Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita
anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu
hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut
World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia dunia berkisar 40-
88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun)di Indonesia sebesar 26,2%
yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).
Anemia merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian
ibu hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi bila
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Perempuan yang meninggal
karena komplikasi selama kehamilan dan persalinan mengalami penurunan pada
tahun 2013 sebesar 289.000 orang. Target penurunan angka kematian ibu sebesar
75% antara tahun 1990 dan 2015 (WHO, 2015). Jika perempuan mengalami
anemia akan sangat berbahaya pada waktu hamil dan melahirkan. Perempuan
yang menderita anemia akan berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan
rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain itu, anemia dapat mengakibatkan kematian
baik pada ibu maupun bayi pada waktu proses persalinan (Rajab, 2009).
Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia
yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan
18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi
anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar
45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar
39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling tinggi terutama pada
remaja putri (Kemenkes RI, 2013).
Anemia sering kali disebabkan oleh kurangnya kandungan zat besi dalam
makanan, penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, adanya zat-zat
yang menghambat penyerapan zat besi, dan adanya parasit di dalam tubuh seperti
cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan
atau operasi (Arumsari dkk, 2008). Menurut Harsono (2013), juga menjelaskan
bahwa anemia bisa sebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti Tubercolis
Paru, Infeksi Cacing Usus dan Penyakit Malaria.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa/i Ners Tahap Profesi STIKes Santa Elisabeth Medan


mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Anemia

1.2.2 Tujuan Khusus

Agar mahasiswa/i Ners Tahap Akademik tingkat IV semester 7 STIKes


Santa Elisabeth Medan mampu :

1. Menjelaskan defenisi Anemia


2. Menjelaskan etiologi Anemia
3. Menjelaskan manifestasi klinis Anemia
4. Menjelaskan komplikasi gagal Anemia
5. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic Anemia
6. Menjelaskan penatalaksanaan Anemia
7. Menjelaksan pengkajian pada klien dengan Anemia
8. Menegakkan diagnose keperawatan pada klien dengan Anemia
9. Menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan Anemia
10. Membuat implementasi keperawatan pada klien dengan Anemia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Definisi Anemia
Anemia merupakan suatu kelainan hematologi yang paling sering
dijumpai. Anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan
hitung eritrosit darah dibawah nilai normal menurut usia dan jenis kelamin,
sehingga kemampuan darah dalam membawa oksigen berkurang.
Anemia defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang sering
ditemukan, resikonya meningkat pada saat kehamilan dan berkaitan dengan
asupan konsumsi dan penyerapan besi yang tidak adekuat dibanding dengan
pertumbuhan dan perkembangan janin yang cepat. Anemia defisiensi besi ditandai
dengan terjadinya penurunan cadangan zat besi, konsentrasi besi serum dan
saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit
yang turun.

2.1.2 Patofisiologi Anemia


Anemia timbul akibat adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan
sel darah merah berlebihan. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, dan invasi tumor. Anemia difisiensi besi
disebabkan oleh kurangnyanya pembebasan magrofag ke serum sehingga
kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sebagian besar besi dalam tubuh
terkandung dalam hemoglobin yang bersirkulasi dan digunakan ulang untuk
sintesis hemoglobin setelah sel darah merah mati. Besi dipindahkan dari magrofag
kedalam transferin plasma dan dengan demikian kepada eritoblast sumsum tulang.
Penyerapan besi dalam keadaan normal hanya cukup untuk menggantikan
kehilangan besi harian. Pada masa hamil tubuh memproduksi lebih banyak darah
untuk mendukung pertumbuhan janin. Jika tubuh tidak mendapat zat besi atau zat
gizi dan nutrisi yang cukup, tubuh tidak mampu menghasilkan sel darah merah
yang cukup.
Namun, kebutuhan oksigen tetap meningkat sehingga menyebabkan
peningkatan eritropoietin. Akibat peningkatan eritropoietin, sehingga kebutuhan
volume plasma bertambahdan sel darah merah meningkat. Peningkatan volume
plasma ini terjadi pada proporsi yang lebih besar dibandingkan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb).
Anemia difisiensi besi terjadi akibat tubuh kekurangan zat besi yang
diibutuhkan dalam produksi heme, sehingga difisiensi besi akan menurunkan
kemampuan sel darah merah/red blood cell pada masa hamil kebutuhan oksigen
cukup tinggi sehingga meningkatkan produksi eritropoitin. Akibatnya volume
plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, akibat
tingginya peningkatan eritrosit menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin
(Hb) akibat hemodilusi.

2.1.2 Faktor Resiko


Selama masa kehamilan anemia sering terjadi pada ibu hamil, hal ini
disebabkan ibu hamil membutuhkan banyak tambahan zat besi dari biasanya.
Namunbeberapa faktor dapat menjadi penyebab terjadinya anemia difisiensi besi,
antara lain sebagai berikut:
1. Usia ketika hamil masih remaja (<20 tahun)
Hamil diusia muda <20 tahun, dikaitkan dengan masalah persiapan mental
ibu saat menjalani kehamilan, ibu hamil juga harus menjalani pemeriksaan
kehamilan, dengan memeriksakan keehamilan secara rutin dapat mengurangi
resiko komplikasi serta gangguan selama kehamilan.
2. Usia ketika hamil ≥35 tahun
Wanita hamil dengan usia lebih dari 35 tahun memiliki resiko mengalami
anemia, hal ini disebabkan semakin tua usia ibu hamil semakin rendah daya tahan
tubuh (imunitas), dan semakin rendah pula sistemreproduksi ibu.
3. Jarak interval kehamilan yang pendek <2 tahun
Pada ibu yang hamil dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat
menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahim
agar kembali ke kondisi sebelumnya.
4. Jumlah kehamilan (paritas)
Paritas atau jumlah kehamilan lebih dari 3 kali dapat meningkatkan resiko
anemia. Jumlah kehamilan lebih dari 3 dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin dan pendarahan saat persalinan dikarenakan keadaan rahim
biasanya sudah lemah.
5. Hiperemisis gravidarum (mual muntah yang berlebihan saat masa hamil)
Hiperemis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan yang dimulai
antara usia kehamilan 4-10 minggu pada trimester I dan akan menghilang pada
usia kehamilan 20 minggu pada trimester II. Pola makan ibu hamil dapat
mempengaruhi terjadinya hiperemesis gravidarum dikarenakan ibu yang pola
makan yang kurang teratur sehingga pola makan harus terjaga dan kandungan
kalori, protein, mineral, dan vitamin juga harus seimbang guna memenuhi nutrisi
ibu hamil. Ibu hamil yang mengalami mual muntah yang berlebihan akan disertai
dengan penurunan nafsu makan, dan minum sehingga zat gizi yang dibutuhkan
selama kehamilan tidak tercukupi.
6. Hamil kembar
Pada ibu yang sedang hamil janin kembar dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan bergizi lebih banyak, dikarenakan ibu yang mengalami
kehamilan kembar memiliki resiko bayi lahir dengan berat badan lebih rendah.
7. Status Gizi
Status gizi diketahui dari berat badan dan tinggi badan, melalui
penghitungan IMT (indeks massa tubuh) seseorang, yaitu menggunakan rumus:
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan2 (m2)
8. Merokok
Ibu yang mempunyai kebiasaan merokok khususnya pada saat hamil lebih
rentan mengalami komplikasi plasenta, ketuban pecah dini, persalinan premature,
berat badan lahir rendah, serta infeksi rahim. Hal ini disebabkan oleh karbon
monoksida (yang menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen kejaringan tubuh)
dan nikotin (yang merangsang pelepasan hormon yang menyebabkan atelektasis
(pengkerutan) pembuluh darah menuju plasenta dan rahim.
9. Tingkat pengetahuan yang rendah
Pengetahuan gizi dan kesehatan selama kehamilan sangat penting dan akan
berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Ibu hamil dapat meningkatkan
pengetahuan kesehatan melalui tenaga dan pelayanan kesehatan yang ada di
sekitar lingkungan. Pada ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, ibu
hamil kurang mengetahui manfaat dilakukannya pemeriksaan kesehatan pada
masa kehamilan seperti antenatal care (ANC) sehingga pengetahuan tentang cara
hidup bersih dan sehat yang meliputi makanan bergizi saat kehamilan, serta
istirahat yang cukup sering diabaikan oleh ibu.
10. Sosial ekonomi yang rendah
Pendapatan keluarga dapat mempengaruhi kesehatan dan gizi yang baik.
Keluarga dengan pendapatan yang terbatas, memiliki resiko besar akan kurangnya
kebutuhan makanan yang dibutuhkan oleh ibu dan janin. Sosial ekonomi yang
rendah sering dikaitkan dengan tingkat pengetahuan yang rendah, karena menurut
beberapa study bahwa masyarakat yang memiliki sosial ekonomi yang rendah
cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang rendah sehingga masyarakat
tersebut tidak memikirkan makanan yang bergizi untuk mereka.
11. Tingkat kepatuhan ibu dalam konsumsi tablet besi
Suplamentasi besi atau pemberian tablet besi merupakan salah satu upaya
penanggulangan anemia khususnya anemia akibat kekurangan zat besi. Wanita
hamil membutuhkan tambahan tablet besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah. Seorang wanita yang sedang hamil dan akan melahirkan akan semakin
banyak kehilangan zat besi dan akan menyebabkan anemia. Tingkat kepatuhan
yang rendah menurut beberapa study menyatakan bahwa masih banyak ibu hamil
yang masih tidak patuh dalam konsumsi tablet Fe yang diberikan oleh petugas
kesehatan dikarenakan kurangnya kesadaran ibu dalam mengetahui manfaat tablet
besi selama masa kehamilan.
12. Antenatal care (ANC) selama masa hamil

Pelayanan antenatal care (ANC) merupakan pelayanan kesehatan yang


diberikan pada ibu hamil selama kehamilannya yang bertujuan sebagai deteksi
dini dan mengenal serta menangani penyakit yang menyertai selama masa hamil.
Pemeriksaan antenatal care (ANC) dilakukan sebanyak 4 kali kunjungan, yaitu
pada awal trimester, trimester kedua, trimester ketiga dan akhir trimester ketiga
atau menjelang persalinan. Hal ini sesuai dengan yang ditetapkan pada buku
pedoman pelayanan antenatal.Di Posyandu dilakukanbeberapa kegiatan meliputi
“7T” dalam pelayanan antenatal (timbang berat badan, tinggi badan, ukur tekanan
darah, pemberian imunisasi tetanus toksoid secara lengkap, pengukurantinggi
fundus uteri, pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan, test
laboratorium, test wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan.
Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk memantau dan mengenali secara dini
adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang akan terjadi selama masa
kehamilan. Namun beberapa study melaporkan masih banyak ibu hamil yang
tidak peduli dalam kesehatan selama masa hamil, sehingga mereka sering kali
tidak datang dalam kegiatan kunjungan kesehatan selama hamil.

13. Pola makan ibu hamil

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi


keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan
mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Gizi yang optimal sangat
penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi,
anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Gizi baik membuat berat badan normal
atau sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja
meningkat serta terlindung dari penyakit kronis dankematian dini. Agar tubuh
tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak
menular terkait gizi, maka pola makan masyarakat perlu ditingkatkan kearah
konsumsi gizi seimbang. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan
individu dan masyarakat. Pada ibu hamil asupan gizi sangat menentukan
kesehatan ibu dan janin. Ibu hamil membutuhkan energi sebesar 300 kalori
perhari, 15% lebih banyak dari jumlah normalnya. Sumber energi dapat diperoleh
dari karbohidrat, dan lemak. Sumber protein sebagai zat pembangun juga sangat
penting untuk pertumbuhan ibu dan bayi. Seperti hanya energi, kebutuhan protein
ibu hamil lebih banyak dari dari kebutuhan wanita normal. Kebutuhan protein
yang dianjurkan yaitu sekitar 80 gram/hari. Kebutuhan zat mineral seperti
kalsium, sebanyak 1,5 gram setiap hari, fosfor rata-rata 2 gram dalam sehari dan
zat besi 30-50 mcg sehari dan zat mineral lainnya juga dibutuhkan dalam
metabolisme energi didalam tubuh. Pengaturan pola makan ibu yang tidak baik
akan menyebabkan kekurangan gizi. Selama kehamilan wanita membutuhkan
tambahan energi untuk pertumbuhan janin, placenta dan tubuh ibu sendiri.
Kehilangan zat besi yang terdapat pada makanan dapat terjadi akibat konsumsi
makanan yang tidak seimbang, terutama makanan yang dimakan kurang
mengandung nutrisi. Berikut ini adalah tabel angka kecukupan gizi yang
dibutuhkan oleh wanita selama masa kehamilan.

2.1.4 Klasifikasi Anemia

Ada beberapa jenis anemia selama masa kehamilan, yaitu:

1. Anemia difisiensi besi

Anemia difisiensi besi terjadi ketika tubuh tidak cukup memiliki zat
besiuntuk menghasilkan hemoglobin.

2. Anemia difisiensi asam folat

Selama kehamilan tubuh membutuhkan asam folat tambahan lima kali


lebih banyak untuk menghasilkan sel sel darah merah yang baru. Peningkatan
konsumsi asam folat terjadi karena kehamilan multiple, diet yang buruk, infeksi.
Difisiensi asam folat terjadi akibat hormon esterogendan progesteron yang tinggi
selama masa hamil.
3. Anemia difisiensi vitamin B12

Anemia ini sering dihubungkan dengan anemia jenis makanan yang


terkandung dalam vitamin B.

Tabel 2.4.1 Klasifikasi anemia menurut WHO


No Kadar Hemoglobin Kategori Anemia
1 >11 Normal
2 9-10 gr Anemia ringan
3 7-8 gr Anemia sedang
4 <7 Anemia berat

Klasifikasi Anemia Difisiensi Besi


Anemia difisiensi besi berdasarkan derajat keparahan diklasifikasikan
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Deplesi besi
Pada keadaan deplesi besi atau prelatent iron difisiensi, cadangan besi
menurun, tetapi kompartemen besi transpor dan fungsional masih normal.
2. Eritropoiesis difisiensi besi
Pada keadaan ini cadangan besi sudah kosong, besi transportasi menurun,
penyediaan besiuntuk eritropoiesis menurun tetapi belum dijumpai anemia secara
klinis, dan ditemukan penurunan penurunan besi serum dan saturasi transferin.
3. Anemia difisiensi besi
Kurangnya cadangan zat besi terutama pada besi hem.

2.1.5 Gambaran Klinis Anemia


Gejala klinis anemia, yaitu:
1. Latergi (merasa lelah dan lemah)
Latergi terjadi akibat metabolisme energi didalam otot terganggu dan
terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah.
2. Pusing
Akibat kekurangan oksigen yang dibawa oleh hemoglobin darah.
3. Takikardi
Tikakardi terjadi akibat beban kerja dan curah jantung yang
meningkat, sehingga efeknya menyebabkan kekurangan oksigen
terhadap organ-organ tersebut menyebabkan efek kompensasi oleh
peningkatan volume yang terganggu.
4. Pusing dan nyeri kepala
5. Sulit berkonsentrasi
Tanda mengalami anemia, yaitu: Kulit, bibir, kuku pucat, warna kulit
merupakantanda yang dapat diandalkan dalam menegakkan gejala
anemia, hal ini dikarenakan akibat berkurangnya volume darah,
hemoglobin, vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke
organ organ vital. Warna kuku, telapak tangan, membran mukosa dan
konjungtiva dapat digunakan untuk menilai kepucatan.

2.1.6 Dampak Anemia


Dampak dan resiko anemia difisiensi besi yang berat atau tidak diobati
selama kehamilan dapat meningkatkan resiko, antara lain:
1. Kelahiran premature
2. Keterlambatan perkembangan janin
3. Berat badan lahir rendah
4. Pendarahan postpartum
5. Mortalitas perinatal
6. Hipoksia janin
7. Stress
8. Kematian wanita hamil
Beberapa study menyampaikan bahwa kematian pada wanita hamil sering
dikaitkan dengan kejadian pendarahan yangdiakibatkan absorbsi besi yang
tidak baik.
Efek anemia difisiensi besi antara lain, yaitu:
a) Efek terhadap kapasitas kerja
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa anemia dapat menurukan
produktivitas kerja, hal ini di karenakan terjadi penurunan jumlah
mioglobin, enzim sitokrom dan α-gliserofosfat oksidase. Penurunan enzim
α-gliserofosfat oksidaseakan menyebabkan gangguan glikolisis sehingga
akan terjadi penumpukan asam laktat di otot yang akan mempercepat
kelelahan.
b) Efek terhadap proses mental
Beberapa sturuktur otak memiliki kandungan zat besi sama seperti
absorbsi di hati, pemberian zat besi tidak mampu meningkatkan
kandungan besi dalam otak, hal ini dikarenakan produksi besi sudah ada
sejak masa awal perkembangan otak dan kekurangan zat besi mengarah
pada kelainan otak yang tidak dapat diperbaiki. dasar gangguan mental
dihubungkan dengan penurunan enzim yang mengandung besi di otak
seperti aldehid oksidase yang akan menyebabkan penumpukan serotonin
dan 5 hydroxy indoledalam otak. Selain meningkatkan gangguan fungsi
otak, difisiensi besi juga menyebabkan perubahan perilaku spesifik seperti
geofagia atau kebiasaan makan tanah yang biasa terjadi pada anak dan
wanita hamil.
c) Efek terhadap imunitas
Difisiensi memberikan dampak negatif pada pertahanan terhadap infeksi.
Respon imunologik sel mediasi melalui aktivitas limfosit T menurun
bersamaan dengan penurunan kadar besi dalam sel. Selanjutnya terjadi
penurunan sintesis DNA pada fungsi enzim ribonucloetida reduktase,
yang membutuhkan suplai besi terus menerus. Mekanisme pertahanan
melawan infeksi melalui fagositosis dan proses pembunuhan bakteri oleh
leukosit neutrofil juga akan terganggu oleh kondisi kekurangan besi.
d) Efek terhadap ibu dan janin
Anemia difisiensi besi mempunyai dampak terhadap kesehatan ibu dan
janinnya, antara lain resiko prematuritas, perekmbangan janin, berat baan
lahir rendah, pendarahan, hipoksia dan kematian.

2.1.7 Diagnosis dan Pemeriksaan


Untuk mengetahui seseorang mengalami anemia dengan dilakukan
pemeriksaan, antara lain:
1. Anamnesis
Anamnesis terutama mengenai penyebab kehilangan darah, diet,
malabsorbsi.
2. Tes darah
Tes darah dilakukan pada saat kunjungan antenatalcare meliputi
pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit. Tes hemoglobin (Hb) berfungsi
untuk mengukur protein yang kaya akan zat besi pada sel darah merah
yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Sementara tes
hematokrit (Ht) dilakukan untuk mengukur persentase sel darah merah
dalam sampel darah.
3. Hasil laboratorium
a. Jumlah trombosit meningkat
b. Gambaran hapusan darah meliputi sel hipokromik/ mikrositik,
anisositosis/ poikilositosis
c. Ferritin serum berkurang, besi serum rendah dengan peningkatan
transferin dan kapasitas pengikatan besi jenuh.
d. Reseptor transferin yang dapat larut dalam serum meningkat.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan parasitologi untuk memeriksa adanya cacing tambang, dan
malabsorbsi.
5. Endoskopi dan radiologi saluran pencernaan, untuk melihat apakah ada
tukak, maupun penyakit pada saluran pencernaan.

2.1.8 Tatalaksana
Tatalaksana dilakukan untuk mengatasi penyebab anemia, yaitu:
1. Besi oral-fero sulfat ( 200 mg, 67 mg beri/tablet) sebelum makan tiga kali
sehari.
2. Besi oral profilaktik, sering dikombinasikan dengan asam folat, diberikan
pada kehamilan.
3. Besi intra muskular atau intra vena (sukrosa besi (venofer) atau dekstran
besi (cosmofer) berfungsi dalam mengembalikan simpanan besi)
digunakan pada pasien engan malabsorbsi atau tidak mampu menerima
besi oral.

2.1.9 Pencegahan
Upaya pencegahan anemia selama masa kehamilan ialah dengan cara
mengantisipasi agar anemia tidak terjadi selama masa kehamilan, antara lain:
1. Meningkatkan konsumsi zat besi yang bersumber dari makanan hewani
dan nabati yang mudah diserap seperti ikan, hati, daging, ayam, telur,
kacang-kacangan, sayuran hijau, buah buahan serta vitamin C yang dapat
membantu pembentukan besi dan hemoglobin darah.
2. Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum pernah mendapat zat besi dan
nonanemik.
3. Melakukan tes darah rutin meliputi: tes hemoglobin dan tes hemotokrit
selama kunjugan antenatal care.

2.2 Konsep Keperawatan


Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
A. Pengkajian
1. Identitas Klien dan keluarga (penanggung jawab) :
a. Nama
b. Umur Pada anemia
c. Jenis kelamin
Biasanya wanita lebih cenderung mengalami anemia ,disebabkan oleh
kebutuhan zat besi wanita yang lebih banyak dari pria terutama pada
saat hamil.
d. Pekerjaan
Pekerja berat dan super ekstra dapat menyebabkan seseorang terkena
anemia dengan cepat seiring dengan kondisi tubuh yang benar-benar
tidak fit.
e. Hubungan klien dengan penanggung jawab
f. Agama
g. Suku bangsa
h. Status perkawinan
i. Alamat
j. Golongan darah
2. Keluhan Utama keluhan utama meliputi 5L, letih, lesu, lemah, lelah lalai,
pandangan berkunang-kunang
3. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari anemia, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa  berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan apa yang
terjadi. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab anemia. Penyakit- penyakit tertentu seperti infeksi dapat
memungkinkan terjadinya anemia. Tulang
5. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit darah merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
anemia yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
6. Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995)
7. Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual Pengkajian pasien dengan anemia
(Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan
produktivitas: penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap
latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda: takikardia/takipnae, dispnea pada (aktu bekerja atau istirahat.
letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada
sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan
tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala: riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI
kronis, menstruasi berat, angina, CHF (akibat kerja jantung
berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi takikardia
kompensasi)
Tanda: TD, peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan
nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia: abnormalitas EKG,
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T:
takikardia. Bunyi jantung: murmur sistolik (DB), ekstremitas
(warna), pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku. (Catatan: pada pasien kulit hitam, pu!at
dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP).
Sklera: biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
kuku: mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut:
kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala: keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan, misalnya  penolakan transfusi darah.
Tanda: depresi
d. Eleminasi
Gejala: riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom
malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda
e. Makanan/cairan
Gejala: penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan  produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah
liat, dan sebagainya (DB).
Tanda: lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat
dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit:
buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan
glositis (status defisiensi). Bibir: selitis, misalnya inflamasi bibir
dengan sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.
Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik :
hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-
lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala: riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas. Tanda: takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala: riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan.
Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan
panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda: demam rendah,
menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
j. Seksualitas
Gejala: perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau
amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda: serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, anoreksia
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang
tidak adekuat (mis: penurunan hemoglobin, eukopenia,
supresi/penurunan respon inflamasi)
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
C. Intervensi Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan/Kriteria hasil: melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
(termasuk aktivitas sehari-hari.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan untuk melakukan
tugas/AKS normal
b. Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
c. Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas
d. Berikan lingkungan tenang
e. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
f. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan/Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan berat badan atau berat
badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi:
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
c. Timbang berat badan tiap hari.
d. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara
waktu makan.
e. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain
yang  berhubungan.
f. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka.
Kolaborasi :
g. Berikan obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen mineral,
seperti sianokobalamin (vitamin B12), asam folat (Flovite); asam
askorbat (vitamin C)
h. Besi dextran (IM/IV.)

Anda mungkin juga menyukai