Anda di halaman 1dari 16

RESUME

BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tren Issue Keperawatan dan GawatDarurat

Dosen Pembimbing :

Asep Aep Indarna, S.Pd.,S.Kep.,Ners.,M.Pd

Nama :

Karina Putri Juaningsih

NIM :

AKX18013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN UMUM

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020
A. Pengertian
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler,
2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini
membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000,
hal 74).

B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada
beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunantransforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi
abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 :
38 ).

C. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan
keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron
menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian
menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan
terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia
kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal
74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka
akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan
urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal
329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh
bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal
ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
Teori-teori tentang terjadinya BPH :

1. Teori Dehidrosteron (DHT)

Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi


dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi faktor
terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang
menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan
terjadinya sintesa protein.

2. Teori hormon

Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami


hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang
berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut.
Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan 
hiperplasi prostat.

3. Faktor interaksi stroma dan epitel

Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic


fibroblast growth factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel
stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses
reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat
dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan
infeksi.

4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari


kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi
dan membentuk jaringan prostat.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan


sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran
prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel.

Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila


keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :

·  Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi


uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada
prostat yang membesar.

·    Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi


karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk
dapat melawan resistensi uretra.

·   Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena


detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai
akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis
miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
buli-buli.

·     Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi


karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi
sehingga interval antar miksi lebih pendek.

·   Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia)


karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus
sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

·     Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria


(nyeri pada saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan
oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi
involunter,

·   Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan


berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara
berkala karena setelah buli-buli mencapai complience
maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.

·  Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh


darah submukosa pada prostat yang membesar.
·    Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum
vesikal atau uretra prostatik, sehingga menyebabkan
pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya
terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)
secara bertahap, serta gagal ginjal.

·    Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di


mana sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan
berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.

·  Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu


endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.

    Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama


kelamaan dapat menyebabkan hernia dan hemoroid.

D. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran
kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari
Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala
obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
·   (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang
hari.
·   (nokturia),  terbangun untuk miksi pada malam hari
·   (urgensi)  perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan
sulit di tahan
·   (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
·   rasa tidak lampias sehabis miksi.
·  (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan
seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh
karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
·   (straining)  harus mengejan
·   (intermittency)  yaitu terputus-putusnya aliran kencing
yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor
dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang
akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena
overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology
membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi
dan dihitung sendiri oleh pasien.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran
kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal
dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah,
perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya
hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini
karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal
(Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post
operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat
dikelompokan dalam empat
derajat gradiasi sebagai berikut :
Deraj Colok Dubur Sisa Volume
at Urine
I Penonjolan prostat, batas atas < 50 ml
II mudah diraba. 50 – 100 ml
Penonjolan prostat jelas, batas atas
III dapat mudah dicapai. > 100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat Retensi urine
diraba total
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi
BPH, mempunyai tanda dan gejala:
a. Hemorogi
b. Hematuri
c. Peningkatan nadi
d. Tekanan darah menurun
e. Gelisah
f. Kulit lembab
g. Temperatur dingin
5. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
6. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. Bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah

E. Komplikasi
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan
biakan urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct
Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram
retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi
dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal
(TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk
mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu.
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis
4. Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
5. Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui
perineum.
Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan bagian
prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra,
bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan
retensi urinaria akut.

G. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin &
dengostan
e. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750
ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal
3. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin,
terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid
(proscar).
c. Fototerapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain:
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum,
sawpalmetto, serenoa repelus.
4. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
5. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat

KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN BPH

A. Pengkajian
Pengkajian pada kasus BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) dapat dilakukan
dengan teknik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Tetapi lebih difokuskan pada area :
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Tanyakan pada klien keluhan adanya keluhan seperti : nyeri saat
berkemih.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan
berat badan, pasien tampak pucat, pasien padat turun dari tempat tidur atau
tidak.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti kanker,
penyakit jantung, penyakit ginjal, dan hipertensi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji apakah ada riwayat / penyakit keluarga yang sama dengan klien.
Biasanya berhubungan dengan riwayat anggota keluarga lain.
2. Pola kebiasaan
a. Sirkulasi : adanya peninkatan tekanan darah.
b. Makanan / Cairan : mual muntah, adanya penurunan berat badan.
c. Nyeri / Kenyamanan : adanya nyeri pada panggul, pnggung, nyeri di
suprapubis. Nyeri pada punggung bagian bawah.
d. Keamanan : demam.
e. Seksualitas : terdapat penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi, adanya
nyeri tekan pada prostat.

B. Diagnosa Keperawatan
Pelabelan Diagnosa diambil dari NANDA 2009-2011 :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen- agen penyebab cedera : biologi
( obstruksi ).
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler
dan pengeluaran urine berlebih.
4. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan, kesulitan
mengontrol pendarahan.
C. Intervensi Keperawatan
Nursing Care Plan ( NCP ) Untuk Pasien Dengan BPH (Benigna Prostat Hyperplasia )

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan Tujuan : 1. 1.
eliminasi urine Setelah diberikan berkemih dan haluan yang
berhubungan asuhan pasien. akurat sangat
dengan : keperawatan 2. penting untuk
Obstruksi selama … x 24 pasien atu melakukan terapi
anatomik jam diharapkan keluarga tentang penggantian
Penyebab gangguan alasan terapi. cairan secara
multiple eliminasi urine 3. tepat.
Gangguan dapat teratasi cairan sesuai 2. Untuk
sensori motorik Kriteria hasil : program. meningkatkan
Infeksi saluran 1. 4. pemahaman
kemih berkemih. ahli gizi untuk pasein dam
2. mendapatkan membangun rasa
Ditandai dengan : distensi pengarahan percaya diri
kandung tentang diet kepada pasien.
DS : kemih. yang 3. Untuk
Disuria 3. diprogramkan. melembabkan
Urgensi disuria. 5. mukosa dan
4. untuk melarutkan zat
DO : mengalami mengungkapkan kimia di dalam
Sering berkemih kesulitan keluhan tentang tubuh.
Inkontinensia dalam masalah 4. Perubahan diet
Nokturia berkemih perkemihan. dapat
Retensi menurunkan ISK
Mengalami pasien.
kesulitan diawal 5. Mendengarkan
berkemih aktif
menunjukkan
respek terhadap
pasien,
Mengungkapkan
secara bebas
membantu
menentukan
ketakutan pasien
secara tepat.

2. Nyeri akut Tujuan : 1. Kaji jenis dan 1. Untuk


berhubungan Setelah diberikan tingkat nyeri mengetahui
dengan : asuhan pasien. tingkat skala
Agen Cidera : keperawatan 2. Berikan obat nyeri pasien.
Fisik selama … x 24 yang dianjurkan 2. Untuk
Biologis jam diharapkan untuk menentukan
Kimia nyeri akut pasien mengurangi kefektifan obat.
dapat teratasi nyeri 3. Untuk
Ditandai dengan : Kriteria hasil : 3. Atur periode meningkatkan
1. Px tidak istirahat tanpa kesehatan,
DS : mengngkapka terganggu. kesejahteraan,
Px n perasaan 4. Bantu pasien dan peningkatan
mngungkapka nyeri. untuk tingkat energi
n secara verbal 2. Tidak ada mendapatkan 4. Untuk
nyeri yang di perubahan posisi yang menurunkan
rasakan tonus otot nyaman. ketegangan atau
3. Px tidak 5. Pada saat spasme otot dan
DO : terlihat tingkat nyeri untuk
Px terlihat meringis. pasien tidak mendistribusika
memposisikan 4. Tidak ada terlalu kentara, n kembali
dri untuk perilaku implementasikan tekanan pada
menghindari distraksi. tehnik bagian tubuh.
nyeri mengendalikan 5. Tehnik
Perubahan tonus nyeri alternative. nonfarmakologi
otot pengurangan
Perubahan selera nyeri akan
makan efektif bila nyeri
Perilaku pasien berada
distraksi pada tingkat
Px terlihat yang dapat
meringis ditoleransi.
3. Risiko Tujuan : 1. Panta 1. Turgor kulit bur
kekurangan Setelah diberikan u turgor kulit merupakan suatu
volume cairan asuhan setiapgiliran tanda dehidrasi.
berhubungan keperawatan jaga dan catat 2. Peningkatan kad
dengan : selama … x 24 penurunannya. hematokrit dan
Area bedah jam diharapkan 2. Uji hemoglobin juga
vaskuler risiko berat jenis urine. mengindikasikan
Pengeluaran kekurangan 3. Panta dehidrasi.
urine berlebih volume cairan u tanda-tanda 3. Takikardi,
dapat teratasi vital setiap 4 hipotensi,
Kriteria hasil : jam. demam dapat
1. TTV stabil 4. Berik mengindikasikan
2. Nadi perifer an dan pantau deficit volume
teraba cairan cairan.
3. Membran parenteral. 4. Untuk
mukosa 5. Ajark mengembalikan
lembab an pasien untuk kehilangan
4. Pengisian mempertahanka cairan.
kepiler baik n asupan cairan 5. Tindakan ini da
5. Keluaran urine yang benar. mendorong
tepat partisipasi
pasien dan
pemberian
asuhan dalam
keperawatan dan
meningkatkan
control pasien.

4. Risiko syok Tujuan : 1. Monitor 1. Untuk memonitor


hipovolemik Setelah diberikan keadaan umum kondisi pasien
berhubungan asuhan pasien. selama perawatan
2. Observasi vital terutama.
dengan : keperawatan
Pendarahan selama … x 24 sign setiap 3 jam 2. Saat terdi
atau lebih. perdarahan. Perawat
Kesulitan jam diharapkan segera mengetahui
3. Jelaskan pada
mengontrol risiko syok pasien dan keluarga tanda-tanda presyok
pendarahan hipovolemik tanda perdarahan, /syok.
dapat teratasi dan segera laporkan 3. Dengan melibatkan
Kriteria hasil : jika terjadi psien dan keluarga
1. Pendarah perdarahan. maka tanda-tanda
4. Kolaborasi : perdarahan dapat
an terkontrol segera diketahui dan
dan berhenti Pemberian cairan
intravena. tindakan yang cepat
dan tepat dapat
5. Kolaborasi :
segera diberikan.
pemeriksaan : HB,
PCV, trombosit. 4. Cairan intravena
diperlukan untuk
mengatasi
kehilangan cairan
tubuh secara hebat.
5. Untuk mengetahui
tingkat kebocoran
pembuluh darah
yang dialami pasien
dan untuk acuan
melakukan tindakan
lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan


proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran.
Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran, EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran, EGC.

Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2009 –


2011. Jakarta : EGC

Cynthia M.Taylor. 2012. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan,


Edisi 10. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai