Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persalinan premature adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu
gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 [ CITATION Hel07 \l 1033 ]. Persalinan
Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram [ CITATION Man99 \l 1033 ] .
Masalah utama dari persalinan premature adalah perawatan bayinya, semakin muda usia
kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Persalinan premature adalah
penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia, yaitu
sebesar 60-80%. Di Indonesia angka morbitas pada premature mencapai 19% dan
merupakan penyebab utama kematian perinatal. Apabila kelahiran di Indonesia
diperkirakan sebanyak 5.000.000 orang pertahun, maka dapat diperhitungkan kematian
bayi sebanyak 56/1000 KH, menjadi sebesar 280.000 per tahun. Dimana artinya sekitar
2,2-2,6 menit satu bayi meninggal [ CITATION Dhi11 \l 1033 ]. Penyebab kematian bayi
premature antara lain Asfiksia (49-60%), infeksi (24-34%), BBLR (15-20%), trauma
persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-3%) [ CITATION Man99 \l 1033 ] . Untuk mengukur
derajat kesehatan suatu Negara, salah satunya dapat menggunakan nilai AKB (Angka
Kematian Bayi). AKB adalah suatu nilai yang mengakumulasi jumlah kematian bayi
yang terjadi pada suatu Negara persatuan waktu. Pada tahun 2009, menurut hasil Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) AKB di Indonesia mencapai 31/1000 KH
(Kelahiran Hidup). Menurut Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 2015, target
AKB suatu Negara adalah 17/1000 KH. Jadi Indonesia masih belum mencapai target
tersebut
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari Kehamilan Premature?
2. Apa Etiologi Dari Kehamilan Premature?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis Dari Kehamilan Premature?
4. Bagaimana Patofisiologi Dari Kehamilan Premature?
5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostic Pada Kehamilan Premature?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Pada Kehamilan Premature?

Page | 1
7. Apa Komplikasi Dari Kehamilan Premature?
1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Dari Kehamilan Premature.
2. Untuk Mengetahui Etiologi Dari Kehamilan Premature.
3. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Dari Kehamilan Premature.
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Dari Kehamilan Premature.
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostic Dari Kehamilan Premature.
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Dari Kehamilan Premature.
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Dari Kehamilan Premature.

Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kehamilan Premature
Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram [ CITATION
Man99 \l 1033 ]. Partus Preterm, pada haid teratur, persalinan preterm dapat didefinisikan
sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir (HPHT). Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari
2500 gram [ CITATION Man99 \l 1033 ]. Masalah utama dari persalinan premature adalah
perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan
mortalitasnya.
2.2. Etiologi Kehamilan Premature
Penyebab sekitar 50% kelahiran premature tidak diketahui. Namun, sepertiga
persalinan premature terjadisetelah ketuban pecah dini (PROM). Komplikasi kehamilan
lain, yang berhubungan dengan persalinan premature, meliputi kehamilan multi
janin,hidramnion, serviks tidak kompeten, plasenta lepas secara premature dan infeksi
tertentu (seperti, polinefritis dan korioamnionitis) (Andersen, Merkatz, 1990).
a. KPD
Menurut Wiknjosastro (2008) ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan
berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan
pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Dari sudut medis
secara garis besar 50% persalinan preterm terjadi spontan, 30% akibat ketuban pecah
dini (KPD), dan sisanya 20% dilahirkan atas indikasi ibu/ janin. Pecahnya kulit
ketuban secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan banyak dihubungkan dengan
amnionitis yang menyebabkan terjadinya lokus minoris pada kulit ketuban.
Amnionitis ini diduga sebagai dampak asendens infeksi saluran kemih. Ketuban
pecah dini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti; serviks inkompeten,
peningkatan tekanan intrauterin misalnya overdistensi uterus pd keadaan hidramnion,
trauma, kelainan letak misalnya letak lintang sehingga tidak ada bagian terendah yang

Page | 3
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah (Kamisah: 2009).
b. Infeksi
Infeksi intrauterin meliputi korioamnionitis, infeksi intraamnion, amnionitis,
merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korion yang
disebabkan oleh bakteri. Ada sekitar 25 % infeksi intrauterin disebabkan oleh ketuban
pecah dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi
pula resiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Hal ini ditambah lagi dengan
perubahan suasana vagina selama kehamilan yang menyebabkan turunnya pertahanan
alamiah terhadap infeksi. Pada umumnya infeksi intrauterin merupakan infeksi yang
menjalar keatas setelah ketuban pecah. Bakteri yang potensial patogen (aerob,
anaerob) masuk kedalam air ketuban, diantaranya adalah (1) streptococcus golongan
B, (2) Escherichia coli, (3) streptococcus anaerob, dan (4) spesies bacteroides.
Korioamnionitis dapat terjadi jauh sebelum persalinan memasuki fase aktif atau
malahan sebelum trimester ketiga. Antara infeksi dan persalinan preterm terdapat
interaksi: korioamnionitis-pembebasan prostaglandin-partus prematuruspembukaan
serviks uteri-korioamnionitis. Setelah terjadi invasi mikroorganisme ke dalam cairan
ketuban, janin akan terinfeksi karena janin menelan atau teraspirasi air ketuban,
ditandai dengan terjadinya takikardi yaitu denyut jantung bayi > 160 kali permenit
( Cunningham et al, 2005).
c. Kelainan Uterus
Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrician and Gynecologist (2001)
inkompetensia serviks adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai dengan dilatasi
serviks yang berulang, persalinan spontan pada trimester II yang tidak didahului
dengan KPD, perdarahan atau infeksi. Uterus yang tidak normal mengganggu resiko
terjadinya abortus spontan dan persalinan preterm. Pada serviks inkompeten dimana
serviks tidak dapat menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks yang mengakibatkan
kulit ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan kemudian
pecah, yang biasanya diikuti oleh persalinan. Terdapat penelitian yang menyatakan
bahwa risiko terjadinya persalinan preterm akan makin meningkat bila serviks < 30

Page | 4
mm, hal ini dikaitkan dengan makin mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks
makin pendek (Jenny, 2008).

d. Vaginosis Bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina predominan-
laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh bakteri anaerob
Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus, dan Mycoplasma hominis. Vaginosis
bakterialis telah lama dikaitkan dengan kelahiran preterm spontan, ketuban pecah
preterm, infeksi korion dan amnion, serta infeksi cairan amnion ( Cunningham et al,
2005).
e. Komplikasi medis dan obstetri
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan yaitu preeklampsia/eklamsia, ketuban
pecah dini, perdarahan antepartum dan lain-lain. Keadaan tersebut dapat mengganggu
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan
resiko kelahiran bayi prematur. Preeklamsia/eklampsia pada ibu hamil mempunyai
pengaruh langsung terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta
yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin. Sedangkan, perdarahan antepartum yaitu keadaan perdarahan
yang keluar dari vagina ibu hamil pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, dapat
diakibatkan oleh dua hal yaitu plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau
seluruh mulut rahim) dan solusio plasenta (plasenta terlepas dari tempat melekatnya)
yang diakibatkan oleh suatu sebab seperti trauma/ kecelakaan dan tekanan darah
tinggi, dapat mengancam nyawa ibu maupun janin sehingga meningkatkan indikasi
untuk mengakhiri persalinan yang berdampak terjadinya persalinan preterm (Intan,
2010; Cunningham et al, 2005). Sekitar 28% kelahiran preterm diindikasikan
disebabkan oleh preeklampsia (43%), gawat janin (27%), pertumbuhan janin
terhambat (10%), ablasio plasenta (7%), dan kematian janin (7%). Sekitar 72%
disebabkan oleh persalinan preterm spontan dengan atau tanpa pecah ketuban.
Sedangkan kehamilan ganda atau hidroamnion juga merupakan kausa dari kelahiran
preterm akibat dari distensi uterus yang berlebihan. Usia kehamilan makin pendek

Page | 5
pada kehamilan ganda, 25% bayi kembar 2, 50% bayi triplet, dan 75% bayi
kuadriplet lahir 4 minggu sebelum kehamilan cukup bulan ( Cunningham et al, 2005).
f. Penyakit sistemik kronis pada ibu: diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi,
penyakit ginjal dan paru kronis (Jenny, 2008).
Factor resiko partus premature antara lain :
a. Umur ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun. Pada umur
kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna,
rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga bila terjadi
kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi dan pada usia
lebih dari 35 tahun organ kandungan sudah tua sehingga jalan lahir telah kaku dan
mudah terjadi komplikasi (Jenny, 2008).
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita.
Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama
kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu dengan primipara yaitu wanita yang
melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya, maka kemungkinan terjadinya kelainan
dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his (power), jalan lahir (passage) dan
kondisi janin (passager). Menurut sebuah penelitian Dewi Ana Sari dan
Wewengkang Margaretha di Rumah Sakit WS Makassar tahun 2004-2005, persentase
tertinggi karakteristik ibu dengan persalinan preterm adalah dengan paritas 0 atau
primipara yaitu sebanyak 44,93%.
c. Keadaan sosial ekonomi
Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan dan kesehatan dan pemenuhan zat gizi.
Selain itu juga sosial ekonomi seseorang mempengaruhi kemampuan ibu untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai misalnya, kemampuan untuk
melakukan kunjungan prenatal untuk memeriksakan keadaan janin, mengetahui ada
atau tidaknya komplikasi kehamilan. Wanita pada tingkat sosial ekonomi (pekerjaan
dan pendidikan) lebih rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi mengalami

Page | 6
persalinan kurang bulan dibandingkan dengan tingkat sosial ekonomi lebih tinggi.
Frekuensi persalinan kurang bulan hampir 2 kali lipat pada buruh kasar dibandingkan
dengan yang terpelajar (Jenny, 2008).

d. Riwayat persalinan preterm sebelumnya


Riwayat persalinan preterm dan abortus merupakan faktor yang sangat erat dengan
persalinan preterm berikutnya. Risiko persalinan preterm berulang bagi mereka yang
persalinan pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat dibanding dengan wanita
yang bayi pertamanya mencapai aterm dengan persentase kemungkinan persalinan
preterm berulang pada ibu hamil yang pernah mengalami 1 kali persalinan preterm
sebesar 37%, sedangkan pada ibu yang pernah mengalami persalinan preterm 2 kali
atau lebih mempunyai resiko 70% untuk mengalami persalinan preterm
( Cunningham et al, 2005).
e. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk dan penambahan berat badan yang kurang baik
selama kehamilan serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah dilaporkan
memainkan peranan penting pada kejadian dan hasil akhir bayi dengan berat lahir
rendah. Resiko kelahiran preterm meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari wanita
bukan perokok, sedangkan resiko keguguran pada usia kehamilan antara minggu ke
28 sampai 1 minggu sebelum persalinan empat kali lebih tinggi dari yang bukan
perokok ( Cunningham et al, 2005).
2.3. Manifestasi Klinis Kehamilan Premature
Selain kontraksi uterus yang reguler baik nyeri atau tidak terasa nyeri, gejala-gejala
seperti tekanan pada panggul (pelvis), kram seperti saat menstruasi, perubahan discharge
vagina (cair atau berdarah), dan nyeri punggung bawah secara empiris berkaitan dengan
kelahiran preterm. (Cunningham et al, 2005)
2.4. Patofisiologi Kehamilan Premature
Drife dan Magowan menyatakan bahwa 35% persalinan preterm terjadi tanpa
diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10% terjadi pada
kehamilan ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya.
a. Infeksi

Page | 7
Menurut Cunningham et al (2005) proses patogenesis persalinan diawali dengan
Invasi bakteri yang akan mengawali aktivasi fosfolipase A2 yang memecah asam
arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat
untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin didalam air ketuban kemudian merangsang
sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi
proses persalinan. Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi
diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit.
Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1, tumor necrosing factor (TNF-α), dan
interleukin-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm.
Sementara itu, platelet activating factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban
terlibat secara sinergik pada aktivasi sitokin tadi. PAF juga diduga dihasilkan dari
paru dan ginjal janin. Dengan demikian janin memainkan peran yang sinergik dalam
mengawali proses persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri
mungkin menyebabkan kerusakan membran lewat pengaruh langsung dari protease.
b. Vaginosis Bakterial
Vaginosis bakterial adalah bukan keadaan infeksi namun adalah suatu keadaan
dimana flora vagina normal (laktobasilus penghasil hidrogen peroksida) diganti
dengan kuman-kuman anaerobik meliputi Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus
dan Mycoplasma hominis ( Cunningham et al 2005; Wiknjosastro 2008).
Menurut Cunningham et al (2005) data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia
seluruhnya memberikan gambaran yang konsisten bagaimana infeksi bakteri
menyebabkan persalinan prematur spontan. Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang
bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran
janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk tumor necrosing factor (TNF-
α), interleukin-1, interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-
stimulating factor. Selanjutnya, sitokin, endotoksin, dan eksotoksin merangsang
sintesis prostaglandin dan pelepasan dan juga mengawali neutrophil chemotaxis,
infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sistesis dan pelepasan metalloprotease
dan zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan
metalloprotease menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah
ketuban. Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan

Page | 8
melembutkannya. Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama baik.
Sebagai contoh, prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik
menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya
mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan
aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin
untuk mencapai miometrium. Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan
prematur melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan
hipotalamus fetus dan produksi corticotropinreleasing hormone (CRH) menyebabkan
meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi
kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya
produksi prostaglandin. Juga, ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus
meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif
kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak
diketahui.

Page | 9
Adopted from: Lockwood CJ, Kuczynski E. Risk stratification and pathological mechanisms
in preterm delivery. Paediatr Perinat Epidemiol. 2001;15 Suppl 2:78-89.

2.5. Pemeriksaan Diagnostic Kehamilan Premature.


a. Sediaan apus Vagina dan Serviks
b. Urin Rutin dan Kultur
c. Ultrasonografi
Pengkajian Gestasi (dengan berat badan janin 500 – 2500 gram)
2.6. Penatalaksanaan Kehamilan Premature
a. Pertimbangan Penatalaksanaan Obstetri/ perinatal
Apabila usaha untuk mempertahankan kehamilan sesuai usia kehamilan normal sudah
tidak memungkinkan untuk dilakukan lagi. Maka solusi yang ada adalah mengambil
jalan terminai kehamilan, atau melakukan partus preterm. Sebelum melakukan jalan
terminasi partus preterm, ada beberapa pertanyaan yang harus menjadi pertimbangan,
antara lain:
1) Berapa besar kemampuan klinik untuk menjaga kehidupan bayi preterm?
2) Berapa besar peluang/ kemungkinan hidup bayi dengan berat lahir dan usia gestasi
tersebut?
3) Bagaimana persalinan akan dilakukan?pervaginam atau perabdominam (Sectio
Cesarea)?
4) Komplikasi apa yang mungkin timbul? Apakah alat / sarana / kemampuan yang ada
memadai?
5) Bagaimana pertimbangan dari pihak pasien / keluarga, tentang kemungkinan keadaan
bayi yang kurang baik, konsekuensi perawatan bayi premature yang lama dan berat,
dan sebagainya?
b. Penatalaksanaan medic kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum cukup bulan
dengan adanya resiko partus premature :
1) Infeksi
Untuk menangani terjadinya infeksi pada ibu hamil dilakukan terapi farmakologi
dengan antibiotika spectrum luas dosis tinggi. Demam/ hiperpireksia yang terjadi

Page | 10
pada ibu juga harus mendapat perhatian untuk di intervensi, sebab hiperpireksia
dapat berakibat buruk pada sirkulasi janin.

2) Kontraksi
Kontraksi yang beresiko untuk terjadi nya persalinan preterm adalah kontraksi
(HIS) yang terjadi dengan frekuensi 3-4 kali perjam.dalam 48 jam menjelang
terjadinya partus kontraksi (HIS) akan meningkat sampai 2-4 kali tiap 10 menit
dengan intensitas yang makin kuat, semakin lama frekuensi kontraksi akan makin
meningkat. Apabila kontraksi terjadi sebelum usia kehamilan cukup bulan, maka
diberikan intervensi tokolisis agar partus tidak terjadi terlalu dini, dengan cara
memberikan obat-obatan beta agonis (misalnya salbutamol, terbutalin), sambil
terus mengawasi keadaan ibu dan keadaan janin. Pengobatan dapat diberikan
dengan IV, kemudian dilanjutkan dengan per-oral bila pasien pulang. Bila
kontraksi hilang pemberian tokolisis dihentikan.
3) Pemicu pematangan paru janin
Apabila partus preterm tidak dapat dihindari, sedangkan usia janin masih belum
cukup bulan, maka ada kemungkinan paru-paru janin belum berkembang dengan
benar. Maka untuk melakukan akselerasi pematangan paru janin dapat diberikan
preparat kortikosteroid (misalnya deksamtason, betametason) yang akan
menstimulasi produksi dan sekresi surfaktan di paru janin. Ideal pemberian terapi
farmako ini minimal selama 2 x 24 jam.
c. Metode yang digunakan untuk menghentikan kontraksi pada partus preterm
Usaha untuk menghentikan partus preterm termasuk sulit untuk dilakukan, dan
seringkali tidak efektif. Sehingga terdapat beberapa cara untuk menghambat
terjadinya partus preterm.
1) Tirah baring
Dengan ibu melakukan tirah baring posisi tubuhnya nyaman. Keberhasilan
intervensi ini diperkirakan pada perasaan tentram pada diri ibu.
2) Magnesium Sulfat

Page | 11
Peranan magnesium diperkirakan terletak pada sifat antagonisnya terhadap
kalsium. Untuk menghindari intoksikasi oleh magnesium sulfat maka harus
diperhatikan reflek patella tetap ada dan depresi respiratori.

3) Preparat agonis β- adrenergic


a) Isoksuprin
Preparat ini kurang begitu efektif dan bisa menimbulkan efek samping yitu
takikardia dan hipotensi
b) Ritodrin
Merupakan obat satu-satunya yang mempunyai indikasi spesifik adalah untuk
menghentikan persalinan preterm.
c) Terbutalin
Digunakan untuk menghentikan persalinan preterm dengan cara menghambat
kontraksi miometrium.
d) Fenoterol. Secara structural menyerupai ritodrin
4) Terapi Kombinasi
Dari hasil penelitian beberapa ahli, terapi ritodrin dengan magnesium sulfat
memberikan efek yang lebih ampuh dari pada satu obat saja.
5) Anti prostaglandin
Preparat ini bekerja dengan menghambat kerja prostaglandin pada organ sasaran.
6) Preparat penghambat saluran kalsium
7) Narkotik dan sedative
d. Penanganan partus preterm
1) Penanganan umum
a) Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
b) Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
2) Prinsip penanganan
a) Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan, atau
b) Persalinan berjalan teru dan siapkan penanganan selanjutnya.
[ CITATION Abd02 \l 1033 ]

Page | 12
3) Penanganan partus preterm
Kelahiran harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari
kompresi dan dekompresi kepala secara cepat. Oksigen diberikan lewat masker
kepada ibu selama kelahiran. Ketuban tidak boleh dipecah secara artificial.
Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak
dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar. Epistomi mengurang tekanan
pada cranium bayi. Forceps rendah dapat membentu dilatasi bagian lunak jalan
lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Pada letak sungsang dengan
partus preterm ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada
partus preterm adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan
lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relative besar.
Kelahiran prespitatus san yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonates harus hadir pada saat kelahiran [ CITATION Har03 \l 1033 ].
2.7. Komplikasi Kehamilan Premature
Komplikasi yang sering terjadi pada kejadian partus preterm pada neonates adalah
adanya Sindroma Gawat Nafas. Sindroma Gawat Nafas merupakan komplikasi yang
paling sering pada persalinan preterm. Insidennya lebih baik dengan adanya terapi yang
lebih baru. Sindroma gawat nafas memegang peranan penting terhadap beberapa kondisi
lain, seperti :
a. Perdarahan Intra Ventrikuler
b. Enterokolitis Nekotizing
c. Hipertensi Pulmonal Persisten
d. Efek Samping pernafasan lainnya

Page | 13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Persalinan
premature merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas neonatal di
seluruh dunia, yaitu sebesar 60-80%. Di Indonesia angka morbitas pada premature
mencapai 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal. Penyebabnya pun
bermacam-macam antara lain KPD (Ketuban Pecah Dini), infeksi, kelainan uterus,
vaginosis bakterialis, komplikasi medis dan obstreti serta kelainan atau penyakit
sistemis kronis pada ibu seperti DM, jantung maupun hipertensi.
3.2. Saran
Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat dan baik karena telah mengetahui penyebabnya serta cara
pencegahan maupun pengobatannya terhadap klien dengan partus premature.

Page | 14
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. Lowdermilk. Jensen. 2004. Keperawaytan Maternitas. Jakarta: EGC
Cunningham, F.G. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.
Dhina Novi Ariana, S. E. (2011). Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur.
http://jurnal.unimus.ac.id , 1-13.
Herdman, T. Hearter. 2011. Diagnosis keperaewatan Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014.
Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.
Nugroho, taufam.2010. Kasus Emergency Bidan. Yogyakarta: Nuna Medika
Oxorn, H. (2003). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor and
Birth. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.
Saifuddin, A. B. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Wijayarini, Maria A. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai