Anda di halaman 1dari 7

1

A. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA GANGGUAN


KARDIOVASKULER
Tujuan pemeriksaan labolatorium klinik adalah untuk :

1. Menegakkan diagnosis berbagai macam penyakit kardiovaskular


2. Melakukan control untuk klien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
gangguan kardiovaskular (misalnya pemeriksaan kolestrol darah)
3. Mengukur abnormalitas kimia darah yang dapat memengaruhi prognosis klien
dengan gangguan kardiovaskular.
4. Mengkaji derajat proses radang
5. Mengkaji kadar serum obat
6. Mengkaji efek pengobatan( misalnya efek diuretic pada kadar kalium serum)
7. Menetapkan data dasar klien sebelum diberikan intervensi terapeutik
8. Pemindaian terhadap abnormalitas. Perlu diperhatikan, karena nilai normal
berbeda antara pengujian diagnostic yang satu dengan yang lain bergantung pada
metode pengukuran yang dilakukan
9. Menetukan hal-hal yang dapat memengaruhi upaya intervensi.

Profit Lemak
Kolestrol total, trigliserida, dan lipoprotein diukur untuk mengevaluasi risiko
aterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang positif. Di samping itu, profil lemak
juga digunakan untuk mendiagnosis abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolestrol serum total
yang meningkat di atas 200mg/ml merupakan petunjuk peningkatanrisiko penyakit jantung
coroner.

Low density lipoprotein( LDL) adalah lipoprotein utama pengangkut kolestrol dalam
darah yang terlibat dalam proses terjadinya penyakit jantung coroner. LDL menjadi
arteriogenesis setelah mengalami modifikasi, yakni melalui proses oksidasi. Bukti-bukti yang
menyatakan bahwa oksidasi LDL terjadi pada plak aterosklerotik, bukan pada pembuluh
darah normal. LDL yang diekstrasi dari lesi aterosklerotik ternyata menpunyai mempunyai
sifat-sifat oksidasi LDL seperti sifat fisik, kimia, imunologik, dan biologic. Pada lesi
aterosklerotik, selain ditemukan produk hidroperoksida lipid yang terbentuk pada proses
peroksidasi LDL, kolestrol teroksidasi, asam lemak teroksidasi, fosfilid teroksidasi, dan

2
isoprostan, juga auto antibody terhadap epitope oksidasi LDL yang menunjukan bahwa
oksidasi LDL bersifat imunologik.

Oksidasi LDL memainkan peranan penting pada pathogenesis arteriosclerosis.


Oksidasi LDL dapat meningkatkan sintesis dan sekresi molekul-molekul adhesi dari sel-sel
endogen, kemotaksis untuk monosit dalam sirkulasi, sitotoksis terhadap sel endotel dan sel
otot polos, menstimulasi pelepasan factor pertumbuhan dan sitkon, imunogenik melalui
indikasi produksi.

Antibodi terhadap oksidasi LDL, menginduksi agregasi trombosit, menurunkan


kemampuan antikoagulan dan fibrinolitik pada endotel, dan memengaruhi ketidakstabilan
plak melalui peningkatan ekspresi metalloproteinase.

Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam darah, dapat dianalisis melalui


elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein-HDL),yang membawa
kolesterol dari sel perifer dan mengangkutnya ke hepar, bersifat protektif, sebaliknya,
lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkutnya kolesterol ke sel perifer. Penurunan kadar
lipoprotein densitas tinggi dan peningkatan lipoprotein densitas rendah akan meningkatkan
risiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.Meskipun nilai kolesterol total relative tetap
stabil sampai 24 jam, namun pengukuran profit lemak total harus dilakukan setelah puasa 24
jam. Stres berkepanjangan dapat meningkatkan kolesterol total.

1. Nitrogen Urea Darah


Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen –BUN)adalah produk akhir metabolisme
protein dan diekskresikan oleh ginjal. Pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular, peningkatan BUN dapat mencerminkan penurunan perfusi ginjal
( akibat penurunan curah jantung )atau kekurangan volume cairan intravaskuler
(akibat terapi diuretik).
2. Glukosa
Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular juga menderita diabetes mellitus. Hal ini karena biasanya glukosa
serum sedikit meningkat pada keadaan stress akibat mobilisasi epinefrin endogen
yang menyebabkan konversi glikogen hepar menjadi glukosa.
3. Enzim Jantung
Analisis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostic yang
meliputi riwayat, gejala, dan elektrokardiogram. Analisis enzim bertujuan untuk

3
mendiagnosis infark miokardium. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami
cendera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam
hubungannya dengan organ tertentu yang rusak.
4. Laktat Dehidrogenase
Laktat dehydrogenase (LDH) dan iisoenzimnya. Ada 5 macam LD isoenzim (LD1-
LD5).Masing-masing isoenzim tersebut mempunyai berat molekul sekitar 134.000
kDa. Mereka mengandung kombinasi subunit H dan M. jantung mengandung lebih
banyak LD1, sedangkan hati dan otot mengandung LD5. Pemeriksaan LD isoenzim
dilakukan dengan cara elektroforesis.pada infark miokardium akut kadar LD1
melebihi kadar LD2, sedangkan pada keadaan normal kadar LD1 lebih rendah
dibandingkan LD2.
5. Kreatinin Kinase
Karena enzim yang berbeda dilepaskan kedalam darah pada periode yang berbeda
setelah infark miokardium, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim
yangdihubungkan dengan waktu awitan (onset) nyeri dada atau gejala lainnya.
Kreatinin kinase (creatinine kinase –CK) dan isoenzimnya (CKMB )adalah enzim
yang dianalisis untuk mendiagnosis infark miokardium akut, dan merupakan enzim
pertama yang meningkat saat terjadi infark miokardium. Gangguan pada jantung
selain infark miokardium akut juga dihubungkan dengan nilai kadar CK dan CKMB
total yang abnormal.gangguan termasuk pericarditis, miokarditis, dan trauma.
6. Troponin T (cTnT)
Protein kontraktil mulai menarik perhatia sebagai karakteristik sebagai karakteristik
terjadinya gangguan pada system kardiovaskular yang sangat potensial pada akhir
tahun 1970-an, saat ditemukan isoform unik pada berbagai tipe otot ‘striated’ (cepat,
lambat, dan jantung). Karakteristik yang spesifik yang terdapat di semua otot sepertti
CK dan mioflobin.
7. C-Reactive Protein
C-Reactive protein (CRP) merupakan anggota dari protein pentraxin. Istoilah
CRP dikenal oleh Tillet fan Francis pada tahun 1930, senyawa ini dapat bereaksi
dengan polisakarida C sumatik pada streptoccus pneumonia. Kadarnya akan
meningkat 100 kali dalam 24-48 jam setelah terjadi luka jaringan. 11 tahun kemudian,
Mac Leod dan Avery mengenal istilah “fase akut” pada serum penderita infeksi akut,
untuk menunjukan sifat CRP.

4
CRP secara normal berada dalam serum manusia dalam jumlah yang kecil.
Khusner dan Feldman menemukan nya dalam hepatosit, 24-38 jam setelah sel
dirangsang oleh senyawa inflamasi.
CRP disistesis dan disekresi oleh hati sebagai respons terhadap sitokin,
terutama IL-6. Sitokin dihasilkan terutama oleh monosit atau makrofag juga oleh
leukosit lain atau sel endotel.
Peningkatan kadar CRP bisanya non-spesifik tetapi merupakan pertanda
respons fase akut yang sensitive terhadap senyawa infeksius, stimulus imunologik,
kerusakan jaringan, dan inflamasi akut lain. Peningkatan kadar CRP yang menetap
terjadi pada inflamasi kronis meliputi penyakit autoimun dan maglinasis. Inflamasi
kronis merupakan komponen yang penting dalam perkembangan dan progrsi
arteriosclerosis. Kadar CRP berhubungan juga dengan disfungsi endoteal.
8. Elektrolit Serum
Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis klien dengan infark miikard akut atau
setiap kondisi gangguan jantung. Natrium serum mencerminkan keseimbangan cairan
relative. Secara umum, hiponatrremia menunjukkan kelebihan cairan dan
hypernatremia menunjukkan kekurangan cairan. Kalsium sangat penting untuk
koagulasi darah dan aktivitas neuromuscular. Hipokalsemia dan hiperkalsemia dapat
menyebabkan perubahan EKG dan distritmia.
9. Analisa Gas Darah
Gangguan asam basa paling mudah dideteksi melalui pemeriksaan gas darah dengan
menggunakan teknik Astrup karena dengan jumlah daah yang sedikit dapat diketahui
pH secara cepat dan tepat. Derajat keasaman (pH) darah diukur secara langsung
memakai pH meter. Keadaan disebut asidosis bila pH cairan ekstraseluler kurang dari
7,35 dan disebut alkalosis bila pH lebih dari 7,45.

5
6
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, Surya, 2015, Cara Mudah Membaca EKG, Jakarta, EGC.

Mansjoer, A, dkk, 2007, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3, Jakarta, Media
Aesculapius.

Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular, Jakarta, Salemba Medika.

Ruhyanudin, F, 2007, Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler, Malang, UMM Press.

Sundana, Krisna, 2007, Interprestasi EKG : Pedoman Untuk Perawat, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai