Anda di halaman 1dari 6

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI gn1 GUNUNG PUTRI
BIDANG STUDI KEAHLIAN : TEKNOLOGI & REKAYASA
A. Jln. Barokah No. 6 Desa Wanaherang, Kecamatan Gunungputri 16965 Telp/Fax. (021)8673310,
B. Email ; smkn1gnp@smkn1gnputri.sch.id Website ; www.smkn1gnputri.sch.id
C.
LEMBAR JAWABAN TUGAS
TAHUN PELAJARAN 2019/2020

Nama siswa : Ayu Syukrillah


Mata Pelajaran : OTK
Kelas/Semeste : XI Kimia 3

1. Proses pembentukan bahan padat dari pengendapan larutan, melt (campuran leleh), atau lebih


jarang pengendapan langsung dari gas. Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan kimia
antara bahan padat-cair, di mana terjadi perpindahan massa (mass transfer) dari suat zat
terlarut (solute) dari cairan larutan ke fase kristal padat.
Pada industri : garam dapur, kaca, gula pasir, makanan dan industri kimia.
2. 1) untuk mendapatkan zat murni dari suatu campuran zat
2) untuk mengetahui keberadaan zat dalam suatu sampel
3) untuk meningkatkan konsentrasi
3. Evaporasi :
1) bertujuan untuk memekatkan larutan.
2) digunakan untuk mengurangi volume cairan dengan menghilangkan pelarut seperti air
3) mudah menguap
Kristalisasi :
1) proses pembentukan bahan padat dari pengendapan larutan
2) melt (campuran leleh) / lebih jarang pengendapan langsung dari gas
3) membentuk kristal
4. 1. Proses Pemerahan (Gilingan)
Langkah pertama dalam proses pembuatan gula adalah pemerahan tebu di gilingan. Pada
proses ini tebu dicacah menggunakan alat pencacah tebu. Biasanya terdiri dari cane cutter,
hammer shredder . Tebu diperah menghasilkan “nira” dan “ampas”.
Nira inilah yang mengandung gula dan akan di proses lebih lanjut di pemurnian.
Ampas yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk bahan bakar ketel (boiler)
dan apabila berlebih bisa digunakan sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol.
Alat pada proses penggilingan :
•Cane Cutter ( cane knife ), berfungsi untuk memotong tebu yang masuk masih dalam
bentuk batangan, menjadi potongan yang lebih kecil berukuran 10 - 15 cm. tujuannya untuk
memperoleh luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air tebu ( nira ) dapat
semaksimal mungkin terperah di mill station.
•Cane shreeder ( cane hammer / unigrator / heavy duty cane shreeder )berfungsi untuk
mencacah potongan tebu menjadi serat potongan yang lebih kecil. tujuannya untuk memperoleh
luas permukaan pemerahan yang lebih besar sehingga air tebu ( nira ) dapat semaksimal mungkin
terperah di mill station.

2. Pemurnian
Setelah tebu diperah dan diperoleh “nira mentah” (raw juice), lalu dimurnikan. Dalam
nira mentah mengandung gula, terdiri dari sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa) ; zat bukan
gula, terdiri dari atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan an
organik, zat warna, lilin, asam-asam yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya.
Pada proses pemurnian zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat yang mengandung gula.
Pada proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu :
1.Defekasi
2. Sulfitasi
3. Karbonatasi
Pemurnian Cara Defekasi
Dalam proses defekasi pemurnian nira dilakukan dengan penambahan susu kapur sebagai
reagen. Reaktor untuk proses defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat
pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. Pemurnian nira
dengan cara defekasi dibagi menjadi 4 :
a. Defekasi Dingin
Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4. Setelah itu baru
nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan
Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin maka absorbsi bahan
bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas.
b. Defekasi Panas.
Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu
kapur.
c. Defekasi Bertingkat.
Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian nira
dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4.
d. Defekasi sachharat
Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan,
kemudian dicampur.
Pemurnian Cara Sulfitasi
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi, karena
telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara pemurnian ini menggunakan kapur dan
SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini dilakukan secara
berlebih, kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2, sehingga terbentuk ikatan
garam kapur yang dapat mengendap.
Reaksi Pemurnian Cara Sulfitasi:
SO2 + H2O ----> H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO3 ----> CaSO3 + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2 -----> CaSO3 + H2O
Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel koloid yang berada
di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh endapan semakin banyak. Gas SO2 juga
mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kristal dengan
warna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan.
Pemurnian Cara Karbonatasi
Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas CO2 sebagai bahan pembantu.
Susu kapur yang ditambahkan pada cara ini lebih banyak dibandingkan cara sulfitasi, sehingga
menghasilkan endapan yang lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang terdapat pada nira
dinetralkan dengan menggunakan gas CO2.
Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(OH)2 + CO2 ----> CaCO3 + H2O

Tahap akhir dari proses pemurnian nira


Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga
diperoleh nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor.
Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya (Penguapan), sedangkan nira kotor diolah dengan
rotary vacuum filter menghasilkan nira tapis dan blotong.
3. Penguapan
Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari penguapan nira jernih adalah
untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi jenuhnya.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan pada
evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya
menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I.
Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik
didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu (>1250 C) akan mengalamai karamelisasi atau
kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan terjadi pada suhu 700 C. Produk
yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah ”nira kental” .
4. Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi
dalam pan masak ( crystallizer ) nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas SO2 sebagai
bleaching dan untuk menurunkan viskositas masakan (nira).
Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk
diuapkan airnya sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus
koefisien kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu
pola kristal sukrosa.
Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit gula kedalam pan
masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak ini kondisi kristal
harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan.
Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung pendingin
(receiver) untuk proses Na – Kristalisasi.
Tujuan dari palung pendingin ialah : melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk
dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan
penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya
sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat
sirkulasi
5. Pemisahan
Proses pemisahan kristal gula dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau puteran.
Pada alat puteran ini terdapat saringan, sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya
sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula
tertinggal dalam puteran.
Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan
dikeringakan untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki tetes untuk di jual.
6. Pengeringan Kristal Gula & Penyelesaian
Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-kira
20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering,untuk menjaga
agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau dengan memakai udara panas kira-kira
800c.
Pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS (Superieure Hoofd
Suiker) pada talang goyang yang panjang. Dengan melalui talang ini gula diharapkan dapat
kering dan dingin. Proses pengeringan dengan cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas
dibandingkan cara pemanasan. Karena itu, pabrik-pabrik gula menggunakan cara pemanasan.
Cara ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas.
5. Proses pengolahan susu bubuk meliputi beberapa tahapan. Proses tersebut secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Wet Process (Proses Basah), Dry Process (Proses
kering) dan Blending (Pencampuran).
a. Wet Process (Proses Basah)
Proses basah adalah proses yang menggunakan bahan-bahan yang masih berupa liquid atau
cairan. Proses basah melalui beberapa tahap, yaitu
1. Penerimaan Susu Segar
Prinsip kerja : susu segar dari tangki KUD dipompa masuk kedalam Balance tank melalui
flow meter sehingga diketahui volume susu dari tiap tangki penyetor yang masuk ke Balance
tank. Mula-mula susu segar masuk melalui pipa pemasukan di bagian tengah tangki, susu
akan mengangkat pelampung. Jika tangki telah penuh, katup akan menutup pipa pemasukan,
sementara itu susu dalam tangki dikeluarkan melalui pipa bawah. Keluarnya susu dari tangki
menyebabkan pipa pemasukan sedikit terbuka, sehingga susu dapat masuk kemudian akan
menutup sendiri bila penuh, demikian seterusnya.
2. Pendinginan
Susu yang telah disaring masuk plate cooler berupa Plate Heat Exchanger (PHE) pada
suhu maksimal 14˚C untuk didinginkan hingga mencapai suhu 4 oC menggunakan media
chilled water bersuhu 2˚C. Susu dialirkan ke plate-plate dengan arah yang berlawanan
dengan media pendingin. Dalam suhu rendah mikroba akan menjadi nonaktif, reaksi
enzimatis terhambat serta reaksi kimia yang menyebabkan kerusakan dapat dicegah.
3. Pasteurisasi
Susu dialirkan ke bagian regenerasi untuk mengalami pemanasan awal menggunakan
medium pemanas yaitu susu yang telah mengalami pasteurisasi bersuhu 60˚C. Susu
kemudian dialirkan ke bagian pasteurisasi untuk mengalami pemanasan lebih lanjut hingga
suhu 83˚C dengan medium pemanas steam bersuhu 110˚C. Susu lalu masuk holding tube
untuk ditahan suhunya selama 15 detik
Setelah itu susu didinginkan dengan melewati bagian regenerasi terlebih dahulu sehingga
terjadi kontak tidak langsung karena dibatasi oleh plat. Dengan cara demikian, susu segar
yang baru masuk akan mengalami pemanasan awal dan susu yang sudah dipasteurisasi akan
mengalami penurunan suhu. Pendinginan kemudian dilakukan di bagian pendingin sampai
suhu mencapai 4 oC. Pendinginan bertujuan untuk shocking bacteria, yakni mematikan
bakteri yang tahan terhadap suhu pasteurisasi. Apabila kondisi pasteurisasi tidak mencapai
suhu dan waktu yang ditentukan, maka secara otomatis susu kembali ke balance tank untuk
diproses ulang. Selanjutnya susu dialirkan ke unit compounding.
4. Compounding (Pencampuran Basah)
Pencampuran komponen bubuk, susu segar dan minyak dilakukan di compounding tank.
Proses pencampuran berlangsung pada suhu 60-70 oC. Pada kisaran suhu tersebut, susu
bubuk memiliki sifat dapat terbasahi serta campuran memiliki viskositas yang rendah
sehingga proses pencampuran berlangsung cepat dan sempurna. Compounding tank terdiri
dari dua bagian dan digunakan secara bergantian bergantian, satu tangki untuk proses
compounding, satu tangki untuk transfer.
5. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan menggunakan sistem Ultra High Temperature (UHT) dengan cara
menyemprotkan atau menginjeksikan steam (Direct Steam Injection/ DSI ) ke dalam
campuran susu yang bergerak dalam suatu tabung sterilisasi. Proses DSI terdiri dari dua
tahap, yaitu DSI I, susu dipanaskan pada suhu 85 oC selama 4 detik, kemudian dilanjutkan
dengan DSI II susu dipanaskan pada suhu 120 oC selama 1 detik. Sterilisasi dilakukan
dengan dua tahap untuk mencegah denaturasi dan menghindari terjadinya browning.
6. Homogenisasi
Prinsip kerja homogenizer adalah dengan mengalirkan susu melalui celah yang sempit
dengan kecepatan tinggi dan tekanan yang besar sehingga terjadi tumbukan antara globula
lemak dengan katup penghalang dalam homogenizer yang menyebabkan globula-globula
lemak pecah. Tenaga hidrodinamik dari pemotongan, kavitasi dan turbulensi yang terjadi
dalam katup homogenisasi diduga sebagai penyebab terjadinya pemecahan globula lemak.
Proses homogenisasi dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama digunakan tekanan
200 bar dan pada tahap kedua digunakan tekanan 80 bar. Tahap kedua dimaksudkan untuk
memecah globula lemak yang belum pecah pada tahap pertama serta untuk mencegah
penggabungan kembali globula lemak hasil pemecahan pada tahap pertama
Susu kemudian ditampung di Mixed Storage Tank (MST). Tangki ini dilengkapi dengan
mantel berisi air dingin untuk menjaga kestabilan suhu campuran serta dilengkapi pengaduk
berkecepatan 400 rpm untuk menghomogenkan campuran selama dalam penyimpanan.
Mixed Storage Tank (MST) berjumlah 4 buah, masing-masing memiliki kapasitas 10.000
liter.
b. Dry Process (Proses Kering)
1. Evaporasi
Uap air yang dihasilkan akan masuk ke vapor separator dan dipisahkan dari droplet susu
yang terbawa bersamanya dengan gaya sentrifugal. Sebagian uap air masuk ke TVR dan
sebagian lainnya masuk ke preheater pertama. Dari preheater pertama, sebagian uap air yang
belum terembunkan akan masuk ke kondenser. Di kondenser, uap air terembunkan dan
ditampung dalam tangki kondensat. Kondenser juga berfungsi untuk menghasilkan kondisi
vakum dengan cara membuang uap air hasil penguapan di calandria. Kondisi operasi dibuat
vakum untuk memperoleh suhu penguapan air yang cukup rendah sehingga kerusakan nutrisi
dapat dikurangi.
2. Pengeringan
Spray Dryer
Fungsi : mengeringkan susu kental yang telah dikabutkan sehingga menjadi susu bubuk yang
kering dan halus.
3. Dry Blending
Dry blending adalah proses pencampuran base powder yang dihasilkan spray dryer
dengan raw material lainnya seperti whey powder, gula dan material premix. Vitamin yang
ditambahkan adalah vitamin dan mineral yang tahan pemanasan. Material tersebut ditampung
dalam hopper tersendiri. Sebelum dilakukan pencampuran di lindor blender material
dilewatkan pada conveyor untuk ditimbang dahulu di weight hopper.
Dari weight hopper, material akan tertahan di hopper lindor yang berfungsi untuk
mengurangi tekanan yang besar dari aliran material. Dalam hopper lindor, terdapat hammer
silicon yang dihubungkan dengan slang pneumatic untuk memperoleh hembusan udara dari
luar. Hammer berfungsi untuk menggetarkan dinding hopper agar semua material dapat turun
ke lindor blender untuk dicampur. Lindor blender memiliki kapasitas maksimal 4 ton, tetapi
untuk mempermudah pencampuran digunakan 2 ton bahan. Pencampuran dilakukan selama 5
menit dengan frekuensi putaran 40 Hz.
Sebelum diisikan ke dalam wooden bin, powder dari lindor diperiksa oleh QC. Setelah
dinyatakan released, powder diisikan ke wooden bin melalui bin filling. Bin filling
dilengkapi dengan metal detector sehingga ketika ada logam yang terdeteksi maka pengisian
powder ke wooden bin terhenti secara otomatis. Wooden bin merupakan tempat
penyimpanan sementara susu bubuk sebelum dikemas. Wooden bin memiliki kapasitas 700
kg.

NILAI Paraf Guru Paraf orangtua Komentar


PG: ….. ESSAY : …. TOTAL : …..

Anda mungkin juga menyukai