Karina Putri Juaningsih - AKX18013 (Resume BPH)
Karina Putri Juaningsih - AKX18013 (Resume BPH)
Dosen Pembimbing :
Nama :
NIM :
AKX18013
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
A. Pengertian
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler,
2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini
membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000,
hal 74).
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada
beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunantransforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi
abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 :
38 ).
C. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan
keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron
menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian
menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan
terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia
kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal
74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka
akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan
urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal
329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal
ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
2. Teori hormon
D. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran
kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari
Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala
obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
· (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang
hari.
· (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
· (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan
sulit di tahan
· (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
· rasa tidak lampias sehabis miksi.
· (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan
seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh
karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
· (straining) harus mengejan
· (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing
yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor
dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang
akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena
overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology
membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi
dan dihitung sendiri oleh pasien.
E. Komplikasi
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan
biakan urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct
Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram
retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi
dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal
(TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk
mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu.
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis
4. Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
5. Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui
perineum.
Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan bagian
prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra,
bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan
retensi urinaria akut.
G. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin &
dengostan
e. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750
ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal
3. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin,
terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid
(proscar).
c. Fototerapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain:
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum,
sawpalmetto, serenoa repelus.
4. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
5. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat
A. Pengkajian
Pengkajian pada kasus BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) dapat dilakukan
dengan teknik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Tetapi lebih difokuskan pada area :
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Tanyakan pada klien keluhan adanya keluhan seperti : nyeri saat
berkemih.
B. Diagnosa Keperawatan
Pelabelan Diagnosa diambil dari NANDA 2009-2011 :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen- agen penyebab cedera : biologi
( obstruksi ).
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler
dan pengeluaran urine berlebih.
4. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan, kesulitan
mengontrol pendarahan.
C. Intervensi Keperawatan
Nursing Care Plan ( NCP ) Untuk Pasien Dengan BPH (Benigna Prostat Hyperplasia )
DAFTAR PUSTAKA