalam meter )2

Terdapat keterbatasan penggunaan IMT yaitu, (1) IMT tidak dapat


membedakan berat badan yang didominasi oleh otot atau lemak tubuh (dua orang
dengan IMT yang sama, dapat memiliki massa lemak dan massa lemak bebas
yang berbeda), dan (2) tidak dapat menjelaskan distribusi lemak tubuh. Hubungan
antara IMT dan massa lemak tubuh dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan
suku.

Tabel 2.6. Tabel IMT menurut WHO


Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Terhadap Penyakit Komorbid
23

Underweight < 18.50 Rendah (risiko terhadap masalahan


kesehatan yang lain meningkat)
Normal range 18.50 – 24.99 Rata-rata

Overweight 25.00 – 29.99 Meningkat

Obese I 30.00 – 34.99 Sedang

Obese II 35.00 – 39.99 Tinggi

Obese III ≥ 40.00 Sangat tinggi

Tabel 2.7. Tabel IMT untuk Asia Pasifik


Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Terhadap Penyakit Komorbid
Underweight < 18.50 Rendah (risiko terhadap masalahan
kesehatan yang lain meningkat)
Normal range 18.50 – 22.99 Rata-rata
Overweight 23.00 – 24.99 Meningkat

Obese I 25.00 – 29.99 Tinggi

Obese II ≥ 30.00 Sangat tinggi

2.6. Healthy Eating Index (HEI) dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin banyak


penelitian di bidang kesehatan yang menggunakan HEI, salah satunya untuk
mencari hubungan antara HEI dan IMT. Kalaivaani Sundararajan (2012) dari
Kanada melakukan suatu penelitian untuk mencari hubungan antara kualitas diet
dan obesitas dengan menggunakan data yang didapat dari 2004 Canadian
Community Health Survey, dengan besar sampel total yang didapat dari survei
kurang lebih 35.000 responden. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan adanya
hubungan antara kualitas diet yang diukur menggunakan HEI-2005 dan IMT
kategori obese, dimana 10% kenaikan skor HEI akan menurunkan IMT sebesar
1,4%, dan kenaikan skor HEI sebesar 10 unit akan mengurangi kemungkinan
menjadi overweight sebesar 0,47% dan obese sebesar 1,47%.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Elsa Mukti Atmaja (2018)
mengungkapkan hal yang sebaliknya, bahwa skor HEI (menggunakan adaptasi
HEI-1995) tidak berhubungan dengan indeks massa tubuh maupun persen lemak
24

tubuh dewasa di daerah Suburban Kabupaten Bantul. Subjek penelitian tersebut


sebanyak 87 orang dengan rentang usia 19-64 tahun yang diperoleh melalui
proportionate stratified sampling. Hasil uji Partial Correlation menunjukkan
hasil yang sama setelah dikoreksi dengan usia, jenis kelamin, dan asupan energi.
Perbandingan subjek dengan indeks massa tubuh normal (51,7 persen) dan diatas
normal (48,3 persen) hampir sebanding. Hasil yang sama juga didapat dari
penelitian yang dilakukan oleh Rina Budiarti Sumarsono (2016), bahwa tidak
adanya hubungan antara adaptasi HEI-1995 dan status gizi mahasiswi Departemen
Gizi Masyarakat IPB. Hal tersebut diduga karena hampir seluruh subjek penelitian
memiliki skor adaptasi HEI-1995 yang rendah dengan kategori need improvement,
yang berarti perlu peningkatan dan perbaikan kualitas asupan makanan sesuai
dengan anjuran kebutuhan gizi.
2.7. Obesitas

2.7.1. Definisi

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi lemak yang


berlebih dalam tubuh manusia, yang melebihi jumlah yang diperlukan untuk
menjalankan fungsi normal tubuh. Seseorang dikatakan obese bila memiliki
indeks massa tubuh (IMT) ≥ 30 menurut WHO, atau ≥ 25 menurut kategori Asia
Pasifik.

2.7.2. Etiologi

Etiologi obesitas sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.


Obesitas terjadi karena adanya positive energy balance, yaitu energi yang
dihasilkan dari asupan makanan sehari-hari melebihi energi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas. Interaksi yang kompleks dari beberapa faktor berikut dapat
menentukan seseorang menjadi obese :
a. Faktor genetik
25

Faktor genetik berperan terhadap terjadinya obesitas sekitar 30-


40% dari seluruh kejadian obesitas. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya prevalensi obesitas dua kali lipat dalam tiga dekade
terakhr pada individu dengan riwayat keluarga obesitas. Kondisi
seperti dismorphic syndrome, defisiensi leptin kongenital, mutasi
reseptor leptin, dan ekspresi neuropeptida Y (NPY) yang berlebihan
merupakan predisposisi genetik.
b. Pola makan
Adanya perubahan dalam life style dan pola makan yang
cenderung kebarat-baratan menjadi salah satu penyebab meingkatnya
kejadian obesitas. Pola makan yang cenderung kebarat-baratan
mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, dan rendah serat. Masyarakat
sekarang ini seolah-olah bergantung pada makanan dengan densitas
energi tinggi atau padat kalori, cepat saji (fast food), dan memiliki
porsi yang besar. Orang yang obese 2-3 kali lebih sering mengonsumsi
makanan cepat saji daripada orang yang bukan obese.
c. Aktivitas fisik
Kemajuan teknologi dan informasi memanjakan masyarakat
dengan berbagai fasilitas yang mengurangi tingkat aktivitas fisik dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Perilaku sedentary life seperti
bermalas-malasan sambil menonton tivi atau bermain gadget menjadi
penyebab tertimbunnya energi yang diperoleh dari makanan, yang
akan dikonversi menjadi lemak di dalam tubuh.
d. Faktor hormonal
Obesitas dapat diakibatkan oleh suatu keadaan endocrine
disorder, misalnya pada penderita cushing syndrome, hipotiroidism,
hiperaktivitas adrenokortikal, dan penyakit hormon lainnya.
26

2.7.3. Epidemiologi

Penderita overweight dan obesitas sudah mencapai lebih dari sepertiga


populasi dunia. Diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 38% populasi orang
dewasa di dunia menderita overweight, dan 20% lainnya menderita obesitas. Data
yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi overweight
sebesar 13,5% dan obesitas sebesar 15,4% pada seluruh penduduk usia dewasa
(diatas 18 tahun) di seluruh provinsi di Indonesia secara nasional. Prevalensi
obesitas pada laki-laki dan perempuan di seluruh Indonesia cenderung meningkat
selama kurun waktu 2007, 2010, dan 2013. Prevalensi obesitas pada perempuan
lebih besar (32,9%) daripada laki-laki (19,7%).

2.7.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Obesitas disebabkan oleh gangguan keseimbangan energi di dalam tubuh,


dimana terjadi positive energy balance yang kemudian disimpan dalam bentuk
jaringan lemak. Keseimbangan energi diatur oleh suatu mekanisme
neurohormonal (Gambar 2.4.) yang terbagi menjadi tiga komponen :
 Sistem aferen
Komponen utama sistem aferen adalah (1) leptin dan
adiponektin yang diproduksi oleh jaringan adiposa, (2) insulin yang
diproduksi oleh pankreas, (3) ghrelin yang diproduksi oleh lambung,
dan (4) peptida YY yang diproduksi oleh ileum dan kolon. Leptin
mengurangi asupan makanan, sebaliknya ghrelin meningkatkan asupan
makanan. Peptida YY diskresikan oleh sel endokrin di ileum dan kolon
pada postprandial sebagai isyarat kenyang.
 Central processing unit
Nukleus arkuatus di hipotalamus memproses dan
mengintegrasikan sinyal yang berasal dari sistem aferen, dan
menghasilkan sinyal baru. Sinyal baru akan ditransmisikan oleh :
27

