PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada proses ini faktor sosial memiliki pengaruh yang besar sehingga
mendudukan anak – anak dan remaja sebagai insan yang aktif melakukan proses
sosialisasi. Pada masa remaja berkembang “social cognition” yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Pemahaman ini mendorong remaja menjalin hubungan sosial
dengan seseorang yang lebih akrab dengan mereka, contohnya teman sebaya. Maka
dari itu, perkembangan sosial remaja perlu di pahami oleh para guru maupun orang-
orang yang bertugas mendidik remaja, karena perkembangan social sangat penting
untuk mengembangkan kepribadian dan prestasi belajar remaja, juga agar remaja
tidak terjerumus ke dalam lingkungan social yang menyimpang.
Bahasa merupakan suatu untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial. Penggunaan aspek kebahasaan dalam proses
pembelajaran sering berhubungan satu sama lainnya. Bersamaan dengan
kehidupannya dalam masyarakat luas, remaja mengikuti proses belajar di sekolah.
Sebagaimana diketahui dilembaga pendidikan bahasa diberikan rangsangan yang
terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Perkembangan bahasa anak
dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat dimana mereka tinggal.
Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek
perkembangan peserta didik cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan
intelektual, perkembangan moral, perkembangan spiritual atau kesadaran beragama
dal lain sebagainya. Setiap aspek-aspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya
untuk membantu dalam memahami cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah
laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta
didik juga berupa pendidikan moral dan spiritual untuk membentuk pribadi-pribadi
yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa
Indonesia.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta didik?
2. Apa karakteristik dari perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta
didik?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social, bahasa, moral dan
spiritual pada peserta didik?
4. Bagaimana pengaruh perkembangan social, perkembangan kemampuan berbahasa
dan perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
5. Bagaimana proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
6. Bagaimana upaya perkembangan sosial remaja, perkembangan kemampuan berbahasa
remaja, perkembangan moral, spiritual dan impilkasinya terhadap penyelengaraan
pendidikan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual
pada peserta didik.
2. Untuk mengetahui karakteristik dari perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual
pada peserta didik.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social, bahasa,
moral dan spiritual pada peserta didik.
4. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan social, perkembangan kemampuan
berbahasa dan perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik.
5. Untuk mengetahui proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik.
6. Untuk mengetahui upaya perkembangan sosial remaja, perkembangan kemampuan
berbahasa remaja, perkembangan moral, spiritual dan impilkasinya terhadap
penyelengaraan pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Social, Bahasa, Moral Dan Spiritual Pada Peserta Didik
1. Pengertian perkembangan social
Perkembangan sosial pada masa remaja merupakan puncak dari
perkembangan sosial dari fase-fase perkembangan. Bahkan, terkadang,
perkembangan sosial remaja lebih mementingkan kehidupan sosialnya di luar
ikatan sosialnya dalam keluarga. Perkembangan sosial remaja pada fase ini
merupakan titik balik pusat perhatian. Lingkungan sosialnya sebagai perhatian
utama.
Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya
bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya
termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Pemuasan intelektual juga didapatkan
oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan
masalah. Mengikuti organisasi sosial juga memberikan keuntungan bagi
perkembangan sosial remaja, namun demikian agar remaja dapat bergaul dengan
baik dalam kelompoknya diperlukan kompentensi sosial yang berupa kemampuan
dan keterampilan berhubungan dengan orang lain.
Ada beberapa pengertian tentang perkembangan sosial, yaitu :
a. Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah kemampuan
seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi dengan
unsur sosialisasi di masyarakat.
b. Singgih D Gunarsah, perkembangan sosial merupakan kegiatan manusia sejak
lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan terus melakukan penyesuaian diri
dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut norma-norma dan sosial
budaya masyarakatnya.
c. Abu Ahmadi, berpendapat bahwa perkembangan sosial telah dimulai sejak
manusia itu lahir. Sebagai contoh, anak menangis saat dilahirkan, atau anak
tersenyum saat disapa. Hal ini membuktikan adanya interaksi sosial antara
anak dan lingkungannya.
Jadi, dapat diartikan bahwa perkembangan sosial akan menekankan
perhatiannya kepada pertumbuhan yang bersifat progresif. Seorang individu yang
3
lebih besar tidak bersifat statis dalam pergaulannya, karena dirangsang oleh
lingkungan sosial, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan kelompok dimana ia sebagai
salah satu anggota kelompoknya.
6
Menurut Lawrance Kohlberg, ada tiga tingkat dan tahapan karakteristik
perkembangan moralitas pada anak, yaitu moralitas dengan paksaan
(preconventional level), moralitas dari aturan-aturan (conventional level), dan
moralitas setelah konvensional (postconventional).
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Karena pendidikan
merupakan proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna
kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang
akan datang. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan
8
dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma
kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e. Kapasitas Mental, Emosi Dan Intelegensi.
Kemapuan berfikir dapat mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memcahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi sangat berpengaruh
sekali terhadap perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik.
Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik,dan
pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh karena itu
perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,
bertambahnya pengalaman, dan meningkatkan kebutuhan. Bahasa seseorang akan
berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor
fisik ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ
bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa
remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah
mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat
intelektual, anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
b. Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil untuk cukup
besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa dilingkungan perkotaan akan
berbeda dengan dilingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di
daerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.
Pada dasarnya bahasa dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud
termasuk lingkungan pergaulan dalam kelompok, seperti kelompok bermain,
kelompok kerja, dan kelompok sosial lainnya.
c. Kecerdasan anak
Untuk meniru bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda,
memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan intelektual atau tingkat
9
berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat,
kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap
maksud suatu pernyataan fisik lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau
kecerdasan seseorang anak.
d. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan
situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan anggota
keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga
yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah.
Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di
dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa.
e. Kondisi fisik
Kondisi fisik di sini kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu
kemampuannya untuk berkomunikasi, seperti bisu, tuli, gagap, dan organ suara
tidak sempurna akan mengganggu perkembangan alam berbahasa.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual
Pada perkembangan moral peserta didik faktor internal meliputi faktor genetis
atau pengaruh sifat-sifat bawaan yang ada pada diri peserta didik. Selanjutnya
sifat-sifat yang mendasari adanya perkembangan moral dikembangkan atau
dibentuk oleh lingkungan. Peserta didik akan mulai melihat dan memasukkan
nilai-nilai yang ada di lingkubgan sekitarnya baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat yang dapat meliputi para tetua yang mungkin menjadi
teladan di masyarakat, para tetangga, teman maupun guru yang ada di lingkungan
sekolah. Semua aspek di atas memiliki peran yang penting dalam perkembangan
moral peserta didik yang kadarnya tau besarnya pengaruh bergantung pada usia
atau kebiasaan dari peserta didik itu sendiri (Baharuddin, 2011).
10
Meskipun faktor eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar pada
perkembangan moral peserta didik, peserta didik tetap mampu menentukan hal-hal
atau nilai-nilai yang akan dianut atau digunakan sebagai pembentuk jati diri. Hal
tersebut tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan peserta didik akan nilai-nilai
moral yang tenyunya pertama kali akan dilihat dari sosok atau jati diri orang tua.
Meskipun terkadang orang tua tidak secara formal memberikan nilai-nilai moral
tersebut, peserta didik tetap mampu menginternalisasi atau memasukkan nilai-
nilai tersebut ke dalam jati dirinya yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah
laku peserta didik. Oleh karena itu, para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat
sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Dimana dalam
usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu
tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu:
11
dan budaya yang dimilikinya. Faktor eksternal dapat berupa keluarga yang
sangat menentukan pula dalam perkembangan spiritual anak karena orang tua
memiliki peran yang sangat penting sebagai pendidik atau penentu keyakinan
yang mendasari anak. Kemudian pendidikan keagamaan yang diterapkan di
sekolah juga dapat menjadi faktor penentu perkembangan spiritual anak,
karena dengan adanya pendidikan anak akan mulai berpikir secara logika dan
menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi
karakter dari peserta didik. Selain itu, adanya budaya yang berkembang di
masyarakat akan mempengaruhi perkembangan spiritual peserta didik pula.
Baik perkembangan yang menuju arah yang baik (positif) atau menuju ke arah
yang buruk (negatif), itu semua tergantung pada bagaimana cara anak
berinteraksi dengan masyarakat tersebut (Baharuddin, 2009).
12
kecilnya,sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa
meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
2. Pengaruh perkembangan bahasa terhadap kemampuan berpikir
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti
faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Bayi yang tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat
sederhana, bahasa yang digunakannya juga sangat sederhana. Semakin bayi itu
tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa
mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang
kompleks.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada
dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa
seperti halnya belajar hal yang lain, meniru dan mengulang hasil yang telah
didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Bayi belajar menambah kata-
kata dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarnya. Manusia dewasa (terutama
ibunya) disekelilingnya membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang
sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia enam sampai tujuh tahun, disaat
anak mulai bersekolah. Jadi perkembangan bahasa adalah meningkatnya
kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara
lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan
menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat
memahami dan dipahami orang lain.
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling mempengaruhi satu
sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan
berbahasa dan sebaliknya kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir. Seseorang rendah kemampuan berpikirnya, akan mengalami
kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis dan sistematis. Hal ini akan
berakibat sulitnya berkomunikasi.
Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. seseorang
menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan
gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan
gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap
arti bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekaburan persepsi yang
diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah bahwa hasil proses berpikir menjadi tidak
13
tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemprosesan pikir ini diakibatkan
kekurangmampuan dalam bahasa.
3. Pengaruh perkembangan miral dan spiritual
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua
belas tahun, individu tersebut disebut sebagai peserta didik yang akan
berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya
disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual
anak; (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui
banyak aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber
belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan
berbagai proses perkembangannya (Syamsuddin, 2007).
Setiap aspek perkembangan peserta didik memiliki tahapan atau proses hingga
mencapai suatu tahapan atau tingkatan yang matang. Perkembangan moral pada
peserta didik dapat berlangsung melalui beberapa cara yaitu,
1. Pendidikan langsung, melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar
dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di
samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari
orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.
2. Identifikasi, dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku
moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, artis atau orang dewasa
lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), dengan cara mengembangkan tingkah laku moral
secara coba-coba. Jika tingkah laku tersebut mendatangkan pujian atau penghargaan
maka akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman
atau celaan maka akan dihentikan. (Yusuf, 2011).
14
Selain itu, berdasarkan hasil penyelidikan Kohlberg mengemukakan 6 tahap
(stadium) perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan
tertentu. Masing-masing tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6
tahapan yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Dalam stadium
nol, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya.
a. Prakonvensional,
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak
menganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat. Ia harus menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.
Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak
tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau
ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
berbagai segi. Jadi, ada Relativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya mencuri kambing karena
kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi kebutuhanya, maka
mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri
itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.
b. Konvensional
Stadium 3, meliputi orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak
mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain dan masyarakat adalah
sumber yang menentukan, apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak
yang manis” masih sangat penting dalam stadium ini.
15
c. Pasca-konvensional
Stadium 6, tahap ini disebut prinsip universal. Pada tahap ini ada norma etik
disamping norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara
seseorang ada unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau
tidak. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan
atau sebaliknya (Baharuddin, 2009). Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti
mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian
saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya
berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral,
menjadikanya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-
nilai ini akan tercemin dalam sikap dan tingkah lakunya.
a. Pola asuh bina kasih (induction), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua
dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang
16
masuk akal terhadap setiap perilaku dan keputusan yang diambil bagi
anaknya.
b. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion), adalah pola asuh yang diterapkan
orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat
menerimanya.
c. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal), adalah pola asuh yang diterapkan
orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta
kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya,
tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya
maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala.
Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal,
ada 5 kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu:
1) Kompetensi profesional (professional competency)
2) Kompetensi pribadi (personal competency)
3) Kompetensi moralitas (morality competency)
4) Kompetensi religiusitas (religiousity competency)
5) Kompetensi formal (formal competency)
Berkenaan dengan upaya pengembangan hubungan sosial remaja, peran
masyarakat justru sangat besar seiring dengan perkembangan psikologis masa
remaja. Variasi perkembangan individu tejadi dalam segala macam hubungan dan
pengalaman termasuk variasi kebudayaan dan sosial yang ada dalam suatu
masyarakat. System kebudayaan, lapisan sosial, kelompok agama, dan sebagainya
memiliki nilai – nilai tersendii yang sudah tentu sangat berpengaruh terhadap para
anggotanya.
2. Upaya perkembangan kemampuan berbahasa dan impilikasinya terhadap
penyelenggaraan pendidikan
Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa yang bervariasi bahasanya, baik
kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus mengembangkan
strategi belajar-mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi dan
kemampuan anak.
a. Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali)
pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh
17
murid-murid sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan
identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa murid-muridnya.
b. Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa
murid dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah
dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita murid tentang isi pelajaran
yang telah dipercaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya,
sehingga para murid mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi
bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara
mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan
lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak membentuk pola bahasa masing-
masing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan
dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana
perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya
hendaknya disediakan di sekolah maupun dirumah.
3. Upaya perkembangan moral, spiritual dan implikasinya terhadap penyelenggaraan
pendidikan
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua
belas tahun, individu tersebut disebut sebagai peserta didik yang akan
berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) programnya
disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual
anak; (b) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui
banyak aktivitas dan (c) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber
belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan
berbagai proses perkembangannya (Syamsuddin, 2007).
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses
pendidikan melalui karakteristik perkembangan moral dan religi akan diuraikan
seperti di bawah ini.
1) Implikasi Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara,
salah satunya melalui pendidikan langsung. Pendidikan langsung yaitu
18
melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau
baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya pada usia sekolah
dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan
sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang
mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk. Misalnya, dia
memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada
orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur,
adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik.
(Yusuf, 2011).
Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi
sarana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta
didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan
yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam
pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan
pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan
yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan perkembangan
moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik
anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi
jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina (Hartono, 2002).
2) Implikasi Perkembangan Spiritual
Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan
spiritual yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan
ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu,
untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan
yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja,
melainkan EQ dan SQ juga.
Zohar dan Marshall (Desmita, 2008) pertama kali meneliti secara
ilmiah tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi
dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku
dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Perkembangan spiritual membawa banyak implikasi terhadap
pendidikan dan diharapkan muncul manusia yang benar-benar utuh dari
lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama nampaknya
harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program
19
pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan
agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik
(AKBIN, 2010).
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta didik
Perkembangan sosial pada masa remaja merupakan puncak dari
perkembangan sosial dari fase-fase perkembangan. Perkembangan adalah
perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara
kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh dan kualitatif, misalnya
perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak. Sedangkan yang
dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh seorang
dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Perkembangan moral
adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock, 2002).
2. Karakteristik perkembangan social, bahasa, moral dan spiritual pada peserta didik
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Bahasa remaja adalah bahasa yang telah
berkembang ia telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa
remaja terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup
lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan
lingkungan sekolah. karakteristik perkembangan moralitas dan religius anak dan
remaja.
B. Saran
Masa remaja merupakan masa dimana individu mencari identitas atau jati
dirinya, dalam fase ini remaja mengalami kesulitan dalam menjalani perkembangan
sosialnya, agar remaja tidak terjerumus kedalam lingkungan sosial yang menyimpang,
oleh sebab itu peran guru dan orang tua menjadi sangat penting dalam membantu
remaja mengatasi hambatan- hambatannya dalam kehidupan sosialnya. perkembangan
bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelek/kognisi
sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bumi Aksara.
Bandung: PustakaSetia.
3. Hamid, Fuad Abdul. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: PPLPTK
Depdikbud
22