Anda di halaman 1dari 15

Nama : Putri Regina Aulia

NIM : 201910230311404

Kelas : Psikologi H

Mata Kuliah : Psikologi Industri dan Organisasi

Perbedaan Individu dan Sikap Kerja


A. Perbedaan Individu

Seperti yang telah dikemukakan, setiap individu adalah unik. Perbedaan individual adalah
atribut personal yang bervariasi dari satu orang ke orang lain. Perbedaan individual dapat bersifat
fisik, psikologis, dan emosional. Perbedaan individual yang mengategorikan seseorang tertentu
membuat orang tersebut unik. Variabel-variabel yang mempengaruhi perbedaan individu
meliputi karakteristik biografi, kemampuan, persepsi, nilai kerja, dan kepribadian. Namun,
pertama kita perlu memerhatikan pentingnya situasi tersebut dalam menilai perilaku individual.

Perbedaan individu merupakan hal yang penting. Perbedaan individu diutamakan dalam
ilmu manajemen dan perilaku organisasi karena sebuah alasan penting. Perbedaan individu
memiliki dampak langsung terhadap perilaku. Setiap orang merupakan pribadi yang unik berkat
latar belakan mereka, karaktaristik individual, kebutuhan dan cara mereka memandang dunia dan
individu lain. Orang yang memandang berbagai hal secara berbeda akan berperilaku secara
berbeda. Orang yang memiliki sikap berbeda akan memiliki respons yang berbeda terhadap
perintah dan pada hal – hal yang lain, semua aktifitas organisasi selalu dipengaruhi oleh
perbedaan individu.

Suatu cara yang bermanfaat untuk memikirkan berapa pentingya perbedaan individu
dalam mempengaruhi perilaku kerja adalah penggunaan kerangka kerja (attraction – selection –
attrition). Daya tarik organisasi atau attraction terhadap calon tenaga kerja , pemilihan tenaga
kerja (selection) yang dilakukan oleh organisasi, dan pengurangan tenaga kerja (attrition) dalam
organisasi menentukan jenis orang yang akan bertahan dalam organisasi. Orang – orang inilah
yang pada akhirnya akan menentukan perilaku organisasi.

Setiap individu berbeda dengan individu lain dalam banyak hal. Seorang manajer perlu
memikirkan perbedaan semacam ini dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan.
Perbedaan antar orang memerlukan penyesuaian oleh individu dan orang yang akan bekerja
dengannya. Manajer yang mengabaikan perbedaan senacam ini sering terlibat dalam praktik
yang menghalangi pencapaian tujuan pribadi dan organisasi.
B. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Perbedaan Individu
a. Karakteristik Biografis
Ada beberapa pengertian tentang karakteristik biografis menurut beberapa
pendapat sebagai berikut :
Menurut Sentanoe Kertonegoro, (2001:21), sifat-sifat biografis adalah sifat-sifat
pribadi seperti : umur, jenis kelamin, dan status perkawinan yang objektif dan mudah
diperoleh dari arsip/catatan personil. Analisis variable-variabel tersebut adalah
mempunyai dampak pada produktivitas, absensi, tingkat keluarnya karyawan, dan
kepuasan karyawan.
Menurut Gibson, (1996:130), klasifikasi paling penting dari demografi adalah
jenis kelamin dan ras. Keragaman budaya juga dapat mempengaruhi situasi kerja.
Menurut Sunarto, (2004 : 25), Pada hakekatnya karakteristik biografis ini menekuni
penemuan dan analisis variable-variabel yang mempunyai dampak pada produktivitas,
absensi, tingkat keluarnya karyawan, dan kepuasan karyawan. Karakteristik tersebut
berupa usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan, dan masa kerja dalam
organisasi.
Menurut Robbins, (2001 : 42), Pada hakekatnya karakteristik biografis menekuni
penemuan dan analisis variable-variabel yang mempunyai dampak pada produktivitas,
absensi, tingkat keluarnya karyawan, dan kepuasan karyawan. Karakteristik tersebut
yang jelas berupa: usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan dan masa
kerja dalam organisasi.
Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang pengertian karakteristik biografis
dapat disimpulkan bahwa karakteristik tersebut terdiri dari : usia, jenis kelamin, status
perkawinan dan masa kerja karyawan, yang semuanya mempunyai dampak terhadap
keluar-masuknya karyawan (turnover), absensi (kemangkiran), produktivitas dan
kepuasan kerja karyawan. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan kami uraikan satu-
persatu sifat-sifat biografis sebagai berikut:

1. Usia
Dampak yang ditimbulkan oleh usia pada Pengunduran Diri, Keabsenan,
Produktivitas, dan kepuasan adalah sebagai berikut :
o Pengunduran Diri : Kesimpulan yang ditarik berdasarkan hasil studi menagatakan
bahwa semakin tua anda maka akan semakin kecil kemungkinan anda berhenti
dari pekerjaan.
o Keabsenan : Pengujian penelitian menemukan bahwa hubungan usia-keabsenan
sebagian merupakan fungsi apakah kemangkiran itu dapat dihindari atau tidak.
Umumnya karyawan tua mempunyai tingkat keabsenan dapat dihindari lebih
rendah dibandingkan dengan karyawan yang lebih muda.
o Produktivitas : Tuntutan dari sebagian pekerjaan, bahkan pekerjaan-pekerjaan
yang mensyaratkan kerja otot yang berat, tidak cukup besar terpengaruh oleh
kemerosotan keterampilan fisik akibat usia yang berdampak pada produktivitas ;
atau jika terjadi kemerosotan karena usia, sering diimbangi oleh keunggulan
karena pengalaman.
o Kepuasan Kerja : Studi ini mencampuradukan karyawan professional dan tak
professional. Jika kedua tipe itu dipisah, kepuasan cenderung terus-menerus
meningkat pada para profesional dengan bertambahnya usia mereka, sedangkan
pada non-profesional kepuasan itu merosot selama usia setengah baya dan
kemudian naik lagi pada tahuntahun berikutnya.

2. Jenis Kelamin
Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria
danwanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis,
dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, produktivitas pekerjaan, kepuasan kerja
atau kemampuan belajar. Namun, hasil studi menunjukkan bahwa wanita lebih
bersedia mematuhi wewenang, dibandingkan pria yang lebih agresif dan lebih besar
kemungkinannya dalam memiliki pengharapan untuk sukses,namun tetap saja
perbedaannya kecil.
Biasanya, yang membuat adanya perbedaan adalah karena posisi wanita sebagai 
ibu yang juga harus merawat anak-anaknya. Ini juga yang mungkin menimbulkan
anggapan bahwa wanita lebih sering mangkir daripada pria. Jika anak-anak sakit,
tentulah ibu yang akan merawat danmenemani dirumah.

3. Status Perkawinan
Riset menunjukan bahwa karyawan yang menikah lebih rendah tingkat
keabsenannya, mempunyai tingkat pengunduran diri yang lebih rendah, dan lebih
puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang tidak menikah.

4. Masa Kerja
Jika kita mendefinisikan senioritas sebagai masa kerja seseorang pada pekerjaan
tertentu, kita dapat mengatakan bahwa bukti paling baru menunjukan suatu hubungan
positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Jika demikian, masa kerja yang
diekspresikan sebagai pengalaman kerja, tampaknya tak menjadi dasar perkiraan
yang baik terhadap produktivitas karyawan. Penelitian tentang masa kerja dengan
keabsenan menunjukan bahwa senioritas berkaitan negative dengan keabsenan.
Penelitian menunjukan bahwa perilaku masa lalu merupakan indicator peramalan
terbaik untuk memperkirakan perilaku masa depan, bukti menunjukan bahwa masa
kerja pekerjaan terdahulu dari seorang karyawan merupakan indicator perkiraan yang
ampuh atas pengunduran diri karyawan itu dimasa mendatang. Bukti tersebut
menunjukan bahwa masa kerja dan kepuasan saling berkaitan positif.
b. Kemampuan
Kemampuan adalah suatu kapasitas yang dimiliki seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Ada dua jenis
kemampuan, yaitu:
1. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan atau menjalankan kegiatan mental. Robbins (2001) mencatat 7 (tujuh)
dimensi yang membentuk kemampuan intelektual, yakni:
 Kecerdasan numerik adalah kemampuan berhitung dengan cepat dan tepat,
 Pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca atau didiengar,
 Kecepatan perseptual, yaitu kemampuan mengenal kemiripan dan perbedaan
visual dengan cepat dan tepat,
 Penalaran induktif adalah kemampuan mengenal suatu urutan logis dalam satu
masalah dan pemecahannya,
 Penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi
dari suatu argument,
 Visualisasi ruang, yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan
tampak seandainya posisi dalam ruang diubah,
 Ingatan, yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa
lalu.
Beberapa profesi yang erat kaitannya dengan kemampuan intelektual diantaranya
adalah akuntan, periset.

2. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik merupakan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut daya stamina, kecekatan dan keterampilan. Penelitian terhadap berbagai
persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan
kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik, yaitu yaitu
kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan eksplosif, fleksibilitas luas,
fleksibilitas dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan dan stamina. Setiap individu
memiliki kemampuan dasar tersebut secara berbeda-beda. Kemampuan intelektual
berperanan besar dalam pekerjaan yang rumit, sedangkan kemampuan fisik hanya
menguras kapabilitas fisik.

c. Persepsi
Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat 
sesuatu. Sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana
seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Presepsi disebut inti komunikasi
karena jika presepsi kita tidak akurat, kitatidak mungkin berkomunikasi dengan efektif.
      Menurut Mulyana (2005) persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek
sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat
emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang
memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip penting
yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah :
1. Persepsi berdasarkan pengalaman. Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi
mereka mengenai realitas (social) yang telah dipelajari (pengalaman). Ketiadaan
pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan membuat seseorang
menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang
mirip.
2. Persepsi bersifat selektif. Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective
attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau
sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita lihat, kita mendengar apa
yang ingin kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama
yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian adalah proses
mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada
saat stimuli lainnya melemah.
3. Persepsi bersifat dugaan. Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat
penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada
kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak
mungkin memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita. Proses
persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek
dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Dengan
demikian, persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang
tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional
tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum.
4. Persepsi bersifat evaluatif.  Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena
masing-masing melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan
kepentingannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis yang
mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi
dan subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi.
5. Persepsi bersifat kontekstual . Konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat.
Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu
kejadian sangat mempengaruhi struktur kogniif, pengharapan dan oleh karenanya
juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu faktor penting
dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur objek atau kejadian
berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan. Proses terjadinya
persepsi

Faktor-Faktor yang mempengaruhi persepsi


1. Faktor eksternal atau dari luar :
o Concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan
dibandingkan dengan yang obyektif.
o Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk di persepsikan
dibanding dengan hal-hal yang baru.
o Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi
munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang lambat.
o Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon
dan lain-lain.
2. Faktor internal atau dari dalam :
o Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon untuk istirahat.
o Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan dari pada yang tidak menarik
o Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian
o Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat,
merasakan dan lain-lain.

Menurut Rahmat (2005) faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi


interpersonal adalah:
o Pengalaman Seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak
tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
o Motivasi Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah
kebutuhan untuk mempercayai “dunia yang adil” artinya kita mempercayai dunia
ini telah diatur secara adil.
o Kepribadian Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk
mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang mengeluarkan
perasaan berasalnya dari orang lain.

d. Nilai Kerja
Nilai yang digunakan di tempat kerja merupakan nilai-nilai bersama, yaitu
komponen penting dari setiap hubungan perjanjian. Nilai-nilai yang kontroversial
(misalnya kualitas, inovasi, kerjasama, dan partisipasi) yang mudah untuk berbagi dan
dapat membina hubungan yang erat. Karyawan percaya apabila organisasi mereka
menghargai produk-produk berkualitas, mereka akan terlibat dalam perilaku yang akan
memberikan kontribusi untuk kualitas tinggi. Karyawan yakin bahwa apabila mereka
nilai partisipasi organisasi, mereka akan lebih mungkin untuk merasa seolah-olah
partisipasi mereka akan membuat perbedaan. Akibatnya, mereka akan lebih bersedia
untuk mencari solusi dan membuat saran untuk berkontribusi pada kesuksesan
organisasi.
Kesuksesan organisasi tergantung pada nilai kerjanya. Nilai kerja penting karena
mempengaruhi perilaku organisasional, performa kerja, produktivitas dan komitmen
organisasi. Kecemerlangan sebuah organisasi amat bergantung pada nilai kerja individu
dalam organisasi. Nilai kerja yang dimiliki oleh individu akan menentukan prestasi
kerja. Prestasi kerja yang cemerlang hasil daripada nilai kerja yang positif dan amanah
akan dapat meningkatkan produktivitas organisasi. Nilai kerja sangat berkaitan dengan
sikap, persepsi dan kepercayaan individu terhadap pekerjaannya. Nilai kerja juga boleh
dijadikan petunjuk untuk menilai sejauh mana penilaian pekerja terhadap kerjanya dan
bagaimana pula kebanggaan, rasa tanggung jawab, kesungguhan, cara bekerja dan
akhirnya, prestasi kerja yang dihasilkan (dalam Samad 2009).
Nilai kerja dapat diartikan sebagai suatu keyakinan dan sikap individu mengenai
cara-cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu terhadap
pekerjaannya yang digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerja


Nilai kerja seseorang terbentuk oleh beberapa faktor. Menurut Hofstede
(1980: 81-94) faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerja (dalam Matsumoto dan
Juang 2000) adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan
Lingkungan tempat bekerja mempengaruhi nilai kerja seseorang dalam bekerja,
seperti lingkungan fisik tempat kerja, orang-orang yang ada di lingkungan organisasi.
Lingkungan ataupun situasi yang dialami oleh seseorang akan membuat munculnya
dorongan untuk membuat penilaia n pada suatu hal, demikian juga terhadap
nilai kerjanya. Hubungan interpersonal antara pegawai dengan teman sejawat
maupun dengan atasan dan bawahan akan berdampak pada nilai kerja pegawai.
2. Kepuasan
Kepuasan yang diperoleh karyawan dalam pekerjaannya menentukan nilai
kerjanya. Kepuasan karyawan dipandang sebagai hal yang menyeluruh dari
pekerjaannya, maka semakin puas karyawan terhadap pekerjaannya maka nilai kerja
mereka akan terpengaruh juga. Pengalaman bekerja dipandang sangatlah
berpengaruh pada nilai kerja dan kepuasan. Kepuasan kerja seseorang akan
menentukan tinggi rendahnya nilai kerja seseorang, dan kepuasan ini juga
menentukan lama tidaknya orang tersebut bekerja pada perusahaan.
3. Tujuan personal
Tujuan personal merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh karyawan, yang
menyebabkan karyawan akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai
hal tersebut. Tujuan personal dari karyawan juga menentukan nilai kerja karyawan di
mana suatu hal yang ingin dicapai akan menjadi penentu bagaimana karyawan
menggambarkan dan menentukan nilai kerjanya.
e. Kepribadian
Menurut Stephen Robbins kepribadian adalah keseluruhan total cara seseorang
individu bereaksi dan berinteraksi dengan yang lain (Robbins 2003:120). Dengan
demikian kepribadian seseorang akan tergambarkan melalui perilakunya ketika
seseorang itu berinteraksi dengan orang lain, apakah ia seorang yang terbuka dan mudah
bergaul dalam berinteraksi atau ia seorang yang tertutup ketika berinteraksi dengan
orang lain. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang menurut
Robbins disebutkan ada tiga, yaitu: faktor keturunan, limhkungan, dan situasi.

Tipe-tipe Kepribadian, Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan tipe-tipe


kepribadian sebagai berikut:
1. Tipe Realistik
Mereka yang berada area ini adalah cenderung sebagai orang yang memiliki
keengganan sosial, agak pemalu, bersikap menyesuaikan diri, materialistik, polos,
keras hati, praktis, suka berterus terang, asli, maskulin dan cenderung atletis, stabil,
tidak ingin menonjolkan diri, sangat hemat, kurang berpandangan luas dan kurang
mau terlihat.
2. Tipe Investigatif
Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu,
mandiri, intelektual,instropektif, introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti,
rasional, pendiam, menahan diri dan kurang populer.
3. Tipe Artistik
Orang-orang yang masuk dalam tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya
sebagai orang yang “agak sulit” (complicated), tidak teratur, emosional, tidak
materaialistik, idealistis, imaginitif, tidak praktis, impulsif, mandiri, instropektif,
intuitif, tidak menyesuaikan diri dan orisinil/asli.
4. Tipe Sosial
Mereka yang tergolong dalam tipe sosial ini cenderung untuk memperlihatkan
dirinya sebagai orang yang suka kerjasama, suka menolong, sopan santun, murah
hati, agak konservatif, idealistis, persuasif, bertanggung jawab, bersifat sosial,
bijaksana dan penuh pengertian.
5. Tipe Enterprising
Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung memperlihatkan dirinya sebagai
orang yang gigih mencapai keuntungan, petualang, bersemangat (ambisi),
argumentatif, dominan, energik, suka menonjolkan diri, suka spekulasi dan
membujuk, impulsif, optimis, pencari kesenangan, percaya diri, sosial dan suka
bicara.
6. Tipe Kovensional
Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang mudah menyesuaikan
diri, teliti, dipensif, efesien, kurang fleksibel, pemalu, patuh, sopan santun, teratur
dan cenderung rutin, keras hati, praktis, tenang, kurang imajinasi dan kurang
mengontrol diri.

C. Sikap Kerja
Sikap kerja mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam memberikan
reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari pengalaman dapat merespon
stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara positif dan ada yang merespon secara
negative. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif.
Sikap kerja yang positif meliputi :
1. Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu
kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin
dicapai oleh orang-orang secara individual.
2. Rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan
membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab
terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi
tercpainya tjuan perusahaan.
3. Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka
akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan
antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang
harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
4. Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa
karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal
melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya
bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah
menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.
Faktor-faktor Sikap Kerja, menurut Blum and Naylor (Aniek, 2005) terdapat beberapa
factor yang mempengaruhi sikap kerja, diantaranya:
1. Kondisi Kerja → Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan
social yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Karena
dengan adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.
2. Pengawasan Atasan → Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap
karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap
sikap dan semangat kerja karyawan.
3. Kerja sama dari teman sekerja → Adanya teman sekerja yang dapat berkerjasama akan
sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
4. Keamanan → Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan
menjamin dan menambah ketenangan dalam pekerjaan.
5. Kesempatan untuk maju → Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal
karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.
6. Fasilitas kerja → Tersedianya fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan karyawan dalam
pekerjaannya.
7. Upah atau Gaji → Rasa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang
berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang dapat mempengaruhi sikap
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya

Tipe-tipe Sikap Kerja :


a. Komitmen
Komitmen pada organisasi adalah suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang
pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara
keanggotaan dalam organisasi tersebut. Seperti pada keterlibatan kerja bahwa komitmen
pada organisasi memperlihatkan hubungan yang negatif antara kemangkiran dan tingkat
keluar masuknya pegawai.
Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :
1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan
keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki
komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa
sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan
meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen
kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa
pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam
organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis

b. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja yaitu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap
yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
Faktor kepuasan kerja, yaitu :
1. Mentally challenging work yaitu pekerjaan yg menantang secara mental.
2. Equitable rewards (imbalan yang sesuai) yaitu adanya keadilan dalam peraturan
gaji & promosi.
3. Supportive working conditions yaitu adanya dukungan kondisi kerja berupa
kondisi lingkungan kerja yang nyaman, fasilitas yang lengkap dan tidak
membahayakan akan mendukung kepuasan kerja seseorang.
4. Supportive collagues yaitu adanya dukungan kolega/teman akan membuat seseorang
menjadi lebih mantap dalam bekerja.
5. Personality -job fit yaitu adanya kesesuaian antara kepribadian seseorang dengan
pekerjaannya. Personality -job fit akan membuat seseorang lebih puas karena dalam
bekerja sekaligus ia dapat menyalurkan bakat dan minatnya

c. Keterlibatan Kerja
Menurut Mitchell dan Lee (2001) keterlibatan kerja merupakan sejauh mana
karyawan merasa cocok dengan perusahannya. Keterlibatan kerja mencangkup aspek
situasional dari ruang kehidupan karyawan yang mempengaruhi keputusannya untuk
tetap bertahan di perusahaan. Aspek situasional ini mencangkup pekerjaan dan hubungan
sosial. Terbagi lagi menjadi dua setting lingkungan yaitu lingkungan tempat bekerja (on
the job) dan lingkungan komunitas (off the job). Keterlibatan kerja membuat karyawan
memilih untuk tetap bertahan pada perusahaannya.
Berdasarkan pemaparan definisi keterlibatan kerja dari para ahli, dapat ditarik
kesimpulan bahwa keterlibatan kerja merupakan perasaan cocok dari karyawan kepada
perusahaan yang dipengaruhi oleh aspek situasional dari pekerjaan dan sosial karyawan.
Hal tersebut yang mempengaruhi keputusan karyawan untuk tetap bertahan di
perusahaan.
Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Kerja, keterlibatan kerja (Job
Involvement) dapat dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu variabel personal dan variabel
situasional.
1. Variabel Personal
Variabel personal yang bisa mempengaruhi keterlibatan kerja meliputi variabel
demografi dan psikologis. Variabel demografi mencakup usia, pendidikan, jenis
kelamin, status pernikahan, jabatan, dan senioritas. Sedangkan variabel psikologis
mencakup intrinsic/extrinsic need strength, nilai-nilai kerja, locus of control,
kepuasan terhadap karakteristik/hasil kerja, usaha kerja, performansi kerja, absensi,
dan intensi turnover.
2. Variabel Situasional
Variabel situasional yang dapat mempengaruhi keterlibatan kerja mencakup
pekerjaan, organisasi, dan lingkungan sosial budaya. Variabel pekerjaan mencakup
karakteristik/hasil kerja, variasi, otonomi, identitas tugas, feedback, level pekerjaan
(status formal dalam organisasi), level gaji, kondisi pekerjaan (work condition), job
security, supervisi, dan iklim interpersonal.

d. Keterikatan Kerja
Menurut Scahaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002), keterikatan
kerja merupakan kegiatan penuh semangat bekerja yang ditandai dengan karakteristik
semangat, dedikasi, dan juga absorbsi pada pekerjaan. Semangat mengacu pada energi,
ketahanan dan usaha dalam melaksanakan pekerjaan. Dedikasi merujuk pada rasa
bangga, antusias, dan rasa bermakna. Absorbsi mengacu pada keterlarutan yang ditandai
dengan konsentrasi penuh dalam bekerja dan merasa bahwa waktu berjalan lebih cepat.
Berdasarkan paparan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja
merupakan perasaan positif seperti semangat dan tenggelam dalam pekerjaannya serta
menganggap pekerjaan tersebut penting bagi dirinya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja Membicarakan
mengenai keterikatan kerja, tidak akan terlepas dari faktor yang mempengaruhinya.
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja, yaitu:
a) Tuntutan pekerjaan (job demands) Tuntutan pekerjaan dapat dikategorikan sebagai
segala hal yang membutuhkan usaha atau biaya secara fisik, psikologis, sosial dan
organisasional yang dikeluarkan oleh karyawan dalam melakukan kegiatan yang
mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, sosial dan perusahaan.
b) Sumber daya pribadi (personal resources) Semakin tinggi sumber daya pribadi yang
dimiliki seseorang membuatnya semakin menghargai diri sendiri. Selain itu
karyawan akan semakin berusaha mencapai sasaran diri sendiri (self-cocordance).
Karayawan yang memiliki sasaran diri sendiri ini akan memicu peningkatan kinerja
dan mencapai kepuasan yang lebih tinggi. Sumber daya pribadi terdiri dari tiga
dimensi yaitu kepercayaan diri untuk melakukan perencanaan penyelesaian kerja
(self efficacy), rasa dihargai (self esteem) dan optimisme. \
c) Sumber daya pekerjaan (job resources) Aspek fisik, sosial, psikologis, atau emosional
dari pekerjaan yang mampu membuat karyawan mencapai tujuan kerja, mampu
mengurangi tuntutan pekerjaan, dan menstimulasi pertumbuhan serta perkembangan
pribadi. Sumber daya ini dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu internal (fitur
kognitif dan pola aksi) dan eksternal (organisasional dan sosial). Sumber daya
eksternal meliputi kontrol pekerjaan, variasi tugas, kesempatan untuk kenaikan
pangkat dan partisipasi dalam mengambil keputusan. Sedangkan sumber daya sosial
meliputi dukungan rekan kerja, keluarga dan teman sebaya (Demerouti, Bakker,
Nachreiner, & Schaufeli, 2001).
d) Modal Sosial (Social Capital) Menurut Putnam (1993) modal sosial merupakan fitur
sosial organisasi yang terdiri dari kepercayaan, norma, sikap timbal balik dan
jaringan. Mampu meningkatkan efisiensi dari masyarakat dengan tindakan yang
terkordinasi. Kepercayaan merupakan penilaian mengenai individu berdasarkan
riwayat interaksi yang sudah berjalan sebelumnya. Informasi tersebut akan
digunakan untuk melihat pola perilaku dari individu. Norma merupakan standar
sosial yang digunakan untuk memandu individu di dalam kelompok. Sikap timbal
balik merupakan konsep pertukaran sosial dimana individu akan mendapatkan
keuntungan baik sekarang atau di masa yang akan datang. Jaringan memungkinkan
adanya pemecahan masalah bersama, belajar, berinovasi dan beradaptasi dengan
kelompok
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa terdapat empat faktor
yang mempengaruhi keterikatan kerja yaitu tuntutan kerja, sumber daya pribadi, sumber
daya pekerjaan dan modal sosial. Pada penelitian ini faktor yang dirasa memiliki
hubungan yang erat dengan keterlibatan kerja yaitu modal sosial.

e. OCB (Organizational Citizenship Behavior)


OCB menurut Robbins (2008) adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian
dari kewajiban kerja formal, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara
efektif. Perilaku keanggotaan Organisasi atau yang sering disebut OCB adalah perilaku
individu yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem
penghargaan secara formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang
efektif (Luthans, 2006). Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali
diajukan oleh Organ, dkk (2006) yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB :
1) Altruism yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-
tugas yang berkaitan erat JOM Fekon Vol. 4 No. 1 (Februari) 2017 620 dengan
operasi-operasi organisasional.
2) Civic virtue, perilaku yang mengindikasikan karyawan ikut bertanggungjawab,
berpartisipasi dan memperhatikan kehidupan organisasi, diwujudkan dengan
tindakan individu dalam memberikan saran yang membangun tentang bagaimana
memperbaiki efektivitas kinerja tim, termasuk kehadiran secara aktif untuk
berpartisipasi dalam kegiatankegiatan yang diadakan organisasi. Perilaku Civic
virtue ini menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi
organisasi baik secara professional maupun social alamiah.
3) Concientiousness, perilaku yang memenuhi atau melebihi syarat minimal peran
yang dikehendaki oleh organisasi, diwujudkan dengan datang tepat atau di awal
waktu, tidak menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu,
bekerja dengan ketelitian tinggi, dsb.
4) Courtesy, perilaku yang bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah kerja dengan
rekan sekerja atau dalam organisasi, diwujudkan dengan sikap karyawan yang
mempertimbangkan nasehat atau pertimbangan dari karyawan lain maupun atasan
sebelum bertindak atau mengambil keputusan serta pemberian informasi-informasi
penting yang dimilikinya dalam rangka penyelesaian masalah. berisi tentang kinerja
dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum.
5) Sportmanship, sikap/ perilaku yang lebih memandang organisasi kearah yang positif
daripada ke negatif, diwujudkan dengan tidak mengeluh terhadap kondisi-kondisi
sementara yang kurang ideal tanpa melakukan pengaduan yang dapat menjatuhkan
organisasi di mata masyarakat. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa
dimensi-dimensi dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) meliputi perilaku
menolong teman bekerja, adanya partisipasi dan dukungan terhadap fungsi-fungsi
organisasi, perilaku yang ditampilkan memenuhi atau melebihi syarat minimal
peran yang dikehendaki (bekerja dengan ketelitian yang tinggi, datang cepat, dll),
mempertimbangkan pendapat atau nasehat orang lain dalam mengambil keputusan,
dan perilaku yang memandang organisasi kearah yang positif. Kelima dimensi
tersebut didasarkan atas rasa sukarela atau tanpa adanya paksaan.

Anda mungkin juga menyukai