Anda di halaman 1dari 4

PRAKTIKUM KEDUA

I. Judul Praktikum : Penentuan Kualitatif Pewarna Sintetik (Jajanan SD Es rasa


Melon)
II. Hari, Tanggal : Senin, 12 Oktober 2015
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui ada atau tidaknya bahan pewarna sintesis
IV. Tinjauan Pustaka :
Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik.
Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Bahan
pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman
olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan
menambahkan pewarna pada makanan dan minuman.
Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat penampilan
makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen.
Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan,
atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain
itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga
sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka, penggunaan zat warna
sintetik pun semakin meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil
dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan
memiliki rentang warna yang lebih luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih
mudah untuk digunakan (deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat warna
sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik itu memiliki
sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat warna azo
(Amaranth, Allura Red, dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik terhadap mencit
(Tsuda S. et al. 2006). Selain itu, zat warna Red No. 3 juga terbukti dapat merangsang
terjadinya kanker payudara secara in vitro (Dees C. et al. 2006). Maka, penggunaannya
harus diatur secara tegas.
Penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan
penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food
grade) pun harus dibatasi penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek. Namun masih saja ada sejumlah oknum
produsen makanan yang menambahkan pewarna sintetis pada makanan, yang dilatar
belakangi oleh inginnya mendapat keuntungan besar namun pengeluaran modal yang
sedikit atau minim, tanpa memikirkan keamanan bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsi
makanan tersebut. Biasanya produsen makanan tersebut menjajahkannya di sekitar sekolah
sekolah karena anak anak tertarik akan warna yang mencolok sehingga anak – anak sering
menjadi sasarannya. Biasanya makanan yang menggunakan pewarna sintetis akan sangat
mencolok dan sangat terang sekali warna yang di timbulkan pada makanannya, tiak mudah
pudar, dan menempel pada tangan dan masih banyak ciri cirinya.
Di Indonesia, zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang
diatur melalui UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua, pasal 10.
Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat untuk diedarkan,
dilarang untuk ditambah dengan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau melampaui
batas ambang maksimal yang ditetapkan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor:
00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND. 2005; Dirjen POM
1997).
Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang
berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES
RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau member warna pada makanan.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna
alami dan pewarna buatan.
1. Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-
tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit. Jenis-jenis
pewarna alami tersebut antara lain :
a) Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga
sering disebut zat warna hijau daun.
b) Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
c) Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange,
yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat,
cabe merah, wortel.
d) Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet
biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
2. Pewarna Buatan
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain
yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk
akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali
tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya
(Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang
bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan.
Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap
kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis
makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain
sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan
manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat
pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan
(Seto,2001).
V. Alat dan Bahan :

Alat :

Penjepit/pinset Oven

Gelas Ukur Penjepit gelas kimia

Batang Pengaduk Petridish

Gelas kimia

Pipet Tetes

Hot plate

Bahan : HCL (1:9)

Benang wol bebas lemak

NH4OH 12%

H2SO4 pekat

Alcohol

HCL pekat

Aquades

Minuman SD rasa melon

VI. Prosedur Kerja :


1. Ukur 50 ml sampel yang sudah homogen, masukkan kedalam gelas kimia
2. Masukkan benang wol bebas lemak dengan ukuran 20 cm
3. Panaskan selama 30 menit, angkat dan dinginkan
4. Cuci benang wol dengan aquades (disemprotkan), keringkan (diangin-anginkan) dan
potong menjadi 4 bagian masing-masing 5 cm
5. Tempatkan ke-4 benang wol tersebut kedalam 4 petridish yang terpisah
6. Teteskan wadah tersebut dengan : Wadah 1 : HCL pekat
Wadah 2 : H2SO4 pekat
Wadah 3 : NaOH 10 %
Wadah 4 : NH4OH 12%
7. Amati perubahan warna yang terjadi dan bandingkan dengan table warna standard
8. Asumsikan zat warna yang terdeteksi.
VII. Hasil Pengamatan :

No Gambar Keterangan
1 HCL pekat
(sedikit berubah kewarna asal
benang wol)
2 H2SO4 pekat
(berwarna kemerahan)
3 NaOH 10%
(tidah ada perubahan warna)
4 NH4OH 12%
(berubah warna asli benang
awal semula)

VIII. Pembahasan :

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sampel minuman rasa melon ini dihasilkan
bahwa ketika sampel ditetesi dengan HCl pekat warnanya menjadi berubah warna sedikit
keasal warna benang wol, dan yang ditetesi dengan H2SO4 pekat warnanya menjadi
kemerahan, yang ditetesi dengan NaOH 10% warnanya menjadi tidak ada perubahan warna,
dan yang ditetesi dengan NH4OH 12% warnanya berubah menjadi awal semula.

IX. Kesimpulan :
Sampel yang diuji yaitu MINUMAN SD RASA MELON positif mengandung pewarna
sintetis rose Bengal karena menunjukkan hasil min.2 yang sejajar.

X. Daftar Pustaka

Anonim. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan yang Beredar Di
Pasaran. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. IV, No. 1.7 – 25.
Anonim. 2010. Bahan Aditif Makanan Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia. [ Online ]
tersedia pada http://www.wordpress.com . Diakses Pada tanggal 25 Mei 2014.
Azizahwati,. Maryati,. Heidi. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan
Yang Beredar Di Pasaran. [ Jurnal Ilmu Kefarmasian. Vol. IV, No. 1, 7 – 25 ] Departemen
Farmasi FMIPA. Universitas Indonesia. Depok.
Puspita Febrindari, Ayu. [Online]. Tersedia
di: http://www.scribd.com/doc/97894726/Eritrosin. Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
Sumarlin, La Ode. 2009. Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan Yang Beredar di
Jakarta dan Ciputat. [ Jurnal ] Progam Studi Kimia. FST. Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Suyatma, DEA, Dr. Ir. Nugraha E. 2009. Analisis Warna. [ Materi Kuliah ] Departemen ITP,
FATETA IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai