Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH: KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Disusun Oleh:

Rini Hidayani

NIM: 18.20.2927

Dosen Pengampu: Taufik Hidayat, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Prodi S1 Ilmu Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CAHAYA BANGSA


BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala
hikmahnya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN ATRESIA ANI”

Semoga dengan adanya makalah ini akan bermanfaat bagi pembacanya,


saya sebagai pembuat memohon maaf jika ada kesalahan dalam makalah ini,
karena saya sadar sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saya meminta kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Banjarmasin, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Laporan Pendahuluan

A. Definisi
B. Etiologi
C. Tanda dan Gejala
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
F. Penatalaksanaan
G. Pathway

Asuhan Keperawatan

Penutup

Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Atresia ani berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ
tubeler secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain adanya
lubang ditempat yang seharusnya atau buntut nya saluran atau rongga
tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia Ani yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain anus imperforate.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforate dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus.
2. Membran anus yang menutup.
3. Anus imperforate dan ujung rectum yang buntu terletak pada
bermacam-macam jarak dari peritoneum.
4. Lubang anus yang terpish dari ujung rectum.

Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:

1. Saluran anus atau rectum bagian bawah menglami stenosis dalam


berbagai derajat.
2. Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi anus karena
menetapnya membran anus.
3. Anus tidak terbentuk dan rectum berakhir sebagai suatu kantung yang
buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit didaerah anus yang
seharusya terbentuk lekukan anus.
4. Saluran anus dan rectum bagian bawah membentuk suatu kantung
buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rectum yang
berakhir sebagai kantung buntu.
5. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rectum
yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat
penting dalam proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi melboume.
6. Kelainan efek rendah rectum telah menembus “lebator sling” sehingga
sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat befungsi normal
contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran
tipis yang sering kali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopik
yang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
7. Rectum berupa kelainan letak tengah didaerah anus seharusnya
terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup
dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering
terdapat fistula rektourectra yang menghubungkan rectum yang buntu
dengan utera pars bulbaris.
8. Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan ada bayi
laki-laki, sebaliknya kelainan letak rendah sering ditemukan pada bayi
perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula and kutaneus,
fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki
dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan
fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rectum dengan
kandung kemih pada daerah trigonom vesika. Fistula tidak dapat
dilalui jika mekonoium jika berukuran sangat kecil, sedangkan fistula
dapat mengeluarkan mekonium dalam rectum yang buntu jika
berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk
anorektum disertai fistula.
9. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan perumbuhan
dan fusi.
10. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital.
B. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagala pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/
3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu 4-6 usia kehamilan.
C. Tanda dan Gejala
1. Mekonium tidak teratur dalam waktu 24-48 jam setelah lahir.
2. Tinja keluar melalui vagina atau uretra
3. Perut mengembung
4. Muntah
5. Tidak bisa buang air besar
6. Tidak adanya anus, dengan ada atau tidak adanya fistula
7. Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah,
gangguan cairan elektrolit dan asam basa.
D. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imporforate dapat disebabkan karena:
1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorekal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan
anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab antresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan
4. Berkaitan dengan sindrom down
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal


secara komplit karena ganggua pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rectum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitouritari dan struktur anotektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal kerena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada


kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui
fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya fases mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula kevagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).
Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau prostrat
(rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak tendah
fistula menuju uretra (rektrouretralis).

E. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara lain:
1. Asidosis hiperkloremik
2. Infeksi saluran kemih yang terus menerus
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang.
a. Eversi mukosa anus
b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan perut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
e. Inkontnensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontenensia)
g. Fisula kambuhan
F. Penatalaksanaan
1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu :
a. Memberikan nasehat pada ibu hamil muda untuk berhati-hati atau
menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan
alkoholkarena dapat menyebabkan atresia ani.
b. Pemeriksaan lubang dubur atau anus bayi pada saat lahir sangat
penting dilakukan sebagai diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab
jika sampai 3 hari diketahui bayi menderita atresia ani, jiwa bayi
dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-
paru bagi dan organ lainnya.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), bagi penyidap kelainan tipe I
dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutukan penanganan apapun. Sementara
pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan
karakter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil.
Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah
dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali seminggu selama
6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai
keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet
yang baik dan pemberian laktulose. Bentuk operasi yang dikeluarkan
pada tipe II, baik tanpa atau dengan fistula, adalan anoplasi pcrincum,
kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada usus selama 23 bulan.
Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator hegar selama bayi
masih dirumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai
jari tangan dirumah sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan.
Pada tipe III, apanila jarak antara ujung rectum yang buntu kelekukan
anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekontruksif dapat dilakukan
melalui anoproktoplasi pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III
biasannya perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15
bulan.
Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi abstruksi usus, memungkinkan pembedahan
rekontruktif dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rectum
yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon
sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekrontruktif yang
dapat dilakukan adalah operasi abdominoperineum terpadu pada
usia 1 tahun, anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12 bulan,
danpendekatan sakrum menurut metode Stephen setela bayi
berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari
setelah operasi dan selanjutnya dapat dilakukan dengan orang tua
dirumah, mula-mula dengan jari kelingking kemudian dengan jari
telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan definitif. Sedangkan
penanganan pada tipe IV dilakukan dengan kolostomi, untuk
kemudian dilanjutkan dengan operasi apdominal pull-through
seperti kasus pada megakolon conginital.

Pemberian antibiotik seperti cefataxim garamicin untuk mencegah


infeksi pada pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk daya tahan
tubuh.
G. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama:
Distensi abdomen
b. Riwayat kesehatan sekarang:
Muntah, perut kembung, dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam
urin.
c. Riwayat kesehatan dahulu:
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran.
d. Riwayat kesehatan keluarga:
Merupakan kelainan kongenital buan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan:
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/ bahasa tentag apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan.
b. Pola aktifitas/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri
karena masih bayi.
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh keterangan dari ibu bayi atau keluarga yang lain.
d. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng.
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium.
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, merespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain.
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belumbisa dikaji karena belum mengerti tentang kepercayaan.
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri.
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien lemah
b. Tanda-tanda Vital
a) Nadi : 120-140 x/menit
b) TD : normal
c) Suhu : 36,5°C-37,6°C
d) Pernafasan: 30-40 x/menit
e) BB : >2500 gram
f) PB : normal
c. Data sistematik
1) Sistem kardovaskuler
Tekanan darah normal
Denyut nadi normal (120-140x/menit)
2) Sistem respirasi
Klien tidak mengalami gangguan pernafasan
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan buncit.
4) Sistem muskoluskletal
Klien tidak mengalami gangguan muskoluskletal.
5) Sistem integumen
Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen.
6) Sistem perkemihan
Terdapat mekonium didalam urin.
B. Data Fokus

No Data Subjektif Data Objektif


1. Ibu klien mengatakan anaknnya 1. Perut klien kembung
muntah-muntah pada umur 24- 2. Tidak terdapat lubang
48 jam kelahiran. anus/salah letak pada klien
2. Ibu klien mengatakan anaknya 1. Terdapat feses yang keluar
tidak mengeluarkan mekonium bersamaan urin.
melalui lubang anus.

C. Analisa Data

Data Masalah Etiologi


DS: Ketidak seimbangan Kegagalan intake
Ibu klien mengatakan nutrisi kurang dari makanan (ASI)
bahwa anak nya sering kebutuhan tubuh.
muntah.
DO:
Anak menangis, mual,
perut kembung,
menolak pemberian
ASI.
DO: Gangguan eliminasi Feses masuk ke uretra
Feses keluar bersamaan urine (dysuria)
dengan urine
DS: Cemas orang tua Kurangnya
Ibu klien mengatakan pengetahuan terkait
bahwa dirinya bingung penyakit anak.
melihat kondisi sang
anak.
DO: Kerusakan integritas Pemasangan
Terpasang kolostomi kulit. kolostomi.
pada klien
DS: Nyeri akut Trauma jaringan
Ibu klien mengatakan
bahwa anak menangis
DO:
Klienterlihat lemas dan
tidak nyaman.
DO: Inkontenensia defekasi Abnormalitas sfinger
BAB klien tidak rektal.
terkontrol sebagaimana
normalnya
DS: Resiko infeksi Traumajaringan post
Ibu klien mengatakan operasi
bahwa luka pada
anaknya memerah dan
seperti terjadi
peradangan
DO:
Ada tanda-tanda radang
pada daerah post
operasi antara lain:
rubor, dolor, calor,
tumor, pasien terlihat
tidak nyaman.

D. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurag dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan (mual, mutah)
2. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria
3. Kecemasan orang tua b.d kurang nya pengetahuan terkait penyakit
anak.
4. Kerusakan integritas kulit b.d pemasangan kolostomi
5. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
6. Inkontenensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal.
7. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak
adekuat.
E. Perencanaan dan intervensi
Nama klien : An. Mawar
No.Register : 0123
Ruang : Teratai

No Dx.Kep Tujuan dan NOC Tindakan Keperawatan Rasional


NIC
1. Ketidakseimban Setelah dilakukan 1. Memonitor mual dan 1. Mengetahui berapa
gan nutrisi kurag tindakan muntah. output yang keluar.
dari kebutuhan keperawatan 2. Kaji kemampuan 2. Membeikan
tubuh b.d selama 1x24 jam klien untuk makanan sesuai
ketidakmampua diharapkan mendapatkan nutrisi kemampuan
n mencerna kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (oral/NGT)
makanan (mual, klien terpenuhi 3. Memonitor status 3. Mengetahui status
mutah) dengan kriterian gizi. gizi dan
hasil: 4. Kelobarasi dengan meminimalisir
1. Mampu dokter. malnutrisi.
mengidentifikas 4. Terkait
ikan kebutuhan pemasangan NGT
nutrisi (4)
2. Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi (4)
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Memantau TTV dan 1. Mengetahui tingkat
eliminasi urine asuhan tingkat distensi distensi kandung
b.d obstruksi keperawatan kandung kemih kemih klien.
anatomik selama 1x24 jam dengan palpasi dan 2. Mengetahui jumlah
(atresia ani), diharapkan perkusi. output (urine) dan
dysuria. gangguan eliminasi 2. Periksa dan timbang ada tidak nya feses
urine dapat teratasi popok klien. yang bercampus.
kreteria hasil: 3. Melakukan penilaian 3. Memastikan
1. Kandung kemih pada fungsi kognitif. apakah saluran
pasien kosong kemih normal.
secara penuh (4)
2. Intake cairan
dalam rentang
normal (4)
3. Bebas dari ISK
(4)
3. Kecemasan Setelah dilakukan 1. Kaji status mental dan 1. Derajat ansietas
orang tua b.d asuhan tingkat ansietas dari akan dipengaruhi
kurang nya keperawatan klien dan keluarga. bagaimana
pengetahuan selama 1x24 jam 2. Dengarkan dengan informasi tersebut
terkait penyakit diharapkan rasa penuh perhatian. diterima.
anak. cemas orang tua 3. Jelaskan dan 2. Menjadi pendengar
dapat hilang atau persiapkan untuk yang baik dapat
berkurang, kriteria tindakan prosedur mengurangi rasa
hasil: sebelum dilakukan cemas orang tua.
1. Ansietas operasi. 3. Membuat orang
berkurang 4. Beri kesempatan klien tua lebih mengerti
2. Ibu klien tidak untuk tentang keadaan
gelisah mengungkapkan isi anaknya.
pikiran dan bertanya. 4. Dapat
5. Citakan lingkungan meringankan
yang tenang dan ansietas terutama
nyaman. ketika tindakan
operasi dilakukan.
5. Mengungkapkan
rasa takut dan
bertanya secara
terbuka dimana
rasa takut dapat
ditunjukkan.
6. Lingkungan
nyaman dapat
mengurangi cemas.
4. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan pada 1. Untuk mencegah
integritas kulit asuhan tempat tidur perlukaan pada
b.d pemasangan keperawatan 2. Jaga kebersihan kulit kulit.
kolostomi selama 1x24 jam agar tetap bersih dan 2. Untuk menjaga
diharapkan kering ketahanan kulit
kerusakan 3. Monitor kulit adanya 3. Untuk mengetahui
integritas kulit kemerahan adanya tanda
dapat berkurang, 4. Oleskan lotion/baby kerusakan jaringan
kriteria hasil: oil pada daerah yang kulit
