Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada proses ini faktor sosial memiliki pengaruh yang besar sehingga
mendudukan anak – anak dan remaja sebagai insan yang aktif melakukan proses
sosialisasi. Pada masa remaja berkembang “social cognition” yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Pemahaman ini mendorong remaja menjalin hubungan sosial
dengan seseorang yang lebih akrab dengan mereka, contohnya teman sebaya. Maka
dari itu, perkembangan sosial remaja perlu di pahami oleh para guru maupun orang-
orang yang bertugas mendidik remaja, karena perkembangan social sangat penting
untuk mengembangkan kepribadian dan prestasi belajar remaja, juga agar remaja
tidak terjerumus ke dalam lingkungan social yang menyimpang.
Bahasa merupakan suatu untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial. Penggunaan aspek kebahasaan dalam proses
pembelajaran sering berhubungan satu sama lainnya. Bersamaan dengan
kehidupannya dalam masyarakat luas, remaja mengikuti proses belajar di sekolah.
Sebagaimana diketahui dilembaga pendidikan bahasa diberikan rangsangan yang
terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Perkembangan bahasa anak
dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal.
Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek
perkembangan peserta didik cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan
intelektual, perkembangan moral, perkembangan spiritual atau kesadaran beragama
dal lain sebagainya. Setiap aspek-aspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya
untuk membantu dalam memahami cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah
laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta
didik juga berupa pendidikan moral dan spiritual untuk membentuk pribadi-pribadi
yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa
Indonesia.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Apa pengertian perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta didik?
2. Apa karakteristik dari perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta
didik?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social, bahasa, moral dan
spiritual pada peserta didik?
4. Bagaimana pengaruh perkembangan social, perkembangan kemampuan berbahasa
dan perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
5. Bagaimana proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
6. Bagaimana upaya perkembangan sosial remaja, perkembangan kemampuan berbahasa
remaja, perkembangan moral, spiritual dan impilkasinya terhadap penyelengaraan
pendidikan?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual
pada peserta didik.
2. Untuk mengetahui karakteristik dari perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual
pada peserta didik.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social, bahasa,
moral dan spiritual pada peserta didik.
4. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan social, perkembangan kemampuan
berbahasa dan perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik.
5. Untuk mengetahui proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik.
6. Untuk mengetahui upaya perkembangan sosial remaja, perkembangan kemampuan
berbahasa remaja, perkembangan moral, spiritual dan impilkasinya terhadap
penyelengaraan pendidikan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Social, Bahasa, Moral Dan Spiritual Pada Peserta Didik
1. Pengertian perkembangan social
Perkembangan sosial pada masa remaja merupakan puncak dari
perkembangan sosial dari fase-fase perkembangan. Bahkan, terkadang,
perkembangan sosial remaja lebih mementingkan kehidupan sosialnya di luar
ikatan sosialnya dalam keluarga. Perkembangan sosial remaja pada fase ini
merupakan titik balik pusat perhatian. Lingkungan sosialnya sebagai perhatian
utama.
Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya
bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya
termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Pemuasan intelektual juga didapatkan
oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan
masalah. Mengikuti organisasi sosial juga memberikan keuntungan bagi
perkembangan sosial remaja, namun demikian agar remaja dapat bergaul dengan
baik dalam kelompoknya diperlukan kompentensi sosial yang berupa kemampuan
dan keterampilan berhubungan dengan orang lain.
Ada beberapa pengertian tentang perkembangan sosial, yaitu :
a. Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah kemampuan
seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi dengan
unsur sosialisasi di masyarakat.
b. Singgih D Gunarsah, perkembangan sosial merupakan kegiatan manusia sejak
lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan terus melakukan penyesuaian diri
dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut norma-norma dan sosial
budaya masyarakatnya.
c. Abu Ahmadi, berpendapat bahwa perkembangan sosial telah dimulai sejak
manusia itu lahir. Sebagai contoh, anak menangis saat dilahirkan, atau anak
tersenyum saat disapa. Hal ini membuktikan adanya interaksi sosial antara
anak dan lingkungannya.
Jadi, dapat diartikan bahwa perkembangan sosial akan menekankan
perhatiannya kepada pertumbuhan yang bersifat progresif. Seorang individu yang

3
lebih besar tidak bersifat statis dalam pergaulannya, karena dirangsang oleh
lingkungan sosial, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan kelompok dimana ia sebagai
salah satu anggota kelompoknya.

2. Pengertian Perkembangan Bahasa


Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan.
Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau
berat tubuh dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret
menjadi abstrak.
Sedangkan yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi yang
digunakan oleh seorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain.
Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi
efektif sejak seorang individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain.
Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa
diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan
bahasa seorang dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti
dengan bahasa atau suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan
seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks
sesuai dengan tingkat perilaku sosial.
Bahasa juga merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, di mana pikiran
dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau symbol untuk
mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Bahasa merupakan faktor hakiki yang
membedakan manusia dengan hewan. Bahasa sangat erat kaitannya dengan
perkembangan pikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam
perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun
pendapat, dan menarik kesimpulan

3. Pengertian Moral dan Spiritual


Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain (Santrock, 2002). Perkembangan moral juga merupakan
perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan
4
dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok
sosial. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral) akan tetapi
dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (orang tua, saudara, teman sebaya
atau guru), anak belajar memahami tingkah laku mana yang buruk atau tidak
boleh dilakukan dan mana yang baik atau boleh dilakukan sehingga terjadi
perkembangan moral anak tersebut.
Perkembangan spiritual lebih spesifik membahas tentang kebutuhan manusia
terhadap agama. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan
peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah
mengenai spiritualitasnya. Perkembangan spiritual diartikan sebagai tahap dimana
seseorang yang dalam hal ini adalah peserta didik untuk membentuk
kepercayaannya. Baik berupa kepercayaan yang berhubungan dengan religi
maupun adat.

B. Karakteristik Dari Perkembangan Social dan bahasa Pada Peserta Didik


1. Karakteristik perkembangan social
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Berkat perkembangan sosial anak dapat
menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan
perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan
tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang
membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap
dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan bertanggung jawab.
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik,
baik menyangkut sikap pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada
masa ini juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecendrungan untuk
menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran atau
keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang
diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat
dipertanggungjawabkan maka kemungkinan remaja tersebut akan menampilkan
5
pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan pribadi
yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan
melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.
2. Karakteristik perkembangan bahasa
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah banyak belajar
dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi
lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat dan
khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang
dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa itu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan
masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian
yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus
dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui,
dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-
kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam
cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa
perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan
di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa
anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di
dalam kelompok sebaya.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah
dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu
dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata
sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan
pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar,
bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang
pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih
selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
3. Karakteristik perkembangan moral dan spiritual
Berikut ini paparan mengenai karakteristik perkembangan moralitas dan religius
anak dan remaja:
a. Karakteristik perkembangan moralitas pada anak

6
Menurut Lawrance Kohlberg, ada tiga tingkat dan tahapan karakteristik
perkembangan moralitas pada anak, yaitu moralitas dengan paksaan
(preconventional level), moralitas dari aturan-aturan (conventional level), dan
moralitas setelah konvensional (postconventional).

b. Karakteristik perkembangan moralitas pada remaja


Dalam moralitas terdapat nilia-nilai moral, yaitu seruan untuk berbuat baik dan
larangan berbuat keburukan. Seseorang dikatakan bermoral apabila tingkah laku
orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi. Pada masa
remaja, individu tersebut harus mengendalikan perilakunya sendiri agar sesuai
dengan norma dan nilai yang berlaku dimasnyarakat, yang mana sebelumnya
menjadi tanggung jawab guru dan orang tua.

c. Karakteristik perkembangan religius pada anak


Penanaman nilai-nilai keagamaan; menyangkut konsep tentang ketuhanan, ritual
ibadah dan nilai moral yang berlangsung semenjak usia dini, akan mampu
mengakar secara kuat dan membawa dampak yang signifikan pada diri seseorang
sepanjang hidupnya (Hurlock, 1978, hal.26). hal ini dikarenakan pada masa ini,
anak belum mempunyai kemampuan menolak ataupun menyetujui setiap
pengetahuan yang didapatkannya.
Tahapan-tahapan perkembangan keagamaan pada anak :
1) Masa anak-anak
a) Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya
b) Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan)
c) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum dalam)
2) Masa anak sekolah
a) Sikap keagamaan bersifat reseptif dan disertai pengertian
b) Pandangan ke-Tuhanan diterangkan secararasional
c) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam

d. Karakteristik perkembangan religius pada remaja


Perkembangan religius remaja tergantung bagaimana dan apa yang
diperolehnya sejak masa anak-anak. Umumnya, apabila pendidikan agama yang
diberikan kuat maka perkembangan religius remaja akan menjadi positif dan boleh
7
jadi semakin kuat. Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan
pemahaman terhadap keagamaan, maka perkembangan religius remaja tersebut
akan terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan moral.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Social, Bahasa, Moral Dan


Spiritual Pada Peserta Didik
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
keluarga,kematangan anak,status sosial ekonomi keluarga,tingkat pendidikan, dan
kemampuan mental terutama mental dan intelegensi.
a. Keluarga
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menetapkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan
dalam lingkungan keluarga.
b. Kematangan
Untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c. Status Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan


sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang
anak,bukan sebagai anak yang independent, tetapi akan dipandang konteksnya
yang utuh dalam keluarga anak itu. Secara tidak langsung pergaulan sosial anak,
masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di
dalam keluarganya. Sehingga anak akan menjaga status soisal dan ekonomi
keluarganya.

d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Karena pendidikan
merupakan proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna
kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang
akan datang. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan

8
dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma
kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e. Kapasitas Mental, Emosi Dan Intelegensi.
Kemapuan berfikir dapat mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memcahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi sangat berpengaruh
sekali terhadap perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik.
Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik,dan
pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh karena itu
perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,
bertambahnya pengalaman, dan meningkatkan kebutuhan. Bahasa seseorang akan
berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor
fisik ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ
bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa
remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah
mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat
intelektual, anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
b. Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil untuk cukup
besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa dilingkungan perkotaan akan
berbeda dengan dilingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di
daerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.
Pada dasarnya bahasa dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud
termasuk lingkungan pergaulan dalam kelompok, seperti kelompok bermain,
kelompok kerja, dan kelompok sosial lainnya.
c. Kecerdasan anak
Untuk meniru bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda,
memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan intelektual atau tingkat
9
berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat,
kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap
maksud suatu pernyataan fisik lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau
kecerdasan seseorang anak.
d. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan
situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan anggota
keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga
yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah.
Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di
dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa.
e. Kondisi fisik
Kondisi fisik di sini kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu
kemampuannya untuk berkomunikasi, seperti bisu, tuli, gagap, dan organ suara
tidak sempurna akan mengganggu perkembangan alam berbahasa.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual

Berbagai aspek perkembangan pada peserta didik dipengaruhi oleh interaksi


atau gabungan dari pengruh internal dan faktor eksternal. Begitu pula dengan
perkembangan moral dan spiritual dari peserta didik. Meskipun kedua aspek
perkembangan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yang hampir
sama tetapi kadar atau bentuk pengaruhnya berbeda.

Pada perkembangan moral peserta didik faktor internal meliputi faktor genetis
atau pengaruh sifat-sifat bawaan yang ada pada diri peserta didik. Selanjutnya
sifat-sifat yang mendasari adanya perkembangan moral dikembangkan atau
dibentuk oleh lingkungan. Peserta didik akan mulai melihat dan memasukkan
nilai-nilai yang ada di lingkubgan sekitarnya baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat yang dapat meliputi para tetua yang mungkin menjadi
teladan di masyarakat, para tetangga, teman maupun guru yang ada di lingkungan
sekolah. Semua aspek di atas memiliki peran yang penting dalam perkembangan
moral peserta didik yang kadarnya tau besarnya pengaruh bergantung pada usia
atau kebiasaan dari peserta didik itu sendiri (Baharuddin, 2011).

10
Meskipun faktor eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar pada
perkembangan moral peserta didik, peserta didik tetap mampu menentukan hal-hal
atau nilai-nilai yang akan dianut atau digunakan sebagai pembentuk jati diri. Hal
tersebut tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan peserta didik akan nilai-nilai
moral yang tenyunya pertama kali akan dilihat dari sosok atau jati diri orang tua.
Meskipun terkadang orang tua tidak secara formal memberikan nilai-nilai moral
tersebut, peserta didik tetap mampu menginternalisasi atau memasukkan nilai-
nilai tersebut ke dalam jati dirinya yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah
laku peserta didik. Oleh karena itu, para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat
sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Dimana dalam
usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu
tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu:

 Tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.


 Banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-
orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai
gambaran-gambaran ideal.
 Lingkungan meliputi segala segala unsur lingkungan sosial yang
berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan
berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang
sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
 Tingkat penalaran, dimana perkembangan moral yang sifatnya penalaran
menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang
menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral
seseorang.
 Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk
mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat,
keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain (Yusuf, 2011)

Perkembangan spiritual juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal


pula. Faktor internal pada perkembangan spiritual juga berupa faktor
keturunan yaitu berupa pembawaan dimana faktor ini merupakan karakteristik
dari orang itu sendiri, dasar pemikiran dari individu berdasarkan kepercayaan

11
dan budaya yang dimilikinya. Faktor eksternal dapat berupa keluarga yang
sangat menentukan pula dalam perkembangan spiritual anak karena orang tua
memiliki peran yang sangat penting sebagai pendidik atau penentu keyakinan
yang mendasari anak. Kemudian pendidikan keagamaan yang diterapkan di
sekolah juga dapat menjadi faktor penentu perkembangan spiritual anak,
karena dengan adanya pendidikan anak akan mulai berpikir secara logika dan
menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi
karakter dari peserta didik. Selain itu, adanya budaya yang berkembang di
masyarakat akan mempengaruhi perkembangan spiritual peserta didik pula.
Baik perkembangan yang menuju arah yang baik (positif) atau menuju ke arah
yang buruk (negatif), itu semua tergantung pada bagaimana cara anak
berinteraksi dengan masyarakat tersebut (Baharuddin, 2009).

D. Pengaruh Perkembangan Social Dan Kemampuan Berbahasa Pada Peserta Didik


1. Pengaruh perkembangan social terhadap tingkah laku
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk orang tuanya,
setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan teori yang di ikuti atau
diharapkan. Keadaan ini akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas atau
putus asa. Disamping itu, ternyata pengaruh egosentris masih sering terlihat pada
pikiran remaja,diantaranya adalah dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja
dalam cara berfikir maupun cara bertingkah laku, persoalan yang timbul pada
masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan
mengganggu dirinya dalam bergaul. Karena disangkanya orang lain sepikiran dan
tidak puas mengenai penampilan dirinya, hal ini menimbulkan perasaan seperti
selalu diamati orang lain, perasaan malu, dan membatasi gerak-geriknya. Akibat
dari hal ini akan menyebaban tingkah laku yang canggung.
Penyesuaian diri yang dilandasi dengan sifat ego menyebabkan remaja merasa
bahwa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga berani menantang malapetaka dan
menceburkan diri dalam aktifitas yang sering kali dipikirkan atau direncanakan.
Aktifitas yang dilakukan umumnya aktifitas yang tergolong membahayakan.
Namun melalui banyak pengalaman yang didapatnya,maka sifat ego semakin
brkurang. Pada akhir masa remaja pengaruh egosentris sudah sedemikian

12
kecilnya,sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa
meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
2. Pengaruh perkembangan bahasa terhadap kemampuan berpikir
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti
faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Bayi yang tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat
sederhana, bahasa yang digunakannya juga sangat sederhana. Semakin bayi itu
tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa
mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang
kompleks.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada
dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa
seperti halnya belajar hal yang lain, meniru dan mengulang hasil yang telah
didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Bayi belajar menambah kata-
kata dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarnya. Manusia dewasa (terutama
ibunya) disekelilingnya membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang
sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia enam sampai tujuh tahun, disaat
anak mulai bersekolah. Jadi perkembangan bahasa adalah meningkatnya
kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara
lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan
menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat
memahami dan dipahami orang lain.
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling mempengaruhi satu
sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan
berbahasa dan sebaliknya kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir. Seseorang rendah kemampuan berpikirnya, akan mengalami
kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis dan sistematis. Hal ini akan
berakibat sulitnya berkomunikasi.
Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. seseorang
menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan
gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan
gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap
arti bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekaburan persepsi yang
diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah bahwa hasil proses berpikir menjadi tidak
13
tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemprosesan pikir ini diakibatkan
kekurangmampuan dalam bahasa.
3. Pengaruh perkembangan miral dan spiritual
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua
belas tahun, individu tersebut disebut sebagai peserta didik yang akan
berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya
disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual
anak; (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui
banyak aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber
belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan
berbagai proses perkembangannya (Syamsuddin, 2007).

E. Proses Perkembangan Moral Dan Spiritual Pada Peserta Didik

Setiap aspek perkembangan peserta didik memiliki tahapan atau proses hingga
mencapai suatu tahapan atau tingkatan yang matang. Perkembangan moral pada
peserta didik dapat berlangsung melalui beberapa cara yaitu,

1. Pendidikan langsung, melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar
dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di
samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari
orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.

2. Identifikasi, dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku
moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, artis atau orang dewasa
lainnya).

3. Proses coba-coba (trial & error), dengan cara mengembangkan tingkah laku moral
secara coba-coba. Jika tingkah laku tersebut mendatangkan pujian atau penghargaan
maka akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman
atau celaan maka akan dihentikan. (Yusuf, 2011).

14
Selain itu, berdasarkan hasil penyelidikan Kohlberg mengemukakan 6 tahap
(stadium) perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan
tertentu. Masing-masing tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6
tahapan yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Dalam stadium
nol, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya.

Ada 3 tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :

a. Prakonvensional,
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak
menganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat. Ia harus menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.
Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak
tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau
ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
berbagai segi. Jadi, ada Relativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya mencuri kambing karena
kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi kebutuhanya, maka
mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri
itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.
b. Konvensional

Stadium 3, meliputi orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak
mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain dan masyarakat adalah
sumber yang menentukan, apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak
yang manis” masih sangat penting dalam stadium ini.

Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Pada


stadium ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat
diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut
mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma sosial. Jadi perbuatan baik
merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak
timbul kekacauan (Baharuddin, 2009).

15
c. Pasca-konvensional

Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan


lingkungan sosial, pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan
lingkungan sosial,atau dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan
kewajibannya, harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya,
lingkungan sosial atau masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya.

Stadium 6, tahap ini disebut prinsip universal. Pada tahap ini ada norma etik
disamping norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara
seseorang ada unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau
tidak. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan
atau sebaliknya (Baharuddin, 2009). Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti
mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian
saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya
berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral,
menjadikanya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-
nilai ini akan tercemin dalam sikap dan tingkah lakunya.

F. Upaya Perkembangan Sosial Remaja, Perkembangan Kemampuan Berbahasa Remaja,


Perkembangan Moral, Spiritual Dan Impilkasinya Terhadap Penyelengaraan
Pendidikan

1. Upaya perkembangan social dan implikasinya terhadap penyelenggaraan


pendidikan
Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang ke arah positif
maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan,
maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan perkembangan
potensi remaja tersebut agar berkembang ke arah positif dan produktif.

Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989)


mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua, yaitu:

a. Pola asuh bina kasih (induction), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua
dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang

16
masuk akal terhadap setiap perilaku dan keputusan yang diambil bagi
anaknya.
b. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion), adalah pola asuh yang diterapkan
orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat
menerimanya.
c. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal), adalah pola asuh yang diterapkan
orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta
kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya,
tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya
maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala.
Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal,
ada 5 kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu:
1) Kompetensi profesional (professional competency)
2) Kompetensi pribadi (personal competency)
3) Kompetensi moralitas (morality competency)
4) Kompetensi religiusitas (religiousity competency)
5) Kompetensi formal (formal competency)
Berkenaan dengan upaya pengembangan hubungan sosial remaja, peran
masyarakat justru sangat besar seiring dengan perkembangan psikologis masa
remaja. Variasi perkembangan individu tejadi dalam segala macam hubungan dan
pengalaman termasuk variasi kebudayaan dan sosial yang ada dalam suatu
masyarakat. System kebudayaan, lapisan sosial, kelompok agama, dan sebagainya
memiliki nilai – nilai tersendii yang sudah tentu sangat berpengaruh terhadap para
anggotanya.
2. Upaya perkembangan kemampuan berbahasa dan impilikasinya terhadap
penyelenggaraan pendidikan
Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa yang bervariasi bahasanya, baik
kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus mengembangkan
strategi belajar-mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi dan
kemampuan anak.
a. Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali)
pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh

17
murid-murid sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan
identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa murid-muridnya.
b. Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa
murid dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah
dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita murid tentang isi pelajaran
yang telah dipercaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya,
sehingga para murid mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi
bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara
mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan
lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak membentuk pola bahasa masing-
masing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan
dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana
perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya
hendaknya disediakan di sekolah maupun dirumah.
3. Upaya perkembangan moral, spiritual dan implikasinya terhadap penyelenggaraan
pendidikan
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua
belas tahun, individu tersebut disebut sebagai peserta didik yang akan
berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) programnya
disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual
anak; (b) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui
banyak aktivitas dan (c) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber
belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan
berbagai proses perkembangannya (Syamsuddin, 2007).
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses
pendidikan melalui karakteristik perkembangan moral dan religi akan diuraikan
seperti di bawah ini.
1) Implikasi Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara,
salah satunya melalui pendidikan langsung. Pendidikan langsung yaitu
18
melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau
baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya pada usia sekolah
dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan
sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang
mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk. Misalnya, dia
memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada
orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur,
adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik.
(Yusuf, 2011).
Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi
sarana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta
didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan
yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam
pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan
pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan
yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan perkembangan
moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik
anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi
jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina (Hartono, 2002).
2) Implikasi Perkembangan Spiritual
Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan
spiritual yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan
ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu,
untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan
yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja,
melainkan EQ dan SQ juga.
Zohar dan Marshall (Desmita, 2008) pertama kali meneliti secara
ilmiah tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi
dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku
dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Perkembangan spiritual membawa banyak implikasi terhadap
pendidikan dan diharapkan muncul manusia yang benar-benar utuh dari
lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama nampaknya
harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program
19
pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan
agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik
(AKBIN, 2010).

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta didik
Perkembangan sosial pada masa remaja merupakan puncak dari
perkembangan sosial dari fase-fase perkembangan. Perkembangan adalah
perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara
kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh dan kualitatif, misalnya
perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak. Sedangkan yang
dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh seorang
dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Perkembangan moral
adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock, 2002).
2. Karakteristik perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta didik

Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Bahasa remaja adalah bahasa yang telah
berkembang ia telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa
remaja terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup
lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan
lingkungan sekolah. karakteristik perkembangan moralitas dan religius anak dan
remaja.

B. Saran
Masa remaja merupakan masa dimana individu mencari identitas atau jati
dirinya, dalam fase ini remaja mengalami kesulitan dalam menjalani perkembangan
sosialnya, agar remaja tidak terjerumus kedalam lingkungan sosial yang menyimpang,
oleh sebab itu peran guru dan orang tua menjadi sangat penting dalam membantu
remaja mengatasi hambatan- hambatannya dalam kehidupan sosialnya. perkembangan
bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelek/kognisi
sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ali, Muhammad. 2008. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta

Bumi Aksara.

2. Fatimah, Enung. 2008. Psikologi Perkembangan : Perkembangan Peserta Didik.

Bandung: PustakaSetia.

3. Hamid, Fuad Abdul. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: PPLPTK

Depdikbud

4. Caracariuangblog. 2016. Makalah Perkembangan Sosial Remaja Serta Implikasinya


Dalam Pendidikan
5. Universitas Negeri Malang. 2016. Makalah Perkembangan Moral Spiritual. Malang

22

Anda mungkin juga menyukai