Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sepsis Neonatorum


2.1.1 Definisi Sepsis Neonatorum
Sepsis Neonatorum atau Septica Neonatorum merupakan keadaan dimana
terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah diseluruh tubuh yang terjadi pada bayi baru
lahir 0-28 hari pertama (Maryunani dan Nurhayati, 2016).
Sepsis neonatorum yaitu infeksi sistemik pada neonatus yang disebabkan oleh
bakteri, jamur, dan virus (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia
yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis
neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai 13-27 per 1000
kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500gram. Angka kematian 13-50%,
terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan
neonatus dengan penyakit berat dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat
rendah, merupakan penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari
kehidupan (FK UI, 2016).
2.1.2 Klasifikasi
1. Sepsis Awitan Dini (Early-Onset Neonatal Sepsis)
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal
(kurang dari 72 jam) dan diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.
Karakteristiknya yaitu sumber organisme pada saluran genetalia ibu dan cairan
amnion, biasanya dominan dengan angka kematian yang tinggi. Jenis kuman yang
biasa ditemukan adalah Strepkokus grup B, Escherichia Coli, Haemophilus
Influenzae, Listeria Monocytogenesis, Batang gram negatif (Maryunani dan
Nurhayati, 2016).
2. Sepsis Awitan Lambat (Late-Onset Neonatal Sepsis)/Sepsis Lanjutan/Sepsis
Nosokomial
Merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam) yang dipeoleh dari lingkungan
sekitar atau Rumah Sakit (infeksi nosokomial). Karakteristiknya yaitu didapat dari
bentuk langsung atau tidak langsung dengan organisme yang ditemukan dari
tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi (Maryunani dan Nurhayati,
2016).
2.1.3 Etiologi
Sepsis pada bayi baru lahir hampir semua disebabkan oleh bakteri, seperti E.
Coli, Listeria Monocytogenesis, Neisseria Meningitidis, Streptokokus Pneumoniae,
Haemophillus Influenzae tipe b, Salmonella Streptokokus grup B (Putra,2012). Selain
itu juga disebabkan oleh Acinetobacter sp, Enterobacter sp, pseudomonas sp, serratia
sp (Maryunani dan Nurhayati, 2013).
2.1.4 Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan infeksi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
oksigenasi, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan
kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan
syok yang mengakibatkan disseminated intravaascular coagulation (DIC) dan
kematian.
Menurut Surasmi (2013), mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat
melalu berbagai cara yaitu:
1. Pada masa Antenatal (sebelum persalinan)
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Selama dalam
kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman, oleh karena
terlindung berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, dan korion.
Namun ada beberapa kemungkinan terjadinya infeksi kuman melalui:
a. Infeksi kuman yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah
menembus barier plasenta dan masuk dalam sirkulasi janin.
b. Prosedur tindakan obstetri yang kurang memperhatikan faktor antisepstik,
misalnya saat pengambilan sampe darah janin.
c. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
berperan menjadi infeksi.
(Maryunani dan Nurhayati, 2013).
2. Pada masa Intranatal (saat persalinan)
Infeksi pada saat persalinan terjadi karena kuman dalam vagina atau serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatknya terjadi korionitis dan amnionitis.
Selanjutnya kuman dari umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu saat
amnion telah terinfeksi dapat terinhalasi bayi dan masuk ke traktus digestivus dan
traktus respiratory, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain
melalui cara tersebut, infeksi pada janin dapat melalui kulit janin atau port de
entry lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
3. Infeksi post natal (sesudah persalinan)
Infeksi yang terjadi sesudah persalinan umunya terjadi karena infeksi nosokomial
dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang
endotrakeal, infus, selang nasogastric,dot,botol susu). Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka pada umbilikus.
Aspirasi yang terjadi saat intrapartum menyebabkan adanya lesi atau inflamasi
pada paru sehingga bayi mengalami gangguan nafasa seperti apnea, takipnea
(>60x/menit), pernapasan cuping hidung, sianosis, dan muncul retraksi dada. Selain
itu, aspirasi dapat menyebabkan infeksi dengan perubahan paru, infiltrasi, dan
kerusakan jaringan bronkopulmonal. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh
pelepasan granulosit dari prostaglandin dan leukotrin.
Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak (Meningitis) atau abses
otak maka akan menyebabkan penurunan kesadaran. Hal tersebut juga menyebabkan
ubun-ubun besar menonjol (terisi cairan infeksi). Dan keluarnya nanah dari telinga
dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi gangguan saraf
yang lain seperti ekstensor kaku.
Instabilitas Termoregulasi dapat terjadi akibat respon tubuh bayi dalam
menanggapi pyrogen yang diekskresikan oleh organisme bakteri dari ketidakstabilan
