Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KELOMPOK

Asuhan Keperawatan Dasar Manusia pada An. J dengan


Gangguan Kebutuhan Aktivitas Dan Latihan

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Kelompok Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Dasar di ruang Tulip 3 RSUD Kab.Sidoarjo

Oleh:
Mahasiswa Profesi Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-nya, kami dapat
menyelesaikan laporan “ Desiminasi Akhir Praktek Profesi Ners Keperawatan
Manajamen”
Adapun tujuan dalam pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi
salah satu praktek porfesi Ners Keperawatan Manajamen. Dalam penyelesaian
laporan ini kami banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai
pihak baik moril maupun material. Untuk itu dalam kesempatan ini kami
mengucapakan terima kasih kepada bapak Rozly Junaidi, S.Kep.,Ners dan ibu
Nanik Hidayanti,S.Kep.,Ners selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusun lapoaran ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini maih jauh dari sempurna, karena itu
segenap saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan
untuk di masa mendatang.Semoga lapoaran ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Sidoarjo 14 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................3
DAFTAR ISI.....................................................................................................................4
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................6
D. Manfaat Penulisan................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
TINJAUAN TEORI..........................................................................................................8
A. Definisi.............................................................................................................8
B. Etiologi.............................................................................................................8
C. Tanda dan Gejala...........................................................................................8
D. Klasifikasi........................................................................................................9
E. Patofisiologi........................................................................................................9
F. Pathway.............................................................................................................13
G. Pemeriksaan Penunjang............................................................................14
H. Penatalaksanaan.........................................................................................15
I. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Aktifitas dan
Latihan.......................................................................................................................15
BAB III............................................................................................................................20
STUDI KASUS..............................................................................................................20
BAB IV............................................................................................................................44
PENUTUP......................................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paraparese adalah terjadinya gangguan antara kedua anggota
gerak tubuh bagian bawah. Hal ini terjadi karena adanya defek antara
sendi facet superior dan inferior (pars interartikularis). Paraparese adalah
adanya defek pada pars interartikularis tanpa subluksasi korpus
vertebrata. Paraparese terjadi pada 5% dari populasi. Kebanyakan
penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya hanya minimal, dan
sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil
yang baik. Paraparese dapat terjadi pada semua level vertebrata, tapi
yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah
(Iskandar, 2002).
Paraparese, keadaan terjadi degenerasi diskus intervertebra yang
kemudian mengarah terjadinya pembengkokan satu tulang vertebra
dengan tulang lain yang berada di bawahnya yang di akibatkan kompresi
pada tulang belakang. Kira-kira 10 – 15% pasien dengan paraparese
setelah dilakukan operasi menggambarkan adanya nyeri. Nyeri berat
yang bersifat radikuler, tidak memperingan dengan pemberian terapi
konservatif (Cox, 1990). Dalam kasus cidera pada tulang vertebra
sekitar 70% karena trauma dan kurang lebih setengahnya termasuk
cedera pada vertebra , sekitar 50% dari kasus trauma dikarenakan oleh
kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan industri sekitar 26%, kecelakaan
dirumah sekitar 10%. Mayoritas dari kasus trauma ditemukan adanya
fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya fraktur saja (Bromley,
1991).
Permasalahan yang sering terjadi akibat cidera tulang belakang
terutama paraparese yaitu impairment seperti penurunan kekuatan otot
pada ke dua ekstremitas bawah sehingga potensial terjadi kontraktur otot,
keterbatasan LGS, decubitus, dan penurunan atau gangguan sensasi.
Fungsional limitation seperti adanya gangguan fungsional dasar seperti
gangguan miring, duduk dan berdiri serta gangguan berjalan, dan
disability yaitu ketidakmampuan melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan.
Melihat kompleknya permasalahan yang timbul akibat cidera yang
mengenai tulang belakang (vertebra) ini penulis tertarik untuk membahas
kasus pada penderita penyakit paraperese. Dimulai sejak penderita
berada dalam stadium tirah baring hingga pasien menjalani program
rehabilitasi. Sehingga penderita mampu untuk kembali beraktifitas secara
mandiri dengan mengoptimalkan kemampuan yang ada.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di
mana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Kebutuhan aktivitas/pergerakan dan istirahat tidur merupakan suatu
kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Salah satu
tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak terlepas
dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal. Manusia
mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya dan melindungi diri dari kecelakaan.
Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuskeletal dan
sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanika
tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak banyak
mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara aman dalam menggerakkan
serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas. Imobilitas atau
imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahas
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan tetraparase.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran asuhan keperawatan terhadap pasien dengan
penyakit Tetraparase dengan masalah gangguan aktivitas dan latiha

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar penyakit Tetraparese
b. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tetraparese
c. Menjelaskan konsep dasar aktivitas dan latihan
d. Menjelaskan konsep gangguan aktivitas dan latihan
e. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
aktivitas dan latihan

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai kepustakaan bagi mahasiswa dalam menyusun
asuhan keperawatan pada pasien dengan Tetraparese
2. Bagi Lahan Praktik
Dapat digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan kemampuan
pelayanan di bidang keperawatan khususnya pada pasien dengan
Tetraparese
3. Bagi Masyarakat
Sebagai materi sumber pengetahuan dalam merawat anggota
keluarganya yang menderita Tetraparese
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Parese adalah suatu kondisi yang ditandai oleh berkurangnya
fungsi motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada mekanisme saraf
atau otot. Kelemahan merupakan hilangnya sebagian fungsi otot pada
satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan
mobilitas bagian yang terkena. Sedangkan Tetraparese adalah
kelumpuhan atau kelemahan yang menyebabkan hilangnya sebagian
fungsi motorik pada keempat anggota gerak. Hal ini diakibatkan oleh
adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra servikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Penyebab khas pada
kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport
injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina
bifida) (Oktaviani, 2015).

B. Etiologi
Penyebab dari tetraparase yaitu :
1. Trauma dengan lesi komplit atau inkomplit
2. Infeksi seperti Guillain-Barre Syndrome, acute myelitis, polymielitis
3. Kompresi spinal cord
4. Gangguan metabolisme tubuh (Oktaviani, 2015).

C. Tanda dan Gejala


Tetraparese bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi
merupakan suatu akibat dari beberapa penyebab. Salah satu penyebab
tersebut adalah adanya kerusakan medulla spinalis oleh karena trauma
vertebra. Segera setelah hal tersebut terjadi akan mengalami tahap spinal
shock yaitu terganggunya aktifitas motoris, sensoris, dan fungsi otonom
blader dan bowel (Bromley, 1991). Setelah mengalami spinal shock
kondisi lebih lanjut akan menimbulkan problematik akibat lesi spinal cord
dan tirah baring.
Problematik yang ditimbulkan akibat lesi spinal cord antara lain
1. Hilangnya atau menurunnya kekuatan otot keempat anggota gerak
2. Hilangnya atau menurunnya sensasi pada keempat anggota gerak
3. Hilangnya aktivitas reflek pada keempat anggota gerak (4) gangguan
fungsi bladder dan bowel, dan
4. Gangguan fungsi seksual (Oktaviani, 2015).

D. Klasifikasi
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya
1. Tetraparese spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper
motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus
otot atau hipertoni.
2. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot
atau hipotoni (Oktaviani, 2015).

E. Patofisiologi
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor
Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN).
Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor
Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis.
Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena
tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan
lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari
horn anterior medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus
servikal, thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada
nervus spinalis dari servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Wilayah ini
penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan berpengaruh
pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit
dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari
bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi
kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik.
Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada
LMN menyebabkan parese flacsid.
1. Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal
lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada
otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi
transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5
mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-
otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua
lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotomC8,
lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai
yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang
tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis
tersebut maka akan menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat
anggota gerak yang disebut tetraparese spastik.

2. Lesi di Low cervical cord


Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja
memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong
segenap lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu
kelompok motoneuron yang berada didalam segmen C5 kebawah ikut
rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat
Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper
Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron
(LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron (LMN).
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat
mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi
bersama dengan bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik
dikenal sindrom lesi di kornu anterius, sindrom lesi yang selektif
merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,sindrom lesi yang
merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di
substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena
adanya infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-
motoneuron yang rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis
sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota gerak Kerusakan pada
radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh dapat
terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik.
walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang
berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat
mengalami kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota
gerak atas dan bawah. Pada umumnya bermula dibagian distal
tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya
meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan.
Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada
saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi
sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf
perifer adalah polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot
atau selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen,
dan degenerasi herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya
hilang dan otot tidak dapat melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa
berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan kelemahan di
keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah
dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim
kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat
manifestasi dinikadar enzim ini di dalam serum sudah jelas
meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini dapat beredar didalam
darah tepi masih belum diketahui. Di samping kelainan pada sistem
enzim, secara klinis juga dapat ditentukan kelaian morfologik pda otot.
jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak sel lemak
(liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika kelemahan
otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi
lemak. Otot-otot yang terkena ada yang membesar dan sebagian
mengecil. Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah
serabut otot melainkan karena degenerasi lemak. Kelemahan otot
(atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit (Oktaviani,
2015).
F. Pathway

Reaksi autoimun/ infeksi Trauma, kecelakaan lalu llintas, atau


kecelakaan olahraga

Impuls yaraf menurun dalam


menghantarkan rangsangan

Kelemahan/paralisis

Kelumpuhan

Motorik Sensorik Autoimun

Mobilitas Bising usus CO2 menurun Kebuthan O2


Kontraktu Reflek
menurun menurun dalam paru
menelan
berkurang
turun
kurang Sirkulasi
Kontraktilitas Mobilitas darah ke
pergerakan di menurun lama Penurunan tubuh Daya
tempat tidur
intake nutrisi menurun kembang
Defisit paru
v
Konstipasi
Luka perawatan menurun
dekubitus Kebutuhan Kelemahan
diri
nutrisi kurang umum
Gangguan dari Gangguan
Gangguan eliminasi pola nafas
kebutuhan
integritas
tubuh Hambatan
Kulit
mobilitas fisik
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan darah rutin dapat dilihat nilai dari jumlah leukosit
yang dapat menunjukan adanya tanda-tanda infeksi yang merupakan
petanda adanya lesi akibat infeksi. Pemeriksaan kimia darah untuk
mengetahui elektrolit tubuh juga merupakan pemeriksaan yang
penting untuk menilai lesi. Kelumpuhan keempat anggota gerak yang
bersifat LMN, mutlak motorik dianggap kelumpuhan miogenik.
Patofisiologi nya masih kurang jelas, tetapi secara klinis terbukti
mempunyai hubungan yang erat dengan ion kalium. Dikenal 3 macam
paralisis periodic. Yang pertama ialah paralisis periodik hipokalemik
familial, kedua yaitu paralisis periodic hiperkalemik familial dan yang
ketiga adalah paralisis periodik normokalemik. Perbedaan yang
ditonjolkan oleh klasifikasi tersebut berdasarkan kadar kalium dalam
serum. Pada jenis hipokalemik familial, paralisis bangkit pada waktu
pagi hari atau setelah beristirahat atau setelah bekerja, atau setelah
makan makanan tinggi karbohidrat. Paralisis dapat berlangsung
beberapa jam bahkan sampai beberapa hari. Kadar kalium dibawah 3
mEq/L . pada jenis hiperkalemik, kelumpuhan keempat anggota gerak
bangkit selalu setelah bekerja. Sebagian dengan miotonia atau
sebagian tidak, paralisis biasanya tidak berlangsung lama dan kadar
kalium dalam serum lebih dari 4,2 mEq/L. Jenis normokalemik sering
menimbulkan kesukaran, baik dalam diagnosis maupun terapi.
Serangan paralisis nya sering bersifat total dan berlangsung lama.
Pemberian kalium dapat memperburuk keadaan (Oktaviani, 2015).
2. Pemeriksaan Radiologis
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium
yang mengarahkan ke diagnosis tetraparese tipe lower maupun upper
motor neuron, maka diperlukan pemeriksaan radiologi untuk
menyingkirkan penyebab yang lain. Pemeriksaan rontgen thoraco-
lumbal juga dapat membantu menegakkan diagnosis (Oktaviani,
2015).
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
Tujuan pengobatan adalah mengobati gejala simptom dan
memperbaiki keadaan umum penderita. Pencegahan sebaiknya
disesuaikan dengan faktor pencetusnya, Bila faktor pencetusnya
karena gangguan elektrolit, maka pemberian cairan elektrolit yang
sesuai selama serangan dapat mengurangi gejala. Pengobatan yang
dianjurkan adalah pemberian kalium per oral, jika keadaan berat
mungkin dibutuhkan pemberian kalium intra vena. Penderita
mendapat pengobatan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor
pencetus dan pemberian preparat kalium peroral.
2. Terapi non farmakologi
Rehabilitasi secara komprehensif dengan melakukan fisioterapi yang
dilakukan setelah onset terbukti meningkatkan fungsi saraf motorik
dengan tetraparese (Oktaviani, 2015).

I. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Aktifitas dan


Latihan
1. Pengkajian
Tanggal Masuk :
Jam :
No.RM :
Tanggal Pengkajian :
Diagnosa Medis :

a. Biodata
Identitas Pasien
- Nama :
- TTL :
- Umur :
- Jenis Kelamin :
- Agama :
- Pendidikan :
- Pekerjaan :
- Suku/bangsa :
- Status :
- Alamat :

Identitas Penanggung Jawab


- Nama :
- Alamat :
- Hubungan :
- No. HP :

b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Yang biasa munculpada pasien dengan gangguan aktivitas
dan latihan adalah rasa nyeri, lemas, pusing, mengelu sakit
kepala berat, badan terasa lelah,parese pada ekstermitas kanan
ataupun frakur.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dan mekanisme terjadinya keluhan pasien tersebut.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami
hipertensi apakah sebelumnya pasienpernah mengalami penyakit
seperti sekarang.
- Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji riwayat penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang atau tidak.

c. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)


1. Persepsi terhadap manajemen kesehatan
2. Pola aktifitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi, berpakaian,
eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, berpindah, ambulasi, naik
tangga.
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Berpindah
Ambulasi
Naik tangga

Keterangan:
1 : Mandiri
2 : Dibantu
3 : Dibantu orang lain
4 : Dibantu orang lain dan peralatan
5 : Ketergantungan/tidak mampu
3. Pola istirahat dan tidur :
4. Pola nutrisi dan metabolis :
5. Pola eliminasi :
6. Pola kognitif perceptual :
7. Pola konsep diri :
8. Pola koping :
9. Pola seksual :
10. Pola Peran Hubungan :
11. Pola Nilai dan kepercayaan:

d. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
- TTV
- Head to toe
Pada pemeriksaan ekstermitas difokuskan untuk menillai
kekuatan otot
0
Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali
(0%)
1 Teraba atau terlihat getaran kontraksi otot tetapi tidak ada
(10%) gerakan sama sekali
2
Dapat menggerakan anggota gerak tanpa melawan gravitasi
(25%)
3 Dapat menggerakan anggota gerak untuk menahan berat
(50%) (gravitasi)
4
Dapat menggerakan sendi dengan aktif dan melawan tahanan
(75%)
5
Kekuatan normal
(100%)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (00085, domain 4 aktivitas/istirahat, kelas 2
aktivitas/olahraga)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
(00092, domain 4 aktifitas/istirahat, kelas 4 respons
kardiovaskular/pulmonal)
3. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan mobilitas
(00155, domain 11 keamanan/perlindunan, kelas 2 cedera fisik)

3. Intervensi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No.dx Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy : ambulation
berhubungan dengan gangguan keperawatan ..x24 jam - Monitor vital sign

muskuloskeletal (00085, domain diharapkan masalah hambatan sebelum/sesudah latihan


mobilitas fisik dapat teratasi dan lihat respon pasien
4 aktivitas/istirahat, kelas 2
dengan kriteria hasil: saat latihan
aktivitas/olahraga)
NOC - Konsultasikan dengan
 Joint movement : active terapi fisik tentang rencana
 Mobility level ambulasi sesuai dengan
 Self care : ADLs kebutuhan
 Transfer performance - Bantu klien untuk
Criteria hasil : menggunakan tongkat saat
 Klien meningkat dalam berjalan dan cegah
aktivitas fisik terhadap cedera
 Mengerti tujuan dari - Ajarkan pasien atau
peningkatan mobilitas tenaga kesehatan lain
 Memverbalisasikan tentang teknik ambulasi
perasaan dalam - Kaji kemampuan pasien
meningkatkan kekuatan dalam mobilisasi
dan kemampuan - Latih pasien dalam
berpindah pemenuhan kebutuhan
Memperagakan penggunaan ADLs secara mandiri
alat bantu untuk mobilisasi sesuai kemampuan
(walker) - Damping danbantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
BAB III
STUDI KASUS

A. PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN


a. Identitas Klien
Nama : An. J
No. RM : xxxxx15
Usia : 8 tahun
Tgl. Masuk : 16 Desember 2019
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl Pengkajian :
Alamat :
Sumber informasi : Orang Tua (Ayah)
No telepon :-
Nama klg dekat yang bisa dihubungi: Tn. S
Status Perkawinan : Belum menikah
Status : Ayah
Agama : Islam
Alamat :
Suku : Jawa
No. telepon :-
Pendidikan : SD
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Siswa
Pekerjaan : Swasta

b. Status Kesehatan Saat Ini


1. Keluhan Utama : Lemas di ke empat anggota gerak
2. Lama Keluhan : 2 minggu keluhan semakin berat dirasakan sekitar
1 minggu.
3. Kualitas Keluhan : Keluhan dirasakan berat
4. Faktor Pencetus : Riwayat jatuh 1 bulan yang lalu
5. Faktor Pemberat : Jika terlalu lama tidak digerakkan.
6. Upaya yang telah dilakukan : Berobat ke RS.
7. Diagnosa Medis :
a. Tetraparase Low Motoric Nervous tanggal 16 Desember 2019

c. Riwayat Kesehatan Saat Ini


Keluarga pasien mengatakan 1 bulan yang lalu An.J jatuh 4 kali saat
bermain, lalu mengeluh kesemutan pada kaki dan tangan selama 2
minggu, dan semakin parah 1 minggu terakhir. Kemudian pasien diantar
ke salah satu rumah sakit di Sidoarjo, dan di rujuk ke RSUD Sidoarjo.
Pada tanggal 16 Desember 2019 An. J periksa ke Poli Neurologi RSUD
Sidoarjo dengan keluhan…………………… dan disarankan untuk MRS.
Pasien MRS di ruangan Tulip 3 tanggal 16 Desember 2019. Pada saat
pengkajian tanggal 18 Desember 2019 didapatkan keluhan tangan
pasien sudah tidak kesemutan, sedangkan kaki pasien masih kesemutan.
d. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : Tidak ada
b. Operasi (jenis & waktu) : Tidak ada
c. Penyaki:
1) Kronis : Tidak ada
2) Akut : Diare, Demam
d. Terakhir masuk RS : 2013
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll) : Susu Sapi
3. Imunisasi
(√) BCG (√) Hepatitis
(√) Polio (√) Campak
(√) DPT
4. Kebiasaan
Merokok :-
Kopi :-
Alkohol :-
5. Obat-obatan yang digunakan : Tidak ada

e. Riwayat Keluarga
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan (DM, Hipertensi)
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit menular (TBC, Hepatitis,
HIV)
f. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah
Pekerjaan
1. Kebersihan Bersih
-
2. Bahaya Kecelakaan Tidak ada
-
3. Polusi Tidak ada
-
4. Ventilasi Baik
-
5. Pencahayaan Baik
-

g. Pola Aktivitas dan Latihan


Jenis Rumah Sakit

1. Makan/minum 2
Rumah
2. Mandi 0 2
0 2
3. Berpakaian 0
4. Toiletting 0 2
0 2
5. Mobilitas ditempat tidur
0
6. Berpindah 2
0
7. Berjalan 0 2

8. Naik tangga 2

Pemberian skor 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3:


dibantu orang lai, 4: tidak mampu

h. Pola Nutrisi Metabolik


Jenis
Rumah
1. Jenis makanan Rumah Sakit
Makanan padat
2. Frekuensi Makanan padat/TKTP
3 kali sehari
3. Porsi yang dihabiskan 3 kali sehari
1 piring
4. Komposisi menu 1 piring
Nasi, lauk pauk
5. Pantangan Nasi, lauk pauk
Tidak ada Tidak ada
6. Nafsu makan
Baik Baik
7. Fluktuasi BB 6 bln. Terakhir
- -
8. Jenis minuman
Air putih Air putih
9. Frekuensi
4-5 kali sehari 4-5 kali sehari
10. Gelas yang dihabiskan
1 liter 1 liter
11. Sukar menelan (padat/cair)
Tidak ada Tidak ada
12. Pemakaian gigi palsu
Tidak ada Tidak ada
13. Riw. Masalah penyembuhan luka
Tidak ada Tidak ada
i. Pola Eliminasi
Jenis
Rumah Rumah Sakit
1. BAB
a. Frekuensi
1 kali sehari 2 kali sehari
b. Konsistensi
lembek lembek
c. Warna & Bau
kuning, khas kuning, khas
d. Kesulitan
Tidak ada tidak ada
e. Upaya mengatasi
Tidak ada tidak ada
2. BAK
a. Frekuensi
2-3 kali sehari
2-3 kali sehari
2-3 kali sehari
b. Konsistensi cair
cair cair
c. Warna & Bau kuning, khas
kuning jernih,
Tidak khas
ada kuning jernih, khas
d. Kesulitan
Tidak adaada
Tidak Berjalan ketoilet
e. Upaya mengatasi
Tidak ada Dibantu ketoilet, pakai pampers

j. Pola Tidur Istirahat


Jenis
1. Tidur siang:lamanya Rumah Rumah Sakit

a. Jam….s/d… 1-2 Jam 1-2 Jam

b. Kenyamanan setelah tidur 13.00-14.00 WIB 13.00-14.00 WIB

2. Tidur malam:lamanya Lebih berenergi Lebih berenergi

a. Jam….s/d… 22.00-06.00 WIB 21.00-05.00 WIB

b. Kenyamanan setelah tidur 9 jam 9 jam


Lebih berenergi Lebih berenergi
c. Kebiasaan sebelum tidur
Nonton TV Bermain hp
d. Kesulitan
Tidak ada Tidak ada
e. Upaya mengatasi
Tidak ada Tidak ada

