Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pada tonsil palatina (tonsilitis) merupakan permasalahan yang umum


ditemukan pada anak. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang sering datang pada
praktek dokter maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tonsilitis juga merupakan
salah satu penyebab ketidakhadiran anak di sekolah. 1

Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila
lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding
faring/Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatina biasanya meluas ke adenoid
dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan
dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. 1,2

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain
bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan
virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri
grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus
dewasa dan juga merupakan penyebab radang tenggorokan. 3

Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat terjadi pada semua umur, namun lebih
sering terjadi pada anak. Faktor yang menjadi penyebab utama hal tersebut adalah ISPA
dan tonsillitis akut yang tidak mendapat terapi yang adekuat.4,5 Tonsilitis lebih umum
pada anak-anak usia 5-15 tahun dengan prevalensi tonsillitis bakterial 15-30% pada anak
dengan gangguan tenggorokan dan 5-15% pada dewasa dengan gangguan tenggorokan. 2

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun


dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. 1

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya tonsilitis pada pasien?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
tonsilitis?
3. Bagaimana hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
tonsilitis?
4. Bagaimana pencegahan penyakit tonsilitis pada pasien dan keluarganya?

1.3 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis


Holistik Komprehensif pada Tonsilitis
Untuk pengendalian permasalahan tonsilitis pada tingkat individu dan
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan
kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk
meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur,
mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu
kompetensi mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan
ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah
kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): Untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian penyakit tonsilitis
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai
agama, etik moral dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penanganan penyakit tonsilitis, melakukan rujukan
bagi kasus tonsilitis, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.

2
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian penyakit tonsilitis.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4): Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian penyakit tonsilitis secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil
yang optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah penyakit tonsilitis dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
menatalaksanakan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan
pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.4.1 Tujuan Umum:

3
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita tonsilitis dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence
based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor resiko
dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan penderita tonsilitis dengan
pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Minasa Upa.

1.4.2 Tujuan Khusus:


1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisis serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
tonsilitis.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi tonsilitis sesuai
standar kompetensi dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam upaya pengendalian dan pencegahan tonsillitis secara
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun
komunitas.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1. Menambah wawasan akan tonsilitis yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh tonsilitis sehingga dapat memberikan keyakinan
untuk tetap berobat secara teratur.
2. Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
3. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di
dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita tonsilitis.
4. Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based

4
medicine dan pendekatan diagnosis holistik tonsilitis serta dalam hal
penulisan studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
pada penderita tonsilitis dengan pendekatan diagnostik holistik, berbasis
kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)
b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan tonsilitis dan
dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada berkurang atau
hilangnya gejala yang dikeluhkan pasien. Hal ini disebabkan pengobatan
tonsilitis umumnya bersifat cepat asal berobat teratur. Selain itu, kepatuhan
untuk menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Faktor preedisposisi

Pengaruh Pengobatan
Merokok Oral higiene ISPA berulang Kelelahan fisik
cuaca yang tidak
adekuat

Port d’entry

- Aerogen/droplet
- -food borne

Etiologi invasi kuman pathogen


(bakteri/virus)

Penyebaran secara limfogen

Proses inflamasi tonsil

Tonsilitis
Gambar 1. Gambaran penyebab Tonsilitis

6
2.2 Pendekatan Konsep Mandala

Gaya Hidup
Kebiasaan suka jajan makanan di
sekolah dan minum air dingin
Sering jajan sembarangan
Istirahat kurang, sering bermain
dan tidur kemalaman

Lingkungan Psiko-Sosial-Ekonomi
Perilaku Kesehatan Khawatir penyakitnya bertambah
Jarang sikat gigi Family parah
Bersikap suportif dan Kehidupan sosial baik
Berobat saat keluhan semakin Tingkat pengetahuan tentaang
memburuk mengingatkan pasien untuk
meminum obat secara rutin penyakit tonsilitis masih kurang
Jarang memeriksakan diri ke Ekonomi keluarga pasien tergolong
puskesmas cukup

Pasien

- Status
Pelayanan Kesehatan Generalis: Gizi
Jaminan kesehatan yang digunakan Pasien Lingkungan Kerja
cukup
adalah JKD Datang
- Demam,dengan
Pasien sering terpapar debu di sekolah.
Tenaga kesehatan kurang memberi Terdapat banyak jajanan di dalam
penyuluhan tentang tonsilitis keluhan mata
disertai nyeri maupun depan sekolah
merahmenelan
dan gatal. Di sekitar rumah juga banyak terdapat
- Dialami sejak
Riwayat 2
sulit penjual jajanan
hari
membuka mata
- Permeriksaan
di pagi hari
fisik: T3-T3
hiperemis

Lingkungan Fisik
Faktor Biologi Ventilasi dan sinar matahari
Invasi kuman patogen kurang
(bakteri/virus) Kondisi rumah terawat dan
Faktor imunologi kurang teratur
Inflamasi Tempat tinggal yang lembab
Keamanan sekitar rumah cukup
Kurang bersih
baik
Tingkat kebisingan di
lingkungan rumah cukup
Komunitas
- Dukungan gaya hidup
sehat dari keluarga kurang
Lingkungan padat
penduduk.

Gambar 1. Konsep Mandala

7
2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran
Keluarga Di Layanan Primer
Pendekatan secara holistik (holistic approach) adalah memandang
manusia sebagai makhluk biopsikososio-kultural-spiritual pada
ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia adalah merupakan sistem
organ yang terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang kompleks
fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan
sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum
melakukan terapi, tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ

8
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi  yang akan
dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
1. Menentukan resiko individual, diagnosis klinis sangat
dipengaruhi faktor individual termasuk perilaku pasien
2. Menentukan pemicu psikososial, dari pekerjaan maupun
komunitas kehidupan pasien
3. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan
kedokteran keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

9
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit
dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan
(curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi
setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial
serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus
menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan
dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter
dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan
kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh, yaitu peduli bahwa pasien adalah seorang
manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta
berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita
melihat dari beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.

10
I. Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat
ditegakkan cukup dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding.
II. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
III. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
IV. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup
mandiri
- Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 : Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
- Derajat 5 : Tak dapat melakukan kegiatan

2.4 Tonsilitis
2.4.1 DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar
limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal
(adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal
lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s
tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan
tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak.1,2
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang
persisten.4 Terdapat referensi yang menghubungkan antara nyeri
tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik.
Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari

11
daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini
karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur menggambarkan
tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi berulang dan
obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil.
Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan
adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis
dan limfadenopati servikal dan submandibula.5

2.4.2 ETIOLOGI
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil,
termasuk bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada
penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang paling sering adalah
Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus grup A
adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi
pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga
dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S.
Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.6
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan
tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering
Tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus tipe alfa kemudian diikuti
Staphylococcus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A,
Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter,
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.7
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui
kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara
foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan.7 Etiologi penyakit
ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat
terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.8

12
2.4.3 FAKTOR PREDISPOSISI
Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan
faktor genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor
risiko penyakit Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan
mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif
penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya
keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis
Kronis.9Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1
1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

2.4.4 EPIDEMIOLOGI
A. Trias epidemiologi
1. Agent
Tonsilitis bisa disebabkan oleh beberapa jenis bakteri dan
virus.Tonsilitis akut dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan
penyebabnya yaitu tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh kuman
grup Astreptococusβ-hemolyticus, pneumococcus,Streptococcus
viridansdan Streptococcuspyogenes, sedangkan tonsilitis kronik
kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang
pola kuman berubah menjadi kuman dari golongan gram negatif.
Selain itu, penggunaan antibiotik yang luas pada pengobatan ISPA,
tanpa bukti empiris yang jelas, telah menyebabkan terjadinya
peningkatan resistensi berbagai strain mikroba dari Staphylococcus
aureus, Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenzae, Moraxella
catarrhalis dan lainnya terhadap antibiotik.10

13
2. Host (pejamu)
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih
merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak.
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering
menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat
atau dibiarkan.7
3. Environtment
Faktor lingkungan yang bisa memicu serangan tonsilitis
adalah terpapar cuaca dingin yang berlebihan, iklim lembab atau
perubahan cuaca. Perlu diingat bahwa bakteri dan virus cenderung
berkembang di daerah yang ramai sehingga sekolah dan taman
merupakan tempat dimana seseorang rentan terhadaptonsilitis.11

B. Variabel epidemiologi
1. Distribusi Menurut Orang
a. Distribusi Menurut Umur
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis
Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10
tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian
prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu:
10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan
0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di
Skotlandia, usia tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah
kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 %.Sedangkan Kisve
pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis
terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.7
b. Distribusi Menurut jenis kelamin
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di
Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan
didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%). Sebaliknya
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203

14
penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin
pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.7
2. Distribusi Menurut Tempat
Prevalensi tonsilitis kronis di Indonesia sendiri berdasarkan
survey epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada
tahun 1994-1996, tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut
(4,6%) yaitu sebesar 3,8%.10 Di Amerika Serikat prevalensi tonsilitis
kronis pada tahun 1995 adalah sebesar 7 per 1000 penduduk atau
0,7%, di Norwegia 11,7%, di Turki tonsilitis rekuren ditemukan pada
12,1% anak.6 Penelitian yang dilakukan di Malaysia di poli THT
Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8118 pasien dan
jumlah penderita penyakit tonsilitis kronis menempati urutan keempat
yakni sebanyak 657 (8,1%) penderita.12
4. Distribusi Menurut Waktu
Berdasarkan waktu berlangsung (lamanya) penyakit,
tonsilitis terbagi menjadi 2, yakni tonsilitis akut jika penyakit
(keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu dan tonsilitis kronis jika
inflamasi atau peradangan pada tonsil palatina berlangsung lebih dari
3 bulan atau menetap. tonsilitis.12

2.4.5 PATOGENESIS
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet
dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada
tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua
kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah
fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal
infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. 6 Bila epitel terkikis
maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang
berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti

15
melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan
terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai
dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.1

2.4.6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah
nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran
cerna dan saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti
demam, namun tidak mencolok.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan
napas yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan
pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil
yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik
berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan
sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent.
(b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan

diatasnya tampak eksudat yang purulent.6


Gambar 3. Tonsillitis kronik

16
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi :9,13
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring


Gambar 4. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring

Gambar 5. (A) Tonsillar Hypertrophy Grade-I tonsil. (B) Grade-II tonsil. (C)
Grade-III tonsil. (D) Grade-IV tonsil (“kissing tonsils”)

17
2.4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
Tonsilitis Kronis:
1. Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi
kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil.
Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian
pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat
(Hammouda et al, 2009). Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur
dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40
penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan
kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil
untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis
Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang
ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus
aureus.14
2. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey
terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis
Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan
tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi
limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya
dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.14

2.4.8 DIAGNOSIS
Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan
melakukan anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang
dilakukan secara menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau
kondisi yang berkaitan yang dapat membingungkan diagnosis.

18
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan
tonsillitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa
ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas
berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan
saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi.
Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak
mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa
submandibular.1
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada
umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik.
Pada biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan
beberapa organisme yang virulensinya relative rendah dan pada
kenyataannya jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.6

2.4.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi
medikamentosa dan operatif.
1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat
isap, pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi
gigi atau oral.1,6 Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian
antibiotika yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin
ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan
mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat (jika
bukan disebabkan mononukleosis).7
2. Operatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil
(tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.
Dengan tindakan tonsilektomi.7 Pada penelitian Khasanov et al mengenai

19
prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan
data bahwa sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan diagnosa
Tonsilitis Kronis, sebanyak 36 dari penderita mendapatkan
penatalaksanaan tonsilektomi.7 Penelitian yang dilakukan di Skotlandia
dengan menggunakan kuisioner terhadap 15.788 penduduk mendapatkan
data sebanyak 4.646 diantaranya memiliki gejala Tonsilitis, dari jumlah
itu sebanyak 1.782 (38,4%) penderita mendapat penanganan dari dokter
umum dan 98 (2,1%) penderita dirujuk ke rumah sakit.7
❖ Indikasi Tonsilektomi
Indikasi absolut:
c. Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu)
yang terkait dengan cor pulmonal.
d. Curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral).
e. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan
tonsilektomi Quincy).
f. Perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren.
Indikasi relatif:
g. Tonsillitis akut yang berulang (Terjadi 3 episode atau lebih infeksi
tonsil per tahun).
h. Abses peritonsilar.
i. Tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis,
atau adenitis cervical.
j. Sulit menelan.
k. Tonsillolithiasis.
l. Gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian
atas sempit).
m. Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi).
n. Otitis media recuren atau kronik.6,7
Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of
Otolaryngology-head and Neck Surgery Clinical Indicators
Compendium 1995 adalah: 1

20
o. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah
mendapat terapi yang adekuat
p. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacial
q. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan
berbicara dan cor pulmonale.
r. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil
yang tidak berhasil hilang dengam pengobatan
s. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
t. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
Streptokokus beta hemolitikus
u. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
v. Otitis media efusa/otitis media supuratif
❖ Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan
dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan
tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau
penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. 7,13
❖ Teknik Operasi Tonsilektomi
Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan
pada abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan
menggunakan jari tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang
terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.7
1. Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag,
tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi
pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil
atau gunting sampai mencapai pole bawah dilanjutkan dengan
menggunakan senar untuk menggangkat tonsil.

21
2. Guilotin: Tehnik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat
dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera
oleh infeksi berulang.
3. Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat
digunakan pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya
perdarahan namun dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.
4. Laser tonsilektomi: Diindikasikan pada penderita gangguan
koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser
CO2 lebih disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang
dilakukan pada tehik diseksi.

2.4.10 DIAGNOSIS BANDING


1. Tonsillitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua
orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri
sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi
tertinggi pada usia 5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3 golongan yaitu:
umum, local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti
gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan
nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada
dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya
berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat
eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada
jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada

22
saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.1
2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema.
Gejala pada penyakit ini berupa demam sampai 30ºC, nyeri kepala, badan
lemah, rasa nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.
Pada pemeriksaan tampak mukosa dan faring hiperemis, membran putih

keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus


alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibular
membesar.1

Gambar 6. Angina Plaut Vincent


3. Faringitis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini
melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik,
kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen
antibody.Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri
tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala.Pada pemeriksaan tampak
tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di
permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada

23
palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri

pada penekanan.1

Gambar 7.Faringitis

1. Faringitis Leutika
Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer,
sekunder atau tersier. Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan
pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring. Bila
infeksi terus berlangsung maka akan timbul ulkus pada daerah faring
yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar
mandibula yang tidak nyeri tekan.1

1. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik
pada faringitis tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk
karena anoresia dan odinofagia. Pasien mengeluh nyeri hebat
ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia serta pembesaran kelanjar limfa
servikal.1 Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi,
hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.

2.4.11 PROGNOSIS

24
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat
danpengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat
membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk
mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-
kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius
seperti demam rematik atau pneumonia.7
2.4.12 PENCEGAHAN
Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar
dari satu penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau
beberapa anak pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama,
khususnya bila Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan
dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderíta Tonsilitis atau yang
memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga
untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan
air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama
sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Karier Tonsilitis seharusnya
sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang
lain.1,6

BAB III

25
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat subjek dalam kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan
tonsilitis dengan pendekatan diagnosis holistik di Puskesmas tamalate pada tanggal 20
januari 2020.

Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan


terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk mengetahui
secara holistik keadaan dari penderita.

Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan


pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau seorang ahli yang
berwenang dalam suatu masalah.

Sedangkan observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas


unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam
suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam
suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.

3.1 Lokasi dan Waktu Melakukan Studi Kasus


3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di Puskesmas
Tamalate pada tanggal 20 Januari 2020. Selanjutnya dilakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari pasien.

26
3.2.2 Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Tamalate yang berlokasi di Jalan Dg
Tata 1 Blok G.5/8 Mannuruki, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi
Selatan

3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


3.3.1 Letak Geografis
Puskesmas Tamalate tepatnya berlokasi di Jalan Dg Tata I BTN Tabaria
Blok GV no 8 RW 5 Kelurahan Bontoduri Kecamatan Tamalate, jarak dan
waktu tempuh menuju Puskesmas Tamalate di tempuh warga dengan
trasportasi cukup lancar baik oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum sekitar 5-15 menit dari pemukiman penduduk di wilayah kerjanya.
Wilayah kerja Puskesmas Tamalate terdiri atas 3 ( tiga ) Kelurahan , 26 ORW
dan 165 ORT dengan luas wilayah 9,38 Km2, dengan batas wilayah sebagai
berikut : Gambar 3. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate

27
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mariso.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Mangasa Kecamatan
Tamalate.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala.
Luas tanah dan bangunan Puskesmas Tamalate adalah 2.612 M2.

Luas wilayah kerja Puskesmas Tamalate yang terdiri dari :


No Kelurahan Luas (km²) RT RW Penduduk
1 Balang Baru 7,34 55 10 19.058
2 Parang Tambung 1,03 66 9 24.167
3 Bontoduri 1,01 40 7 18.229
Jumlah 9,38 161 26 61.454
Tabel 1. Luas wilayah, Jumlah kelurahan, Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalate Tahun 2019

3.3.2 Keadaan Demografi Lokasi Studi Kasus


Adapun jumlah Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate pada
tahun 2018 adalah 61.454 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak
11.330. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan golongan umur
dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate tahun 2019 dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini:

N0 KELURAHAN KK PENDUDUK JUMLAH


L P
1 Balang Baru 3.776 9.181 9.877 19.058
2 Parang Tambung 4.786 11.617 12.550 24.167
3 Bontoduri 2.768 7.739 10.490 18.229
Jumlah 11.330 28.537 32.917 61.454

Tabel 2. Jumlah penduduk dan kepala keluarga diwilayah kerja Puskesmas Tamalate
Tahun 2019

Data Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok


Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2019
JUMLAH PENDUDUK

28
No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan
1 0-4 507 592
2 5-9 327 365
3 10-14 873 689
4 15-19 662 579
5 20-24 562 987
6 25-29 1510 667
7 30-34 1002 778
8 35-39 124 987
9 40-44 221 657
10 45-49 34 765
11 50-54 23 897
12 55-59 72 466
13 60-64 40 76
JUMLAH PENDUDUK
Laki-Laki Perempuan
No Kelompok Umur
14 65-69 101 197
15 70-74 34 62
16 +75 20 23
Jumlah 60.302
Tabel 3. Data Jumlah menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2019

Data Jumlah Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja


Puskesmas Tamalate Tahun 2019
No Agama Jumlah
1 Islam 41.858 Jiwa
2 Kristen 18.289 Jiwa
3 Katolik 808 Jiwa
4 Hindu 84 Jiwa
5 Budha 19 Jiwa

Tabel 4. Data Jumlah Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate


Tahun 2019

29
Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan dan Kegiatan
Ekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2019

30
Kelurahan
No Mata Pencaharian Balang Parang Bontoduri
Baru Tammbung
1 PNS 303 197 122
2 Pengrajin Industri 9 45 70
3 Pedagang Keliling 92 98 60
5 Dokter Swasta 2 1 0
6 Bidan Swasta 5 11 10
7 Pembantu RT 111 32 11
8 TNI 21 5 64
9 POLRI 130 84 31
10 Pengusaha Kecil 305
601 621
dan Menengah
Kelurahan
No Mata Pencaharian Balang Parang Bontoduri
Baru Tammbung
11 Pensiunan 173
36 137
PNS,Polri,TNI
12 Pengacara 5 1 4
13 Notaris 0 1 2
14 Jasa Pengobatan 1
2 1
Alternatif
15 Dosen Swasta 29 18 31
16 Arsitektur 2 9 1
17 Karyawan 367
440 720
Perusahaan Swasta
18 Karyawan 39
Perusahaan 8 42
Pemerintah
19 Lain-Lain 1798 1984 1292

Tabel 5. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan dan Kegiatan Ekonomi


Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2019

31
3.4 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat yang
terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Tamalate.
Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas Tamalate
tahun 2019 terdiri dari :
- Rumah Sakit Umum : 2 buah
- Rumah Sakit Bersalin : 1 buah
- Puskesmas : 1 buah
- Puskesmas Pembantu : 1 buah
- Balai / Klinik Pengobatan : 1 buah
- Dokter Praktek : 11 orang
- Bidan Praktek Swasta ( BPS ) : 5 orang
- Apotek : 10 buah
- Posyandu : 23 buah
3.4.1 Struktur Organisasi dan Tenaga Kesehatan
Struktur Organisasi Puskesmas Tamalate berdasarkan Peraturan
Walikota Makassar tentang struktur organisasi yaitu Peraturan walikota 41
Tahun 2012 tanggal 19 september 2012 dan mengacu pada peraturan
Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas terdiri atas :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Subag Tata Usaha membawahi beberapa kegiatan
diantaranya : Sistem informasi kesehatn, Kepegawaian, Rumah
Tangga dan Keuangan
c. Penanggung jawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat membawahi :
1) Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS.
2) Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
3) Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.

32
4) Pelayanan Gizi.
5) Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
Menular.
6) Pelayanan keperawatan kes masyarakat.
d. Penangguang jawab UKM Pengembangan membawahi :
1) Pelayanan kesehatan jiwa
2) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
3) Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
4) Pelyanan kesehatan olah raga
5) Pelayanan Kesehatan indra
6) Pelayanan Kesehatan Lansia
7) Pelayanan Kesehatan Kerja
e. Penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboraterium
membawahi :
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
4) Pelayanan Gawat darurat
5) Pelayanan Persalina
6) Pelayanan Kefarmasian
7) Pelayanan Laboraterium
f. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan membawahi :
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
c. Bidan Desa / Bidan kelurahan
d. Jejaring Fasilitas Pelayanan kesehatan

3.4.2 Visi Dan Misi Puskesmas


Visi

33
“ Mewujudkan Masyarakat Tamalate Sehat ”.
Misi
-   Memelihara, meningkatkan kesehatan individu , keluarga,
- Masyarakat serta lingkungan.
- Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
- Meningkatkan kerja sama lintas sector dan lintas program.
- Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3.4.3 Upaya Kesehatan


Upaya Kesehatan di Puskesmas Tamalate terbagi atas 2 (dua) Upaya
Kesehatan Yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) sesuai peraturan Menteri Kesehatan No.75
tahun 2014 tentang Puskesmas.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), meliputi :
a. Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS
b. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
c. Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana
d. Pelayanan Gizi
e. Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
menular
f. Pelayanan keperawatan kes masyarakat
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), meliputi :
a. Pelayanan kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
c. Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
d. Pelayanan kesehatan olah raga
e. Pelayanan Kesehatan indra
f. Pelayanan Kesehatan Lansia
g. Pelayanan Kesehatan Kerja

34
3.4.4 10 Penyakit Terbanyak
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan
oleh Puskesmas Tamalate, didapatkan hasil tentang 10 besar penyakit
terbanyak dari kunjungan pasien ke Puskesmas Tamalate. Penyakit-penyakit
tersebut adalah :
No. Penyakit ICD 10 Jumlah
1. Commond Cold J00 373
2. HT J06.9 156
3. Faringitis K04 136
4. Tonsilitis I10 127
5. Dispepsia J02 121
6. Diabetes Melitus L20 108
7. Osteoarthritis E14 102
8. conjungtivitis K29.0 79
9. DBD K05 68
10. Demam Tifoid K08 58
TTabel 6. Data 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tamalate

3.4.5 Alur Pelayanan

35
Gambar 4. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Tamalate

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

36
4.1 Hasil Studi Kasus
4.1.1 Anamnesis dan Diagnosis Klinis
A. Identitas Pasien
Nama : an. A
Umur : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa/suku : Indonesia/Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 20 januari 2020

B. Riwayat Penyakit
- Keluhan Utama
Demam
- Anamnesis Terpimpin
Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun datang ke puskesmas
Tamalate dengan keluhan demam yang dialami sejak 2 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan nyeri menelan dan sakit tenggorokan. Selain
itu, didapatkan keluhan penyerta seperti nyeri kepala (-), pusing (+),
pilek (-), sesak napas (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
malas makan (+), BAB lancar warna kuning konsistensi lembek. BAK
baik warna kuning muda.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah berobat ke Puskesmas dengan
keluhan batuk dan flu disertai demam. Keluhan membaik setelah
diberikan pengobatan oleh dokter.

- Riwayat Penyakit Keluarga

37
Ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang
sama yaitu ibu pasien.
- Riwayat Alergi
Pasien tidak ada riwayat alergi terhadap substansi atau obat-obatan
tertentu pada pasien.
- Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien merupakan seorang tukang service handphone dan Ibu
pasien merupakan seorang IRT. Keluarga pasien termasuk keluarga
dengan sosial ekonomi tergolong kurang.
- Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat dengan keluhan yang sama.

C. Pemeriksaan Fisis
- Keadaan Umum
Pasien tampak sakit ringan, gizi cukup, kesadaran compos mentis.
- Tanda Vital
1. Tekanan Darah : Tidak dilakukan
2. Nadi : 92 x/menit
3. Pernapasan : 20 x/menit
4. Suhu : 37 oC
- Status Generalis
1. Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus: (-)
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemis (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm
2. Telinga

38
Tophi : (-)
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

1. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
2. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gigi geligi : Karies (+)
Gusi : Perdarahan (-)
Tonsil : Hiperemis (+) T3-T2

Gambar 12. Pemeriksaan Tonsil pada Pasien


3. Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
DVS : Tidak dilakukan
Kaku kuduk : Tidak dilakukan
Tumor : (-)

4. Dada

39
Inspeksi : Simetris ki=ka
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak dilakukan
Sela iga : Tidak dilakukan
1. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Ki=Ka
Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh-/-
1. Punggung
Inpeksi : Skoliosis (-), kifosis (-)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
1. Cor
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
3. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)

40
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

C. Diagnosis
Tonsilitis akut
4.1.2 Penatalaksanaan dan Edukasi
- Penatalaksanaan
• Ibuprofen 200 mg/ 8 jam/ oral
• Amoxicilin syr 5 ml/ 8 jam / oral
• B comp tab/ 12jam / oral

- Edukasi
• Hindari makan makanan berminyak
• Hindari minum minuman dingin
• Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga (cuci tangan dan
gunakan alat makan yang bersih)

4.2 Pendekatan Holistik

- Profil Keluarga
Pasien A tinggal bersama ayah, ibu, 2 kakak laki-laki dan 1 adik
perempuan.

- Karakteristik Demografi Keluarga


a. Identitas Kepala keluarga : Tn. E.N.U
b. Identitas Pasangan : Ny. H.S
c. Alamat : jln mannuruki No 13
d. Bentuk Keluarga : Keluarga inti (nuclear family)

41
- Karakteristik Demografi Keluarga

Keduduka
No Nama n dalam Gender Umur Pendidikan Pekerjaan
keluarga
1 Tn. ENU Bapak L 47 SMA Tukang
Service
Handphone
2 Ny. HS Ibu P 42 SMA IRT
3 MAS Anak L 17 SMA Pelajar

4 MAS Anak L 14 SMA Pelajar

5 AA Anak L 13 SMP Pelajar

6 AZR Anak P 1 - -

Tabel 7. Daftar Anggota Keluarga

- Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


Sehari-hari pasien disebukkan dengan kegitan belajar di sekolah. Setelah
pulang sekolah, pasien menyempatkan waktu luangnya untuk bermain
dan bergaul dengan teman-teman di sekitar rumahnya.
Pasien merupakan anak yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman.
Ayah pasien merupakan tukang service hanphone dan ibu seorang IRT.
Keluarga pasien termasuk keluarga dengan sosial ekonomi tergolong
rendah.

42
Pasien tinggal di rumah yang kondisinya cukup baik, terdiri atas 4 kamar
tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga yang berhubungan langsung
dengan ruang makan, 1 dapur, dan 1 buah WC.

Status kepemilikan rumah : Pribadi


Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan

Luas rumah : 5 x 23 m2
Jumlah penghuni : 6 orang
Luas halaman rumah : -
Keluarga MI tinggal di rumah dengan
Tidak Bertingkat
status kepemilikian pribadi. MI
Lantai rumah dari : semen
tinggal dalam rumah yang cukup
Dinding rumah dari : semen sehat dengan lingkungan rumah yang
padat penduduk. Dengan penerangan
Jamban keluarga : ada
listrik 450 watt. Menggunakan air
Tempat bermain : tidak ada
yang berasal dari Bor, PDAM sebagai
Penerangan listrik : 450 watt
sarana air bersih keluarga.
Ketersediaan air bersih : ada (Bor,
PDAM)
Pembuangan sampah : tidak ada

Tabel 8. Lingkungan Tempat Tinggal

- Kepemilikan barang – barang berharga


Keluraga MI memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, satu buah televisi yang terletak di ruang tamu, kulkas yang
terletak di dapur.

43
- Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
• Jenis tempat berobat : Puskesmas
• Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS
- Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Faktor Keterangan Kesimpulan


Berjalan kaki ke Letak PKM Tamalate cukup
Cara mencapai pusat
puskesmas dekat dari tempat tinggal
pelayanan kesehatan
pasien, sehingga untuk ke
Biaya pelayanan pelayanan kesehatan hanya
Tarif pelayanan kesehatan kesehatan cukup dengan berjalan kaki. Untuk
murah. biaya pengobatan di
Pelayanan puskesmas tidak dipungut
kesehatan yang biaya karena pasien
Kualitas pelayanan didapat menggunakan JKD dan
kesehatan memuaskan. pelayanan Puskesmas pun
dirasakan pasien
memuaskan.
Tabel 9. Sarana Pelayanan Kesehatan

- Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Keluarga A memiliki kebiasaan makan antara 2-3 kali dalam sehari,
namun anak ini termasuk malas makan dan suka jajan.
- Pola Dukungan Keluarga
• Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Di antara yang merupakan faktor pendukung dalam penyelesaian
masalah keluarga seperti ada komunikasi yang baik dalam keluarga.
Selain adanya hubungan yang harmonis. Keluarga juga sangat terbuka
untuk setiap masalah kesehatan yang dihadapi.

• Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga

44
Kurangnya pengawasan orang tua terhadap perilaku AA yang suka
jajan sembarangan.
- Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
• Fungsi Fisiologis (APGAR)

Penilaian
Hampi Kadang Hampir
No Pertanyaan r selalu - Tidak
Kadang Pernah
(2) (1) (0)
1. Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing – masing anggota keluarga sudah √
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya karena

dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya hadapi
3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan

keluarga saya untuk mengembangkan
kemampuan yang saya miliki

• Fungsi Fisiologis (APGAR)

4. Affection (Kasih Sayang)


Saya puas dengan kehangatan/ kasih sayang √
yang diberikan keluarga saya

45
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang disediakan √
keluarga untuk menjalin kebersamaan

Total Skor 10
Tabel 10. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Pasien
Berdasarkan dari tabel APGAR diatas total skor adalah 10, ini
menunjukkan fungsi keluarga sehat.
• Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
1. Sosial: Pasien dapat hidup bermasyarakat
dengan baik.
2. Kultural: Pasien dan keluarganya mengadakan
acara pernikahan, aqiqah, dan khitanan sesuai adat istiadat
Makassar.
3. Religious: Keluarga pasien rajin melakukan
ibadah sebagai umat Islam, seperti: sholat lima waktu, tadarrus,
puasa pada bulan Ramadhan, dan ikut serta dalam kegiatan Isra’
Mi’raj dan Maulid Nabi Muhammad saw.
4. Ekonomi: Keluarga pasien merasa kebutuhan
ekonomi tercukupi.
5. Edukasi: Tingkat pendidikan tertinggi di
keluarga pasien yaitu SMA.
6. Medikasi: Pasien dan keluarga menggunakan
sarana pelayanan kesehatan dari Puskesmas serta memilki asuransi
kesehatan JKD.

• Fungsi Keluarga
Bentuk keluarga

46
Bentuk keluarga ini adalah Keluarga Inti yang terdisi atas Tn. ENU
sebagai bapak pasien, Ny. HS sebagai ibu pasien. MAS dan MS
merupakan kakak kandung dan AZR merupakan adik kandung AA.

Tahapan siklus keluarga


Dalam keluarga pasien, hanya pasien dan ibunya yang menderita
penyakit tonsilitis.

Gambar 13. Genogram Penderita Tonsilitis


Keterangan :
: Keluarga : Laki-laki sehat
: Perempuan sehat : Laki-laki sakit
Hubungan Anggota Keluarga
Tn. ENU merupakan pasangan Ny. HS mereka dikaruniai 4 orang
anak diantaranya 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
Tn. ENU Ny. HS

MAS MS A AZR
Gambar 14. Family Mapping
Keterangan :

47
: Laki-laki
: Perempuan
: Hubungan yang erat
23 Pembahasan
4.3.1 Diagnosis Klinis
A. Anamnesis dan Diagnosis Klinis
- Aspek Personal
Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun datang ke Puskesmas
Tamalate dengan keluhan demam yang dialami sejak 2 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan nyeri menelan dan sakit tenggorokan. Selain
itu, didapatkan keluhan penyerta seperti nyeri kepala (-), pusing (+),
pilek (-), sesak napas (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), BAB
lancar warna kuning konsistensi lembek. BAK baik warna kuning
muda. Kekhawatiran, takut penyakitnya memburuk. Harapan: dapat
sembuh dan anggota keluarga yang lain tidak menderita penyakit yang
sama dengannya.
- Aspek Klinik
• Demam
• Nyeri menelan
• Pusing
• Pemeriksaan fisis: Tonsil hiperemis (+) T3-T2
- Aspek Faktor Risiko Internal
• Kurangnya pengetahuan tentang tonsilitis
• Kurangmya upaya menghindari penyebab tonsilitis
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Anggota keluarga kurang mengawasi pasien untuk menghindari
penyebab penyakit tonsilitis
- Aspek Psikososial Keluarga

48
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat
menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengawasan
keluarga terhadap pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor
pencetus penyebab tonsilitis pasien. Sedangkan faktor yang dapat
mendukung kesembuhan pasien yaitu adanya dukungan dan motivasi
dari semua anggota keluarga baik secara moral dan materi.
- Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih mampu
dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam
maupun di luar rumah.
- Derajat Fungsional
AA masih dapat beraktifitas dengan baik tanpa bantuan siapapun
(derajat 1 minimal)
- Rencana Penatalaksanaan (Plan Of Action)
Pertemuan ke-1: PuskesmasTamalate, 20 januari 2020 pukul 10.30
WITA.
Pertemuan ke-2: Rumah Pasien, 23 januari 2020 pukul 13.00 WITA

Tabel 11. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)

Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan

Menginformas Saat
ikan kepada pasien
Orangtua Mengetahui
Aspek orangtua MI ke PKM Tidak Tidak
dan penyebab
Personal tentang dan saat ada menolak
Pasien pasien sakit
penyakit yang home
diderita visit

49
Tabel 11. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)

Menganjurkan Saat
pasien untuk pasien
Aspek meminum obat ke PKM Penyakit Tidak Tidak
Pasien
Klinik sesuai yang dan saat sembuh ada menolak
ditentukan home
dokter visit
Menganjurkan
Saat Mencegah
pasien untuk
pasien penyakit
Aspek menghindari
ke PKM yang Tidak Tidak
Resiko minuman Pasien
dan saat diderita ada menolak
Internal dingin dan
home pasien
makanan
visit kambuh
berminyak
Sasara Hasil yang
Aspek Kegiatan Waktu Biaya Ket.
n diharapkan

Memberitahukan
keluarga pasien
untuk senantiasa Mencegah
Orang
Aspek mengingatkan Saat penyakit
tua dan Tidak Tidak
Risiko pasien untuk home yang diderita
kakak ada menolak
Eksternal menjaga visit pasien
pasien
kesehatan dan kambuh
tidak jajan
sembarangan

Tabel 11. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)

50
Mengurangi
Mengajarkan
faktor faktor
kepada keluarga
yang dapat
pasien untuk Orang
Aspek Saat memperberat
selalu tua dan Tidak Tidak
Psikososial home keadaan
memberikan kakak ada menolak
Keluarga visit klinis pasien.
motivasi demi pasien
Menjaga
kesembuhan
keluarga
pasien
tetap sehat.

Menganjurkan Mencegah
pasien untuk Saat penyakit
Aspek Tidak Tidak
menjaga kesehan Pasien home yang diderita
Fungsional ada menolak
dan tidak jajan visit pasien
sembarangan kambuh

C. Pemeriksaan Fisik
Tonsil hiperemis, T3-T2
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
E. Diagnosis Holistik
• Diagnose Klinis
Tonsilitis Akut
• Diagnose Psikososial
Kurangnya pengawasan keluarga terhadap pasien sehingga tidak ada
upaya pencegahan faktor pencetus penyebab tonsilitis dan kecemasan
ibu pasien akan penyakit pasien memburuk, ketakutan akan penyakit
pasien berulang bahkan menjadi kronik

4.3.2 PENATALAKSANAAN dan EDUKASI

51
- Pengobatan farmakologi berupa:
 Ibuprofen 200 mg/ 8 jam/ oral
 Amoxicilin syr 5 ml/ 8 jam / oral
 B comp tab/ 12jam / oral
- Edukasi
• Hindari makan makanan berminyak
• Hindari minum minuman dingin
• Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga (cuci tangan dan
gunakan alat makan yang bersih)

4.3.3 PENDEKATAN HOLISTIK

Skor Resume Hasil Skor


No Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Akhir

1. Faktor Biologi
- Invasi kuman 3 Edukasi kepada pasien - Penyuluhan 5
pathogen untuk menjaga kesehatan terselenggara
(bakteri/virus) dengan makan makanan - Keluhan
bergizi dan menghindari berkurang
minuman dingin dan
makanan berminyak

4.3.3 PENDEKATAN HOLISTIK


Faktor Ekonomi dan
Pemenuhan
Kebutuhan

52
- Kecemasan pasien 3 Edukasi kepada pasien - Penyuluhan 5
dan keluarganya dan keluarga tentang terselenggara
terhadap penyakit tonsilitis dan terapi serta - Kecemasan
yang dapat pencegahannya. pasien dan
memburuk keluarga
berkurang

Faktor Perilaku
Kesehatan Keluarga 3 Edukasi kepada pasien - Penyuluhan 5
- Pasien tetap dan keluarga untuk terselenggara
mengkonsumsi makan makanan bergizi - Pasien
minuman dingin dan berolahraga menghindari
jajan
sembarangan

Total Skor 9 15
Rata-Rata Skor 3 5

Tabel 12. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian Masalah
dalam keluarga

- Ket.
• Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi
• Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada
sumber (hanya keinginan), penyelesaian masalah
dilakukan sepenuhnya oleh provider
• Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian
sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah
dilakukan sebagian besar oleh provider
• Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider
• Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
Berdasarkan dari tabel diatas, ini menunjukkan bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatan secara mandiri.

53
 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan Selanjutnya
Pertemuan: 23 januari 2020

Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :

1. Memperkenalkan diri dengan pasien dan Ibu Pasien.


2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien dan Ibu pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien dan Ibu
pasien.
4. Menganamnesa pasien dan Ibu pasien, mulai dari identitas sampai riwayat
psiko-sosio-ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien dan Ibu pasien telah mengerti tujuan prosedur
pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, serta mengintepretasikan
hasilnya dalam mendiagnosis tonsilitis. Dari uraian pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa, diagnosis telah dilakukan dengan baik dan
benar, dimana pasien dapat mengemukakan keluhan yang dialaminya
kepada pemeriksa sehingga dapat didiagnosis pasien menderita tonsilitis.
9. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi tonsilitis sesuai
standar kompetensi dokter Indonesia. Dari uraian pada bab sebelumnya
telah dipaparkan mengenai penatalaksanaan pada pasien tonsilitisi berupa
terapi farmakologi berupa antipiretik, antibiotik, dan obat batuk serta
memberikan edukasi pada pasien agar menghindari faktor pemicu berupa
minuman dingin dan makanan berminyak sehingga penatalaksanaan yang
diberikan pada pasien telah sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
10. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan
Kesehatan Masyarakat dalam pendekatan holistik melakukan upaya
pengendalian tonsilitis secara holistik dan komprehensif baik secara
individu, keluarga maupun komunitas. Dari uraian pada bab sebelumnya
telah dijelaskan mengenai pendekatan holistik yang telah dilakukan
dilihat dari berbagai aspek pasien, seperti aspek personal, klinik, faktor
resiko internal, resiko eksternal, psikososial keluarga, dan fungsional
sehingga pasien dan keluarganya dapat sembuh serta mencegah dan
menghindari penyakit tonsilitis.
5.2 Saran
Dari masalah yang dapat ditemukan pada AA berupa Tonsilitis maka
disarankan untuk:
1. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Tonsilitis.

55
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga
pola makan dan tidak jajan sembarangan. Hasil yang diharapkan keluarga
dapat memahami sehingga dapat mengupayakan pencegahan untuk
penyakit tersebut.
3. Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan Tonsilitis.
4. Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk
sembuh.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat dan istirahat secara
teratur.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007.
p212-25.
2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011. [cited, 2012
Jan 18]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/
3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011. [cited,
2012 Jan 18]. Available from URL: http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-
and-adenoiditis/
4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 .[cited,
2012 Jan 17]. Available from: URL: http://www.medicinenet.com
1. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical
and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.
6. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997. p263-340
1. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2009. 2011.pdf
2. Mandavia, Rishi. Tonsillitis. [online] .[cited, 2012 Jan 20]. Available from:
URL: http://www.entfastbleep.com
3. Ellen Kvestad, Kari Jorunn Kværner, Espen Røysamb, et all. Heritability of
Reccurent Tonsillitis. [online].2005.[cited, 2012 Jan 21]. Available from:
URL: http://www.archotolaryngelheadnecksurg.com
4. Nizar, M. dkk. Identifikasi Bakteri Penyebab Tonsilitis Kronik Pada Pasien
Anak di Bagian THT RSUD ULIN Banjarmasin. 2016. pdf
5. Shah. Causes Of Tonsillitis. [online].[cited, 2017 Jul 24]. Available from:
URL: https://www.askdrshah.com/app/tonsillitis/tonsillitis-causes.aspx
6. Oktaria Annisa, dkk. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan Perlakuan
Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis Kronis di
Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013. 2015. pdf.

57
7. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head
and Neck Surgery. p158-165
8. Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed
With Histopathologic Findings. In: European Journal of General Medicine,
Vol. 5, No. 2. [online].2008.[cited, 2012 Jan 23]. Available from: URL:
http://www. Bioline International .com

58
LAMPIRAN

Tampak depan rumah

Pasien memiliki halaman rumah. Tetapi, rumah pasien tidak memiliki pagar.

Ruang Makan

Bertempat di ruang makan. Sebagian dinding yang belum di semen dan sebagian
telah di semen. Ventilasi cukup dan pencahayaan kurang.

59
Dapur

Pada dapur, pencahayaan kurang tetapi ventilasi cukup. Barang-barang kurang tertata
rapi.

WC

Terdiri atas satu buah jamban jongkok yang cukup terjaga kebersihannya. Ventilasi
dan pencahayaannya cukup.

60
Halaman Belakang

Tempat mencuci piring dan pakaian serta untuk menjemur pakaian. Sinar matahari
langsung.

61

Anda mungkin juga menyukai