sistem saraf yang cukup untuk bergerak, menangis, bahkan minum.
2.1.5 Gejala Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum dibagi menjadi enam kelompok antara lain:
1. Gejala umum : bayi tidak kelihatan sehat (no doimg well), tidak mau minum,
kenaikan dan penurunan suhu tubuh, serta sclerema.
2. Gejala gastrointestinal : muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung
3. Gejala saluran pernapasan : dispnea, takipnea, dan sianosis.
4. Gejala sistem kardiovaskular : takikardia, edema, dan dehidrasi
5. Gejala susunan saraf pusat : letargi, irritable, dan kejang
6. Gejala hematologi : ikterus, splenomegali, pteki/perdarahan lain, leukopenia
(Fauziah dan Sudarti, 2013).
2.1.6 Faktor Resiko
1. Faktor resiko dilihat dari waktu terjadinya sepsis
a. Sepsis awitan dini (SAD), meliputi:
 Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fektal
 Malnutrisi pada ibu
 Prematuritas BBLR (Maryunani dan Nurhayati, 2013)
 Ketuban pecah dini memanjang (>18 jam)
 Demam saat ibu melahirkan (>38ºC)
 Khorioamnionitis
 Bayi sebelumnya sudah terinfeksi (Fanaroff dan lissauer, 2013)
b. Sepsis awitan lanjut (SAL), meliputi:
 BBLR dan pertumbuuhan janin terhambat/IUGR
 Nutrisi parenteral totalis dan pemberian susu melalui sonde
 Pemberian antibiotik (Maryunani dan Nurhayati, 2013)
 Prematuritas
 Kerusakan kulit akibat plester, alat-alat yang terpasang pada kulit, dan
lain-lain (Fanaroff dan lissauer, 2013)
2. Faktor resiko dilihat dari faktor ibu dan bayi
a. Faktor resiko ibu
 Perdarahan
 Ketuban pecah dini (>18 jam)
 Infeksi dan demam (>38ºC) disebabkan karena Khorioamnionitis,
infeksi saluran kemih, kolonisasi kuman streptokokus grup b di vagina,
kolonisasi kuman E. Coli di perineum
 Cairan ketuban hijau dan keruh
 Kehamilan kembar
 Proses persalinan yang lama
 Faktor sosial ekonomi dan gizi buruk pada ibu (Maryunani dan
Nurhayati, 2013)
 Infeksi saat hamil TORCH
 Persalinan tidak aman/tidak steril (Fanaroff dan lissauer, 2013).
b. Faktor resiko bayi
 Bayi dirawat di rumah sakit
 Bayi dilakukan tindakan resusitasi saat lahir
 Bayi dilakukan prosedur invasive seperti pemasangan infus, kateter,
intubasi ETT, pemakaian ventilator, dan pembedahan
 Bayi dengan asfiksi neonatorum
 Bayi yang tidak diberikan ASI
 Bayi dengan pemberian nutrisi parenteral
 Bayi yang dirawat terlalu lama di ruang intensive
 Bayi yang dirawat di ruang perawatan bayi baru lahir yang terlalu padat
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan
terjadinya hidrosefalus dan atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien
sepsis neonatorum. Komplikasi lain dapat berhubungan dengan penggunaan
aminoglukosida seperti tuli dan atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala
sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai
dengan retardasi mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Menkes RI, 2016).
1. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa yang tinggi sebagai akibat dari keadaan sepsis.
Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupan energi yang berkurang,
asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerob dengan
produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermi, upaya untuk
mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi
akibat peningkatan dari bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh oleh fungsi
hati yang belum optimal, bayi bahkan mengalami disfungsi hati akibat sepsis
yang terjadi dan mengalami kerusakan eritrosit yang meningkat.
2. Dehidrasi
Kekurangan cairan terjadi akibat dari asupan cari bayi yang tidak adekuat karena
tidak mampu menyusu, kehilangan cairan yang berlebih akibat hipertermi atau
IWL yang tinggi.
3. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan.
Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang tua, ini
merupakan proses yang normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan
haemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengangkut
oksigen). Haemoglobin terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu
selalu mengalami dekstruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami
sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah diseluruh tubuh, sehingga terjadi
kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin. Bayi akan
kekurangan darah akibat amenia yang disertai hiperbilirubinemia karena
banyaknya destruksi haemoglobin.
4. Meningitis
Sepsis dapat menyebar ke meningen (selaput otak) melalui aliran darah.
5. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram positif yang mengeluarkan
mukopolisakarida pada sepsis. Inilah yang memicu pelepasan faktor pembekuan
darah dari sel-sel mononuclear dan endoteal. Sel yang teraktivasi ini akan
memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi terjadinya thrombus dan emboli
pada mikrovaskuler.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung
jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/ml,
trombositopeni <150.000/ml (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil
muda meningkat >1500/ml, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan
fase akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF
(granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour
necrosis factor).