k. Pola Kebersihan Diri Rumah Rumah Sakit


Jenis
1. Mandi: Frekuensi 2 kali sehari Diseka 2 kali sehari
a. Penggunaan sabun Menggunakan sabun Tidak menggunakan sabun
2. Keramas: Frekuensi 3 kali seminggu Belum keramas
a. Penggunaan shampoo Menggunakan shampoo -
3. Gosok gigi: Frekuensi 2 kali sehari Tidak menggosok gigi
a. Penggunaan odol Menggunakan odol Tidak
4. Ganti baju: frekuensi 2-3 kali sehari 1 kali sehari
5. Memtong kuku: frekuensi 1 kali seminggu Tidak
6. Kesulitan Tidak ada memotong kuku
7. Upaya yang dilakukan Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada

l. Pola Tolerans-Koping Stress


1. Pengambilan Keputusan ( )sendiri (√) dibantu orang tua
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya,
perawatan diri, dll): tidak ada
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: tidak terkaji
4. Harapan setelah menjalani perawatan: bisa cepat sembuh dan kembali
ke sekolah
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: tidak bisa beraktivitas seperti
biasanya

m. Konsep Diri
1. Gambaran diri : Lemah
2. Ideal diri : Tidak bisa beraktivitas seperti biasa
3. Harga diri :-
4. Peran : Menjadi anak dalam keluarga
5. Identitas diri : pasien adalah seorang laki-laki

n. Pola Peran & Hubungan


1. Peran dalam keluarga : anak
2. Sistem pendukung : orang tua dan keluarga
3. Kesulitan dalam keluarga : (-) hubungan dengan orang tua
(-) hubungan dengan sanak saudara
(-) hubungan dengan pasangan
TIdak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan
di RS: tidak ada
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi: Tidak ada
o. Pola Komunikasi
1. Bicara (√) Normal (√) Bahasa utama: Jawa dan
Indonesia
(-) Tidak jelas
(-) Bicara berputar-putar
(-) Mampu mengerti pembicaraan orang lain
2. Tempat tinggal (-) Sendiri
(-) Kos/asrama
(√) Bersama orang lain yaitu orang tua
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yang dianut: Jawa
b. Pantangan dan agama yang dianut: Islam
c. Penghasilan keluarga: tidak terkaji

p. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama di RS: tidak ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan: (-) perhatian (-) sentuhan (-) lain-lain

q. Pola Nilai dan Kepercayaan


1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk anda, ya/tidak
2. Kegiatan agama/kepercayaan yang dilakukan di rumah (jenis &
frekuensi): mengaji
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: tidak ada
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: -

r. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum: Baik


a) Kesadaran : Composmentis E4V5M6 = 15
b) Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan Darah : 100/60 mmHg
2) RR : 20 x/menit
3) Nadi : 95 x/menit
4) Suhu : 36,9 0C
c) Tinggi badan: 135 cm Berat Badan: 35 kg
2. Kepala dan Leher
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk mesochepal, tidak ada luka atau benjolan,
kulit kepala kotor, penyebaran rambut merata, warna
rambut hitam
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada kepala.
b) Mata
Inspeksi : simestris, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, tidak
menggunakan kacamata
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan.
c) Hidung
Inspeksi : simestris, tidak terpasang oksigen, tidak ada luka
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan.
d) Mulut & Tenggorokan
Mulut
Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada benjolan, bibir lembab
berwarna pink
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
Tenggorokan
Inspeksi : tidak ada luka
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
e) Telinga
Inspeksi : simestris, tidak ada luka, pendengaran bik, tidak
terlihat kotoran telinga
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan.
f) Leher
Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada benjolan
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, pembesaran vena
jugularis -
3. Thorak & Dada
a) Paru-paru
I = Simetris, tidak terdapat luka atau jejas, tidak ada retraksi
dinding dada
P = Tidak ada nyeri tekan.
P = Sonor.
A = Suara paru vesikuler, tidak terdapat suara tambahan (ronchi
dan wheezing).

b) Jantung
I = Ictus cordis tidak nampak.
P = Ictus cordis teraba, tidak ada nyeri tekan.
P = Pekak
A = S1 dan S2 Reguler (lup dup)
4. Payudara dan ketiak
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka, tidak ada benjolan abnormal
5. Punggung & tulang belakang
Tidak mengalami kelainan
6. Abdomen
I = Datar, tidak terdapat jejas atau luka, tidak ada jaringan parut.
A = Peristaltik usus 15 x/menit.
P = Tympani
P = Tidak ada nyeri tekan
7. Genetalia dan Anus
tidak terkaji
8. Ekstremitas
a) Atas
Tangan kanan terpasang infus RL 7 tpm.
b) Bawah 5 5
Tidak terdapat bekas luka. 3 3
9. Sistem Neorologi
Reflek fleksi dan ekstensi menurun, reflek patella menurun
10. Kulit dan Kuku
Kulit : kulit tampak lembab, tidak sianosis, tidak terdapat lesi, turgor kulit
<2 detik
Kuku : Tidak sianosis, kuku bersih, CRT<2 detik

s. Hasil Pemeriksaan Penunjang


LAB (pemeriksaan dilakukan tanggal 22-12-2019):
1. Chlorida = 102 mmol/L (98-107 mmol/L)
2. Kalium = 4,3 mmol/L (3,6-5 mmol/L)
3. Natrium = 136 mmol/L (137-145 mmol/L)
t. Terapi
1. Injeksi Mecobalamin 2 x 250 mg
2. Injeksi Furamin 2 x 10 ml
3. PO Domperidone 3 x 1
4. PO Contrimoxazole Sirup 3 x 1 sendok teh
u. Perencanaan Pulang
1. Tujuan Pulang : Rumah
2. Transportasi Pulang : Mobil
3. Dukungan Keluarga : Orang Tua
4. Antisipasi bantuan biaya setelah pulang : Tidak terkaji
5. Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang
Pengobatan : di RSUD Sidoarjo
Rawat jalan ke : Poli RSUD Sidoarjo
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dirumah : -
7. Keterangan lain

