Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

KARSINOMA LARING
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran Unsyiah RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

Disusun oleh:
Afra Chaula
Dira Witrya
Fadhil Kurnia
Javier Arrazi
Muthia Rana Zahra

Pembimbing
dr. Benny Kurnia, Sp. THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.
Adapun tugas presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-
KL RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Selanjutnya tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Benny Kurnia, Sp. THT-KL yang telah bersedia meluangkan
waktu membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan
saran yang membangun sangat penulis nantikan untuk perbaikan di masa
mendatang.

Banda Aceh, April 2017


Wassalam,

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan .......................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka................................................................................6
BAB III Laporan Kasus...................................................................................28
BAB IV Analisa Kasus .....................................................................................33
BAB V Kesimpulan..........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................38

3
BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma laring merupakan kasus yang tidak jarang dibidang THT,


Menurut National Cancer Institute pada tahun 2017, kasus karsinoma laring
sebanyk 3,1 persen per 100.000 orang penduduk per tahun. Sedangkan angka
kematian mencapai 1 persen dari 100.000 orang penduduk per tahun. Kenaikan
angka penduduk yang mengidap karsinoma laring mengalami peningkatan dari
tahun 2007 s/d 2017 sebanyak 60,7 persen. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Daras (Riskesdas) 2013, prevalensi karsinoma di Indonesia adalah 1,4 persen per
1000 penduduk per tahun, dengan karsinoma laring berada pada urutan ke 24 atau
3,4 persen dari seluruh karsinoma.(1)
Karsinoma laring merupakan keganasan pada daerah plika vokalis (glotis),
supraglotis dan subglotis. 90 persen karsinoma laring adalah squamous cell
carsinoma. Karsinoma laring paling banyak dijumpai pada rentang usia >60
tahun, jenis kelamin laki-laki, merokok, alkoholik dan sosial ekonomi menengah
ke bawah. Perbandingan penderita karsinoma laring antara laki-laki dan wanita
adalah 5:1 dan dari hasil penelitian di United States menunjukkan bahwa dari
88.941 kasus karsinoma laring, sebanyak 71.273 adalah laki-laki.
Karsinoma laring secara anatomi terbagi atas 3 yaitu karsinoma supra
glotis, glotis dan subglotis. Karsinoma supraglotis biasanya ditemukan lesi pada
daerah epiglotis, plika vokalis dan lipatan aryepiglotis, gejala klinis yang khas
pada karsinoma supra glotis adalah tidak bisa menelan, sakit pada saat menelan
dan suara serak yang muncul pada stadium lanjut. Karsinoma glotis merupakan
keganasan dengan penyebaran lesi yang dimulai dari comisura anterior yang
meluas ke bagian posterior hingga regio arytenoid. Gejala klinis yang khas adalah
suara serak dikarenakan karsinoma pada daerah ini menginvasi plika vokalis.
Karsinoma subglotis merupakan keganasan dengan penyebaran lesi dimulai pada
area glotis sampai perbatasan bawah kartilago krikoid. Gejala klinis pada awalnya
berupa stridor diikuti obstruksi laring dan akan muncul suara serak jika lesi sudah
menyebar hingga permukaan bawah plika vokalis serta menginfiltrasi
m.tiroaritenoid.(3)

4
Pada karsinoma laring terjadi mutasi pada tumor supresor gen sehingga
menyebabkan peningkatan dari mutasi protoonkogen yang menyebabkan
peningkatan dari onkogen yang menyebabkan karsinoma. Selain itu pada
karsinoma laring juga terjadi mutasi pada sel p53 yang mana sel ini bekerja untuk
menimbulkan efek antiproliperatif, mengendalikan apoptosis, monitor sentral
untuk stres dan penghentian siklus sel. Sehingga apabila terjadi mutasi genetik
pada sel p53 akan menyebabkan siklus sel terus berlanjut dan jumlah sel terus
diproduksi yang akan membuat munculnya tumor pada karsinoma laring.(4)

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring


Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas dan terletak
setinggi vertebra servikalis IV-VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hyoid) dan
beberapa tulang rawan. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago
tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hyoid terletak
disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada leher depan
serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hyoid ini
bergantung ligamentum tirohyoid yang terdiri dari dua sayap/alae kartilago tiroid,
sementara kartilago krikoid mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada
kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada
permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoid yang mempunyai
dua buah processus yakni prosessus vokalis anterior dan prosesus muskularis
lateralis.(5)
Prosesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda vokalis
sedangkan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita
suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis
suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah
tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan
yang ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu, terdapat dua pasang
kartilago kecil didalam laring yaitu kartilago kornikulata dan kuneiforms. (5)

2.1.1 Kartilago Laring(6)


Tabel 2.1 Jenis-jenis kartilago di laring
No Kartilago Mayor Kartilago Minor
1. Kartilago Tiroidea, 1 buah Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah
2. Kartilago krikoidea, 1 buah Kartilago Kuneiformis Wrisberg, 2 buah
3. Kartilago Aritenoidea, 2 buah Kartilago Epiglotis, 1 buah

a. Kartilago tiroidea
Kartilago ini terdiri atas dua lamina cartilago hialin yang bertemu di garis
tengah pada tonjolan sudut V, yaitu jakun (Adam`s apple). Pinggir
posterior dari setiap lamina menjorok keatas membentuk cornu superior

6
dan ke bawah membentuk cornus inferior. Pada permukaan luar setiap
lamina terdapat linea obliqua sebagai tempat melekatnya m.
sternotiroideus, m. tiroihyoideus, dan m. konstriktor faring inferior.
b. Kartilago Krikoidea
Kartilago yang berbentuk cincin cap dan terletak dibawah kartilago
tiroidea. Kartilago ini mempunyai arkus anterior yang sempit dan lamina
posterior yang lebar. Pada masing-masing permukaan lateral terdapat
facies artikularis sirkular untuk bersendi dengan kornu inferior kartilago
tiroidea. Pada pinggir atas masing-masing sisi terdapat facies artikularis
untuk bersendi pada basis kartilago aritenoidea, semua sendi ini adalah
sendi synovialis.
c. Kartilago aritenoidea
Kartilago berjumlah dua dan mirip piramid yang terletak di pinggir atas
kartilago krikoidea. Masing-masing memiliki bagian apex untuk
menyangga kartilago kornikulata dan bagian basis bersendi ke kartilago
krikoidea. Processus vocalis menonjol horizontal kedepan dan tempat
melekatnya ligamentum vocale. Processus muscularis menonjol ke lateral
dan tempat melekatnya m. krikoaritenoideus lateralis dan posterior.
d. Kartilago kornikulata
Dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apex kartilago aritenoidea
dan merupakan tempat melekatya plika ariepiglotika.
e. Kartilago kuneiformis
Dua kartilago kecil berbentuk batang yang masing-masing terdapat di
dalam plika ariepiglotika, berfungsi untuk menyokong plika tersebut.
f. Epiglotis
Disini terdapat plika glossoepiglotika mediana dan plika glossoepiglotika
lateralis. Valleculae adalah cekungan pada membrana mukosa di kanan
dan kiri plika glossoepiglotika.
2.1.2 Ligamentum Laring(6)
Tabel 2.2 Jenis-jenis ligamentum di laring
No Ligamentum Ekstrinsik Ligamentum Instrinsik
1. Membran Tirohyoid Membran Quadrangularis
2. Ligamentum Tirohyoid Ligamentum Vestibular
3. Ligamentum Tiroepiglotis Konus Elastikus
4. Ligamentun Hyoepiglotis Ligamentum Krikotiroid Media

7
5. Ligamentum Krikotrakeal Ligamentum Vokalis

Gambar 2.1 Struktur kartilago laring(7)


2.1.3 Otot Laring(6)
Tabel 2.3 Jenis-jenis otot laring
Otot ekstrinsik Otot Instrinsik
Otot
Otot Infrahyoid/otot
Suprahyoid/ele Otot Adduktor Otot Abduktor Otot tensor
depresor laring
vator laring
Stilohyoideus Omohyoideus Interaritenoideu Krikoaritenoide Tiroaritenoideus
s trasversal us posterior (interna)
Geniohyoideus Sternokleidomastoide Interaritenoideu Muskulus
us s oblik vokalis (interna)
Genioglossus Triohyoideus Krikotiroideus Krikotiroideus
(Eksternus)
Milohyoideus Krikotiroideus
lateral
Digastrikus
Hioglossus

Tabel 2.4 Jenis-jenis otot instrinsik


Nama Otot Origo Insersio Persarafan Fungsi
Otot-otot yang mengendalikan aditus laring
m.arytenoideus Processus Apex N. laryngeus Menyempitkan
obliquus muscularis cartilaginis recurrens aditus dengan
cartilaginis arytenoidea sisi mendekatkan
arytenoideae yang berlawanan plica