1. Integritas kulit tertekan. 4. Untuk menjaga
yang baik bisa 5. Monitor status nutrisi kelembapan kulit.
dipertahankan klien. 5. Untuk menjaga
(4) keadekuatan nutrisi
2. Perfusi jaringan guna penyembuhan
baik (3) kulit.
3. Menunjukkan
pemahaman
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya
cedera berulang
(4)
5. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Observasi reaksi 1. Untuk mengetahui
trauma jaringan asuhan nonverbal dari bagianmana yang
pasca operasi keperawatan ketidaknyamanan nyeri
selama 1x24 jam klien. 2. Dengan dukungan
diharapkan nyeri 2. Bantu klien dan orang tua disekitar
akut dapat keluarga untuk klien bisa
berkurang, kriteria mencari dan mengurangi nyeri
hasil: menemukan 3. Lingkungan yang
1. Klien tampak dukungan. nyaman dapat
nyaman dan 3. Kontrol lingkungan mengurangi nyeri
tenang (4) yang dapat 4. Analgesik dapat
mempengaruhi nyeri mengurangi nyeri.
4. Kolaborasi dengan
dokter terkait
pemberian analgesik.
6. Inkontenensia Setelah dilakukan 1. Intruksikan keluarga 1. Untuk mengetahui
defekasi b.d keperawatan untuk mencatat bentuk fisik feses
abnormalitas selama 1x24 jam keluaran feses. yang keluar.
sfingter rektal. diharapkan 2. Jaga kebersihan baju 2. Mecegah
pengeluaran dan temat tidur. terjadinya resiko
defekasi terkontrol 3. Evaluasi status BAB infeksi
dengan kriteria secara rutin 3. Mengetahui
hasil: perubahan
1. Defekasi lunak, perkembangan
feses berbentuk defekasi.
(4)
7. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. Untuk
b.d trauma keperawatan gejala infeksi mengetahui tanda
jaringan pasca selama 1x24 jam sistematik dan lokal. infeksi lebih dini
operasi, diharapkan klien 2. Batasi pengunjung 2. Untuk
perawatan tidak bebas dari tanda- 3. Pertahankan teknik menghindari
adekuat. tanda infeksi cairan asepsis pada kontaminasi dari
dengan kriteria klien yang beresiko pengunjung
hasil: 4. Inspeksi kondisi 3. Untuk mencegah
1. Klien bebas dari luka/insisi bedah penyebab infeksi
tanda dan gejala 5. Ajarkan kepada 4. Untuk
infeksi (4) keluarga klien mengetahui
2. Jumlah leokosit tentang tanda dan kebersihan luka
dalam batas gejala infeksi dan tanda infeksi
normal (4) 6. Laporkan 5. Agar gejala
kecurigaan infeksi infeksi dapat
dideteksi lebih
dini
6. Agar gejala
infeksi dapat
segera diatasi.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani merupkan kelainan bawaan dimana terjadi pembentukkan
lubang anus yang tidak sempurna atau anus tampak rata maupun sedikit
cekung kedalam atau kadang berbentuk anus tetapi tidak berhubungan
langsung dengan rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengandaerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau k3 bulan
3. Adanya gangguan atau terhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
yang terjadi antara minggu ke 4-6 usia kehamilan
4. Berkaitan dengan sindrom down.

Penanganan pada atresia ani tergantung bagaimana kondisi klien apabila


atresia ani terlalu tinggi maka dilakukan operasi anoplasti dan pemasangan
kolostomi sedangkan pada yang rendah dilakukan dilatasi rutin.

B. Saran
Sebagai perawat, kita harus mengingatkan kepada ibu pada ibu untuk
selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan memeriksa masalah
kehamilan kepada ahli kesehatan. Dan ketika bayi lahir dalam keadaan
atresia ani, maka perawat harus dapat melakukan asuhan keperawatan
sebagaimana mestinya agar dapat mengatasi masalah yang timbul.
Daftar Pustaka

https://www.academi.edu.com

https://www.scrib.com

Anda mungkin juga menyukai