o Neuron POMC (pre-opiomelanocortin) dan CART


(cocaine and amphetamine-regulated transcript)
o Neuron NPY (neuropeptide Y) dan AgRP (agouti-related
peptide)
 Sistem eferen
Sistem eferen terdiri atas saraf hipotalamik yang diatur oleh
nukleus arkuatus. Saraf POMC dan CART mengaktifkan saraf eferen
yang akan meningkatkan pengeluaran energi dan menyebabkan
penurunan berat badan, sedangkan saraf NPY dan AgRP mengaktifkan
sarat eferen yang akan meningkatkan asupan makanan dan
menyebabkan peningkatan berat badan. Sinyal yang ditransmisikan
oleh sitem eferen juga berkomunikasi dengan pusat di otak depan
(forebrain) dan otak tengah (midbrain) yang selanjutnya
mengendalikan sistem saraf otonom.

Gambar 2.4. Skema pengaturan keseimbangan energi di dalam tubuh

Pada keadaan energi yang berlebih dan disimpan dalam bentuk jaringan
adiposan, sinyal adiposa eferen (leptin, insulin, peptida YY) akan dikirim ke
nukleus arkuata di hipotalamus untuk menghambat jalur anabolisme (NPY dan
28

AgRP) mengaktifkan jalur katabolisme (POMC dan CART). Aktivasi saraf


tersebut akan menimbulkan efek katabolik, yaitu meningkatnya penggunaan
energi, dan menurunnya nafsu makan. Jalur anabolisme akan teraktivasi dan jalur
katabolisme akan terhambat bila keadaan berubah sebaliknya, yakni energi yang
ada dalam tubuh tersimpan sedikit, atau jaringan adiposa tidak adekuat. Sekresi
leptin akan berkurang, dan sekresi ghrelin dari lambung meingkat, memicu
peningkatan asupan makanan dan mengurangi penggunaan energi.
Pengaturan keseimbangan energi di dalam tubuh pada orang obese
mengalami gangguan. Gangguan yang bisa saja terjadi dapat berupa mutasi gen
yang menyebabkan kehilangan fungsi leptin (loss of function mutation), atau
mutasi gen reseptor melanokortin-4 (MC4R). Kedua mutasi gen tersebut
mengakibatkan tubuh gagal mendeteksi cukup atau tidaknya energi yang
tersimpan dalam tubuh, sehingga nafsu makan selalu tinggi dan pengeluaran
energi kurang. Hal inilah yang menyebabkan keadaan positive energy balance,
dimana energi terus menerus berlebih dan disimpan dalam bentuk jaringan
adiposa. Banyak dampak klinis yang dapat ditimbulkan dari obesitas,
diantaranya :
 Diabetes melitus tipe 2
Semakin banyaknya jaringan adiposa, semakin banyak
adiponektin yang disekresikan. Adiponektin merupakan cell-signaling
protein yang termasuk dalam sitokin proinflamasi yang disekresi oleh
makrofag dan adiposit dalam jaringan lemak. Sekresi adiponektin yang
berlebih menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan low grade
systemic inflammatory state. Bersamaan dengan tingginya asam lemak
bebas dalam darah, keadaan ini menimbukan gangguan sinyal insulin,
yang menyebabkan keadaan resistensi insulin.
 Non-alcoholic fatty liver disease
Jaringan adiposa yang berlebih berakibat semakin banyak
trigliserida yang dihidrolisis. Hasil dari hidrolisis trigliserida adalah
asam lemak bebas, yang dapat meinmbulkan lipotoxicity pada
hepatosit.
29

 Hipertensi
Pada orang obese, terjadi aktivasi sistem sismpatis dan renin-
angiotensin aldosteron. Efek yang ditimbulkan adalah hipertensi
pulmonar dan sistemik. Hipertensi yang tidak tertangani dengan baik
dapat mengarah pada penyakit jantung koroner dan stroke.
 Osteoartritis
Meningkatnya jaringan adiposa, berarti meningkatnya berat
badan. Beban yang ditanggung oleh ekstremitas bawah terutama pada
daerah persendian semakin besar (mechanical stress), sehingga dapat
timbul osteoarthritis.
 GERD (Gastroesophageal reflux disease)
Jaringan lemak banyak ditemukan pada abdomen, sehingga bila
deposit jaringan adiposa di abdomen berlebih, dapat meningkatkan
tekanan intra-abdominal yang berujung pada GERD.

2.7.5. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan obesitas adalah mengurangi asupan energi dan


meningkatkan pengeluaran energi. Tujuan penatalaksanaan obesitas adalah
mengurangi berat badan, yang selanjutnya diikuti pemeliharaan berat badan
apabila penurunan berat badan telah mencapai maksimal. Tiga komponen utama
dalam penatalaksanaan obesitas meliputi terapi non-farmakologis, farmakologis,
dan pembedahan.

2.6.5.1. Terapi Non-farmakologis

Terapi ini mencakup perbaikan lingkungan dan perilaku yang


berkontribusi pada obesitas. Perbaikan perilaku salah satunya adalah memperbaiki
pola makan. Pola makan yang dianjurkan diantaranya pembatasan jumlah energi
per hari (pengurangan 500-1000 kalori dari kebutuhan), diet tinggi protein, cukup
karbbohidrat, dan rendah lemak (pengurangan asupan lemak 20-30% dari total
30

energi). Target selanjutnya adalah peningkatan aktivitas fisik agar terdapat


pengeluaran energi. Orang dewasa 18-60 tahun dianjurkan melakukan aktivitas
fisik sehari-hari disertai latihan fisik tingkat sedang selama 60 menit sekali dalam
seminggu, atau selama 20-20 menit dengan frekuensi 3 kali seminggu dalam
bentuk jalan cepat atau jogging. Senam aerobik pun dianjurkan untuk dilakukan
20-30 menit dengan frekuensi 2-3 kali seminggu.

2.6.5.2. Terapi Farmakologis

Penggunaan obat-obatan dilakukan bersama-sama dnegan terapi non-


farmakologis, bagi pasien dengan IMT > 30, atau IMT > 27 yang disertai faktor
risiko atau penyakit penyerta. Obat-obatan yang digunakan dibagi dalam dua
kategori, yaitu (1) obat yang menekan nafsu makan seperti sibutramin,
penthemine, dan bupropion, serta (2) obat yang menghambat kerja enzim lipase
seperti orsitat dan leptin.
2.6.5.3. Terapi Pembedahan

Indikasi terapi pembedahan adalah (1) pasien dengan IMT > 40, (2) pasien
dengan IMT > 35 dengan penyakit penyerta, dan (3) pasien yang gagal mencapai
target berat badan melalui modifikasi gaya hidup atau obat. Pembedahan yang
dilakukan yaitu gastric bypass dengan tujuan menghambat dan mengurangi
absorpsi makanan.

2.7.6. Pencegahan

Pencegahan obesitas terutama berawal dari perbaikan pola makan dan


peningkatan aktivitas fisik. Perbaikan pola makan sejak dini dengan mengontrol
porsi makan yang dikonsumsi, dan menghindari makanan yang mengandung
padat kalori seperti makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.
Meningkatkan aktivitas fisik diperlukan untuk mencegah energi yang tersimpan
dalam tubuh berlebih. Minimal melakukan aktivitas fisik adalah 60 menit sekali
31

seminggu, atau 20-30 menit 3 kali seminggu. Edukasi tentang gizi dan kesehatan
juga harus diberikan terutama pada anak usia sekolah, remaja, dan dewasa.
BAB III
ALAT DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah :


 Timbangan berat badan
 Microtoise
 Kalkulator
 Kuisioner 24-hours recall
 Tabel Healthy Eating Index 2015 (HEI-2015)

3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diambil adalah mahasiswa preklinik angkatan 2016


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang memenuhi kriteria-
kriteria sebagai berikut :

Kriteria inklusi :
 Berjenis kelamin laki-laki.
 Mengikuti penelitian secara sukarela dan menandatangani informed consent.
 Menjalani pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Kriteria eksklusi :
 Mengisi kuisioner tidak lengkap.
 Menderita penyakit atau keadaan yang dapat menyebabkan penurunan
berat badan (diare, tuberculosis, keganasan) maupun peningkatan berat
badan (edema).

31
33

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari November 2018 hingga Juni 2019.
Pengambilan data dilaksanakan di ruang skills lab Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.

3.4. Ukuran Sampel

Sampel yang digunakan adalah seluruh populasi mahasiswa preklinik


angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang telah
memenuhi kriteria-kriteria seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

3.5. Rancangan Penelitian

3.5.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional. Data yang


diukur adalah skor total HEI-2015 yang dihitung berdasarkan pengisian kuisioner
24-hours recall, dan indeks massa tubuh.

3.5.2. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah :


 Variabel independen : Skor HEI-2015
 Variabel dependen : Indeks massa tubuh

3.5.3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :


 Healthy Eating Index merupakan suatu ukuran untuk menilai kualitas diet
dalam bentuk skor, yang di dalamnya terdapat 13 komponen yang
34

mencerminkan kelompok-kelompok makanan dasar (acuan dari HEI-2015)6


yaitu, (i) total buah, (ii) buah utuh, (iii) total sayur, (iv) sayur hijau dan
kacang-kacangan, (v) serealia, (vi) produk susu, (vii) total protein, (viii)
protein yang berasal dari makanan laut dan tumbuhan, (ix) asam lemak, (x)
serealia olahan, (xi) garam, (xii) gula tambahan, dan (xiii) lemak jenuh.
 Indeks massa tubuh adalah ukuran lemak tubuh yang didapatkan dari berat
badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter.15

3.6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Para mahasiswa yang menjadi subjek penelitian terlebih dahulu


menyetujui dan menandatangani informed consent, kemudian dilakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta dilanjutkan dengan pengisian
kuisioner 24-hours recall. Data berat badan dan tinggi badan yang diperoleh akan
digunakan untuk mencari indeks massa tubuh tiap subjek penelitian. Pengisian
kuisioner 24-hours recall dilakukan untuk memperoleh data asupan makanan tiap
subjek penelitian. Data asupan makanan yang diperoleh akan dilihat kualitasnya
berdasarkan skor HEI-2015. Skor HEI-2015 dan indeks massa tubuh yang
diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui hubungan antara keduanya.

3.6.1. Pengukuran Berat Badan

Proses pengukuran berat badan dilakukan berdasarkan langkah berikut15 :


1. Pengukuran berat badan dilakukan sebelum makan, dan subjek penelitian
harus berkemih terlebih dahulu.
2. Subjek penelitian melepas alas kaki dan berbagai aksesoris, kemudian naik
dan berdiri di tengah-tengah timbangan digital setelah angka menunjukkan
0.0.
3. Subjek penelitian dalam keadaan berdiri tegak, pandangan lurus ke depan,
kaki tidak menekuk dan tidak bergerak-gerak.
35

4. Hasil pengukuran dicatat dalam kilogram (dicatat hingga 0,1 kg terdekat)


setelah subjek penelitian berdiri dengan benar.

3.6.2. Pengukuran Tinggi Badan

Proses pengukuran tinggi badan dilakukan berdasarkan langkah berikut15 :


1. Subjek diminta untuk melepas alas kaki dan penutup kepala, kemudian berdiri
di bawah alat ukur.
2. Subjek diminta untuk berdiri tegak dengan kepala, bahu, bagian belakang
lengan, bokong, dan tumit menempel pada dinding.
3. Kepala diorientasikan pada bidang Frankfort (bidang horizontal yang melalui
batas bawah dari orbita dan batas atas dari meatus acusticus externus),
pandangan lurus ke depan dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
4. Alat pengukur pada microtoise diturunkan sampai menyentuh vertex dengan
pas, tanpa tekanan berlebih dan bagian belakang alat ukur tetap menempel
pada dinding.
5. Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar
dengan mata pengukur.
6. Hasil pengukuran dicatat dalam sentimeter (cm).