Dengan preparat darah hapus yang perlu diperhatikan adalah jumlah leukosit
imatur (neutropenia < 1800/μl) sehingga dapat diperhitungkan rasio neutrofil
imatur dengan neutrofil total. Dikatakan terinfeksi apabila rasio I:T > 0,2.
Preparat darah hapus menunjukkan gambaran hasil berupa hemolisis,
hipergranulasi, hipersegmentasi dan toksik granulasi.
 Kultur darah hingga saat ini merupakan gold standard dalam menentukan
diagnosis sepsis. Hasil kultur darah positif merupakan tanda definitif
terdapatmya bakteri patogen. Namun mempunyai kelemahan yaitu hasil biakan
bakteri baru dapat diperoleh minimal 3-5 hari insidensi hasil positif dari kultur
sepsis neonatorum awitan dini sekitar 0.9 per 1000 kelahiran.
 Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
 Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.
 Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi,
dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan
atas
indikasi.
3. Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya
korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Terapi suportif jalan napas, pernapasan, sirkulasi (A-B-C: airway, breathing,
circulation), periksa gula darah
2. Pertahankan tubuh bayi tetap hangat
3. ASI tetap diberikan atau diberi air gula
4. Bila perlu diberi oksigen
5. Pasang infus untuk mencegah dehidrasi
6. Obati dengan antibiotik segera bila terdapat dugaan sepsis, segeras etelah
mengambil kultur darah tetapi harus menunggu hasil kultur darah.
7. Pemilihan antibiotik bergantung pada gejala
 Sepsis awitan dini (Early-onset sepsis)
Mencakup organisme gram positif dan gram negatif, contoh
penicillin/amoxcillin penicillin / amoxcillin + aminoglikosida (misalnya :
gentamisin / tobramisin)
 Sepsis awitan lambat (Late-onset sepsis)
Perlu juga mencakup stafilokokus dan enterokokkus koagulase negatif,
contoh : methicillin / flucloxacillin + gentamisin atau sefalosporin /
gentamisin + vancomysin
 Bila terpasang kateter vena sentral, pindahkan bila tidak ada respon terhadap
antibiotik, kultur terus menerus positif, adanya organisme gram negatif atau
sangat sakit (Fanaroff dan lissauer,2013).
2.1.10 Pencegahan
Berikut adalah beberapa cara pencegahan agar tidak terjadi sepsis neonatorum,
antara lain :

1) Pencegahan berdasarkan awitan sepsis


a) Pencegahan sepsis awitan dini
(1) Perawatan antenatal yang baik
(2) Ibu seharusnya diimunisasi terhadap tetanus
(3) Semua infeksi seharusnya didiagnosa dan dilakukan tindakan yang
seksama pada ibu-ibu hamil
(4) Bayi seharusnya disusui sedini mungkin (inisiasi menyusui
dini/IMD) dan diberikan ASI eksklusif.
(5) Tali pusat harus dijaga tetap bersih dan kering
(6) Hindari intervensi-intervensi yang tidak penting.
b) Pencegahan sepsis awitan lanjut
(1) Cuci tangan dengan benar dan peningkatan kepatuhan cuci
tangan.
(2) Ruang perawatan bayi harus bersih dan kering dengan ventilasi
dan pencahayaan yang adekuat.
(3) Membatasi ruangan terlalu penuh/padat
(4) Semua prosedur dilakukan dengan menggunakan
alat pelindung diri/APD seperti masker, dan sarung tangan.
(5) Perhatian terhadap penanganan/intervensi invasive.
(6) Setiap bayi harus menggunakan thermometer dan stetoskop
sendiri (jika memungkinkan)
(7) Pemakaian obat yang rasional
2) Pencegahan berdasarkan masa mulai didapatnya
a) Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.

b) Pada masa persalinan


Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
c) Pada masa pasca persalinan
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga
lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara
steril.
3) Pencegahan dengan tindakan aseptik dalam merawat bayi baru lahir
a) Pengertian
Aseptik adalah suatu keadaan yang bersih dan bebas dari kuman.
b) Tujuan
 Untuk membatasi gejala lanjut yang mungkin timbul akibat
tindakan yang kurang steril atau bersih pada waktu pertolongan
bayi baru lahir (infeksi nosokomial).
 Untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
 Mengurangi angka kematian bayi
c) Tindakan aseptik dan antiseptik
Pada bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi, oleh karena itu
tindakan aseptik dan antiseptik harus ditingkatkan dengan membatasi
sumber infeksi.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Sepsis Neonatorum
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan anamnesa kepada pasien atau keluarga pasien untuk
mendapatkan data. Yang perlu dikaji adalah:

1. Identitas bayi, meliputi: umur bayi, tanggal lahir, jenis kelamin, berat
badan dan panjang badan
2. Pemeriksaan fisik pada neonatus, data yang akan ditemukan
meliputi:
 Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
 Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
 Regurgitasi
 Peka rangsang
 Pucat
 Hiporefleksi
 Tampak ikterus
3. Data lain yang mungkin ditemukan adalah:
 Hipertermia
 Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau
 Kulit lembab dan dingin
 Pucat
 Pengisian kembali kapiler lambar
 Hipotensi
 Dehidrasi
 Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes
4. Identitas orangtua
Meliputi : nama,umur,agama,suku/bangsa,pendidikan,pekerjaan, dan alamat
5. Sosial ekonomi, riwayat perawatan antenatal, ada/tidaknya ketuban
pecah dini, partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
6. Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
7. Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea,
dll)
8. Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita
penyakit infeksi (misalnya: toksoplasmosis, rubella, toksemia gravidarum dan
amnionitis)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama
dan sesudah kelahiran.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau
intoleran terhadap minuman.
c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada
bayi oleh petugas.
e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan-
kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi
2.2.3 Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang b.d penularan infeksi pada bayi sebelum,
selama dan sesudah kelahiran.

Tujuan I : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.

Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.

Intervensi :

a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :


 Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
 Nilai apgar dibawah normal
 Bayi mengalami tindakan operasi
 Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus
 Bayi yang megalami prosedur invasif
 Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan
infeksi yang diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus,
refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena, sianosis,
syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun
cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.
Tujuan II : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya

Intervensi :

a. Berikan suhu lingkungan yang netral


b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat
badan, usia dan kondisi.
c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan
d. Berikan antibiotik sesuai advice
e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai advice

Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan


minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.

Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan
kenaikan berat badan.

Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji intoleran terhadap minuman


b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur masukan dan keluaran
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
g. Ukur berat jenis urine
h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)

Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea.

Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.

Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung,


gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia
dan perubahan tekanan darah.
c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga
pengeluaran energi dan panas.
d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik
e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan


penularan infeksi pada bayi oleh petugas.

Tujuan : mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.

Intervensi keperawatan :

a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan kamar bayi.


b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan
negatif.
c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi
dan beri tahu tentang penyakitnya.
d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi tidak
menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan
penyakit menular lainnya.
e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang
steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.
f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya dengan
larutan anti septik tiap minggu atau sesudah digunakan.
g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan
antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan.
h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan.
i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan
sesudah merawat atau memegang bayi.
j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan lain
yang terkontaminasi diruang perawatan.
k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.

Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan


kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari
infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.

Kriteria hasil : koping individu adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab
infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai,
perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat
bayi.
2.2.4 Implementasi
Tindakan yang sesuai direncanakan mencakup tindakan mandiri maupun
kolaboratif. Tindakan mandiri adalah tindakan berdasarkan analisa dan simpulan
perawat. Tindakan kolaboratif adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

2.2.5 Evaluasi
1. Evaluasi tindakan : tindakan yang telah dilakukan dapat segera diamati/dievaluasi
hasilnya.
2. Evaluasi proses : adanya catatan perkembangan atau mungkin adanya perubahan
diagnosa setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai