Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Defisinsi Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Price
and Wilson, 2000). Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Smeltzer and
Bare,2000). Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi
atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2011).
1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin (Diabetes Melitus)
1. Anatomi Fisiologi Pankreas
A. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal
dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher
pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan
vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini
disebut processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya
berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans
mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup
kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan
insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap
bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin
membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk

Page | 1
bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke
aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan
insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis
sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah
(Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan
glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin
(Pearce, 2000).
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
1. Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga abdomen, masuk lekukan
sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2. Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh pada limpa
(lien)
B.      Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar
eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang
mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat;
sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang
peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Kelenjar pankreas dalam mengatur
metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel –
sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan
glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya
pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin
menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

Page | 2
Pankreas menghasilkan :
1. Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2. Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
3. Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4. Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
5. Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
6. lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
7. enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino.

Pulau Langerhans :
Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu
sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah
sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan
karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin
mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal
kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk
mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak. Pada pankreas paling sedikit terdapat
empat peptida dengan aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets)
Langerhans. Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi
penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga,
somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida
pankreas berperan pada fungsi saluran cerna.
Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu sama
lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan,
maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi RNA insulin oleh ribosom
yang melekat pada reticulum endoplasma membentuk preprohormon insulin -- melekat
erat pada reticulum endoplasma -- membentuk proinsulin -- melekat erat pada alat golgi
-- membentuk insulin -- terbungkus granula sekretorik dan sekitar seperenam lainnya
tetap menjadi proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin. Insulin dalam darah
beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu

Page | 3
10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang
berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim
insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain. Reseptor insulin
merupakan kombinasi dari empat subunit yang saling berikatan bersama oleh ikatan
disulfide, 2 subunit alfa ( terletak seluruhnya di luar membrane sel ) dan 2 subunit beta
( menembus membrane, menonjol ke dalam sitoplasma ). Insulin berikatan dengan
subunit alfa -- subunit beta mengalami autofosforilasi -- protein kinase -- fosforilasi dari
banyak enzim intraselular lainnya. Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan
glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik,
memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke
dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya
dan pada sebagian besar keadaan disekresikan secara timbal balik. Insulin yang
berlebihan menyebabkan hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi
insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit
kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon dapat
menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes memburuk.
Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan hiperglikemia dan
manifestasi diabetes lainnya.
a. Sintesis Insulin
 Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom yang
melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan
praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500.
 Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian "pemandu" yang bersifat
hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna
retikulumendoplasma.
Struktur kovalen insulin manusia
 Di retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin
dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum
endoplasma.
 Molekul proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta
pengemasan ke dalam granul sekretorik dimulai.

Page | 4
 Di aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun oleh rantai B—peptida (C)
penghubung—rantai A, akan dipisahkan oleh enzim mirip tripsin dan enzim
mirip karboksipeptidase.
 Pemisahan itu akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida.
Peptida-C dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak
mempunyai aktivitas biologik yang diketahui.
b. Sekresi Insulin
Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan
sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans. Sejumlah
kondisi intermediet turut membantu pelepasan insulin :
 Glukosa: apabila kadar glukosa darah melewati ambang batas normal—yaitu
80-100 mg/dL–maka insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja
maksimal pada kadar glukosa 300-500 mg/dL.
 Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar
glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini
disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh
sel beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi, kecepatan sekresi awal yang
tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5 sampai 10
menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira
setengah dari kadar normal.
 Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya,
sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti
dataran yang baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih
besar daripada kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh
adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan
oleh adanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin
baru dari sel.
 Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya
kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi
insulin hampir sama cepatnya, terjadi dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah
pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa.

Page | 5
 Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin
selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain,
sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal
adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor
insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati
(Guyton & Hall, 1999)
1.3 Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pancreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi / kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1.
Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human
Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )

Page | 6
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II belum diketahui .
Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II
disbanding dengan golongan Afro-Amerika (Smeltzer and Bare, 2000).
1.4 Pathway

Lingkungan, Genetik , Imunologi,Obesitas, Usia

Penurunan kadar insulin

Penggunaan glukosa sel menurun, glukagon meningkat Rendahnya informasi

Hiperglikemia Kurang pengetahuan

Resiko infeksi

Sel kelaparan Mual muntah, anoreksia Diuresis osmotik Mikroangiopati

Poliuri Sklerosis mikrovaskuler


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Kekurangan volume cairan Neuron

Sel saraf sensori iskemik


Mata
Parestesi, kebas, kesemutan
Penurunan perfusi retina, pengendapan sorbitol (lensa keruh)

Perubahan persepsi sensori perabaan


Gangguan fungsi penglihatan

Perubahan persepsi sensori penglihatan

Page | 7
1.5 Tanda dan Gejala
DM Tipe I :
1. Poliuria, polidipsia terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
2. Polifagia : akibat menurunnya simpanan kalori dan defisiensi insulin mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
3. Kelelahan dan kelemahan.
4. Nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian yaitu akibat dari ketoasidosis, yang merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila jumlahnya berlebihan.
DM Tipe II :
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka DM Tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
1. Kelelahan
2. Iritabilitas
3. Poliuria 
4. Polidipsia
5. Luka pada kulit yang lama sembuh
6. Luka pada kulit yang lama sembuh
7. Infeksi vagina
8. Pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi sekali).
1.6 Klasifikasi
Berdasarkan tipe, Diabetes Melitus terbagi atas :
a. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
- Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan
sebelum usia 30 tahun.
- Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin
atau produksinya sangat sedikit.

Page | 8
b. DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
-  Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas.
- Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan
reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk
sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
1.7 Komplikasi
1. Akut
a. Ketoasidosis diabetic
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d. Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam hari diikuti
peningkatan rebound pada pagi hari )
e. Fenomena fajar / down phenomenon (hiperglikemi pada pagi hari antara jam 5-9
pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian kadar glukosa pada pagi
hari)
2. Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
b. Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
c. Penyakit vaskuler perifer
d. Stroke
e. Mikroangiopati
f. Retinopati
g. Nefropati
h. Neuropati diabetik
1.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada 5
komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi dan
pendidikan kesehatan.

Page | 9
1. Penatalaksanaan diet

Prinsip umum : diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin, mineral
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan mengupayakan kadar
glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan olahraga.
3. Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan
hipoglikemi serta hiperglikemia.
4. Terapi
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
b. Obat oral anti diabetik
1. Sulfonaria
Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
2. Biguanid

Page | 10
Metformin 500 mg
5. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
1. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat,
pengenalan dan pencegahan hipoglikemi / hiperglikemi
2. Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata , hygiene umum )
3. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
(Smeltzer and Bare, 2000)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Page | 11
2.1 Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat keluarga penderita DM.
- BB turun pada DM Tipe I.
-  Obesitas pada DM Tipe II.
-  Biasa terjadi pada usia di bawah 30 tahun pada DM Tipe I.
- Terjadi di atas usia 35 tahun pada DM Tipe II.
2. Pola nutrisi metabolic
- Polifagia
- Polidipsi
- Mual, muntah
- Berat badan turun atau obesitas.
3. Pola eliminasi
- Poliuria
- Berkemih pada malam hari.
4. Pola aktivitas - latihan
- Keluhan tiba-tiba lemas, cepat lelah.
- Kurang olahraga
- Kram otot.
5. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan pola tidur karena nokturia.
6. Pola persepsi kognitif
- Pusing/hipotensi.
- Nyeri daerah luka operasi/gangguan post amputasi.
- Baal, kesemutan pada ekstremitas bawah, keluhan gatal.
- Nyeri abdomen.
- Pandangan kabur.

7. Pola persepsi diri - konsep diri


- Cemas akan luka yang lama sembuh.

Page | 12
- Mekanisme koping yang tidak efektif : cemas tentang penyakitnya.
8. Pola peran dan hubungan sesama
- Hubungan dengan keluarga
- Hubungan dengan suami istri.
9. Pola reproduksi - seksual
- Impotensi pada pria
- Riwayat libido menurun.
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipoglikemi dan hiperglikemi berhubungan dengan tidak adekuatnya faktor insulin dan
insulin yang resisten.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran daerah arterial.
3. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan,
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
4.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan vaskularisasi/gangguan
sirkulasi.
5. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.
6. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan osmotik diuresis.
7. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula dalam darah dan
adanya luka post operasi.
8. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran
darah serebral yang disebabkan adanya aterosklerosis.
9. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan sistemik berhubungan dengan peningkatan
tahanan perifer, aterosklerosis.
2.2 Intervensi
A. Hipoglikemi dan hiperglikemi berhubungan dengan tidak adekuatnya faktor insulin dan
insulin yang resisten.
Hasil Yang Diharapkan :         
- Tidak terjadi hipo/hiperglikemi.
- Kadar gula darah dalam batas normal : GDS < 140 mg/dl, Gula darah   2 jam PP <
200 mg/dl.
Intervensi :

Page | 13
1. Kaji intake makanan pasien.
Rasional :   Untuk melihat atau indikasi terjadinya hipoglikemi bila makanan yang
dihidangkan tidak habis.
2. Beri makan sesuai diet.
Rasional :   Mencegah terjadinya hipoglikemi/hiperglikemi.
3. Amati dan kaji tanda dan gejala hipo/hiperglikemi : pucat, keringat dingin, sakit kepala,
gemetaran, cenderung tidur,
Rasional :   Reaksi insulin dapat terjadi secara tiba-tiba yaitu hipo/ hiperglikemi yang
dapat berakibat fatal.
4. Monitor dan catat kadar gula darah perifer, glukosuria.
Rasional :   Menentukan diagnosa dan perencanaan keperawatan selanjutnya.
5. Beri dan pertahankan pemberian cairan melalui IV (NaCl 0,9%).
Rasional :   Hiperglikemi menyebabkan dehidrasi yang berhubungan dengan efek
hiperosmolar.
6. Beri insulin atau therapi peroral.
Rasional :   Insulin meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel dan menurunkan
glukoneogenesis.
B. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arterial.
Hasil Yang Diharapkan :         
Klien menunjukkan kesadaran tentang faktor-faktor keamanan/perawatan kaki yang
tepat, permukaan kulit utuh.
Intervensi :
1. Tinggikan kaki saat duduk di kursi, hindari periode penekanan yang lama pada kaki yang
cedera.
Rasional :   Meminimalkan gangguan aliran darah.
2. Anjurkan pasien untuk menghindari baju atau kaos kaki yang ketat dan sepatu yang
sempit.
Rasional :   Gangguan sirkulasi dan penurunan sensasi nyeri dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.
3. Kaji tanda dehidrasi, pantau intake dan output cairan, anjurkan cairan peroral.

Page | 14
Rasional :   Glukosuria dapat mengakibatkan dehidrasi yang menurunkan volume
sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan perubahan perfusi perifer.
4. Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
Rasional :   Daerah insisi yang bersih dan kering mengurangi resiko infeksi sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka.
C. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan,
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Hasil Yang Diharapkan :         
Pengetahuan klien meningkat dalam waktu 1 hari dengan kriteria klien dapat menjelaskan
kembali tentang perawatan luka operasi, dan pencegahan-pencegahan yang harus
dilakukan.
Intervensi :
1. Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai latar belakang pendidikan
klien.
Rasional :   Bahasa yang mudah dimengerti membantu dalam pemahaman klien.
2. Jelaskan pada klien tentang perawatan luka operasi.
Rasional :   Meningkatkan pengetahuan/pemahaman klien tentang perawatan luka
operasi.
3. Jelaskan pada pasien pentingnya pengobatan yang teratur.
Rasional :   Mencegah terjadinya hipo/hiperglikemi.
4. Tekankan pentingnya aktifitas dan latihan.
Rasional :   Latihan menstimulasi metabolisme karbohidrat, menstabilkan berat badan.
D. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan vaskularisasi/gangguan sirkulasi.
Hasil Yang Diharapkan :         
Tidak ada kemerahan di sekitar kulit, luka jahitan bersih dan tidak ada tanda-tanda
infeksi.

Intervensi :
1. Kaji daerah sekitar kulit.

Page | 15
Rasional :   Pengkajian terus menerus secara berkesinambungan memudahkan deteksi
awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan luka.
2. Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
Rasional :   Daerah operasi yang bersih dan kering mengurangi resiko infeksi sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka.
3. Gunakan tehnik aseptik dalam merawat luka.
Rasional :   Mencegah infeksi silang dan mencegah transmisi infeksi bakterial pada luka
operasi.
4. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional :   Menurunkan jumlah organisme.
E. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.
Hasil Yang Diharapkan :         
Nyeri berkurang dalam waktu 3 hari dengan kriteria ekspresi wajah tampak rileks, tidak
kesakitan, klien dapat beristirahat.
Intervensi :
1. Kaji keluhan dan karakteristik nyeri (intensitas dan lokasi) dan skala 0-10.
Rasional :   Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional :   Perubahan TTV menunjukkan intensitas nyeri yang tinggi.
3. Anjurkan dan ajarkan tehnik relaksasi.
Rasional :   Mengurangi rasa nyeri.
4. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional :   Lingkungan yang tenang membantu mengurangi stress akibat nyeri.
5. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.
Rasional :   Analgetik membantu mengurangi nyeri.
F. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan osmotik diuresis.
Hasil Yang Diharapkan :         
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi ditandai dengan : mukosa lembab, TTV
dalam batas normal. TD. 120/80 mmHg, Sh. 36-37 oC.
Intervensi :
1. Observasi TTV tiap 4 jam.

Page | 16
Rasional :   Hipovolemik mengakibatkan hipoksia dan takikardia.
2. Kaji membran kulit/membran mukosa dan pengisian kapiler.
Rasional :   Mengetahui hidrasi sirkulasi tubuh yang adekuat.
3. Kaji tanda-tanda hipovolemik glukosa darah kurang atau sama dengan 60 mg/dl.
Rasional :   mendeteksi tanda hipoglikemia : pucat, takikardia, lapar, palpitasi, lemah,
gemetar, pandangan kabur.
4. Pertahankan pemasukan cairan : 2,5-3 liter/hari.
Rasional :   memenuhi status cairan dalam tubuh.
5. Kolaborasi tim medik untuk pemeriksaan SE.
Rasional :   penurunan SE mengindikasikan adanya kekurangan elektrolit.
G. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah dengan adanya
luka post operasi.
Hasil Yang Diharapkan :         
Mencegah atau mengurangi infeksi.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi seperti : demam, nyeri, merah.
Rasional :   Infeksi akan memperlambat proses penyembuhan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Rasional :   untuk mencegah resiko kontaminasi silang.
3. Berikan perawatan kulit dan teratur, jaga kulit tetap kering.
Rasional :   sirkulasi perifer bisa terjadi yang menempatkan klien pada resiko terjadinya
kerusakan pada kulit dan infeksi.
4. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional :   mencegah infeksi lebih lanjut.
2.4 Implementasi
1. Memotivasi pasien untuk mematuhi diet yang sudah ditetapkan yakni rendah lemak,
rendah glukosa, tinggi serat sebagai cara efektif untuk mengendalikan lemak darah, gula
darah dan kolesterol.
2. Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemia (kadar gula darah turun) seperti mengantuk,
bingung, lemas, keringat dingin, mual, muntah.

Page | 17
3. Menjelaskan pentingnya merawat kaki dan mencegah luka seperti tidak memakai sepatu
yang sempit, harus memakai alas kaki, hindari kulit yang lembab.
4. Menjaga luka tetap bersih dan kering.
5. Menghindari penekanan yang lama pada kaki yang luka.
6. Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah secara rutin.
7. Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah secara rutin.
8. Menjelaskan jangan menghentikan terapi obat tanpa konsultasi dengan dokter.
9. Meminum obat secara teratur.
10. Menginformasikan kepada klien tentang perawatan kaki :
- Anjurkan/jelaskan pada k lien dan keluarga untuk membersihkan kaki dengan
sabun terutama di sela-sela setiap jari.
- Potong kuku jari kaki mengikuti lekungan jari kaki, jangan memotong kuku
berbentuk lurus pada tepinya karena dapat menyebabkan tekanan pada jari-jari
yang berdekatan.
- Hati-hati saat mengikir tepi kuku yang kasar untuk mencegah kerusakan kuku.
- Hindari merendam kaki berlama-lama, hindari merendam dengan air panas.
- Gunakan pelembab untuk kulit yang kering.
- Pakai kaos kaki yang terawat dari bahan yang berkualitas baik.
- Hindari menyilangkan kaki saat duduk.
- Anjurkan klien untuk melakukan latihan kaki untuk mempertahankan sirkulasi.
11. Informasikan kepada klien mengenai alas kaki.
- Hindari berjalan tanpa alas kaki.
- Anjurkan klien untuk memakai sepatu yang pas, tidak sempit.
- Periksa sepatu setiap hari dari benda asing, bagian yang kasar.
- Hindari memakai kaos kaki yang sempit.
- Ganti sepatu bila sudah rusak.
- Gunakan sepatu yang terbuat dari bahan yang menyerap.

2.5 Evaluasi
1. Kelebihan  volume cairan berhubungan dengan penurunan plasma protein

Page | 18
Tanggal 18 Februari 2012 Pukul 14.00 WIB
Subyektif          :
Obyektif            : Observasi TTV TD 130/80 mmhg, Nadi 80x/ menit , Rr 20x/ menit,
Suhu  37◦C, hasil Lab Protein 5,7(6,0-8,7g/dl), Albumin 2,5(3,5-5,2 g/dl), Globulin
3,2(2,5-3,1 mg/dl). GDS 197(<200 mg/dl), lingkar perut 103 cm.
Analisa              : Tujuan Keperawatan tercapai sebagian
Perencanaan      : Tindakan Keperawatan dilanjutkan
- Observasi Tanda-tanda vital
- Monitor Intake dan Output
- Kaji turgor kulit
- Ukur lingkar perut setiap hari
- Monitor hasil lab
- Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas tekanan darah
meningkat
Tanggal 18 Februari 2012 14.00 WIB
Subyektif        :
Obyektif          : obs. TTV TD:130/80 mmhg , Nadi 80x/menit , Suhu 37◦C, Rr 20x/menit
Analisa            : Tujuan Keperawatan tercapai sebagian
Perencanaan    : Tindakan Keperawatan dilanjutkan
- Observasi tanda-tanda vital
- Anjurkan klien untuk banyak istirahat
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Motivasi dan dukung klien untuk menghilangkan stress
- Berikan catopril 3x12,5 mg
3.  Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masukkan oral,ketidakcukupan insulin atau status hipermetabolik
Tanggal 18 Februari 2012 Pukul 14.00 WIB
Subyektif                    : Klien mengatakan tidak nafsu makan
Obyektif                      : Tampak makan habis ½ porsi
Analisa                        : Tujuan Keperawatan belum tercapai

Page | 19
Perencanaan                : Tindakan keperawatan dilanjutkan
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat
- Beri makan dalam porsi kecil tetapi sering
- Sajikan makanan dalam bentuk bervariasi sesuai dietnya
- Motivasi klien untuk menghabiskan makanannya
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet DM (MB: 1700 Kal)
4. Resiko tinggi perluasan luka infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar
glukosa
Tanggal 18 Februari 2012 Pukul 14.00 WIB
Subyektif : Klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang belum  sembuh
Obyektif : Ada Ulkus pada kaki kanan, Diameter luka : 3 cm, Kedalaman
luka : 1 cm, Keadaan luka : basah,Terdapat pus,Warna merah dan putih pada jaringan.
Analisa                        : Tujuan keperawatan belum tercapai
Perencanaan                : Tindakan keperawatan dilanjutkan
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji tanda perluasan infeksi
- Lakukan perawatan luka 2x/hari
- Pertahankan tehnik Aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
- Berikan terapi sesuai program ( Clindamycin 2x300 mg )

DAFTAR PUSTAKA

Page | 20
1. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
2. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach.
Volume 3. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996
3. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
4. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;
2001
5. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 2000
6. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC;
1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001
8. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
9. Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Page | 21

Anda mungkin juga menyukai