3.6.3. Perhitungan Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh didapatkan dari perhitungan berdasarkan rumus


berikut15 :
berat badan(kg)
Indeks Massa Tubuh ( IMT )=
(tinggi badan dalam meter )2

3.6.4. Pengisian Kuisioner 24-Hours Recall

Pengisian kuisioner 24-hours recall untuk mengetahui asupan makanan


subjek penelitian dilakukan berdasarkan 2x24 jam, yaitu satu hari saat weekdays
36

dan weekends. Hal-hal yang melandasi pengambilan data asupan makanan secara
2x24 jam adalah, (i) lebih menggambarkan asupan makanan yang selalu
dikonsumsi atau yang dikonsumsi secara berulang 15, dan (ii) adanya perbedaan
asupan makanan yang cenderung lebih tidak sehat dan tinggi energi saat weekends
daripada weekdays.16 Prosedur pengisian kuisioner 24-hours recall dilakukan
berdasarkan langkah berikut15 :
1. Subjek penelitian diminta menyebutkan menu makanan apa saja yang
dikonsumsi selama satu hari saat weekdays dan weekends.
2. Subjek penelitian menjelaskan secara detail bahan makanan apa saja yang
terkandung di dalam setiap menu makanan yang dikonsumsi (termasuk
bagaimana makanannya dimasak), mulai dari makanan yang dikonsumsi
paling pertama hingga terakhir per harinya.
3. Subjek penelitian memperkirakan porsi tiap makanan yang telah disebutkan
sebelumnya dengan menggunakan ukuran rumah tangga (URT) dan
dummy food.
4. Memastikan kembali tiap menu makanan yang telah dicatat sesuai dengan
yang telah disebutkan oleh subjek penelitian.
5. Mengonversi porsi menu makanan yang telah dicatat ke dalam gram.15

3.6.5. Perhitungan Skor Healthy Eating Index 2015 (HEI-2015)

Perhitungan skor HEI-2015 dilakukan berdasarkan langkah berikut10 :


1. Menentukan asupan makanan subjek penelitian menggunakan kuisioner
24-hours recall (berdasarkan 2x24 jam, yaitu satu hari saat weekdays dan
weekends).
2. Mengelompokkan asupan makanan subjek penelitian sesuai dengan 13
komponen HEI-2015.
3. Menentukan total energi yang diperoleh dari asupan makanan per hari
menggunakan aplikasi Nutrisurvey 2007.17
4. Mencari skor masing-masing komponen HEI-2015 berdasarkan tabel 3.1
(halaman selanjutnya).
37

5. Menjumlahkan masing-masing skor komponen HEI-2015 untuk dicari total


skornya.

Tabel 3.1. Tiga Belas Komponen HEI-201510


Tipe Komponen Skor Kriteria untuk skor Kriteria untuk skor
Komponen maksimal maksimal minimal (skor nol)
Adekuat Total buah 5 ≥ 0,8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah
Buah utuh 5 ≥ 0,4 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal buah utuh
Total sayur 5 ≥ 1,1 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal sayur
Sayur hijau dan 5 ≥ 0,2 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kacang- kkal sayur hijau atau
kacangan kacang-kacangan dan
biji-bijian
Serealia 10 ≥ 1,5 ons per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal serealia
Produk susu 10 ≥ 1,3 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
kkal produk susu
Total protein 5 ≥ 2,5 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
yang berasal kkal makanan yang
dari makanan mengandung protein
Protein yang 5 ≥ 0,8 cup per 1000 Tidak mengonsumsi
berasal dari kkal makanan laut dan
makanan laut tumbuhan yang
dan tumbuhan mengandung protein
Asam lemak 10 (PUFAs + (PUFAs +
MUFAs)/SFAs ≥ 2,5 MUFAs)/SFAs ≤ 1,2

Tidak Serealia olahan 10 ≤ 1,8 ons per 1000 ≥ 4,3 ons per 1000 kkal
Berlebihan kkal
Garam 10 ≤ 1,1 gram per 1000 ≥ 2,0 gram per 1000
kkal kkal
Gula tambahan 10 ≤ 6,5 persen dari ≥ 26 persen dari energi
energi total total
Lemak jenuh 10 ≤ 8 persen dari energi ≥ 16 persen dari energi
total total

Keterangan :
PUFAs = Polyunsaturated fatty acids (asam lemak tak jenuh ganda)
MUFAs = Monounsaturated fatty acids (asam lemak tak jenuh tunggal)
SFAs = Saturated fatty acids (asam lemak jenuh)
38

3.7. Analisis Data

3.7.1. Pengolahan dan Analisis Data

Data skor HEI-2015 dan IMT yang diperoleh akan diuji normalitas
terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah data-data tersebut terdistribusi normal
atau tidak. Pengolahan data selanjutnya menggunakan analisis korelasi untuk
mengetahui hubungan antara skor HEI-2015 dan IMT. Bila data-data tersebut
terdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan analisis Pearson correlation.
Bila data-data tersebut terdistribusi tidak normal, maka akan dilanjutkan dengan
analisis Spearman’s rank correlation. Interpretasi koefisien korelasi adalah
sebagai berikut18 :
r = 0.00 s/d 0.09 (0.00 s/d -0.09) : Positif (negatif) sangat lemah.

r = 0.10 s/d 0.39 (-0.10 s/d -0.39) : Positif (negatif) lemah.

r = 0.40 s/d 0.69 (-0.40 s/d -0.69) : Positif (negatif) sedang.

r = 0.70 s/d 0.89 (-0.70 s/d -0.89) : Positif (negatif) kuat.

r = 0.90 s/d 1.00 (-0.90 s/d -1.00) : Positif (negatif) sangat kuat.

3.7.2. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik dari penelitian ini adalah :


 H0 = Tidak terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dengan indeks
massa tubuh pada mahasiswa preklinik.
 H1 = Terdapat hubungan antara Healthy Eating Index dengan indeks massa
tubuh pada mahasiswa preklinik.
39

3.7.3. Kriteria Uji Hipotesis Koefisien Korelasi

Uji hipotesis koefisien korelasi menggunakan nilai p dengan kriteria


sebagai berikut :
 p > 0.05 : H0 gagal ditolak.
 p ≤ 0.05 : H0 ditolak, terima hal lainnya.

3.8. Etik Penelitian

Penelitian ini akan diajukan ke Komisi Etik Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Maranatha-Rumah Sakit Immanuel, sebelum dilakukan
penelitian yang sebenarnya. Penelitian ini berdasar pada 4 prinsip dasar etika
penelitian19 :
1. Prinsip menghormati otonomi (respect for autonomy)
 Menghormati keputusan yang diambil oleh subjek penelitian sebagai
seseorang yang mempunyai kapasitas dalam mengambil keputusan.
 Tiga syarat yang harus ada pada subjek penelitian dalam mengambil
keputusan yaitu, (i) dengan kesadaran diri sendiri, (ii) memahami
keputusan yang diambil, dan (iii) tidak ada faktor luar yang
memengaruhi pengambilan keputusan.
 Kewajiban moral yang harus diterapkan sesuai dengan prinsip
menghormati otonomi yaitu, (i) mengatakan yang sejujurnya tentang
penelitian ini kepada subjek penelitian, (ii) menghormati privasi subjek
penelitian, (iii) melindungi informasi rahasia, dan (iv) mendapatkan
persetujan untuk melakukan intervensi pada subjek penelitan.
2. Prinsip berbuat baik (beneficence)
 Kewajiban moral untuk bertindak demi keuntungan orang lain.
 Terdapat dua aspek prinsip berbuat baik yaitu, (i) memberikan
manfaat, dan (ii) menyeimbangkan antara manfaat dan risiko.
40

3. Prinsip tidak merugikan (non-maleficence)


 Kewajiban moral untuk tidak merugikan subjek penelitian, terkait
dengan pepatah primum non nocere (pertama tidak membahayakan).
4. Prinsip keadilan (justice)
 Kewajiban untuk mendistribusikan manfaat, risiko, biaya, dan sumber
daya penelitian secara adil.
Daftar Pustaka

1 Ejarque M, Ceperuelo-Mallafré V, Serena C, Maymo-Masip E, Duran X, Díaz-Ramos A et al.


Adipose tissue mitochondrial dysfunction in human obesity is linked to a specific DNA methylation
signature in adipose-derived stem cells. Int. J. Obes. 2018; : 1.

2 Maria P, Evagelia S. Obesity disease. Heal. Sci. J. 2009; 3: 132–138.

3 A. H, F.B. H. The Epidemiology of Obesity: A Big Picture. Pharmacoeconomics 2015; 33: 673–689.

4 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. 2013.

5 Tande DL, Magel R, Strand BN. Healthy eating index and abdominal obesity. Public Health Nutr
2010; 13: 208–214.

6 National Cancer Institute: Division of Cancer Control & Population Sciences. Overview &
Background of The Healthy Eating Index. Epidemiol. Genomics Res. Progr.
2017.https://epi.grants.cancer.gov/hei/ (accessed 21 Dec2018).

7 Jessri M, Ng AP, L’Abbé MR. Adapting the healthy eating Index 2010 for the canadian population:
Evidence from the Canadian national nutrition survey. Nutrients 2017; 9. doi:10.3390/nu9080910.

8 United States Department of Agriculture, Center for Nutrition Policy and Promotion. How We Use
the HEI. https://www.cnpp.usda.gov/how-we-use-hei (accessed 21 Dec2018).

9 Kirkpatrick SI, Reedy J, Krebs-Smith SM, Pannucci TRE, Subar AF, Wilson MM et al. Applications
of the Healthy Eating Index for Surveillance, Epidemiology, and Intervention Research:
Considerations and Caveats. J Acad Nutr Diet 2018; 118: 1603–1621.

10 Krebs-Smith SM, Pannucci TRE, Subar AF, Kirkpatrick SI, Lerman JL, Tooze JA et al. Update of
the Healthy Eating Index: HEI-2015. J Acad Nutr Diet 2018; 118: 1591–1602.

11 Sundararajan K. Kalaivaani Sundararajan The Relationship between Diet Quality and Obesity in
Canadian Adults : Evidence from the 2004 Canadian Community Health Survey.
2012.https://ir.lib.uwo.ca/cgi/viewcontent.cgi?article=1570&context=etd (accessed 17 Dec2018).

12 Atmaja EM. Hubungan Skor Healthy Eating Idex Dengan Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak
Tubuh Dewasa di Daerah Suburban Kabupaten Bantul. 2018; : 2–3.

13 Ansar. Hubungan Pola Konsumsi Pangan Dan Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi
Penduduk Di Daerah Endemik Malaria Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. J Ilmu Kesehat
2015; 1: 935–944.

14 Hardiansyah, Supariasa IDN. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. In: Gizi Bayi dan Balita. 2016
doi:10.1115/1.2718233.

15 Fahmida U, Dillon DHS. Handbook Nutritional Assessment. 2nd ed. SEAMEO RECFON University
of Indonesia: Jakata, 2011.

16 Monteiro LS, Hassan BK, Estima CCP, Souza AM, Verly Junior E, Sichieri R et al. Food
Consumption According to the Days of the Week - National Food Survey, 2008-2009. Rev Saude
Publica 2017; 51: 93.

17 Nutrisurvey. Nutrition surveys and calculations. Guidel. Softw. Addit. Inf. 2007; : 2018.

18 Schober P, Schwarte LA. Correlation coefficients: Appropriate use and interpretation. Anesth Analg
2018; 126: 1763–1768.

19 Jahn WT. The 4 basic ethical principles that apply to forensic activities are respect for autonomy,
beneficence, nonmaleficence, and justice. J Chiropr Med 2011; 10: 225–226.

40

Anda mungkin juga menyukai