A. Analisa Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


Dx KEPERAWATAN
1 Data Subjektif: Cedera Traumatik Hambatan
 Pasien mengatakan Mobilitas Fisik
kakinya terasa lemas, Berhubungan
riwayat jatuh 1 bulan dengan
yang lalu. Lesi pada Low Motor Gangguan
Neuron Neuromuskular
Data Objektif: ditandai dengan
Keadaan umum : cukup Penurunan
Kesadaran :compos mentis Keterampilan
GCS : 4-5-6 Tonus otot keempat Motorik Kasar
An.J tampak terbaring di ekstremitas menurun
atas bed.
 Inspeksi:
 Pasien terlihat kesulitan
saat diminta untuk Kesulitan bergerak
berdiri dan mempertahankan
 Tidak terlihat tanda beban tubuh
fraktur dan deformitas
 Tidak ada tanda atropi
otot
Hambatan Mobilitas
Fisik
 Palpasi:
 Tidak ada nyeri tekan
diarea ekstremitas atas
dan bawah
Kekuatan Otot :

5 5
3 3
 Perkusi:
 Refleks Patela
mengalami penurunan
 Refleks Bisep
mengalami penurunan

2 Data Subjektif: Tonus otot keempat Defisit Perawat


ekstremitas menurun
 Pasien mengatakan tidak Diri: Mandi
mampu berjalan ke toilet Berhubungan
untuk mandi dan gosok dengan
Kesulitan bergerak
gigi sendiri dan mempertahankan Hambatan
beban tubuh
 Keluarga pasien Mobilitas Fisik
mengatakan diseka 1-2 Ditandai dengan
Hambatan Mobilitas
kali sehari Ketidakmampuan
Fisik
 Keluarga pasien Mencapai Toilet
mengatakan pasien BAK
Kesulitan memeuhi
menggunakan diapers kebutuhan dasar
secara mendiri
dan BAB menggunakan
pispot
Tidak mampu berjalan
ke toilet
Data Objektif:
 Pasien terlihat
Defisit perawatan diri:
menggunakan diapers
Eliminasi
untuk BAK
 Pasien tercium bau badan
dan bau mulut.
 Bartle indeks : 6
(Ketergantungan Berat)
B. Daftar Diagnosa

No DX Diagnosa Keperawatan
1 Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Gangguan
Neuromuskular ditandai dengan Penurunan Keterampilan Motorik
Kasar
2 Defisit Perawat Diri: Mandi berhubungan dengan Hambatan
Mobilitas Fisik ditandai dengan Ketidakmampuan Mencapai Toilet

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Hambatan NOC : Pergerakan (0208)\ NIC : Perawatan
mobilitas fisik Setelah diberikan tindakan Tirah Baring (0740)
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Jelaskan alasan
dengan diharapkan hambatan mobilitas fisik diperlukannya
gangguan berkurang/teratasi, dengan kriteria tirah baring
neuromuscul hasil : 2. Posisikan pasien
ar ditandai No Indikator 1 2 3 4 5 sesuai dengan
1 Gerakan √ √ √ √
dengan otot bidy alignment
penurunan 2 Gerakan √ √ √ √ yang tepat
sendi
keterampilan 3 Berjalan √ √ √ √ 3. Hindari
4 Bergerak √ √ √ √
motorik menggunakan
dengan
kasar mudah kain linen kasur
5
atau pakaian yang
Domain 4 ; Keterangan penilaian : teksturnya kasar
Kelas 2 1. Sangat terganggu 4. Jaga kain linen
Kode : 2. Banyak terganggu kasur / pakaian
00085 3. Cukup terganggu tetap

4. Sedikit terganggu bersih,kering dan

5. Tidak terganggu bebas kerutan


5. Ajarkan latihan di
tempat tidur
dengan cara yang
tepat

NIC: Terapi Laihan :


Kontrol Otot (0226)
6. Tentukan
kesiapan pasien
untuk terlibat
dalam aktivitas
latihan
7. Kolaborasi
dengan ahli
terapi
fisik,okupasional
dan rekreasional
dalam
menerapkan
program latihan
sesuai
kebutuhan
8. Berikan pakaian
yang tidak
menghambt
pergerakan
pasien
9. Bantu menjaga
stabilitas sendi
tubuh dan atau
proksimal selama
latihan motorik
10. Dorong
pasien untuk
mempraktekkan
latihan secara
mandiri

NIC: Pengaturan
Posisi (0844)
11. Imobilisasi atau
topang bagian
tubuh yang
terganggu
dengan tepat
12. Berikan posisi
terapeutik
13. Jangan berikan
tekanan pada
bagian tubuh
yang terganggu
14. Pertahankan
posisi yang tepat
saat mengatur
posisi pasien
15. Ganti posisi
setiap 2 jam
sekali dengan
menggunakan
tekhnik log roll
16. Ajarkan
keluarga untuk
mengatur posisi
pasien
17. Dukung pasien
untuk
berpartisipasi
dalam
perubahan
posisi
2 Defisit NOC : Perawatan Diri : (0310) NIC : Bantuan
perawatan Setelah diberikan tindakan Perawatan Diri
diri : Mandi keperawatan selama 3x24 jam Mandi (1804)
berhubungan diharapkan masalah defisit 1. Pertimbangkan
dengan perawatan diri : mandi dapat usia pasien ketika
hambatan teratasi, dengan kriteria hasil : mempromosikan
mobilitas fisik aktivitas
ditandai perawatan diri
dengan 2. Tentukan jumlah
ketidakmam No Indikator 1 2 3 4 5 dan jenis bantuan
1 Masuk √ √ √
puan yang dibutuhkan
mencapai dan 3. Tempatkan
keluar
toilet kamar handuk, sabun,
mandi dan aksesoris
2 Membuk √ √ √
Domain 4 ; a pakaian lainnya yang
3 Memposi √ √ √ √
Kelas 5 sikan diri
dibutuhkan di
Kode : atau samping tempat
menggun
000110 akan alat tidur atau di
4 kamar mandi
5
4. Fasilitasi pasien
Keterangan penilaian : untuk gosok sisi
1. Sangat terganggu 5. Anjurkan kelaurga
2. Banyak terganggu untuk
3. Cukup terganggu membersihkan
4. Sedikit terganggu kuku jika
5. Tidak terganggu panjanng dan
kotor
6. Observasi
integritas kulit
pasien
7. Dorong orang
tua / keluarga
berpartisipasi
dalam kebiasaan
kebersihan
pasien
8. Berikan bantuan
sampai pasien
sepenuhnya
dapat
mengasumsikan
perawatan diri.
D. IMPLEMENTASI

Diagnosa : Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Gangguan Neuromuskular ditandai dengan Penurunan Keterampilan
Motorik Kasar
No Hari/ Tanda
Jam Implementasi Jam Evaluasi
. Tanggal Tangan
1. Kamis, 08.00 NIC : Perawatan Tirah Baring S:
19-12-2019 (0208)  Pasien mengatakan kakinya masih terasa
1. Menjelaskan alasan diperlukannya lemas, hanya bisa digerakan diatas tempat
tirah baring tidur tetapi terbatas, pasien hanya mampu
2. Menjaga linen dan pakaian pasien berdiri disamping tempat tidur dengan
tetap kering, bersih dan bebas bantuan keluarga.
kerutan  Pasien mengatakan kesemutan di kedua
3. Memposisikan pasien dengan tangannya sudah berkurang, tangan dapat
body alignment yang tepat digerakkan sudah sedikit bisa
4. Mengajarkan latihan di tempat menggenggam benda berat seperti botol
tidur dengan cara yang tepat berisi air minum.
- Latihan mengambil benda, O:
seperti botol air minum, Keadaan umum :cukup
membuka tutup botol, Kesadaran :compos mentis
membuka bungkus permen. GCS : 4-5-6
An.J tampak terbaring di atas bed.
 Inspeksi:
 Pasien dapat mengambil benda benda
berat (seperti botol berisi air)
 Pasien menggunakan pakaian bersih
dan kering

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi NIC 3 dan 4


14.00 NIC : Terapi Latihan ; Kontrol Otot S:
(0226)  Pasien mengatakan bahwa pasien sudah
1. Menentukan kesiapan pasien sedikit sudah bisa berdiri
untuk terlibat dalam aktivitas  Pasien mengatakan bahwa pasien bisa
latihan berjalan walaupun masih sempoyongan
2. Memberikan pakaian yang tidak
menghambat pergerakan pasien O:
3. Membantu menjaga stabilitas  Pasien menggunakan pakaian yang
sendi tubuh dan atau proksimal longgar
selama latihan motorik  Pasien bisa berdiri
- Memegangi pasien selama  Pasien bisa berjalan walupun masih
latihan sempoyongan
- Mengawasi pasien selama  Kekuatan Otot :
latihan
5. Mendorong pasien untuk
5 5
mempraktekan latihan secara 3 3
mandiri
- Mengajarkan dan
menganjurkan keluarga untuk  Refleks Patela Patela (+)
melatih pasien sendiri dengan  Refleks Bisep (+)
pengawasan dan bantuan

A : Masalah teratasi sebagian


P :Lanjutkan Intervensi NIC 3 dan 4

20.00 NIC : Pengaturan Posisi (0844) S:


1. Memberikan posisi terapeutik  Keluarga pasien merubah posisi setiap
pada pasien dua jam
2. Mengajarkan keluarga untuk O:
mengatur posisi pasien  Keluarga pasien merubah posisi setiap
3. Mengganti posisi pasien setiap 2 dua jam
jam sekali A : Masalah Teratasi
4. Mendukung pasien untuk P : Hentikan Intervensi
berpartisipasi dalam perubahan
posisi

2. Jum’at 08.00 NIC : Perawatan Tirah Baring S:


20-12-2019 (0208)  Pasien mengatakan kakinya masih terasa
3. Memposisikan pasien dengan lemas.
body alignment yang tepat  Pasien mengatakan kesemutan di kedua
4. Mengajarkan latihan di tempat tangannya sudah berkurang, tangan dapat
tidur dengan cara yang tepat digerakkan, sudah bisa menggenggam benda
- Evaluasi atihan mengambil berat seperti botol berisi air minum.
benda, seperti botol air minum,  Pasien Mengatakan bahwa pasien sudah
membuka tutup botol, sedikit bisa membuka tutup botol
membuka bungkus permen.  Pasien mengatakan bahwa pasien sudah
- Melatih pasien berjalan sedikit bisa membuka bungkus permen
dengan bantuan dan O:
pengawasan Keadaan umum :cukup
Kesadaran :compos mentis
GCS : 4-5-4
An.J tampak terbaring di atas bed.
 Inspeksi:
 Pasien sudah mengambil benda
 Pasien sudah sedikit bisa membuka
tutup botol
 Pasien menggunakan pakaian bersih
dan kering

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi NIC 3 dan 4


14.00 NIC : Terapi Latihan ; Kontrol Otot S:
(0226)  Pasien mengatakan bahwa pasien sudah
3. Membantu menjaga stabilitas sudah bisa berdiri tanpa dipegangi
sendi tubuh dan atau proksimal  Pasien mengatakan bahwa pasien bisa
selama latihan motorik berjalan walaupun masih sempoyongan
- Memegangi pasien selama
latihan O:
- Mengawasi pasien selama  Pasien menggunakan pakaian yang
latihan longgar
4. Mendorong pasien untuk  Pasien bisa berdiri
mempraktekan latihan secara  Pasien bisa berjalan walupun masih
mandiri sempoyongan
- Mengajarkan dan  Kekuatan Otot :
menganjurkan keluarga untuk
5 5
melatih pasien sendiri dengan
pengawasan dan bantuan 4 4

 Refleks Patela (+)


 Refleks Bisep (+)

A : Masalah teratasi sebagian


P :Lanjutkan Intervensi 3 dan 4

3. Sabtu 08.00 NIC : Perawatan Tirah Baring


21-12-2019 (0208) S:
3. Memposisikan pasien dengan  Pasien mengatakan sudah tidak terasa
body alignment yang tepat lemas.
4. Mengajarkan latihan di tempat  Pasien mengatakan sudah tidak kesemutan di
tidur dengan cara yang tepat kedua tangannya, tangan dapat digerakkan,
- Evaluasi atihan mengambil sudah bisa menggenggam benda berat
benda, seperti botol air minum, seperti botol berisi air minum.
membuka tutup botol,  Pasien Mengatakan bahwa pasien sudah bisa
membuka bungkus permen. membuka tutup botol
- Melatih pasien berjalan  Pasien mengtkan bahwa pasien sudah bisa
dengan bantuan dan membuka bungkus permen
pengawasan O:
Keadaan umum :cukup
Kesadaran :compos mentis
GCS : 4-5-5
An.J tampak terbaring di atas bed.
 Inspeksi:
 Pasien sudah mengambil benda
 Pasien sudah sudah bisa membuka tutup
botol
 Pasien sudah bisa membuka bungkus
permen
 Pasien menggunakan pakaian bersih dan
kering

A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 3 dan 4
14.00 NIC : Terapi Latihan ; Kontrol Otot S:
(0226)  Pasien mengatakan bahwa pasien sudah
3. Membantu menjaga stabilitas sudah bisa berdiri tanpa dipegangi
sendi tubuh dan atau proksimal  Pasien mengatakan bahwa pasien sudah
selama latihan motorik bisa berjalan tanpa sempoyongan
- Memegangi pasien selama
latihan O:
- Mengawasi pasien selama  Pasien menggunakan pakaian yang
latihan longgar
4. Mendorong pasien untuk  Pasien bisa berdiri
mempraktekan latihan secara  Pasien bisa berjalan 3 Lantai dalam
mandiri waktu 11,61.
- Mengajarkan dan  Kekuatan Otot
menganjurkan keluarga untuk
melatih pasien sendiri dengan 5 5
pengawasan dan bantuan
5 5

 Refleks Patela (+)


 Refleks Bisep (+)
A : Masalah teratasi
P :Hentikan Intervensi
ANALISA JURNAL

Judul Jurnal : Two Week Intensive Locomotor Training Improves Balance


And Mobility Of A Person With Chronic Incomplete C4 Tetraparesis. Penulis
: Abby E. Linford, Joseph C. Weglay, Kathryn Blackadar, Geraldine
Brunner-Lam And Ronaldo T. Lazarao
Pembahasan:
Jurnal yang ditulis oleh Abby, dkk yang berjudul “Two Week Intensive
Locomotor Training Improves Balance And Mobility Of A Person With Chronic
Incomplete C4 Tetraparesis” . tujuan dari jurnal ini adalah untuk menentukan
keuntungan fungsional latihan alat gerak untuk keseimbangan dan mobilitas bagi
pasien dengan C4 tetraparesis.
Terapi ini ada 3 yaitu berupa :
1. Body wight supportd treadmill training (BWSTT) with manual assistance
adalah latihan berjalan mengunakan alat treadmill dengan kecepatan
0,48-0,94 mps dalam waktu 40 menit
2. Over ground aktivities with Lofstrand Crutches adalah Latihan berjalan 30
menit yaitu berjalan cepat 5 menit, melingkar 5 menit, mundur 5 menit,
loncatan ke samping 5 menit, latihan melangkah 5 menit, tantangan
berjalan 5 menit.
3. Community ambulation adalah Latihan jalan mengunakan walker
didampingi oleh pasangan direkam menggunakan alat pengukur langkah
selama 30 menit.
Terapi ini telah diimplementasikan oleh Abby, dkk pada kasus seorang pasien
dengan cedera sumsum tulang belakang (ISCI) dimana intervensi ini diterapkan
sebagai rehabilitasi bagi pasien yang dilakukan selama 10 sesi dalam 2 minggu
dalam waktu 90-100 menit pelatihan. Hasil dari implementasi ini mengambarkan
bahwa pasien dari resiko jatuh tinggi menjadi resiko jatuh rendah dengan nilai
AIS (D).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Paraparese adalah terjadinya gangguan antara kedua anggota gerak
tubuh bagian bawah. Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi facet
superior dan inferior (pars interartikularis). Paraparese adalah adanya defek
pada pars interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. Paraparese
terjadi pada 5% dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukkan
gejala atau gejalanya hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan
tindakan konservatif memberikan hasil yang baik. Paraparese dapat terjadi
pada semua level vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata
lumbal bagian bawah (Iskandar, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Linford, Abby E. 2016. Two Week Intensive Locomotor Training Improves


Balance And Mobility Of A Person With Chronic Incomplete C4 Tetraparesis.
Physical Therapy and Rehabilitation
Mini Oktaviani. 2015. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 20-5.

Anda mungkin juga menyukai