Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH HUKUM DAN ETIKA PENYIARAN

MAKNA KEBEBASAN PERS BAGI JURNALISTIK DAN MASYARAKAT

Dosen Pengampu:
Agus Supriyanto, SE., M.Ikom.

Disusun Oleh:
Muhamad Raihan Ramadhana

UNIVERSITAS MERCU BUANA KAMPUS D


2019
A. PENDAHULUAN

Media massa (pers) sesungguhnya dalah media informasi yang bersifat netral di tangan
masyarakat. Media massa menyampaikan informasi dengan didukung fakta yang kuat
sehingga diharapkan tidak ada keberpihakan di dalamnya. Namun demikian, media massa
tidak selalu obyektif dalam menjalankan fungsinya. Terkadang media massa selalu
berorientasi bisnis, sehingga perhitungan yang dipakai adalah keuntungan materi semata.
Ketika mempublikasikan berita dan foto misalnya, nilai-nilai etika kurang diperhatikan, yang
penting secara materi media tersebut bisa memperoleh keuntungan.

Media massa mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyebarkan berbagai
informasi ditengah masyarakat. Berita yang dipublikasikan lewat media massa, baik yang
positif maupun yang negatif akan begitu cepat diketahui oleh masyarakat luas, sehingga
dapat mempengaruhi cara pikir masyarakat. Manakala informasi yang diberikan itu jujur dan
obyektif maka akan sangat positif hasilnya bagi masyarakat. Sebaliknya manakala informasi
yang diberikan itu bohong dan subjektif, maka akan berakibat negatif bahkan dapat
menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Itulah mengapa menurut John Hohenberg,
bahwa berita di media massa harus selalu memperhatikan aktualitas, kejujuran dan
pendidikan. Dalam mengemban tugas tersebut maka tidak berlebihan kalau media massa
memiliki tugas luhur yang ikut andil dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. PEMBAHASAN

1. SEJARAH PERS INDONESIA


Pers Indonesia dimulai Sejak dibentuknya Kantor berita ANTARA didirikan tanggal 13
Desember 1937 sebagai kantor berita perjuangan dalam rangka merebut kemerdekaan
Indonesia, yang mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945.
Kantor berita Antara didirikan oleh Soemanang saat usia 29 tahun, A.M. Sipahoentar
saat usia 23 tahun, Adam Malik saat berusia 20 tahun dan Pandu Kartawiguna Adam Malik
pada usia 21 tahun diminta untuk mengambil alih sebagai pimpinan ANTARA, dikemudian
hari ia menjadi orang penting dalam memberitakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Karena kredibilitasnya, Adam Malik setelah menduduki jabatan semula sebagai ketua
Kantor berita Antara, ia diangkat sebagai Menteri Perdagangan, Duta Besar, Menteri Utama
Bidang Politik, Menteri Luar Negeri, Presiden Sidang Majelis Umum PBB, Ketua DPR/MPR
dan Wakil Presiden.
Mulai dari situ munculah berbagai media massa di Indonesia. Yang awalnya hanya untuk
kepentingan pemerintahan, namun lambat laun mulai merambah aspek ekonomi,
pendidikan dll.

2. POTRET PERS INDONESIA


Akhir-akhir ini pers di Indonesia semakin terlihat buruk. Kebebasan pers yang tak
terkendali dewasa ini dikawatirkan semakin menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
Karena dengan dalih kebebasan pers semakin banyak penampilan media yang cenderung
merusak moral. Publikasi foto-foto bugil di media massa misalnya kini sudah dianggap hal
yang biasa, karena itu dianggap jadi kebebasan pers. Namun persoalan berikutnya dari efek
kebebasan pers ini muncul krisis moral dan kegersangan spiritual di tengah masyarakat.
Maraknya pergaulan bebas antara pria dan wanita, adanya kasus hamil diluar nikah,
kasus-kasus pemerkosaan, sedikit atau banyak adalah salah satu akibat dari gencarnya
media massa Indonesia dalam mempublikasikan pornografi. Dengan alasan menjalankan
fungsi media sebagai hiburan, terkadang hiburan yang disiarkan terkesan “keblabasan”
karena sudah cenderung merusak moral masayarakat. Tayangan goyang dangdut dan
berbagai publikasi erotisme yang lainya akhir-akhir ini begitu sering muncul di media massa.
Sehingga membuat sebagian masyarakat menilai bahwa media massa mempopulerkan artis-
artis yang sengaja merusak moral.
Ini menjadi bukti bahwa pers di Indonesia tidak lagi netral,namun sudah terpengaruh
banyak oleh komersialisme. Padahal sebagai medi pendidikan dan kontrol sosial media juga
dituntut kontribusinya dalam moral untuk senantiasa mencerdaskan dan meningkatkan
kualitas moral masyarakat. Boleh saja media mendukung perkembangan seni dan budaya
namun hendaknya nilai-nilai etika dalam masyarakat jangan sampai hilang,agar pornografi
tidak tumbuh subur di masyarakat.

3. ESENSI KEBEBASAN PERS


Kebebasan pers adalah merupakan satu wujud daripada kebebasan rakyat,yang tidak
boleh diintervensi oleh kekuasaan ataupun hal-hal yang dapat merusak kebebasan itu
sendiri.Salah satu intervensi yang dapat merusak kebebasan itu sendiri adalah arogansi
wartawan atau per situ sendiri.Hal itu tidak akan memperkuat ,tapi malah mengurangi atau
merusak kebebasan per situ sendiri.bahkan masyarakat akanantipasti terhadap pers mulai
mengutakan kepentingan wartawan daripada kepentingan masyarakat dalam memperoleh
informasi.
Tetapi bagaimanapun kebebasan pers merupakan hak yang diberikan oleh negara bagi
rakyatnya. Sesuatu yang disampaikan atau telah diberikan oleh negara dan hal itu
menyangkut kebebasan atau hak, maka hal tersebut tidak dapat diambil atau di cabut
kembali. Jika dicabut, justru akan menjadi boomerang bagi negara, niscaya akan terjadi
keributan, dan demonstrasi yang lebih parah.
Kebebasan pers sesungguhnya bukanlah kebebasan mutlak, sehingga setiap pihak pers
boleh melakukan apa saja. Tetapi kebebasan itu mempertimbangkan perasaan dan hormat
menghormati antar umat beragama, etnis dan budaya tertentu. Dimanapun kebebasan pers
maupun ekspresi tetap harus mengikuti rambu-rambu agama, budaya dan negara pada
wilayah serta komunitas yang bersangkutan. Tanpa ada rambu-rambu semacam itu
kebebasan menjadi anarki dan berujung pada kekacauan.
Hak dan kebebasan pers itu esensinya tidak absolut dan tidak terbatas.”Dalam Deklarasi
HAM (Hak Asasi Manusia) tahun 1948 pasal 29 dan UU Negara kita (UUD 1945) pasal 28,
pembatasan terhadap hak dan kebebasan tercantum jelas.”Intinya, kebebasan berekspresi
termasuk kebebasan pers itu mempunyai batasan-batasan tertentu. Mengingat, dengan
batasan-batasan setia orang sudah harus tertanam sikap saling menghormati antar umat
beragama, suku ras, dan bangsa.
Menyampaikan yang benar itu adalah adalah benar, dan yang salah itu adalah salah
adalah tugas manusia, terutama pers. Dengan keberanian pers, tidak hanya sekedar
menghentikan penyimpangan agar tidak terjadi kerugian yang lebih besar, atau sebaliknya.
Cara pers menyampaikan kritik-konstruktif bisa bermacam-macam bentuknya. Kadang ia
menulis dalam bentuk tajuk rencana, komentar, ulasan kritik dan kadang juga dalam bentuk
pembeberan penyimpangan dalam bentuk laporan atau penulisan berita.

4. ANDIL MEDIA MASSA DALAM MEMPERKOKOH KERUKUNAN BERAGAMA


Media massa memiliki andil yang luar biasa dalam memperkokoh kerukunan di tengah
masyarakat .Hal ini sesuai dengan fungsi utama yang di emban oleh media massa sebagai
media yang menyebarluaskan informasi, memberi hiburan, dan melaksanakan kontrol
sosial. Berita yang disajikan media massa terkait dengan pesan-pesan kerukunan tentu
sangat mendukung dalam usaha membangun budaya kerukunan beragama di tengah
masyarakat. Demikian pula dengan kontrol sosial yang dilakukan oleh media massa dengan
potensi-potensi konflik beragama yang ada di tengah masyarakat bisa menjadi pencegahan
dini sebelum terjadi konflik yang lebih besar. Dengan demikian tidak bisa dipungkiri bahwa
media massa memiliki andil yang cukup besar memperkokoh budaya kerukunan beragama
di tengah masyarakat.
Realitas masyarakat Indonesia yang pluralis, baik dari segi budaya, agama, etnis dan
bahasa perlu dikelola dengan baik agar jangan sampai perbedaan terbut menjadi potensi
konflik. Justru perbedaan yang ada di tengah masyarakat diharapkan menjadi kekayaan
khazanah budaya yang mempersatu bangsa. Disinilah diharapkan media massa bisa
mengambil peran strategis sebagai media yang menyebarluaskan informasi bisa
memperkokoh budaya kerukunan di tengah berbagai perbedaan tersebut.
Ini tidak lepas dari peran pengelola media massa yang harus mempunyai sifat yang
berorientasi pada kebangsaan dan kenegaraan, artinya para pelaku media massa tidak
bergantung pada pikiran yang melibatkan materi dan keuntungan individu nya saja, namun
harus berorientasi kebangsaan dan memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.
Kita ingat kembali pada peristiwa penodaan terhadap pemeluk agama, tindakan anarkis,
diskriminasi dan lain lain menjadi tindakan yang mendominasi nasionalisme dewasa ini,
padahal seperti kita tahu bahwa bila melihat dari segi historis, semua pemeluk agama
mempunyai iman dan kepercayaan yang mereka anut sejak dulu dan sangat diyakini
kebenarannya, tidak hanya asal memeluk agama saja. Jadi jelas disini bahwa sesungguhnya
penodaan terhadap pemeluk agama hanya membuat permusuhan antar pribadi saja.
Masih terkait dengan penguatan budaya kerukunan agama, Mohammad Sobary
menyoroti dari aspek budaya kerakyatan, bahwa rakyat memang harus benar-benar
dilibatkan dalam setiap usaha dialog kerukunan. Media massa harus bisa menjembatani
budaya yang berkembang ditengah masyarakat dengan tingkat toleransi yang bisa mereka
lakukan dalam penguatan budaya kerukunan tersebut. Sebab realitanya tingkat pemikiran
masyarakat masih banyak yang masih terbelakang, sehingga mereka beranggapan bahwa
kelompoknya lah yang paling benar, dan kelompok lain salah. Media massa sebagai media
yang memiliki komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, harus bisa memberi
pencerahan kepada masyarakat agar mereka bisa berpikir lebih luas dan terbuka agar
tumbuh semangat toleransi dan kemauan menghargai kelompok lain, sehingga budaya
kerukunan bisa semakin kokoh ditengah masyarakat.
Jalaludin Rakhmat menilai, bahwa boleh jadi media Islam itu diawali dengan niat yang
baik dan tujuan yang luhur. Boleh jadi media itu dibentuk untuk membentuk idealisme (atau
paling tidak komersialisme yang diidealkan). Tetapi dalam perkembangannya, ada diantara
media itu yang terjerumus menjadi yellow paper yang diberi sarung dan peci.
Sebagian diantara media itu ada yang masih menegakkan nilai-nilai Islam dan bertahan
menjadi media yang bermutu. Media seperti itu malah menjadi rujukan umat, menjadi
jendela dunia yang terang. Pendapat yang sama juga disampaikan Hamdan Daulay, bahwa
minimal ada dua faktor yang membuat media Islam menjadi yellow paper, yaitu; pertama,
para penulis dan reporter media itu berkualifikasi rendah dan bekerja secara amatiran.
Mereka tidak memiliki wawasan yang luas. Jangankan mengetahui apa yang bernilai berita,
bahkan mereka tidak tahu apa yang disebut berita. Kedua, wawasan yang sempit itu
seringkali diperkeras dengan sektarianisme dan ketertutupan. Wartawan dan penulis yang
cermat tentu harus bersikap terbuka. Dia harus berusaha mendengarkan dan menambah
wawasan dari berbagai pihak.
Berbagai informasi yang disajikan oleh media massa kepada masyarakat luas terkait
dengan budaya kerukunan beragama tentu sangat berarti bagi usaha memperkokoh
kesatuan bangsa. Masyarakat juga bisa semakin cerdas dan dewasa dalam menyikapi
berbagai perbedaan tersebut dianggap sebagai kekayaan khazanah budaya bangsa.
Perbedaan sebagai kekayaan khazanah budaya bangsa tentu bisa menjadi potensi
kerukunan, bukan justru dijadikan sebagai potensi konflik. Sekali lagi media massa memiliki
peran penting untuk member pencerahan kepada masyarakat agar budaya kerukunan
beragama bisa semakin kokoh.
C. KESIMPULAN

Negara demokrasi adalah negara yang memberi jaminan atas hak asasi manusia
termasuk kebebasan dalam mengeluarkan pikiran atau pendapat baik secara lisan maupun
tertulis. Kebebasan media, dalam hal ini pers adalah bukti nyata adanya jaminan
kemerdekaan mengeluarkan pendapat tersebut. Pers yang bebas adalah salah satu pilar
bagi tegaknya demokrasi. Demokrasi dan masyarakat demokratis membutuhkan pers yang
bebas. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan murni atau benar-benar bebas. Sesuai
teori sosial Responsibility, pers memiliki kebebasan dan tanggung jawab. Adanya prinsip
pertanggungjawaban ini akan menekan prinsip kebebasan yang dimiliki pers. Pers yang tidak
bertanggung jawab dapat menciptakan penyalagunaan akan kebebasan yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai