Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan Semua zat kimiawi, hewani, nabati, yang dalam dosis layak dapat
menyembuhkan, meringankan, dan mencegah penyakit/ gejalanya, yang diberikan kepada
pasien dengan maksud tertentu sesuai dengan guna obat tersebut. Pemberian obat yang aman
dan akurat adalah tanggung jawab penting bagi seorang perawat. Meskipun obat
menguntungkan, namun bukan berarti tanpa reaksi yang merugikan. Sebagai seorang perawat
harus mengetahui prinsip-prinsip dalam pemberian obat secara aman dan benar. Karena obat
dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas
perawat yang paling penting.

Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau minuman yang
dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari, tidak
jarang seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam obat, menggunakan
obat ethical, obat bebas tertentu selain yang diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi
makanan dan minuman tertentu seperti alkohol, kafein. Perubahan efek obat akibat interaksi
obat dapat bersifat membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya
khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan seperti
efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi
(Fradgley, 2003).

Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi diantara individu karena
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat,
metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, unsur
genetik dan kondisi kesehatan pasien (Fradgley, 2003). Tidak semua interaksi obat akan
bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat
yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja interaksi yang dapat meningkatkan dan menurunkan efek obat?
2. Bagaimana manajemen efek toxic obat (overdosis, kesalahan rute pemberian , dan
penyalahgunaan obat)?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa/i mengetahui interaksi yang dapat meningkatkan dan menurunkan efek obat,
2. Mahasiswa/i mengetahui manajemen efek toxic obat (overdosis, kesalahan rute
pemberian , dan penyalahgunaan obat).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Interaksi Yang Dapat Meningkatkan Dan Menurunkan Efek Obat

Apabila suatu obat memodifikasi kerja obat yan lain, terjadi interaksi obat. Interaksi obat
umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat. Sebuah obat dapat
menguatkan atau menghilangkan kerja obat lain dan dapat mengubah absorpsi, metabolisme,
atau pembuangan obat tersebut dari tubuh.

Apabila dua obat diberikan secara bersamaan, kedua obat tersebut dapat memiliki efek yang
sinergis atau adiktif. Dengan efek sinergis, kerja fisiologis kombinasi kedua obat tersebut lebih
besar daripada efek obat bila terpisah. Alkohol adalah depresan, barbiturat, dan analgesik
narkotik.

Interaksi obat selalu diharapkan. Seringkali seorang dokter memprogramkan terapi obat
kombinasi untuk menciptakan interaksi obat guna mendapatkan keuntungan terapeutik. Contoh,
klien yang menderita hipertensi berat dapat menerima kombinasi terapi obat, misalnya diuretik
dan vasodilator, yang bekerja bersama menjaga tekanan darah pada kadar yang diinginkan.

Pada penulisan tentang interaksi obat. perlu diperhatikan bermacam-macam mekanisme aksi obat
masing-masing. Secara prinsip, perubahan efek di antara obat-obatan pada setiap tingkat dari
kerja obat adalah:

1. Inkompatibilitas in vitro. memberikan suatu larangan untuk pencampuran obat-obatan


yang bersangkutan. (misal: Aminoglikosida dan Penisilin harus diberikan dalam infus
yang terpisah).
2. Pada interaksi di dalam traktus gastroinlestinalis senyawa-senyawa/obat-obatan dapat
mempengaruhi ketersediaan biologik obat-obat lain. (misal: Kalsium dan Magnesium
menghambal absorpsi Tetracicline; Antibiotika dapat menaikkan ketersediaan biologik
Digoxin. oleh karena Digoxin dimsak oleh bakteri usus, bila jumlah yang dirusak cukup
berarti.

3
3. lnteraksi dalam hal ikalan protein adalah mempunyai artii yang penting pada terapi dalam
waktu yang lama (misal pada Antikoagulan peroral atau obat anti diabetes. bila terjadi
suatu pendesakan akut dari ikatan protein maka akan terjadi perdarahan atau
Hipoglikemia).
4. Dengan suatu zat penghambat dalam proses penukaran zat dari suatu obat dapat
memperlambat eliminasi obat tersebut. Zat-zat penghambat yang penting adalah Alkobol.
Simetidin, Estrogen. Econazol, Allopurinol. Enocaxin dan Disulfiram. Dalam hal ini
jumlah enzim untuk proses pertukaran zat adalah banyak jumlahnya, untuk setiap
pengaruh (enzim) yang mungkin dalam proses eliminasi suatu obat dapat/perlu diuji
dengan suatu zat penghambat tertentu.
5. Suatu induksi, yang berarti peningkatan sintesis enzim untuk proses pertukaran zat dalam
hati (misal: Sitokrom P-450, Glukuroniltransferase), berarti mempercepat biotransformasi
setiap obat yang reaksi-reaksinya memerlukan enzim-enzim tersebut induktor-induktor
yang penting dalam klinik adalah Rifampicin, Fenitoin, Fenobarbital, Primidon, dan
Carbamazepin. Bila suatu interaksi obat misal hanya tertulis untuk fenobarbital dan
Carbamazepin, maka harus diperhitungkan pula terhadap obat-obat lain yang diketahui
menimbulkan interaksi yang sama.
6. Obat-obat yang dieksresi dengan bantuan sistem transport anion dalam tubuli ginjal,
adalah saling mempengaruhi antara satu obat dengan obat yang lain. Contoh klasik
adalah penurunan klirens Penisilin dan Sefalosporin oleh obat-obat Uricosurika.

Obat-obatan dapat saling mendesak dari reseptor-reseptor, dan dengan demikian dapat
menimbulkan interaksi farmakodinamik (misal: opiat dan antagonisnya) lnteraksi-interaksi itu
adalah juga mungkin bila obat-obat itu melalui mekanisme yang berbeda bekerja dalam organ
yang sama (misalnya potensiasi dari obat-obat penekan sistem saraf pusat dengan pemakaian
Obat penekan sistem saraf pusat yang lain pada waktu yang bersamaan, dan dengan Alkohol).

2.1.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat


Akibat perbedaan cara dan tipekerja obat, respon terhadap obat sangat bervariasi. Faktor
selain karakteristik obat juga mempengaruhi kerja obat. Klien mungkin tidak memberi
respon yang sama terhadap setiap dosis obat yang diberikan. Begitu juga, obat yang sama
dapat menimbulkan respons yang berbeda pada klien yang berbeda.

4
1. Perbedaan Genetik

Semua susunan genetik mempengaruhi biotransformasi obat. Pola metabolik dalam


keluarga seringkali sama. Faktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara
alami ada untuk membantu penguraian obat. Akibatnya, anggota keluarga sensitif terhadap
suatu obat.

2. Variabel Fisiologis

Perbedaan hormonal antar pria dan wanita mengubah metabolisme obat tertentu. Hormon
dan obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua senyawa tersebut terurai
dalam proses metabolik yang sama. Variasi diurnal pada sekresi estrogen bertanggung
jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang dialami wanita.

Usia berdampak langsung pada kerja obat. Bayi tidak memiliki banyak enzim yang
diperlukan untuk metabolisme obat normal. Sejumlah perubahan fisiologis yang menyertai
penuaan mempengaruhi respons terhadap terapi obat (Tabel 35-5-). Sistem tubuh
mengalami perubahan fungsi dan struktur yang mengubah pengaruh obat. Perawat harus
berupaya untuk meminimalkan efek obat yang bearbahaya dan meningkatkan kapasitas
fungsi yang tersisa pada klien.

Apabila status nutrisi klien buruk, sel tidak dapat berfungsi dapat berfungsi dengan
normal, sehingga biotransformasi tidak berlangsung. Seperti semua fungsi tubuh,
metabolisme obat bergantung pada nutrisi yang adekuat untuk membentuk enzim dan
protein. Kebanyakan obat berkaitan dengan protein sebelum didistribusi ke tempat kerja
obat.

Setiap penyakit merusak fungsi organ yang bertanggung jawab untuk farmakokinetik
normal juga merusak kerja obat. Perubahan integritas kulit, penurunan absorpsi atau
mobilitas saluran cerna, dan kerusakan fungsi ginjal dan hati hanya beberapa kondisi
penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang dapat mengurangi kemanjuran obat atau
membuat klien berisiko mengalami toksikasi obat.

5
3. Kondisi Lingkungan

Stres fisik dan emosi yang berat akan memicu respons hormonal yang pada akhirnya
mengganggu metabolisme obat pada klien.radiasi ion menghasilkan efek yang
samadengan mengubah kecepatan aktivitas enzim.

Pajanan pada panas dan dingin dapat memengaruhi respon terhadap obat. Klien hipertensi
diberi vasodilator untuk mengontrol tekanan darahnya. Pada cuaca panas, dosis
vasodilator perlu dikurangi karena suhu yang tinggi meningkatkan efek obat. Cuaca dingin
cenderung meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasodilatornperlu d tambah.

Reasi suatu obat bervariasi, bergantung pada lingkungan obat tersebut digunakan.
Klienyang dilindungi dalam isolasi dan diberi analgesik memperoleh efek peredaan nyeri
yang lebih kecil dibanding klien yang dirawat di ruang tenpat keluarga dapat mengunjungi
klien. Contoh lain ialah jika minum alkohol sendirian, efek yang timbul hanya mengantuk.
Namun, minum bersama sekelompok teman membuat individu menjadi ceria dan mudah
bergaul.

4. Faktor Psikologis

Sejumlah faktor psikologis memengaruhi penggunaan obat dan respons terhadap obat.
Sikap seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman sebelumnya atau pengaruh
keluarga. Melihat orang tua sering menggunakan obat-obatan dapat membuat anak
menerima obat sebagai bagian dari kehidupan normalnya.

Makna obat atau signifikansi mengonsumsi obat memengaruhi respons klien terhadap
terapi. Sebuah obat dapat digunakan sebagai cara untuk mengetahui rasa tidak aman.

Tabel 35-5. Pengaruh Kerja Obat Pada Lanjut Usia

Perubahan fisiologis Kerja obat/respon klien Intervensi keperawatan


Rongga mulut Sulit menelan tablet atau 1. Sering kumur –
Elastisitas hilang pada mukosa kapsul, sensitive terhadap obat kumur dengan air
mulut, sehiongga menjadi yang membuat mulut kering ; hangat jernih.
kering dan pecah – pecah. rentan terhadap penyakit pada 2. Bersihkan gigi

6
gusi dan gigi berlubang. dengan benang halus
setiap hari.
3. Sikat gigi dan
gusi dengan lembut.
4. Gunakan saliva
pengganti.

Esophagus Sulit menelan tablet atau 1. Posisikan klien


Bersihan esophagus lambat kapsul yang besar; pengikisan tegak.
karena kontraksi melemah dan jaringan oleh obat, mis. 2. Berikan cairan
sfingter esophagus bawah Aspirin, dan kalium klorida segelas penuh bersama
tidak bisa relaksasi. yang tidak bersalut. obat.
3. Gerus tablet
dan campur dengan
makanan (jika pH
lambung tidak
memengaruhi
absorpsi).

Lambung Meningkatkan efek pengiritasi Minta klien minum satu gelas


Penurunan keasaman lambung obat yang sangat asam (mis. penuh air dan meminum obat
dan peristaltic. Aspirin); perubahan dengan kudapan tidak
kemampuan larut obat berlemak untuk mengurangi
tertentu. gangguan lambung.

Usus besar Eksresi obat melambat; klien 1. Beri asupan


Tonus otot kolon menurun; menggunakan laksatif secara cairan dalam jumlah
reflex defekasi hilang; aliran berlebihan dan normal.
darah di usus menurun. menyalahgunakannya; 2. Anjurkan klien
absorpsi obat melambat. makan makanan
pembentuk bulk feses
dan hindari obat yang

7
menyebabkan
konstipasi.

Kulit & system pembuluh Pembuluh darah rapuh; klien 1. Hindari


darah rentan terhadap pendarahan penggunaan vena di
Penurunan ketebalan lipatan setelah disuntik. tangan sebagai tempat
kulit (subkutan) pada suntikan IV.
ekstremitas (lemak tubuh lebih 2. Tekan tempat
sedikit); elastisitas kulit dan injeksi setelah
system vascular menurun. menyuntikkan obat.
3. Observasi
perdarahan di tempat
injeksi.

Hati Waktu biotransformasi lebih 1. Pantau tanda


Penurunan ukuran hati; panjang; durasi kerja obat lebh kerusakan hati (ikterus,
menurunnya aliran darah hati. lama daripada normal; risiko pruritus, urine gelap).
sensitivitas dan toksisitas obat 2. Tanyakan dosis
lebih besar. untuk klien yang
menderita penyaklit
ini.
3.
Ginjal risiko akumulasi obat dan 1. Cegah retensi
Filtrasi glomelurus menurun; toksisilitas. urine (pertahankan
fungsi tubulus dan aliran darah kateter mengalir tanpa
ginjal menurun. hambatan dan
observasi haluaran
urine dengan sering).
2. Pantau tanda
kerusakan ginjal
(haluaran menurun dan
sulit berkemih).

8
3. Tanyakan dosis
untuk klien yang
menderita penyakit
ginjal.

Pada situasi ini,klien bergantung pada obat sebagai media koping dalam kehidupan. Sebaliknya
jika klien kesal terhadap kondisi fisik mereka, rasa marah dan sikap bermusuhan dapat
menimbulkan reaksi yang diinginkan terhadap obat. Obat seringkali memberi rasa
aman.Penggunaan secara teratur obat tanpa resep atau obat yang dijual bebas, misalnya vitamin,
laksatif, aspirin ,membuat banyak orang merasa mereka dapat mengontrol kesehatannya.
Perilaku perawat saat memberikan obat dapat berdampak secara signifikan pada respon klien
terhadap pengobatan. Apabila perawa tmemberi kesan bahwa obat dapat membantu , pengobatan
kemungkinan akan memberikan efek yang positif. Apabila perawat terlihat kurang peduli saat
klien merasa tidak nyaman, obat yang diberikan terbukti relatif tidak efektif.

5.Diet
Interaksi obat dan nutrient dapat mengubah kerja obat atau efek nutrient.Contoh vitamin K
( terkandung dalam sayuran hijau berdaun) merupakan nutrient yang melawan efek warfarin
natrium ( Coumadin), mengurangi, mengurangi efeknya pada mekanisme pembekuan darah.
Minyak mineral menurunkan absorbsi vitamin larut lemak.Klien membutuhkan nutrisi tambahan
ketika mengonsumsi obat yang menurunkan efek nutrisi.Menahan konsumsi nutrient tetentu
dapat menjamin efek terapeutik obat.

2.2 Manajemen Efek Toxic Obat

A. Kesalahan Rute Pemberian Pengobatan

Kesalahan pemberian obat, selain member obat yang salah, mencakup factor lain yang
direncanakan,misalnya lupa member obat; memberi dua kali obat yang dilakukan sebagai
kompensasi, memberi obat yang benar diwaktu yang salah, atau member obat yang benar melalui
rute yang salah. Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat terkait harus segera

9
menghubungi dokternya dan kepala perawat atau perawat senior segera setelah kesalahan itu
diketahui.

Kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang dapat membuat klien menerima obat yang
salah atau tidak mendapat terapi obat yang tepat( Edgar, Lee, Cousin, 1994 ). Kesalahan
pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep,
transkripsi, persiapan, penyaluran dan pemberianobat. Sistemobat di rumah sakit harus dirancang
supaya ada sebuah sistem pemeriksaan dan keseimbangan. Hal ini akan membantu mengurangi
kesalahan pengobatan. Pertimbangan contoh berikut:

Studi kasus

Dokter menulis sebuah instruksi obat . perawat menerima instruksi dan memeriksa kelengkapan
dan ketepatannya. Perawat dapat bertanya tentang instruksi tersebut, misalnya: jika tulisan
instruksi tidak dapat dibaca , dosis rendah atau tinggi tetapi tidak lazim atau obat tampakn ya
tidak tepat untuk kondisi klien. Instruksi dikirim ke apotek. Di apotek instruksi tersebut dibaca
dan dipersiapkan oleh pegawai apotek. Ahli farmasi memeriksa kerja pegawainya , bahwa dosis
obat tepat, dan juga untuk interaksi dan alergi obat. Apabila instruksi obat tampaknya tidak teat,
misalnya pada instruksi tertulis 2000 mg, sementara dosis yang tepat ialah 200 mgahli farmasi
dapat menghubungi perawat untuk meminta klarifikasi dokter ( atau ahli farmasi dapat langsung
menghubungi dokter). Apabila instruksi tepat, obat dikirim ke unit perawatan. Perawat menerima
obat dan mengecek apakah obat yang dikirim ahli farmasi sesuai dengan instruksi dokter.
Sbelum memberikan obat, perawat melakukan enam benar pemberian obat. Perawat
mengizinkan klien menjadi orang terakhir yang mengecek obat dengan meninjau kembali nama
obat, dosisinya, dan alasan ia menerima obat tersebut.

Contoh diatas menggambarkan peran penting perawat dalam mencegah kesalahan pengobatan.
Perawat memainkan peran yang sangat penting dalam lingkaran esensial pencegahan keslahan
pengobatan. Sayangnya, kesalahan pengobatan dilakukan oleh perawat dan terjadi saat perawat
gagal mengikuti prosedur rutin. Kesalahan yang terjadi harus segera diketahui dan dilaporkan
kepada pegawai rumah sakit yang tepat. Perawat memiliki kewajiban etis dan profesi untuk
melaporkan kesalahan kepada dokter dan manajer keperawatan. Dokter dapat memutuskan untuk
menetralkan efek kesalahan dengan memberikan sebuah antidote ketika obat yang diberikan

10
salah, menunda pemberian obat bila obat sebelumnya diberikan terlalu dini, atau memantau efek
obat ketika sebuah obat diberikan dalam dosis yang tinggi yang tidak lazim. Perawat sebaiknya
tidak menyembunyikan kesalahan pengobatan. Pada catatan dalam status klien harus ditulis obat
apa yang telah diberikan kepada klien, pemberitahuan kepada dokter, efek samping yang klien
alami sebagai respon terhadap kesalahan pengobatan, dan upaya yang dilakukan untuk
menetralkan obat, misalnya memberikan antidot. Perawat juga bertanggung jawab melengkapi
laporan yang menjelaskan sifat insiden tersebut.

Kepatuhan

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya dirumah sakit
diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien
mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting
untuk penyakit-penyakit menahun seperti asma, arthritis rheumatoid, hipertensi, tuberculosis
paru dan diabetes mellitus.

Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan

1. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu


2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang
ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
3. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4. Mahalnya harga obat
5. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggungjawab atas
pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien

Kepatuhan dalam terapi pediatric tergantung pengertian dan kerja sama orangtuanya. Pasien senil
dan psikiatrik sering menjalankan terapi multiple dan karenanya keluarga pasien harus
menyadari keperluan obat itu bagi pasien. Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai
bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunanaannya. Untuk itu, sebelum pasien
pulang ke rumah tim kesehatan harus yakin bahwa pasien mengetahui :
a. Nama dan kekuatan obatnya
b. Kegunaan obat itu

11
c. Jumlah obat untuk dosis tunggal
d. Jumlah total kali minum obat
e. Waktu obat itu harus diminum,misalnya berkaitan dengan makan
f. Untuk berapa hari obat itu harus diminum
g. Rute pemberian obat
h. Perhatian khusus yang diperlukan oleh rute pemberian, misalnya tetes mata, supositoria,
dan
i. Tindakan apa yang harus diambil bila lupa minum obat, khususnya digoksin, terapi
antikoagulan oral.

CARA MENCEGAH KESALAHAN PEMBERIAN OBAT

1. KEWASPADAAN
a. Baca label obat dengan teliti, pertanyakan pemberian banyak tablet atau vial untuk dosis
tunggal.
b. Waspada obat-obatan bernama sama.
c. Cermati angka dibelakang koma.
d. Pertanyakan peningkatan dosis yang tiba-tiba dan berlebihan.
e. Ketika suatu obat baru atau obat yang tidak lazim diprogramkan, konsultasikan kepada
sumbernya.
f. Jangan beri obat yang diprogramkan dengan nama pendek atau singkatan tidak resmi.
g. Jangan berupaya menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dapat dibaca.
h. Kenali klien yang memiliki nama akhiran sama. Juga, minta klien menyebutkan nama
lengkapnya.
i. Cermati nama yang tertera pada tanda pengenal.
j. Cermati ekuivalen.

2. RASIONAL
a. Banyak produk tersedia dalam kotak, warna, dan bentuknya yang sama.

12
b. Kebanyakan dosis terdiri dari satu atau dua tablet atau kapsul atausatu vial dosis tunggal.
Interpretasi yang salah terhadap program obat dapat mengakibatkan pemberian dosis
tinggi berlebihan.
c. Banyak nama obat terdengar sama, misal( Digoksin dan Digitoksin, Keflex dan Keflin,
Orinase dan Orinade ).
d. Beberapa obat tersedia dalam jumlah yang merupakan perkalian satu sama lain, contoh
( tablet Coumadin dalam tablet 2,5 dan 25mg, Thorazinedalamspansules( sejeniskapsul )
30 dan 300mg ).
e. Kebanyakan dosis diprogramkan secara bertahap supaya dokter dapat memantau efek
terapeutik dan responnya.
f. Jika dokter juga tidak lazim dengan obat tersebut maka resiko pemberian dosis yang tidak
akurat akan menjadi lebih besar.
g. Banyak dokter menggunakan nama pendek atau singkatan tidak resmi untuk obat yang
sering diprogramkan. Apabila perawat atau ahli farmasi tidak mengenal nama
tersebut,obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa salah.
h. Apabila ragu ,tanya dokter. Kesempatan terjadinya salah interpretasi besar, kecuali jika
perawat mempertanyakan program obat yang sulit dibaca.
i. Seringkali, satu atau dua orang klien memiliki nama akhiran yang sama atau mirip. Label
khusus pada kardeks atau bukuobat dapat member peringatan tentang masalah yang
potensial.
j. Saat tergesa-gesa, salah baca ekuivalen mudah terjadi, contoh( dibaca milligram padahal
milliliter )
k. Dasar untuk member hukuman dan bukan merupakan bagian catatan medis klien yang
sah. Laporan ini merupakan analisis objektif tentang apa yang terjadi dan merupakan
penatalaksanaan resiko yang dilakukan institusi untuk memantau kejadian semacam ini.
Laporan kejadian membantu komite interdisiplin mengedintifikasi kesalahan dan
menyelesaikan masalah sistem dirumahsakit yang mengakibatkan terjadinya kesalahan.

Implikasi Keperawatan
Konseling dasar untuk pasien yang akan pulang mencakup penyuluhan hal berikut ini:
1. Saat alkohol dikontraindikasi bila sedang minum obat tertentu

13
2. Pantangan makanan tertentu (misalnya hindari ekstrak daging, keju lunak, buncis tertentu
saat sedang minum MAOIS
3. Obat non-resep yang dikontraindikasi (misalnya, aspirin dan analgesic pengandung
aspirin pada terapi antikoagulan oral)
4. Jangan mengoprasikan mesin rumit atau mengendarai kendaraan pada terapi obat tertentu
(misalnya sedative, antihistamin)
5. Efek samping apa yang diperkirakan, dan bagaimana mengatasinya
6. Memperbaiki kondisi penhyimpanan obat yang dipakai.

B. Penyalahgunaan Obat (Ketergantungan Obat)

Mengonsumsi obat sendiri, diminum atau disuntik tanpa resep, mencakup ketergantungan obat
aspirin dan alkohol sampai ketergantungan narkotika.

Obat yang menyebabkan ketergantungan mempunyai sifat umum yang sama, yaitu mengubah
aktivitas sistem saraf pusat sebagai berikut :

1. Mengurangi ketergangan atau kegelisahan


2. Mereka “bebas” senang, diawang-diawang
3. Peningkatan kemampuan mental dan fisik temporer
4. Menghikangkan kontrol yang menghambat ( takut, dsbnya ) dan mengubah persepsi
sensori

Ketergantungan obat dapat dapat dibagi dalam dua komponen yaitu ketergantungan psikolog
yang mengandalkan obat/obat-obat tertentu demi kesenagan dan kenyamanan yang dirasakan
saat menggunakannya, dapat menimbulkan “ craving “ hebat ( sangat menginginkan ) dan
ketergantungan fisik, yaitu adaptasi seluler terhadap obat sampai timbul toleransi dan
withdrawal syndrome

withdrawal syndrome ditandai dengan perubahan fisiologis bila obat yang bersangkutan
diberhentikan secara tiba-tiba. Gejala penghentian obat opiate adalah kulit yang hangat , lembab,
gatal ,mual dan muntah, gelisah, pupil sangat kecil, hidung dan mata basah,
menguap,menggigil,bulu berdiri, napas cepat dan tidak teratur, tremor dan kram.

14
Toleransi berarti memerlukan dosis obat yang makin tinggi untuk mencapai efek yang sama
dengan dosis yang biasanya rendah,

Ketergantungan bervariasi sesuai dengan jenis obat

1. Ketergantungan obat jenis opiate ( narkotik )


2. Ketergantungan obat jenis barbiturate/alcohol
3. Ketergantungan obat jenis cannabis
4. Ketergantungan obat jenis kokain
5. Ketergantungan obat jenis amfetamin
6. Ketergantungan obat jenis halusinogen
7. Ketergantungan obat jenis pelarut / solven yang mudah menguap
8. Ketergantungan obat jenis alcohol

Pengobatan Penyalahgunaan Obat (Ketergantungan Obat)

Tergantung jenis ketergantungannya, pengobatan terhadap gejala withdrawal didasarkan pada


dua prinsip: mengganti obat itu dengan obat yang secara farmakologi atau fisiologis ekuivalen
:dan secara bertahap mengurangi obat ekuivalen tersebut, lamanya tergantung keadaan klinis
pasien. Pada kasus ketergantungan alkohol dan jenis sedative dahulu digunakan pentobarbiton,
chloral hidrat dan paraldehid namun sekarang yang dipakai adalah diazepam dan
khlormetiazol( hemineurin )

Ketergantungan heroin diobati dengan mengganti satu obat narkotik dengan yang lain. Metadon
adalah drug of choice karena diebriperoral, memblok efek euphoria dan heroin sehingga pasien
tidak high bila tetap memaki heroin, dan longer-acting dibanding heroin.

C. Overdosis

Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh mengabsorbsi obat lebih dari ambang
batas kemampuannya lethal doses). Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses toleransi tubuh
terhadap obat yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula maupun para
pemakai yang kronís.

Gejala Overdosis

15
1. Tidak merespon pada sentuhan atau suara
2. Wajah pucat atau membiru
3. Tubuh dingin dan kulit lembab
4. Tidak bernafas selama 3-5 menit
5. Bernafas tetapi sangat lambat, kira-kira 2-4 kali dalam 1 menit
6. Keluar busa pada mulut
7. Sakit atau seperti ada tekanan yang sangat kuat di dada
8. Menggigil
9. Keringat dingin mengalir deras (keringat jagung)
10. Pingsan
11. Kejang-kejang

Penatalaksanaan

Tindakan emergensi:

1. Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu dilakukan intubasi.


2. Breathing :Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernapasan tidak adekuat.
3. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.

Identifikasi penyebab keracunan:

Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab
keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.

Eliminasi racun : Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:

a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama
menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan kecuali bila
bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat motilita (memperpanjang
lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis denganmerangsang palatum
mole ataudinding belakang faring atau dapat pemberian obat- obatan

16
1) Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.

2) Apomorphine keberhasilan hampir 100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 – 5 menit.


Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan sesudah rangsang muntah
pengosongan).

Kontraindikasi rangsang muntah:

1) Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut mengandung bahan- bahan


seperti camphor, produk-produk mengandung halogenat atau aromatik, logam berat dan
pestisida.

2) korossif Keracunan bahan bahan perangsang CNS(CNS stimulant,strichnin)

3) Penderita kejang

4) Penderita dengan gangguan kesadaran

Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun,
kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosongan lambung. Kumbah lambung
seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan korosif, keracunan
hidrokarbon. Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau dengan resiko aspirasi
jalan nafas harus dilindungi dengan cara endotracheal. Penderita- penderita pemasangan pipa
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa
orogastrik dengan ukuran yang pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis
(normal saline/ PZ) atau 2 normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai bersih
dengan sesuai pasien,

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Apabila suatu obat memodifikasi kerja obat yan lain, terjadi interaksi obat. Interaksi obat
umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat. Sebuah obat dapat
menguatkan atau menghilangkan kerja obat lain dan dapat mengubah absorpsi, metabolisme,
atau pembuangan obat tersebut dari tubuh. Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat meliputi
perbedaan genetik, kondisi lingkungan, variable fisiologis, kondisi psikologis dan diet.

Kesalahan pemberian obat, selain member obat yang salah, mencakup factor lain yang
direncanakan,misalnya lupa member obat; memberi dua kali obat yang dilakukan sebagai
kompensasi, memberi obat yang benar diwaktu yang salah, atau member obat yang benar melalui
rute yang salah. Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat terkait harus segera
menghubungi dokternya dan kepala perawat atau perawat senior segera setelah kesalahan itu
diketahui.

Ketergantungan obat dapat dapat dibagi dalam dua komponen yaitu ketergantungan
psikolog yang mengandalkan obat/obat-obat tertentu demi kesenagan dan kenyamanan yang
dirasakan saat menggunakannya, dapat menimbulkan “ craving “ hebat ( sangat menginginkan )
dan ketergantungan fisik, yaitu adaptasi seluler terhadap obat sampai timbul toleransi dan
withdrawal syndrome.

Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh mengabsorbsi obat lebih dari
ambang batas kemampuannya lethal doses). Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses
toleransi tubuh terhadap obat yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula
maupun para pemakai yang kronís.

18
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia a. Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik/Patricia
Potter, Anne Griflin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih; Editor edisi Bahasa Indonesia, Devi
Yulianti, Monica Ester.-Ed.4-Jakarta:EGC,2005.

Jan Tambayong. Farmakologi Untuk Keperawatan: EGC,2001.

https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-pemberian-obat.html

19
20

Anda mungkin juga menyukai