LP Ca Laring

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER LARING
Laporan Pendahuluan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik
Keperawatan III

Oleh :
INGGAR MAHARANI
NIM 17613045
Kelompok A7

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2020
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disusun Oleh : INGGAR MAHARANI

Judul : LAPORAN PENDAHULUAN KANKER LARING

Telah disetujui dalam rangka Praktik Klinik Keperawatan III (PKK III)

Mahasiswa DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Ponorogo pada tanggal 30 Maret – 30 April 2020 di RSUD

dr.Saiful Anwar Malang.

Oleh :

Pembimbing Institusi

(Sholihatul Maghfirah, S.Kep., Ns., M.Kep )


LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER LARING

1.1 Anatomi Fisiologi Laring


1.1.1 Anatomi Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan
terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak
dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu
terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan
makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi
dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih
menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga
Adam’s apple atau jakun (Ferryan, 2011).
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus
Laringeus yang berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal
dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan
trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh
otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah
anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di
sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus,
infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Batas-batas laring berupa sebelah
kranial terdapat Aditus Laringeus yang berhubungan dengan
Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago
krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior
dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding
dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia,
jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh
otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid.
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago
tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya.
Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang
ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan
mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. Secara keseluruhan
laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-otot
(Ballenger,2011).
Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak
suara dan terdiri atas:
a. Epiglotis daun katub kartilago yang menutupi ostium kea rah laring
selama menelan.
b. Glottis, ostium antara pita suara dalam laring.
c. Kartilago tiroid, kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari ini
membentuk jakun.
d. Kartilago trikoid, satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring
e. Kartilago aritenoid, digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid.
f. Pita Suara, ligament yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring.
1.1.2 Fisiologi Laring
Menurut Ferryan 2011, Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar
yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya
seperti terlihat pada uraian berikut :
1. Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling
kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang
konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara
dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik
dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut,
udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan
mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita
suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara
terbentuk :
a. Teori Myoelastik – Aerodinamik.
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan
secara tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian
tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis
(adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis.
Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari
proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang
subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan
otot sehingga celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka
dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian
posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang
pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah
terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan
berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling
mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan
aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara
yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada
dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke
posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis
meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali.
b. Teori Neuromuskular.
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan
bahwa awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls
dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-
otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke
laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis.
Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori
ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan
paralisis plika vokalis bilateral).
2. Fungsi Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan
adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis
tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat
adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui
serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya,
sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke
depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar
lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus
dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior
terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2

arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat

pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan

merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi


laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris,
sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan

menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan

pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.


4. Fungsi Sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan
dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada
venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi
dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal
ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor
dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls
dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring
dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.
5. Fungsi Fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal
agar tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengejan.
6. Fungsi Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring
pada saat berlangsungnya proses menelan, yaitu :
Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor
Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago
tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian
makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan
faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau
minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke
lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke
hiatus esofagus.
7. Fungsi Batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi
sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan
tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk
mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau
membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada
mukosa laring.
8. Fungsi Ekspektorasi
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi
kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.
9. Fungsi Emosi
Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi
laring, misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan
ketakutan.
1.2 Definisi Kanker Laring
Kanker laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara ( laring)
atau daerah lainnya di tenggorokan. Kanker laring bayak dijumpai pada usia
lanjut diatas 40 tahun (Alimul, 2010).
Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada sel skuamosa
laring. Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih
merupakan masalah, karena penanggulannnya mencakup berbagai segi
(Budiman Arif, 2013) .

Karisoma laring merupakan tumor ganas ketiga menurut jumlah tumor


ganas di bidang THT dan lebih banyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun
yang tersering adalah jenis karsinoma sel skuamosa (Ferryan 2011).
1.3 Etiologi Kanker Laring
Penyebab kanker laring sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok dan peminum alkohol
memiliki risiko tinggi terhadap kanker laring. Analisis internasional
menunjukkan kurang lebih 89% terjadinya kanker laring disebabkan dampak
kombinasi merokok dan konsumsi alkohol (Hasbie et al,2008). Beberapa
penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker laring
pada pekerja-pekerja yang terpapar asbes dan debu kayu (Rushton,2010).
Penyebab utama dari kanker laring tidak diketahui. Kanker laring
mewakili 1% dari semua kanker dan terjadi lebih sering pada pria, faktor-
faktor penyebabnya adalah
a. Tembakau
b. Alkohol dan efek kombinasinya
c. Ketegangan vocal
d. Laringitis kronis
e. Pemajanan industrial terhadap karsinogen
f. Defisiensi nutrisi (riboflavin) dan
g. Predisposisi keluarga (Erfransyah,2010).
Menurut Sheahan dkk, 2009 dalam penelitian Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tumor Ganas Laring oleh Dolly, Sukri mencantumkan
Karsinoma sel skuamosa laring merupakan hasil dari interaksi banyak banyak
faktor etiologi seperti konsumsi tembakau dan atau alkohol yang lama, bahan
karsinogen lingkungan, status sosial ekonomi, pekerjaan yang berbahaya,
faktor makanan dan kerentanan genetik (Dolly, 2015).
1.4 Klasifikasi Kanker Laring
Klasifikasi tumor ganas laring berdasarkan AJCC 2010, sebagai berikut :
1. Tumor Primer
a. Supraglotis
1) T1 : Tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan
pergerakan pita suara asli masih normal.
2) T2 : Tumor menginvasi > 1mukosa yang berdekatan dengan
supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (misalnya :
mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis)
tanpa fiksasi laring.
3) T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli
dan/atau menginvasi area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang
paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid.
4) T4a : Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan
yang jauh dari laring (misalnya ; trakea, muskulus ekstrinsik
profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)
5) T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis
atau stuktur mediastinum.
b. Glotis
1) T1 : Tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan
komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal.
2) T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara asli.
3) T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara asli.
4) T2 : Tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau
dengan gangguan pergerakan pita suara asli.
5) T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli
dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor
kartilago tiroid.
6) T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang
jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda
lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)
7) T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis
atau struktur mediastinum.
c. Subglotis
1) T1 : Tumor terbatas pada subglotis.
2) T2 : Tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang
normal atau terjadi gangguan.
3) T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli.
4) T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang
jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda
lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)
5) T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra sarung arteri karotis
atau struktur mediastinum.

