Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN NEFROTIK


SYNDROM
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen :
Ibu Widya,S.Kp

Disusun Oleh :
Arin Siti Nurhalifah AKX18003
Deden Supardinar AKX18006
Elsa Julia Putri AKX18010
Karina Putri Juaningsih AKX18013
Marina Rizky Fauziah AKX18016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN UMUM


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin, kuasa dan perlindungan-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Nefrotik Syndrom”.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang
diberikan kepada kami. Agar kami dapat mengetahui serta memahami cara menyusun makalah
dengan benar dan agar dapat mengembangkan ilmu yang telah kami peroleh.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu kami mohon saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan makalah ini .

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen Pembimbing
Keperawatan Anak yaitu Ibu Widya,S.Kp Selaku dosen yang memberikan tugas ini juga yang
telah memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat makalah ini dan semua bentuk
bimbingan serta pengajarannya yang kami terima dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

Sumedang, 07 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI...................................................................................................................................3
A. Definisi............................................................................................................................................3
B. Anatomi Fisiologi...........................................................................................................................3
C. Etiologi............................................................................................................................................7
D. Tanda dan gejala...........................................................................................................................8
E. Klasifikasi.......................................................................................................................................9
F. Patofisiologi..................................................................................................................................10
G. Pemeriksaan diagnostik...............................................................................................................12
H. Penatalaksanaan..........................................................................................................................12
I. Komplikasi...................................................................................................................................16
BAB III.....................................................................................................................................................17
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................17
A. Pengkajian....................................................................................................................................17
B. Diagnosa keperawatan................................................................................................................20
C. Intervensi keperawatan...............................................................................................................21
BAB IV.....................................................................................................................................................23
PENUTUP................................................................................................................................................23
A. Kesimpulan..................................................................................................................................23
B. Saran.............................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan
uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta
elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari
dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini
diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan
untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di
ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem
perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan
degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai
lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam
sedimen urin pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan
terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik
(SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu
keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia
anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang
menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien,
didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun
sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan
rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per
100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam

1
kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per
tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik
pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
tentang bagaimana “Asuhan Keperawatan Pada An. A (6 tahun ) Yang Mengalami
sindrom nefrotik”

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah mengetahui konsep dasar penyakit dan
secara kasus tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik

C. Tujuan
a. Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom nefrotik
b. Tujuan khusus
Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, patofisiologi,
penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan dengan sindrom nefrotik meliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi

2
BAB II

TINJAUAN TEORI
Konsep dasar penyakit
A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria
masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada
anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental
akibat proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia
(Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan
lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma
protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus.
(dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan
laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan
inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan
pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah
yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit
glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik
dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (sylvia A. Price. 2005)

B. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal

3
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki
sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan
dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat
kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di
bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal
terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.

Lapisan ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus
berwarna ungu tua.lapisan ginjal terbagi atas :
o Lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
o Lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

Unit fungsional ginjal


Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu
juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air
dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut
urin.

4
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan
Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung
gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman.
Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus
memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan
dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan
tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan
filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob
Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran
lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak
mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk
menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air
(97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui
osmosis.Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang
terdiri dari:Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin.

Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi
oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
2. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik
intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan
tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2

5
(luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan
tubuh anak.
3. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang
ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120
ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang
diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
o 1-2 hari : 30-60 ml
o 3-10 hari : 100-300 ml
o 10hari-2 bulan : 250-450 ml
o 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
o 1-3 tahun : 500-600 ml
o 3-5 tahun : 600-700 ml
o 5-8 tahun : 650-800 ml
o 8-14 tahun : 800-1400 ml
4. Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi
yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi
adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan
elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat),
H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.

5. Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb
itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
6. Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi
Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
7. Duktus koligentis
6
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus
koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik,
Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, terbagi menjadi :
o Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
o Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
o Glomerulonefritis proliferatif

7
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial
dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang
menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat
prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, Dengan bulan
sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel
sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
o Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
o Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.

Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012 adalah:


1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
o Glomerulonefritis
o Nefrotik sindrom perubahan minimal
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
o Diabetes mellitus
o Sistema lupus eritematosus
o Amyloidosis

D. Tanda dan gejala


Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari,
dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan
efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada
kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
o Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak
keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri

8
terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-
angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
o Pucat
o Hematuri
o Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
o Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
o Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
o Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
o Hipoalbuminemia < 30 gr/l
o Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
o Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
o Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
o Klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
o Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
o Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

E. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan
mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital

9
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

F. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom
perubahan minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler,
Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom
nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati
mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi
hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi
volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan
edema lebih lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis
lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik
yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang
anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang

10
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang
diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis.
(Husein A Latas, 2002).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein
serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein
plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000). 
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-

11
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.

G. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis,
pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi
saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin
meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya
meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi
seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum :
protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida
meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino
essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama
dengan 220 mg/dl).

Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,


hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

12
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum
kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).

H. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi.
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
o Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari
makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
o Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari)
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis
metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
o Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
o Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon,
furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti
spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
o Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

13
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama
4 minggu.
c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg,
10 mg sampai akhirnya dihentikan.
o Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal
jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
o Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum
tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat
hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk
mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup
banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-
3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan
memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari,
dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi
garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan
untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah
natrium.
o Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek
samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5
mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat
dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek

14
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus
peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan
berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ).
Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit.
Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha
memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan
yang timbul
b. Penatalaksanaan Keperawatan
o Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa
harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit
(bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan
lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
o Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat
badan harian.
o Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
o Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
o Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.

15
o Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
o Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
o Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit
ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi
dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan
frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan
di rumahn sakit.
o Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya
pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

I. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan
untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.

16
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas
dan trombosis arteri serebral

BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas klien:
o Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak
lahir.
o Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan
ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak
pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
o Agama
o Suku/bangsa
o Status
o Pendidikan
o Pekerjaan

17
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan
klien.
c. Riwayat Kesehatan
o Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites).
o Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal
berikut:
 Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
 Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah
 Kaji adanya anoreksia pada klien
 Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
o Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
 Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
 Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
 Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat
o Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
o Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
o Pola eliminasi: diare, oliguria.
o Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
o Pola istirahat tidur: susah tidur
o Pola mekanisme koping : cemas, maladaptive

18
o Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
 Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
 Kesadaran: biasanya compos mentis
 TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
2. Pemeriksaan sistem tubuh
o B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan
respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
o B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan
beban volume .
o B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
o B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
o B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
o B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin.
Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.

19
B. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi
sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

20
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Kelebihan Tujuan : pasien tidak a.       Kaji masukan yang relatif terhadap a.       perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
volume cairan menunjukkan bukti-bukti keluaran secara akurat. kebutuhan penggantian cairan dan
b.d kehilangan akumulasi cairan (pasien b.      Timbang berat badan setiap hari (ataui penurunan resiko kelebihan cairan.
protein mendapatkan volume cairan lebih sering jika diindikasikan). b.      Mengkaji retensi cairan
sekunder yang tepat) c.       Kaji perubahan edema : ukur lingkar c.       Untuk mengkaji ascites dan karena
terhadap abdomen pada umbilicus serta pantau merupakan sisi umum edema.
peningkatan edema sekitar mata. d.      Agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah
permiabilitas Kriteria hasil: d.      Atur masukan cairan dengan cermat. yang dibutuhkan
glomerulus.        Penurunan edema, ascites e.      Pantau infus intra vena e.      Untuk mempertahankan masukan yang
       Kadar protein darah meningkatf.        Kolaborasi : Berikan kortikosteroid sesuai diresepkan
       Output urine adekuat 600 – ketentuan. f.        Untuk menurunkan ekskresi proteinuria
700 ml/hari g.       Berikan diuretik bila diinstruksikan. g.       Untuk memberikan penghilangan sementara
       Tekanan darah dan nadi dalam dari edema.
batas normal.
Ketidakseimban Tujuan : Dalam waktu 2x24 a.       Catat intake dan output makanan secara a.       Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
gan nutrisi jam kebutuhan nutrisi akan akurat b.      Gangguan nuirisi dapat terjadi secara
kuruang dari terpenuhi b.      Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, perlahan. Diare sebagai reaksi edema
kebutuhan b.d diare. intestinalMencegah status nutrisi menjadi
malnutrisi Kriteria Hasil : c.       Pastikan anak mendapat makanan dengan lebih buruk.
sekunder          Napsu makan baik diet yang cukup. c.       membantu pemenuhan nutrisi anak dan
terhadap          Tidak terjadi hipoprtoeinemiad.      Beri diet yang bergizi meningkatkan daya tahan tubuh anak
kehilangan          Porsi makan yang dihidangkane.      Batasi natrium selama edema dan trerapi d.      asupan natrium dapat memperberat edema
protein dan dihabiskan kortikosteroid usus yang menyebabkan hilangnya nafsu
penurunan          Edema dan ascites tidak ada. f.        Beri lingkungan yang menyenangkan, makan anak
napsu makan. bersih, dan rileks pada saat makan e.      agar anak lebih mungkin untuk makan
g.       Beri makanan dalam porsi sedikit pada f.        untuk merangsang nafsu makan anak

21
awalnya dan Beri makanan dengan cara g.       untuk mendorong agar anak mau makan
yang menarik h.      untuk menrangsang nafsu makan anak
h.      Beri makanan spesial dan disukai anak
Resiko tinggi Tujuan : a.       Lindungi anak dari orang-orang yang a.       Meminimalkan masuknya organisme.
infeksi b.d Tidak terjadi infeksi terkena infeksi melalui pembatasan Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
imunitas tubuh Kriteria hasil : pengunjung. b.      Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
yang menurun.          Tanda-tanda infeksi tidak adab.      Tempatkan anak di ruangan non infeksi. c.       Membatasi masuknya bakteri ke dalam
         Tanda vital dalam batas c.       Cuci tangan sebelum dan sesudah tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat
normal tindakan. mencegah sepsis.
         Ada perubahan perilaku d.      Lakukan tindakan invasif secara aseptik d.      Untuk meminimalkan pajanan pada
keluarga dalam melakukan e.      Gunakan teknik mencuci tangan yang baik organisme infektif
perawatan. f.        Jaga agar anak tetap hangat dan kering e.      Untuk memutus mata rantai penyebaran
g.       Pantau suhu. infeksi
h.      Ajari orang tua tentang tanda dan gejala f.        Karena kerentanan terhadap infeksi
infeksi pernafasan
g.       Indikasi awal adanya tanda infeksi
h.      Memberi pengetahuan dasar tentang tanda
dan gejala infeksi

22
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).

Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik
sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan
Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah
peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri
(tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan
keletihan.

Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan
berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi
kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi
jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan,
dan defisit pengetahuan.

B. Saran

Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini
dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa
keperawatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC

Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan.
Salemba medika. Jakarta.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi 9.
EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta 

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit). Jakarta: EGC.

Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan.
Salemba Medika. Jakarta.

iii

Anda mungkin juga menyukai