Anda di halaman 1dari 4

1. Kenapa banyak Negara yang mewajibkan rotasi auditor ?

Saya berpandangan bahwa Negara yang mewajibkan adanya rotasi audit atau memberikan
pembatasan audit adalah suatu kebijakan yang mulia. Yaitu untuk menjaga independensi
akuntan publik karena, independensi adalah point utama yang harus dimiliki seorang auditor
selain keterampilan (ilmu) dan pengalaman. Indenpensi seorang auditor adalah dasar
kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk menilai jasa kualitas audit. Independensi yang dimaksud terbagi menjadi
tiga yaitu : Independence in fact (independensi dalam fakta) artinya auditor harus mempunyai
kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas. Kedua, Independence in
appearance (independensi dalam penampilan) artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor
sehubungan dengan pelaksanaan audit. Independence in competence (independensi dari sudut
keahliannya) independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan
profesional auditor.

Indenpendensi auditor semakin menjadi perhatian semenjak meletusnya kasus Enron Co. pada
tahun 2001 yang mana disana ada AP ternama yaitu Arthur Andersen dimana hubungan yang
baik yang terjalin antara Arthur sebagai auditor dengan kliennya Enron membuat mereka
melakukan kongkalengkong, mereka memanipulasi laporan keuangan Enron Co, untuk
mendapatkan keuntungan pribadi. Bagi Enron bisnisnya tetap jalan, labanya meningkat sedang,
bagi Arthur fee yang siginifikan sukses masuk kekantongnya menanggapi hal ini para tokoh dan
regulator terkait di US melakukan kongres dengan berujung terciptanya Sarbanes Oxley Act
(SOX). Kejadian itulah memotivasi banyak Negara didunia gencar melakukan rotasi audit
untuk menjaga kepercayaan masyarakat sebagai pengguna utama laporan keuangan yang telah
diaudit . Rotasi audit secara langsung ataupun akan memberikan dampak yang siginifikan
terhadap kualitas audit

Mengapa dikatakan bahwa kualitas audit juga dipengaruhi oleh indenpendensi seorang
auditor?. Karena, kualitas audit mencakup dua dimensi, yaitu independensi dan kompetensi.
Semakin lama hubungan auditor dengan klien akan memicu terjadinya keakraban yang berlebih
yang dapat menurunkan independensi audior itu imbasnya opini yang diberikan tidak lagi wajar
(tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya) hal ini sesuai dengan pernyataan Sianson et al
(2001). Terkikisnya independensi auditor akan mengakibatkan auditor tidak lagi termotivasi
untuk melakukan inovasi terhadap prosedur audit, terlampau lamanya hubungan auditor dengan
klien dipandang sebagai pemicu objektifitas pelaporannya.

Jadi, yang saya setuju atas kebijakan ataupun regulasi yang dibuat oleh Negara untuk
mewajibkan rotasi audit hal itu akan sangat membantu masyarakat terutama dalam menilai dan
juga memberikan kepercayaan dari masyarakat atas profesi akuntan kembali setelah beberapa
tahun silam tercoreng atau bahkan sampai saat ini masih ada saja beberapa pihak terkait yang
mengabaikan regulasi sedemi kepentingan individual. Begitulah seperti biasa regulasi tentu
memiliki kelemahan dimana meskipun disuatu Negara sudah diwajibkan rotasi audit misalnya
ada saja bentuk kecurangan lain yang dilakukan oleh KAP di Indonesia salah satunya biasanya
dikenal dengan sebutan tricky atau istilah “pinjam bendera” hal itu juga tidak terlepas dari
motif ekonomi tadi. Namun, saya berharap kedepannya regulasi yang telah dibuat oleh regulator
benar-benar dijalankan dengan baik oleh para pihak terkait dengan awarenees serta kepatuhan
secara sukarela Insha Allah akan memberikan dampak yang baik jua.

2. Apa aturan yang mengatur tentang rotasi audit di Indonesia dan apa inti isi aturannya ?

Ya, Indonesia adalah salah satu Negara yang mewajibkan adanya rotasi audit dan seperti yang
kita tau ini juga termotivasi dengan UU federal USA atau SOX. Peraturan tersebut antara lain :

Pemerintah RI mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 yang


kemudian telah diubah menjadi KMK : No.359/KMK.06/2008 lalu, disempurnakan dengan
Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan Publik. Peraturan ini
menyatakan bahwa penyediaan jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas yang dibuat
oleh KAP maksimal 6 tahun berturut-turut dan oleh AP maksimal 3 tahun berturut-turut. Namun,
pada tahun 2015, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang mengatur pergantian auditor,
yaitu PP No. 20/2015 pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa KAP tidak lagi dibatasi dalam
melakukan audit. Pembatasan hanya berlaku bagi AP, yaitu selama 5 tahun buku berturut-turut
setelah 5 tahun itu maka, AP harus cooling-off terlebih dahulu setelah periode cooling-off selesai
maka, AP kembali diperbolehkan untuk memberikan jasa pada perusahaan tersebut. Hal inilah
yang mendorong terjadinya “tricky atau pinjam bendera” di Indonesia. Karena, jika
hubungan yang dibatasi hanya pada AP saja secara esensial hubungan KAP dengan klien
tersebut tetap berlangsung. Bisa dikatakan regulasi rotasi auditor di Indonesia saat ini hanya
sebatas mandatory saja atau hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja bukan untuk
meningkatkan ataupun mempertahankan jasa yang diberikan.

Peraturan lain yang yang tujuannya juga untuk memperketat pengawasan terhadap AP
dikeluarkan oleh OJK yaitu POJK Nomor 13 Tahun 2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan
Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam kegiatan jasa keuangan. Dalam peraturan tersebut
diatur bahwa institusi jasa keuangan wajib membatasi penggunaan jasa audit dari AP paling lama
3 tahun buku berturut-turut sedangkan, pembatasan penggunaan jasa dari KAP tergantung pada
hasil evaluasi Komite Audit. Selain itu, institusi jasa keuangann harus menggunakan AP dan
KAP yang terdaftar di OJK. Peraturan ini muncul atas fenomena rotasi semu yang terjadi di
Indonesia. Rotasi semu menujukkan suatu kondisi yang secara formal berdasarkan PP,telah
terjadi rotasi namun, secara esensinya tidak.

3. Berilah komentar anda terkait aturan rotasi audit Di indonesia diakitkan dengan hasil
laporan riset yang ada!

Ya, seperti jawaban saya di pertanyaan diskusi diatas bahwa saya sangat mengapresiasi
aturan rotasi yang telah diciptakan oleh para regulator di Indonesia saat ini. Ya, meskipun aturan
yang ada masih memiliki weakness namun, setidaknya para regulator sebagai pihak berpengaruh
besat sudah memiliki awareness atas pentingnya rotasi ini. Meskipun, secara prakteknya rotasi
yang ada di Indonesia seperti (yang telah ada dipenelitian terdahulu) adalah rotasi semu. Rotasi
yang sebatas menggugurkan kewajiban atau sebatas mandatory saja namun, KAP atau pihak
terkait mengabaikan esensinya. Saya berharap kedepannya peraturan terkait rotasi audit di
Indonesia ini lebih diperketat dan bukan hanya sebatas mandatory saja melainkan dijalankan
dengan memberikan perhatian penuh atas esensi dari rotasi audit itu sendiri sehingga
independensi dari para auditor di Indonesia senantiasa terjaga sehingga, membuat kualitas
auditpun juga terjaga serta meningkat hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang terlampir
didiskusi ini. Namun, ada penelitian terbaru yang lebih lengkap dari penelitian ini setelah saya
baca. Kenapa saya katakana demikian, karena penelitian lain yang saya baca itu tidak terfokus
pada satu aturan saja melainkan membahas dari peraturan terdahulu sampai yang terbaru
sehingga pemahaman kita mengenai rotasi audit di Indonesia lebih kaya. Adapun judul
artikelnya ialah “Rotasi Audit Sebuah Kajian Fenomenologis” yang ditulis oleh Erik Nugraha,
Lucky Nugroho dan Rima Dwijayanty dari Universitas Mercubuana Jakarta yang mana artikel
ini saya peroleh dari situs web terkemuka dan terpercaya yaitu : research gate. Teman-teman
bisa mengakses disana. Demikianlah pendapat saya didiskusi kali ini teman-teman berhak punya
pemikiran dan ide yang berbeda. Jika terdapat kekeliuran atau ada perbedaan pandangan dari
teman-teman atas pendapat saya disilahkan dituliskan dikolom komentar teman-teman. Sekali
lagi, ini bukanlah sudut pandang karena, memandang suatu masalah tidak perlu saling
menyudutkan (Fiersa Besari : 2019). Terimakasih .

Anda mungkin juga menyukai