Ada 4 tahap simpul utama kanker getah bening di laring, tetapi N2


dibagi menjadi N2a, N2b dan N2c. Poin penting di sini adalah apakah ada
kanker di salah satu node dan jika demikian, ukuran dari node dan yang sisi
leher antara lain sebagai berikut :

a. N0 berarti ada kelenjar getah bening tidak mengandung sel-sel kanker

b. N1 berarti ada sel-sel kanker dalam satu node getah bening pada sisi yang
sama dari leher sebagai kanker, tetapi node kurang dari 3cm
c. N2

1) N2a berarti ada kanker pada satu node getah bening pada sisi yang
sama dari leher dan itu adalah antara 3cm dan 6 cm
2) N2b berarti ada kanker di lebih dari satu node getah bening, tetapi
tidak ada lebih dari 6cm di seluruh. Semua node harus berada di sisi
yang sama dari leher sebagai kanker
3) N2c berarti ada kanker pada kelenjar getah bening di sisi lain dari leher
dari tumor, atau pada kelenjar di kedua sisi leher, tetapi tidak ada yang
lebih dari 6 cm
d. N3 berarti bahwa paling tidak satu kelenjar getah bening yang
mengandung kanker lebih besar dari 6 cm di

Terdapat pembagian Metasstasis jauh (M)

a. M0 : Tidak dijumpai metastasis jauh.


b. M1 : Dijumpai metastasis jauh.

Terdapat pembagian Staging (Stadium)

Staging (Stadium) Krakteristik


0 T1 N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
IV A T4a N0 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T4a N2 M0
IV B T4b Any N M0
Any T N3 M0
IV C Any T Any N M1
Sumber : AJCC 2010

1.5 Manifestasi Klinis Kanker Laring


Maniffestasi klinis yang biasanya muncul pada penderita kanker
laring antara lain sebagai berikut :
1. Kanker laring biasanya berasal dari pita suara, menyebabkan suara serak.
Seseorang yang mengalami serak selama lebih dari 2 minggu sebaiknya
segera memeriksakan diri.
2. Rasa tidak enak pada tenggorokan seperti ada yang tersangkut.
3. Kesulitan menelan.
4. Kadang sebuah benjolan di leher yang merupakan penyebaran kanker ke
kelenjar getah bening, muncul terlebih dulu sebelum gejala lainnya timbul.
5. Nyeri tenggorokan
6. Nyeri leher
7. Penurunan berat badan
8. Batuk
9. Batuk darah
10. Bunyi pernafasan yang abnormal. (strdor/ ngorok timbul saat tidur).
11. Sesak terjadi pada awal dan di area glotis
12. Nyeri dan rasa terbakar pada tenggorok ketika minum cairan panas dan jus
jeruk
13. Disfagia, dispnea, dan nafas bau
14. Pembesaran nodus servikal, debilitas umum dan nyeri yang menjalar ke
telinga dapat menandakan adanya metastasis (transfer penyakit dari satu
organ ke organ lain).

1.6 Patofisiologi
Kanker terjadi ketika sel-sel pada bagian tubuh kita mulai tumbuh
secara tidak normal atau diluar kendali. Ada banyak jenis kanker, tetapi
semuanya ada karena pertumbuhan yang tidak tekendali dari sel-sel yang
abnormal. Pertumbuhan sel kanker berbeda dengan pertumbuhan sel normal.
Bukannya mengalami kematian sel, sel-sel kanker terus tumbuh dan
mempunyai bentuk yang baru, sel-sel abnormal. sel kanker juga bisa
menginvasi jaringan lain, suatu proses yang tidak bisa dilakukan sel yang
normal. Tumbuh tidak terkendali dan menginvasi jaringan lain itulah yang
membuat sel normal menjadi sel kanker (American Cancer Society, 2014).
Sel-sel menjadi sel kanker dikarenakan kerusakan pada DNA. DNA
terdapat pada semua sel dan mempunyai peranan yang sangat penting. Pada
sel normal, ketika DNA mengalami kerusakan maka sel akan memperbaiki
kerusakan atau menjadi sel mati. Pada sel-sel kanker, DNA yang rusak tidak
diperbaiki dan juga tidak mati seperti seharusnya. Bahkan, sel ini terus
membuat sel-sel baru yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel yang baru ini akan
terus mengalami kerusakan DNA yang sama seperti yang terjadi pada sel
pertama yang rusak. Seseorang bisa mengalami kerusakan DNA, tetapi
kebanyakan kerusakan DNA disebabkan oleh kesalahan yang terjadi ketika sel
normal membelah atau oleh sesuatu yang ada di lingkungan. Terkadang
penyebab kerusakan DNA karena sesuatu yang jelas, seperti merokok. Tetapi
sering dikarenakan penyebab yang belum diketahui (American Cancer
Society, 2014).
Pada kebanyakan kasus sel-sel kanker, sel-sel kanker dapat
membentuk sel tumor. Sel kanker sering menyebar ke bagian lain dari tubuh,
dimana sel kanker mulai tumbuh dan membentuk tumor baru yang pindah ke
jaringan normal. Proses ini disebut metastsis. ini terjadi ketika sel-sel kanker
menyebar ke aliran darah atau pembuluh limfe pada tubuh kita. Tidak semua
tumor adalah sel-sel kanker. Tumor yang bukan sel-sel kanker disebut tumor
jinak. Tumor jinak bisa menyebabkan masalah karena dapat menekan organ-
organ sehat sekitarnya. Sel tumor tidak bisa tumbuh atau menginvasi jaringan
lain dan juga tidak bisa mengalami proses metastasis (American Cancer
Society, 2014).
1.7 Faktor – faktor Resiko Kanker Laring
Faktor risiko adalah segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu
penyakit, seperti kanker. Setiap kanker mempunyai faktor risiko yang
berbeda-beda. Beberapa faktor risiko seperti merokok dapat diubah. Lainnya,
seperti umur seseorang atau riwayat keluarga tidak dapat diubah. Menurut
American Cancer society, 2014 ada beberapa fakor risiko untuk terjadinya
kanker laring, yaitu : konsumsi alkohol, penggunaan tembakau, infeksi HPV,
sindrom genetik,paparan tempat kerja,jenis kelamin,umur,ras, penyakit
gastroesofageal reflux dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Konsumsi Alkohol
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konsumsi alkohol
meningkatkan risiko kanker rongga mulut, faring, dan laring . Baan et al,
menemukan bahwa minum 50 gram alkohol murni per hari dihubungkan
dengan 2-3 kali risiko lebih tinggi terkena kanker laring dibandingkan
dengan non-peminum.
2. Penggunaan Tembakau
Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko yang paling
penting untuk terjadinya kanker leher dan kepala (temasuk kanker laring
dan hypofaring). Risiko untuk terjadinya kanker ini jauh lebih tinggi pada
perokok dibandingkan dengan non-perokok. Kebanyakan penderita kanker
laring mempunyai riwayat merokok atau paparan tembakau dengan cara
lain.
3. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
Human Papilloma Virus (HPV) ditemukan pada banyak lesi di
regio kepala dan leher, termasuk pada karsinoma sel skuamosa. HPV tipe
16 dan 18 diketahui sebagai risiko mayoritas untuk terjadinya kanker
serviks. ini diyakinkan karena protein virus E5 dan E6 yang mendegradasi
p53. Enzim ini berhubungan dengan integritas gen, proliferasi, dan
apoptosis yang mana sangat penting dalam mencegah kematian sel kanker.
Kekuatan untuk menggunakan informasi tentang HPV ini masih kurang
jelas pada kanker laring, karena banyaknya studi yang menggunakan
teknik yang berbeda-beda dan hasil sensitivitas dan spesifitas yang
beragam. Almadori et al mengungkapkan bahwa sepertiga dari tumor
laring ditemukan adanya DNA HPV, tetapi Ha dan Califano berpendapat
bahwa HPV menpunyai mekanisme untuk memicu perkembangan tumor.
Clayman et al menemukan bahwa 24 diantara 57 spesimen dari kanker
laring merupakan pasien yang positif HPV. Studi mereka mengungkapkan
bahwa HPV bisa ditemukan pada tumor yang mengalami kelainan biologis
dengan prognosis yang buruk.
4. Paparan pada Tempat Industri
Lama terpapar oleh debu kayu, uap cat, dan zat kimia tertentu yang
digunakan pada industri metal, minyak, plastik, dan textil juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker laring.
5. Jenis Kelamin
Kanker laring dan hipofaring lebih sering terjadi pada pria 4 kali
lebih sering dibandingkan dengan wanita. Ini dikarenakan faktor risiko
utama, merokok dan konsumsi alkohol, yang sering pada pria. Tetapi pada
tahun-tahun terakhir, kebiasaan ini sering dijumpai pada wanita, tentunya
risiko untuk terjadinya kanker laring meningkat.
6. Usia
Terjadinya kanker laring melalui proses bertahun-tahun, jadi
kanker laring jarang ditemukan pada orang-orang muda. Lebih dari
setengah pasien dengan kanker laring berumur 65 atau lebih ketika kanker
pertama kali didiagnosis.
7. Ras atau Suku
Kanker laring lebih sering ditemukan pada ras Amerika-Afrika dan
orang kulit putih dibandingkan dengan ras Asia dan Latin (American
Cancer Society, 2014). Insidens terjadinya kanker laring dua kali lebih
tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih di
Amerika.
8. Gatroesophageal Reflux Disease (GERD)
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah naiknya asam
lambung ke esofagus. GERD dapat menyebabkan heartburn dan
meningkatkan terjadinya kanker pada esofagus. Studi-studi sudah
dilakukan untuk melihat jika ini meningkatkan risiko kanker pada laring
(American Cancer Society, 2014). Koufman melaporkan bahwa 31 pasien
kanker laring, didokumentasikan 84% dijumpai reflux. Berbeda dengan
penelitian kebanyakan, hanya 58% pasien adalah perokok.
1.8 Pathway

Faktor risiko : Faktor lainnya Infeksi virus HPV (tipe 16, 18)

merokok dan alkohol paparan debu kayu dan Ebstein Bar

radioaktif, polusi udara, radiasi

Predileksi di korda vokalis.


Awalnya tumbuh jaringan
berupa papil-papil (papiloma)
kemudian terjadi perubahan maligna
Paparan zat karsinogenik yang berulang menjadi karsinoma verukosa

Terganggunya struktur sel DNA normal

Diferensiasi dan proliferasi abnormal pada sel skuamosa laring

Mutasi serta perubahan pada fungsi dan karakteristik sel


Apoptosis serta kematian sel.

Pro-onkogen akan terus meningkat sementara

tumor supressor gene menurun

KARSINOMA Penanganan 1
LARING Karsinoma Laring

Metastase proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik oklusi atau penyempitangangguan jalan nafas
pada supraglotik yang akan mengambil suply oksigen, darah celah glotik oleh massa tumor,
dan nutrien dari sel normal penumpukan kotoran
atau sekret maupun
Obstruksi pada pemecahan sumber plika vocal suara oleh fiksasi pita
lumen esofagus energi yang berlebihan tidak berkontraksi suara

Disfagia progresif Berkurangnya intake nutrisi mengganggu gerak maupun dispnea dan
untuk kebutuhan tubuh getaran kedua pita suara stridor

suara menjadi serak,


Kesulitan dalam Ketidakseimbangan nutrisi kualitas
kurang dari kebutuhan
menelan makanan tubuh
Suara menjadi
kasar
Gangguan Menelan Afonia
Ketidakefektifan
bersihan jalan
Hambatan napas
komunikasi verbal

komplikasi supurasi
tumor

menyerang kartilago tiroid


dan perikondrium

mendesak ujung-ujung saraf bebas


(free nerve ending)

pelepasan mediator kimia

pengeluaran bradikinin
dan sitokin

Merangsang saraf medula spinalis


ke thalamus & korteks serebri

Nyeri Kronis
Penanganan 1
Karsinoma Laring

Pembedahan Non Pembedahan

Laringektomi parsial Laringektomi total Radioterapi Kemoterapi

pengangkatan seluruh Membunuh sel- Obat-obat kemoterapi menghambat


Klien bernafas struktur laring mulai dari sel yang berpoliferasi sinteis DNA
batas atas (epiglotis dan os cepat sel kanker dan sel-sel
melalui stoma
hioid) sampai batas bawah yang aktif membelah
cincin trakea
Plika vokal suara
tidak berkontrasi kehilangan suara dan
Pada sel-sel di sumsum
sebuah lubang ( stoma ) Mukosa GI yang
tulang belakang yang aktif
trakeostomi yang permanen aktif membelah
Suara tidak keluar membelah juga dihambat
juga dihambat

Supresi sumsum
Klien tidak dapat Rendah diri dan malu tulang Mempengaruhi
mukosa lambung
berkomunikasi terhadap kondisi tubuhnya
dan penderita tidak dapat
secara verbal
Kerusakan/Gangguan bersuara atau berbicara
Produksi Produksi Produksi
Komunikasi Verbal trombosit
WBC RBC
Gangguan Citra Tubuh menurun menurun menurun
PK Leukopenia PK Anemia PK Mempengaruhi pusat mual
Trombositope muntah di hipotalamus
nia

Mempengaruhi
lambung untuk meningkatkan
produksi HCL

Mual
1.9 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah
cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan
cenderung makin lama makin berat. Pemeriksaan laring dapat dilakukan
dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau atau langsung
dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi
tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan
patologi anatomik. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain
pemeriksaan laboratorium darah, juga diperlukan pemeriksaan radiologik.
Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses
spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan
tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis
kelenjar getah bening leher. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada
pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (FK UI, 2007).
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laringoskop
Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor.

b. Foto thoraks

Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru.

c. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan
tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening
leher.

d. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik
yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
1.10 Komplikasi
Menurut Penelitian Karakteristik Penderita Karsinoma Laring
oleh Ismi dkk, 2013, menyebutkan bahwa komplikasi yang paling sering
terjadi pada penderita kanker laring adalah fitula baik yang faringokutan
maupun orokutan.
1.11 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan
tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya.
Ada 3 cara penaggulangan yang lazim dilakukan, yakni
pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasi daripadanya,
tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1dikirim untuk dilakukan
operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih
memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.
Jenis pembedahan adalah laringgektomia totalis ataupun parsial,
tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher
radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher. Di bagian THT
tindakan yang paling sering dilakukan laringektomia totalis, karena
beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan,
karena teknik sulit untuk menentukan batas tumor (Ferryan, 2011).
Menurut Yossi, 2010 pengobatan pada penderita kanker laring
sangat bervariasi sejalan dengan keluasan malignansi. Pengobatan pilihan
termasuk terapi radiasi dan pembedahan. Pemeriksaan gigi dilakukan
untuk menyingkirkan setiap penyakit mulut. Semua masalah yang
berkaitan dengan gigi diatasi, jika mungkin sebelum dilakukan
pembedahan. Jika pembedahan akan dilakukan, tim yang terdiri atas
multidisiplin ilmu mengevaluasi kebutuhan pasien dan keluarga untuk
mengembangkan suatu rencana keperawatan yang berhasil, tindakan yang
dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
2. Terapi Radiasi
Hasil yang sangat memuaskan dapat dicapai dengan terapi radiasi
pada pasien yang hanyamengalami 1 pita suara yang ssakit dan
normalnya dapat digerakan(bergerak saat fonasi), selain itu pasien ini
masih memiliki suara yang hampir normal. Beberapa
mungkinmengalami kondritis (inflamasi cartilage) atau stenosis. Terapi
radiasi juga dapat digunakan secara praoperatif untuk mengurangi
ukuran tumor.
3. Operasi : laringektomi
a) Laringektomi parsial (laringofisura-tirotomi)
Dilakukan pada kanker area glottis tahap dini ketika hanya
1 pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai kesembuhan
sangat tinggi. Dalam operasi ini 1 pita suara diangkat dan semua
struktur lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi
parau. Jalan nafas tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki
kesulitan menelan.
b) Laringektomi supraglotis ( horizontal )

Laringektomi supra glottis digunakan dalam


penatalaksanaan tumor supraglotis. Tulang  hyoid, glottis, dan pita
suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid dan trachea tetap
utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat
yang sakit. Selang trakheostomi dipasang dalam trachea sampai
jalan nafas glottis pulih. Selang trakheostomi ini biasanya diangkat
setelah beberapa hari dan stoma dibiarkan menutup. Nutrisi
diberikan melalui selang nasogastrik sampai terdapat penyembuhan
dan tidak ada lagi bahaya aspirasi.

Pascaoperatif, klien kemungkinan akan mengalami disfagia selama


2 minggu pertama.

Keuntungan utama dari operasi ini adalah bahwa suara akan


kembali pulih seperti biasa, masalah utama adalah kanker tersebut
akan kambuh. Karenanya pasien harus dengan sangat cermat
dipilih untuk menjalani tindakan ini.
c) Laringektomi hemivertikal

Laringektomi hemivertikal dilakukan jika tumor meluas


diluar pita suara, tetapi perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan
terbatas pada area subglotis.

Dalam prosedur ini kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis


tengah leher dan bagian pita suara(1 pita suara sejati 1 pita suara
palsu)dengan pertumbuhan tumor diangkat. Pasien akan
mempunyai selang trakheostomi dan selang nasogastrik setelah
operasi. Beberapa perubahan dapat terjadi pada kualitas suara
(sakit tenggorok) dan proyeksi. Jalan nafas dan fungsi menelan
tetap utuh. Pasien beresiko mengalami aspirasi pascaoperasi.

d) Laringektomi total

Laringektomi total dilakuukan ketika kanker meluas dipita


suara. Lebih jauh ketulang hyoid, epoglotis, kartilago krikoid, dan 2
atau 3 cincin trachea diangkat. Lidah, dinding faringela dan trachea
ditinggalkan. Banyak ahli bedah yang menganjurkan dilakukannya
diseksi leher pada sisi yang sama dengan lesi bahkan jika tidak
teraba nodus limpe sekalipun. Rasional untuk tindakan ini adalah
metastase kenodus limfe servikal sering terjadi.  Masalahnya akan
lebih rumit jika lesi mengenai struktur garis tengah atau kedua pita
suara.

Dengan atau tampa diseksi leher, laringektomi total


memerlukan stoma tracheal permanent. Stoma ini mencegah
aspirasi makanan dan cairan kedalam saluran pernafasan bawah,
karena laring yang memberikan perlindungan spingter tidak ada
lagi. Pasien tidak akan mempunyai suara lagi tetapi fungsi menelan
akan normal. Laringektomi total mengubah cara dimana aliran
udara digunakan untuk bernafas dan berbicara.
1.12 Konsep Asuhan Keperawatan
1) 1.12.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Biodata
Identitas klien (nama, umur, agama, suku bangsa,
golongan darah, tempat tinggal, jenis kelamin, pekerjaan).
Kanker laring terjadi pada semua jenis umur 30-79 tahun.
Penderita Kanker laring juga dipengaruhi oleh Jenis kelamin
Kanker laring dan hipofaring lebih sering terjadi pada pria 4
kali lebih sering dibandingkan dengan wanita. Ini
dikarenakan faktor risiko utama, merokok dan konsumsi
alkohol, yang sering pada pria. Tetapi pada tahun-tahun
terakhir, kebiasaan ini sering dijumpai pada wanita, tentunya
risiko untuk terjadinya kanker laring meningkat.
b. Keluhan utama
Pada penderita kanker laring memiliki keluhan utama
adanya dyspneu, sakit menelan dan suara serak.
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Terjadinya kanker laring paling banyak terjadi karena


kerusakan pada DNA. DNA terdapat pada semua sel dan
mempunyai peranan yang sangat penting. Pada sel normal,
ketika DNA mengalami kerusakan maka sel akan
memperbaiki kerusakan atau menjadi sel mati. Pada sel-sel
kanker, DNA yang rusak tidak diperbaiki dan juga tidak
mati seperti seharusnya. Bahkan, sel ini terus membuat sel-
sel baru yang tidak dibutuhkan tubuh. Disertai dengan tanda
adanya Nyeri tenggorokan, sulit menelan, suara serak,
hemoptisis dan batuk, sesak nafas
. Dalam pengkajian yang digunakan untuk memperoleh data
rasa nyeri yang lengkap, perawat dapat menggunakan
PQRST :
2) Provoking incident : nyeri biasanya muncul secara
tiba – tiba.
3) Quality of pain : nyeri yang dirasakan pasien, seperti
terbakar, tertusuk -tusuk.
4) Severity (scale) of pain : skala nyeri yang dirasakan
pasien mulai dari 1 – 10. Semakin besar nilainya
maka semakin besar rasa nyeri.
5) Region : nyeri terjadi pada daerah tenggorokan
6) Time : nyeri akan terasa hilang timbul (intermiten)
dan memiliki durasi sekitar kurang dari 6 bulan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji
apakah pasien memiliki riwayat merokok dan aktifitas yang
berhubungan dengan suara. Apabila pernah maka pasien
mempunyai resiko dalam hal ini. Selain itu apakah pasien
memiliki riwayat penyakit Tb, Hipertensi, dan DM. Jika
pasien memiliki DM membuat proses penyembuhan menjadi
lama.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga yang
merupakan keturunan dari keluarga adalah faktor adanya
penyakit sejenis, diabetes yang menurun kepada keturunan
dan kanker yang diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Pada pengkajian riwayat psikososial merupakan
respon dari perasaan klien tentang penyakit yang
dideritanya. Serta pada riwayat psikososial ini juga dikaji
dengan peran pasien terhadap keluarga dan masyarakat yang
berpengaruh terhadap peran pasien di masyarakat.
g. Pola Nutrisi
Pada pasien kanker laring terjadinya penurunan nafsu
makan, karena penderita biasanya merasakan mual yang
disebabkan oleh difagisa progresif, serta terjadi nyeri telan,
kesukaran menelan. Makanan yang diberikan pada pasien ini
tetap tetapi dengan menu yang sesuai dengan dianjurkan ahli
gizi.
h. Pola Eliminasi
Dalam melakukan eliminasi pasien bisa melakukan
secara mandiri.
i. Pola Aktivitas dan Latihan
Dalam melakukan aktivitasnya pasien bisa melakukan
secara mandiri..
b. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien adalah keadaan pasien saat
dikaji. Dalam keadaan umum yang harus dicatat adalah
kesadaran pasien (compos mentis, somnolen, stupor dan
koma). Dalam hal ini dipengaruhi ringan, sedang dan
beratnya terjadinya kanker laring. Tanda tanda vital dalam
kasus ini tidak normal karena dipengarui oleh tidak
normalnya pada gangguan lokal berupa fungsi dan bentuk
dari sel DNA yang membelah diri secara progressif.
b. Pemeriksaan Kepala

Inspeksi : Lihat bentuk kepala klien, keadaaan kulit


kepala, rambut dengan penyebaran yang merata
atau tidak, warna rambut, bau rambut, ada
tidaknya lesi dan benjolan, muka kaku
menahan nyeri.
Palpasi : Bentuk ubun ubun, menentukan adanya
benjolan, hydrocepalus atau tidak, keadaan
rambut lengket dan mudah rontok atau tidak.
c. Pemeriksaan Mata

Inspeksi : Kesimetrisan dan kelengkapan pada mata,


posisi mata. Adanya enoftalamus, eksoftalmus,
strabismus. Apakah terdapat edema,
peradangan atau lesi, benjolan, ptosis pada
kelopak mata. Pada konjungtiva diperiksa
dengan menarik kelopak mata ke bawah dan
meminta klien melihat keatas. Konjungtiva
memikili warna misalnya anemis, ikterik,
kemerahan (infeksi). Amati bentuk dan reflek
pada pupil. Pupil normal dengan bentuk bulat,
isokor, bila terkena cahaya pupil akan mengecil
jika terkena cahaya yang disebabkan refleksi
cahaya. Jika pupil tidak memiliki reflek maka
adanya kerusakan pada saraf ketiga dan
menandakan pasien sudah meninggal. Amati
kornea adakah peradangan atau tidak. Amati
gerak bola mata.
Palpasi : Kaji tekanan Intra okuler.
d. Hidung

Inspeksi : Amati kesimetrisan tulang hidung, ada


tidaknya polip maupun lesi. Amati Tidak
adanya pernapasan dengan menggunakan
cuping hidung. Pada dalam hidung ada
tidaknya sekret yang menyumbat pernafasan.
Amati juga keadaan rambut hidung.
Palpasi : Kaji untuk merasakan ada atau tidak adanya
benjolan dan nyeri tekan pada hidung.
e. Telinga

Inspeksi : Periksa bentuk telinga, sejajar atau tidak.


Ukuran telinga, besar atau kecil. Keadaan daun
telinga. Keadaan lubang telinga apakah bersih
dari kotoran. Terdapat atau tidaknya lesi dan
benjolan pada telinga.
Palpasi : Palpasi pada telinga untuk menemukan ada
tidaknya edema atau nyeri tekan pada telinga.
f. Mulut

Inspeksi : Keadaan bibir klien (cyanosis, kering, ada lesi,


adanya sumbing). Kebersihan mulut pada
penderita ini biasanya kurang. Periksa keadaan
gigi apakah ada karies atau tidak. Pada gigi
apakah juga terdapat karang gigi. Ada tidaknya
sumber pendarahan di mulut. Posisi bibir,
mulut apakah simetris.
Palpasi : Lakukan palpasi pada bagian mulut untuk
menentukan apakah ada benjolan atau nyeri
tekan.
g. Laring

Inspeksi : Kaji keadaan bau nafas. Ada atau tidaknya


peradangan dan luka pada faring. Perhatikan
uvula apakah simetris. Perhatikan selaput
lendir. Pada suara adakah perubahan biasanya
pada pederita ini mengalami batuk, stridor,
dyspneu,dan kaji Adakah penyumbatan oleh
benda asing.
h. Leher

Inspeksi : Kaji posisi leher simetris atau tidak. Adakah


peradangan, lesi, dan kelainan pada leher.

Palpasi : Lakukan palpasi untuk menentukan adanya


pembesaran pada kelenjar tiroid,
pembendungan vena jugularis dan kuat
lemahnya denyut nadi karotis.
Biasanya pada penderita ini terdapat benjolan
pada leher.
i. Payudara dan Ketiak

Inspeksi : Amati ada tidaknya kelainan pada ukuran


payudarah, bentuk dan posisi payudarah,
terjadi perubahan atau tidak pada areola dan
payudara, adakah pembesaran kelenjar limfe
pada ketiak, amati kebersihan ketiak atau
adanya perubahan pada ketiak.
Palpasi : Lakukan palpasi untuk menentukan adanya
benjolan, nyeri tekan, atau tidak. Lalu tekan
bagian puting untuk melihat keluar atau
tidaknya secret dari puting.

j. Paru

Inspeksi : Amati bentuk thoraks apakah ada kelainan.


Amati pernafasan pasien. Masih ada
tidaknya batuk.
Palpasi : Kaji apakah adanya nyeri tekan dan
benjolan pada dada. Penilaian vocal fremitus
dan taktil fremitus. Dengan meminta pasien
untuk mengatakan “ Tujuh Puluh Tujuh”
Perkusi : Perkusi normal suara sonor.
Auskultasi : Suara pasien jika didengarkan dengan
stetoskop suara vesikuler normalnya.

k. Jantung

Inspeksi dan Amati ada tidaknya pulsasi, amati adanya


Palpasi ictus cordis ( adanya denyutan dinding
toraks karena pukulan venrtike kiri)
normalnya ICS V berada pada linea
midclavicula kiri selebar 1 cm
Perkusi : Menentukan batas jantung, suara pekak.
Auskultasi : Suara BJ 1 Lup Bj 2 Dup. Tidak ada bunyi
tambahan.
l. Abdomen

Inspeksi : Amati bentuk abdomen simetris, tidak ada


lesi maupun benjolan. Terdapatnya
pembuluh darah vena..
Auskultasi : Peristaltik usus sekitar 5 -35 per menit.
Berbunyi keras borborygmi.
Perkusi : Suara timpani
Palpasi : Tidak ada pembesaran pada abdomen, tidak
adanya nyeri tekan. Tidak adanya distensi.

m. Genetalia dan Anus

Inspeksi : Rambut bersih. Tidak ada lesi maupun


peradangan. Lubang uretra tidak menyempit.
Terdapat lubang anus.
Palpasi : Tidak adanya benjolan. Terabanya arteri
femoralis.
n. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Ekstremitas Atas

Inspeksi : Kekuatan otot memiliki nilai 5. Otot simetris.


Tidak ada edema maupun lesi.
Palpasi : Tidak adanya oedema. Tidak ada nyeri tekan.

2) ekstremitas Bawah

Inspeksi : Memiliki nilai otot 5. Terdapat luka insisi


pembedahan pada bagian femur. Tidak adanya
edema.
Palpasi : Tidak ada odema tidak ada nyeri tekan.
o. Pemeriksaan Kulit
1) Kulit
Kulit berwarna merah. Lembab. Memiliki suhu hangat.
Dengan tekstur halus. Turgor kulit kurang dari 3 detik.
2) Kuku
Kuku berwarna merah. Bentuk kuku normal. CRT
kurang dari 2 detik.
p. Pemeriksaan Persyarafan
1) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadarannya adalah composmentis.
2) Syaraf Kranial
a. Nervus Olfaktorius
Pasien dapat mencium bau
b. Nervus optikus
Pasien dapat melihat pada jarak 6 meter
c. Nervus Okulomotorius
Pupil mengecil ketika diberikan cahaya
d. Nervus Trochlearis
Gerakan bola mata baik
e. Nervus Trigerminus
Pasien dapat merasakan sensasi yang diberikan
f. Nervus Abdusen
Mata dapat bergerak ke samping
g. Nervus Facialis
Pasien dapat mengangkat alis, tersenyum,
mengerutkan dahi dan merasakan pada lidah
h. Nervus Auditorius
Pasien dapat mendengar dengan baik, dapat berdiri
dengan seimbang
i. Nervus Glossopharyngeus
Uvula berada di tengah. Pasien terdapat kesulitan
dalam menelan
j. Nervus Vagus
suara pasien biasanya serak
k. Nervus Accessorius
Pasien padat menggerakan leher. Dapat melawan
tahanan ketika menengok, dan dapat mengangkat
bahu
l. Nervus Hypoglosus
Keadaan lidah simetris. Berada di tengah ( Helmi,
2012).
1) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu proses pernyataan yang


menjelaskan tentang respon manusia. Dalam diagnosa keperawatan
pernyataan dipengaruhi oleh status kesehatan manusia atau resiko
perubahan pola dari individu atau kelompok sehingga perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara aktual (caranito, 2000 dalam Nursalam, 2011 :
59).
Menurut Nanda (2015) dalam buku Nurarif dan Kusuma diagnosa
keperawatan pada pasien kanker laring adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
pengangkatan sebagian atau seluruh glotis, gangguan
kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi
banyak dan kental.
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit
anatomi (pengangkatan batang suara) dan hambatan fisik
(selang trakeostomi).
3. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, pembengkakan
jaringan,adanya selang nasogastrik atau orogastrik.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan jenis masukan makanan sementara atau
permanen, gangguan mekanisme umpan balik keinginan
makan, rasa, dan bau karena perubahan pembedahan atau
struktur, radiasi atau kemoterapi.
5. Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan
suara,perubahan anatomi wajah dan leher.
2) Intervensi
Intervensi adalah susunan berbagai rencana keperawatan
dalam proses keperawatan yang digunakan sebagai kelanjutan
rencana tindakan keperawatan yang berfungsi untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah – masalah pasien.
Perencanaan adalah salah satu proses keperawatan yang
merupakan langkah ketiga dalam melakukan tindakan
keperawatan. Dalam proses keperawatan dibutuhkan pengetahuan,
keterampilan, kesabaran, nilai kepercayaan. Dalam proses
keperawatan terdapat batasan praktik keperawatan, peran dari
tenaga kesehatan lainya yang digunakan untuk mengatasi masalah
keperawatan. Sehingga pengambilan keputusan tujuan yang baik
maka perawat dapat berkerja sama dengan tenaga kesehatan lainya
(Setiadi, 2012 : 45).

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Ketidakefektifan NOC NIC
bersih jalan napas 1. Respiratory status : Airways
Definisi : Ventilation suction
ketidakmampuan untuk 2. Respiratory status : 1. Pastikan
membersihkan sekresi airways patency kebutuhan
atau obstruksi dari Kriteria Hasil : oral /
saluran pernafasan 1. Mendemonstrasikan tracheal
untuk mempertahankan batuk efektif dan suctioning
kebersihan jalan nafas. suara nafas yang 2. Auskultasi
Batasan Karakteristik: bersih, tidak ada suara nafas
1. Tidak ada batuk sianosis dan dyspneu sebelum dan
2. Suara napas (mampu sesudah
tambahan mengeluarkan suctioning
3. Perubahan frekwensi sputum, mampu 3. Informasika
napas bernafas dengan n kepada
4. Sianosis mudah, tidak ada klien dan
5. Kesulitan berbicara pursed lips) keluarga
atau mengeluarkan 2. Menunjukkan jalan tentang
suara nafas yang paten suctioning
6. Penurunan bunyi ( klien tidak merasa 4. Minta klien
napas tercekik, irama nafas, nafas dalam
7. Dispneu frekuensi pernafasan sebelum
8. Sputum dalam dalam rentang suction
jumlah yang normal, tidak ada dilakukan
berlebihan suara nafas abnormal) 5. Berikan O2
9. Batuk yang tidak 3. Mampu dengan
efektif mengidentifikasikan menggunaka
10. Orthopneu dan mencegah factor n nasal
11. Gelisah yang dapat untuk
12. Mata terbuka lebar menghambat jalan memfasilitas
Factor-faktor yang nafas i suksion
berhubungan : nasotrakeal
1. Lingkungan : 6. Gunakan alat
a. Perokok pasif yang steril
b. Mengisap asap setiap
c. merokok melakukan
2. Obstruksi jalan nafas tindakan
: 7. Anjurkan
a. Spasme jalan pasien untuk
nafas istirahat dan
b. Mokus dalam napas dalam
jumlah setelah
berlebihan kateter
c. Eksudat dalam dikeluarkan
jalan alveoli dari
d. Materi asing nasotrakeal
dalam jalan 8. Monitor
napas status
e. Adanya jalan oksigen
napas buatan pasien
f. Sekresi 9. Ajarkan
bertahan / sisi keluarga
sekresi bagaimana
g. Sekresi dalam cara
bronki melakukan
3. Fisiologis : suktion
a. Jalan napas 10. Hentika
alergik n suktion
b. Asma dan berikan
c. Penyakit paru oksigen
obstruktif kronik apabila
d. Hiperplasi pasien
dinding menunjukka
bronkhial n bradikardi,
e. Infeksi peningkatan
f. Disfungsi saturasi O2
neuromuskular dll.
Airway
Management
1. Buka jalan
nafas,
gunakan
teknik
chinlift atau
jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan
pasien
untuk
memaksima
lkan
ventilasi
3. Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan
alat jalan
nafas
buatan
4. Pasang
mayo bila
perlu
5. Lakukan
fisioterapi
dada jika
perlu
6. Keluarkan
secret
dengan
batuk atau
suction
7. Auskultasi
suara nafas,
catat
adanya
suara
tambahan
8. Lakukan
suction
pada mayo
9. Berikan
bronkodilat
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Nyeri Akut b/d 1. Pain level Pain Management
diskontinuitas 1. Lakukan pengkajian
2. Pain control
jaringan nyeri secara
3. Comfort level komprehensif
Definisi: pengalaman termasukor bila lokasi,
perlu
sensorik dan emosional karakteristik, durasi,
yang tidak Kriteria hasil: 10. Berikan
frekuensi, kualitas
menyenangkan yang dan faktor presipitasi
pelembab
1. Mampu
muncul akibat 2. Observasi reaksi
mengontrol nyeri udara kassa
kerusakan jaringan nonverbal dari
(tahu penyebab
yang aktual atau ketidaknyamanan
basah NaCl
nyeri, mampu
potensial atau 3. Gunakan teknik
mengunakan Lembab
digambarkan dalam hal komunikasi
teknik
kerusakan sedemikian terapeutik untuk
11. Atur intake
nonfarmakologi
rupa (International mengetahui
untuk mengurangi untuk nyeri
Association for the pengalaman
nyeri ,mencari
study of Pain):awitan pasien cairan
bantuan)
yang tiba-tiba atau 4. Kaji kultur yang
2. Melaporkan mengoptim
lambat dari intensitas mempengaruhi
bahwa nyeri
ringan hinga berat respon nyeri
alkan
berkurang dengan
dengan akhir yang 5. Evaluasi pengalaman
menggunakan keseimbang
dapat di antisipasi atau nyeri masa lampau
manajemen nyeri
di prediksi dan 6. Evaluasian bersama
3. Mampu
berlangsung < 6 bulan. pasien dan tim
mengenali 12. Monitor lain
kesehatan
nyeri(skala,
tentang respirasi
Batasan karakteristik: intensitas,
ketidakefektifan
frekuensi, dan
1. Perubahan selera kontrol dan
nyeri status
masa
tanda nyeri)
makan lampau O2
4. Menyatakan rasa
2. Perubahan tekanan 7. Bantu pasien dan
nyaman setelah
darah keluarga untuk
nyeri berkurang
3. Perubahan mencari dan
frekuwensi jantung menemukan
4. Perubahan dukungan
frekuwensi 8. Kontrol lingkungan
pernafasan yang dapat
5. Laporan isyarat mempengaruhi nyeri
6. Diaforesis seperti suhu
7. Perilaku distraksi ruangan ,
(misal, berjalan pencahayaan, dan
mondar mandir kebisingan
mencari orang lain 9. Kurangi faktor
dan atau aktifitas presipitasi nyeri
lain , aktfitas yang 10. Pilih dan lakukan
berulang) penanganan nyeri
8. Mengekspresikan (farmakologi, non
perilaku (misal, farmakologi dan
gelisah, merengek, interpersonal)
menangis) 11. Kaji tipe dan sumber
9. Masker wajah nyeri untuk
(misal, mata kurang menentukan
bercahaya, tampak intervensi
kacau, gerakan 12. Ajarkan tentang
mata berpencar atau teknik non
tetap pada satu farmakologi
fokus meringis) 13. Berikan analgetik
10. Sikap melindungi untuk mengurangi
area nyeri nyeri
11. Fokus menyempit 14. Evaluasi keefektifan
No Tujuan dan
Diagnosa keperawatan Intervensi
. kriteria hasil
3. Keseimbangan nutrisi kurang NOC NIC
dari kebutuhan 1. Nutritional status Nutrition
: management
Definisi : asupan nutrisi tidak 2. Nutritional status 1. Kaji adanya
cukup untuk memenuhi : food and fluid alergi makanan
kebutuhan metabolik intake 2. Kolaborasi
3. Untritional dengan ahli gizi
Batasan karakteristik : status : untrient untuk
1. Kram abdomen intake menentukan
2. Nyeri abdomen 4. Weight control jumlah kalori
3. Menghindari makanan dan nutrisi yang
4. Berat badan 20% atau Kriteria Hasil : dibutuhkan
lebih dibawah berat 1. Adanya pasien
badan ideal peningkatan 3. Anjurkan
5. Kerapuhan kapiler berat badan pasien untuk
6. Diare sesuai dengan meningkatkan
7. Kehilangan rambut tujuan intake Fe
berlebihan 2. Berat bada 4. Anjurkan
8. Bising usus hiperaktiv ideal sesuai pasien untuk
9. Kurang makanan dengan tinggi meningkatkan
10. Kurang informasi badan protein dan
11. Kurang minat pada 3. Mampu vitamin C
makanan mengidentifika 5. Berikan
12. Penurunan berat badan si kebutuhan substansi gula
dengan asupan makanan nutrisi 6. Yakinkan diet
adekuat 4. Tidak ada yang dimakan
13. Keslahan konsepsi tanda-tanda mengandung
14. Kesalahan informasi malnutrisi tinggi serat
15. Membran mukosa pucat 5. Menunjukkan untuk
16. Ketidakmampuan peningkatan mencegah
memakan makanan fungsi konstipasi
17. Tonus otot menurun pengecapan 7. Berikan makan
18. Mengeluh gangguan dan menelan yang terpilih
sensasi rasa 6. Tidak terjadi (sudah
19. Mengeluh asupan makan penurunan dikonsultasikan
kurang dari RDA berat badan dengan ahli
20. Cepat kenyang setelah yang berarti gizi)
makan 8. Ajarkan pasien
21. Sariawan rongga mulut bagaimana
22. Steatorea membuat
23. Kelemahan otot catatan
mengunyah makanan harian
24. Kelemahan otot untuk 9. Monitor jumlah
menelan nutrisi dan
25. Faktor-faktor yang kandungan
berhubungan : kalori
26. Faktor biologis 10. Berikan
27. Faktor ekonomi informasi
28. Ketidakmampuan untuk tentang
mengabsorbsi nutrien kebutuhan
29. Ketidakmampuan untuk nutrisi
mencerna makanan 11. Kaji
30. Ketidakmampuan kemampuan
menelan makanan pasien untuk
31. Faktor psikologis mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
12. Nutrition
monitoring
13. BB pasien
dalam batas
normal
14. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
15. Monitor
tipe dan jumlah
aktivitas yang
biasa dilakukan
16. Monitor
interaksi anak
atau orang tua
selama makan
17. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
18. Monitor
kulit kering dan
perubahan
pigmentasi
19. Monitor
turgor kulit
20. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
21. Monitor
mual dan
muntah
22. Monitor
kada albumin,
total protein,
Hb, dan kadar
Ht
23. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
24. Monitor
pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjunctiva
25. Monitor
kalori dan
intake nutrisi
26. Catat
adanya edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral
27. Catat jika
lidah berwarna
magenta,
scarlet
DAFTAR PUSTAKA

AJCC, Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and
Neck Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2010: 724-736,
747, 755-760.
Ballenger,2011. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear, head
and neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger
Ferryan, S .2011. Embriologi, Anatomi, Fisiologi dan Fisiologi Laring.
Universitas Sumatra Utara

Herdman, T. Heather & Shigerni Kamitsuru. 2018. Nanda-I Diagnosis


Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11. Jakarta : EGC.

Herdman, T.H & Kamitsuru, 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2018-2019. Jakarta: EGC

Irfandi Dolly, Sukri Rahman. 2015. Laporan Kasus Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tumor Ganas Laring. http://hurnal .fk.unand.ac.id
diakses pada tanggal 06 Maret 2020 pukul 20.00 WIB

Ismi C, Agung D, dkk. 2013. Karakteristik Penderita Karsinoma Laring di


Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala
Leher Rumah Sakit dr Hasan Sadikin Bandung Periode 2013-2015.

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekataan Praktis


Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika

Sheahan P, Ganly I, Evans PHR, Patel SG. Tumors of the larynx. In: Montgomery
PQ, Evans PHR, Gullane PJ, editors. Principles and practice of head and
neck surgery and oncology. Florida: Informa health care;. 2009. p. 257-90.

Anda mungkin juga menyukai