8
aryepiglottica
m.thyroepiglottica Facies medialis Pinggir lateral N. laryngeus Melebarkan
cartilaginis epiglottis dan recurrens aditus dengan
thyroideae plica memisahkan
aryepiglottica kedua plica
aryepiglottica
Otot-otot yang mengendalikan gerakan plica vocalis
m.cricothyroideus Sisi cartilago Pinggir bawah N. laryngeus Menegangkan
criocoidea dan cornu externus plica vocalis
inferior cartilago
thyroidea
m.thyroaryteniodeu Permukaan Cartilago N. laryngeus Relaksasi plica
s (vocalis) dalam cartilago aryteniodea recurrens vocalis
thyroidea
m.cricoarytenoideus Pinggir atas Processus N. laryngeus Adduksi plica
lateralis cartilago muscularis recurrens vocalis dengan
cricoidea cartilaginis memutar
aryteniodeae cartilago
aryteniodea
m.cricoaryteniodeus Permukaan Processus N. laryngeus Abduksi plica
posterior belakang muscularis recurrens vocalis dengan
cartilago cartilaginis memutar
cricoidea arytenoideae cartilago
arytenoidea
m.arytenoideus Permukaan Permukaan N. laryngeus Menutup bagian
transversus belakang dan belakang dan recurrens posterior rima
media cartilago medial cartilago glottidis dengan
aryteniodea sisi aryteniodea mendekatkan
yang kedua cartilago
berlawanan aryteniodea

9
Gambar 2.2 Struktur otot dan saraf laring(7)
2.1.4 Persarafan Laring(6)
Saraf sensorik yang mempersarafi membrana mukosa laring di atas plika
vokalis berasal dari n. Laryngeus internus, cabang dari n. Laryngeus superior
(cabang n. Vagus). Dibawah plika vokalis, membrana mukosa dipersarafi
oleh n. Laryngeus reccurens.
Saraf motorik ke otot-otot instrinsik laring berasal dari n. laryngeus
recurrens, kecuali m. cricothyiroideus yang dipersarafi oleh ramus laryngeus
externeus dari n. laryngeus superior (n. vagus).

2.1.5 Perdarahan dan Drainase Limfe Laring(6)


Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus
superior a. thyoidea superior. Setengah bagian bawah laring disuplai oleh
ramus laryngeus inferior a. thyroidea inferior.
Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei cervicales profundi.

10
Gambar 2.3 Struktur Pembuluh Darah Laring(7)
2.1.6 Struktur laring bagian dalam(7)
Cavum laring dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Supraglotis (vestibulum superior) yaitu ruang diantara permukaan atas
pita suara palsu dan inlet laring.
b. Glotis (pars media) yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu
dengan pita suara sejati serta membentuk ringga yang disebut ventrikel
laring morgagni.
c. Infraglotins (pars inferior) yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan
tepi bawah kartilago krikoidea.

2.1.7 Bagian penting dalam laring(6,7)


a. Aditus laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis,
lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata
dan tepi atas muskulus aritenoideus.
b. Rima vestibuli
Celah antara pita suara palsu
c. Rima glotis
Deidepan merupakan celah antara pita suara sejati, dibelakang diantara
prossesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
d. Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.

11
e. Plika ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari
kartilago epiglotika ke karilago aritenioidea dan kartilago kornikulata.
f. Sinus piriformis (hipofaring)
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea
g. Incisura interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan
kiri
h. Vestibulum laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membran kuadringularis, kartilago
aritenoid, permukaan atas prosesus vokalis kartilago aritenoidea dan
muskulus interaritenoidea.
i. Plika ventikularis (pita suara palsu)
Pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago
aritenoidea untuk menutup glottis dalm keadaan terpaksa, merupakan dua
lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringa ikat ti[is ditengahnya.
j. Ventrikel laring morgagni (sinus laringeus)
Ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari
ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas keatas diantara pita
suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi oleh epitel
berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang
fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau
sakulus ventrikel laring.
k. Plika vokalis (pita suara sejati)
Terdapat dibagian bawah laring. Tiga perlima bagian dibentuk oleh
ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan
dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago
aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.

2.2 Histologi Laring(8)


Epiglotis adalah bagian superior laring yang menonjol ke atas dari dinding
anterior laring. Struktur ini memiliki permukaan lingualis dan laringeal.
Kerangka epiglotis dibentuk oleh tulang rawan elastik epiglotis di bagian
tengah. Mukosa lingual (sisi anterior) dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa

12
lapisan tanduk. Lamina propria di bawahnya menyatu dengan jaringan ikat
perikondrium tulang rawan elastik epiglotis.
Mukosa lingual dengan epitel berlapis gepeng melapisi apeks epiglotis dan
sekitar separuh dari mukosa laringeal (sisi posterior). Ke arah basis epiglotis di
permukaan laringeal, epitel berlapis gepeng berubah menjadi epitel bertingkat
semu silindris bersilia. Dibawah epitel lamina propria pada sisi laringeal epiglotis
terdapat kelenjar seromukosa tubuloasinar.
Selain lidah, kuncup kecap dan nodulus limfoid soliter mungkin terlihat di
epitel lingualis atau epitel laringeal.

Gambar 2.4 Histologi epiglotis(8)


Plika vokalis palsu (superior) juga disebut pita suara dilapisi oleh mukosa
yang bersambungan dengan permukaan posterior epiglotis. Seperti di epiglotism
plika vokalis palsu dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel
goblet. Di lamina propria terdapat banyak kelenjar campuran seromukosa.
Ventrikulus adalah lekukan atau resesus dalam yang memisahkan plika
vokalis palsu (superior) dari plika vokalis sejati (inferior). Mukosa di dinding

13
ventrikulus mirip dengan plika vokalis palsu. Nodulus limfoid lebih banyak di
daerah ini dan kadang-kadang disebut “tonsil laringeal”. Lamina propria menyatu
dengan perkondrium tulang rawan hialin tiroid. Dinding bawah ventrikulus
membuat peralihan menjadi plika vokalis sejati.
Mukosa plika vokalis sejati dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk dan lamina propia padat yang tipis tanpa kelenjar, jaringan limfoid,
atau pembuluh darah. Di apeks plika vokalis sejati yaitu ligamentum vokalis
dengan serat elastik padat yang meluas ke dalam lamina propria dan otot rangka
vokalis di dekatnya. Otot rangka tiroaritenoid dan tulang rawan tiroid membentuk
dinding lainnya.
Epitel laring bagian bawah berubah menjadi epitel bertingkat semu
silindris bersilia, dan lamina propria mengandung kelenjar campuran seromukosa.
Tulang rawan hialin krikoid adalah tulang rawan terbawah di laring.

Gambar 2.5 Histologi Laring(8)

2.3 Fisiologi Laring(9)


Laring mempunyai 3 fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya terlihat pada uraian berikut :

14
1. Fungsi Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling
kompleks. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis.
Bila plika vokalis dalam keadaan aduksi, maka m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikotaritenoid posterior akan
menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang.Plika vokalis kini
dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi
m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga
plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika
vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
2. Fungsi Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan cara
menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya
penutupan aditus laring karena pengangkatan laring ke atas akibat
kontraksi m.tiroaritenoid dan m. Aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika
sebagai sfingter. Penutupn rima glotis terjadi karena aduksi otot-otot
instrinsik laring . Akibatnya, sfingter dan epiglotis menutup, laring
bergerak ke atas dan ke depan yang menyebabkan celah proksimal laring
tertutup oleh dasar lidah. Struktrur ini mengalihkan makanan ke lateral
menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafrgma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan m.krikoaritenoid posterior terangsang
sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini
dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila
pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila
pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan
obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflekstoris,
sedangkan peningkatan pO2 dan hiperventilasi akan menyebabkan
hambatan pada pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 dan pH darah
paling berperan dalam mengontrol posisi pita suara

15
4. Fungsi sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan
peninggian intratorakal yang berpengaruh pada venous return.
Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan
bradikardi hingga henti jantung. Hal ini dapat terjadi karena reflek
krdiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang
terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan
Ramus komunikans N. Laringeus Posterior. Bila serabut ini terangsang
terutama saat laring berdilatasi, akan menyebabkan penurunan denyut
jantung.
5. Fungsi Fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar
tetap tinggi, misalnya batuk dan mengedan.
6. Fungsi Menelan
Pada saat menelan faring bagian bawah mengalami kontraksi yang
dipengaruhi oleh M.Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus
dan M. Stilofaringeus, faring mengalami kontraksi sepanujang kartilago
krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis
lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan
faringoesophageal. Laring menutup untuk mencegak makanan atau
minuman masuk ke jalan napas dengan cara mengkontraksikan orifisium
dan penutupan laring oleh epiglotis.
7. Fungsi Batuk
Bentuk plik vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorkal meningkat. Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan
laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang
merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.
8. Fungsi Emosi
Perubahan emosi dapt menyebabkan perubahan fungsi laring,
misalnya pada waktu menangis, kesakitan menggigit dan ketakutan.

16
2.4 Definisi Karsinoma Laring(10,11)
Karsinoma laring merupakan keganasan laring meliputi plika vokalis
(glotis), supraglotis dan subglotis disebabkan oleh tumor epitel ganas yang
menyebabkan perubahan skuamosa pada laring, dan merupakan neoplasma yang
paling umum pada laring.

2.5 Etiologi Karsinoma Laring(12,13)


1. Rokok
Pengaruh nikotin pada rokok dapat menyebabkan hiperplasia dan
metaplasia pada mukosa laring sehingga dapat menjadi pencetus terjadinya
kanker laring. (2)
2. Alkohol
Resiko seseorang terkena kanker laring akan lebih besar pada orang
dengan kebiasaan minum alkohol.
3. HPV
Human Papilloma Virus dapat menyebabkan perubahan genom pada
keratinosit di sel epitelium mulut dan tenggorokan.(3)
4. Chronic gastric reflux
Cairan asam labung yang naik dan mengenai laring dapat menyebabkan
erosi pada laring, infeksi dan menyebabkan timbulnya granuloma pada
pita suara
5. Poor nutrition
Defisiensi vitamin B dan vitamin A dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker laring.
6. Gender
Laki-laki memiliki resiko yang lebih besar daripada wanita dengan
perbandingan 4:1. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak merokok dan
minum alkohol dibandingkan wanita.
7. Age
Umur >65 lebih beresiko terkena kanker laring disebabkan penurunan
metabolisme menurun seiring bertambahnya usia.
8. Race

17
Orang Afrika Amerika lebih beresiko terkena kanker laring dibandingkan
orang latin dan asia.
2.6 Klasifikasi Karsinoma Laring(14)
Jika ditinjau dari anatomi laring, karsinoma laring dapat dibagi menjadi tiga
regio meliputi:
1. Karsinoma Supraglotis
Karsinoma supraglotik lebih
sedikit dibandingkan karsinoma
glotis. Lesi pada umumnya
ditemukan pada daerah epiglotis,
plika vestibular, diikuti daerah
lipatan aryepiglotis.
Penyebaran lesi pada karsinoma glotis bisa secara lokal ataupun menginvasi
bagian tengah dari valekula, dasar lidah dan fossa piriform. Selain itu, lesi
pada epiglotis infrahyoid dan ventrikular band anterior dapat menyebar
hingga ke ruang pre-epiglotis bahkan sampai penetrasi ke kartilago tiroid.
Metastase ke kelenjar limfe terjadi secara cepat.
Gejala klinis yang khas pada karsinoma supraglotis ialah odinofagia, disfagia,
dan sakit di telinga yang merupakan nyeri alih dari pembengkakan kelenjar
limfa leher. Penurunan berat badan,
obsruksi saluran napas, napas berbau
dan suara serak muncul terlambat.
2. Karsinoma Glotis
Kasus karsinoma laring terbanyak
terjadi pada area glotis. Penyebaran
lesi diawali pada bagian anterior,
mulai dari kommisura anterior kemudian ke sisi berlawanan. Setelah itu lesi
meluas ke bagian posterior hingga ke regio arytenoid. Lesi di bagian superior
dimulai dari ventrikel ke plika vokalis palsu dan di bagian inferior lesi meluas
ke regio subglotis. Mobilitas plika vokalis tidak berubah pada karsinoma
stadium awal. Plika vokalis yang terfiksasi mengindikasikan penyebaran lesi
sudah mencapai m.thyroarytenois dan menandakan prognosis yang buruk.

18
Gejala khas pada karsinoma ini ialah suara serak yang biasanya sudah muncul
pada stadium awal . Gejala ini muncul karena lesi pada plika vokalis
mempengaruhi kapasitas vibrator. Oleh sebab itu, karsinoma glotis sering
sudah terdeteksi pada stadium dini. Jika terjadinya peningkatan ukuran lesi
atau tumor disertai edema dan plika
vokalis terfiksir dapat menyebabkan
stridor dan obstruksi laring.
3. Karsinoma Subglotis
Karsinoma subglotis terjadi pada area
glotis sampai perbatasan bawah
kartilago krikoid. Lesi pada regio ini
jarang terjadi. Penyebaran lesi diawali di sebahagian sisi subglotis meluas ke
dinding anterior hingga ke subglotis sebelahnya bahkan kebawah hingga ke
trakea. Penyebaran lesi ke arah superior, tepatnya ke plika vokalis terlambat
sehingga suara serak tidak muncul pada awal terjangkit.
Karsinoma subglotis dapat menginvasi ke membran krikotyroid, pretrakeal,
paratrakeal, dan lower jugular nodes.
Gejala klinis awal pada karsinoma subglotis ialah stridor diikuti obstruksi
laring. Seriring berjalan waktu, lesi dapat menyebar hingga mengganggu
airway. Jika muncul keluhan suara serak, artinya lesi sudah menyebar hingga
permukaan bawah plika vokalis dan sudah menginfiltasi m.thyroarytenois.
Keluhan suara serak pada karsinoma subglotis jarang dikeluhkan pada
stadium dini.
Menurut UICC (Union International Centre Cancer) dan AJCC
(American Joint Committe On Cancer), pembagian karsinoma laring
menganut sistem klasifikasi TNM (T= perluasan dari tumor primer; N=
adanya kelenjar limfe regional; M= ada/tidaknya metastasis jauh). Sistem
TNM ini digunakan untuk mengklarifikasi tumor ganas sebelum dilakukan
terapi. Adapun sistem klasifikasi TNM yang digunakan pada karsinoma
laring, meliputi2,3:

Klasifikasi tumor supraglotis(15)


T Tumor primer
Tis Karsinoma in situ

19
T1 Tumor terbatas pada supraglotis dengan mobilitas plika vokalis normal
T2 Tumor menginvasi mukosa yang dekat dengan area supraglotis atau glotis
atau area diluar supraglotis tanpa fiksasi laring
T3 Tumor terbatas pada supraglotis dengan fiksasi plika vokalis diikuti invasi
area postkrikoid, jaringan pre epiglostis, dan lidah bagian dalam
T4 Tumor menginvasi kartilago tiroid dengan atau invasi ke jaringan ikat
leher, tiroid, atau esofagus.

Klasifikasi tumor glotis(5)


Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada plika vokalis dengan mobilitas yang normal (termasuk
mengenai kommisura naterior atau posterior)
T2 Perluasan supraglotik atau subglotik dengan mobilitas pita suara yang
normal atau terganggu atau keduanya
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi plika vokalis
T4 Tumor masif dengan destruksi kartilago tiroid atau perluasan di luar daerah
perbatasan laring atau keduanya

Klasifikasi tumor subglotis(15)


Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada subglotis
T2 Tumor meluas ke plika vokalis dengan normal atau mobilitas berkurang
T3 Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi plika vokalis
T4 Tumor menginvasi kartilago tiroid atau krikoid atau meluas ke jaringan
diluar laring, seperti orofaring, jaringan di leher.

Stadium karsinoma laring(15)


Stage 0 TIS N0 M0
Stage 1 T1 N0 M0
Stage 2 T2 N0 M0
Stage III TI N1 M0
T2 N1 M0
T3 N0, N1 M0
Stage IVA T4 N0, N1 M0
Stage IVB Any T 1,2,3 N2 M0
Stage IVC Any T Any N M1

2.7 Patofisiologi Karsinoma Laring(16)


Tumor atau sering dikenal dengan neoplasma adalah masa abnormal
jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan
pertumbuhan jaringan normal dan terus demikian walaupun rangsangan yang

20
memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang neoplasma
adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang
normal. Tumor ganas atau neoplasma ditandai dengan differensiasi yang beragam
dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai yang sama sekali tidak
berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel tidak berdiferensiasi atau
yang disebut dengan anaplastik. Tidak adanya diferensiasi pada sel dianggap
sebagai tanda utama keganasan. Neoplasma ganas (kanker) tumbuh dengan cara
infiltrasi, invasi, destruksi dan penetrasi progresif ke jaringan sekitar.
Sasaran utama kerusakan genetik adalah tiga kelas gen regulatorik normal
yaitu protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, tumor supresor gen (sel yang
dapat menekan kanker), dan progammed cell death (sel yang mengatur kematian
sel yang terencana). Selain gen-gen tersebut terdapat juga kerusakan pada gen
yang mengatur perbaikan DNA yang rusak sehingga memudahkan terjadinya
mutasi luas dan transformasi neoplastik.
Gen yang terkaitan dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks
enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe ganas,
diantaranya :
a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan)
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah
onkogen. Gen ini berasal dari mutasi proonkogen dan ditandai dengan
kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal
pendorong pertumbuhan yang normal. Pada keadaan fisiologik proliferasi sel
awalnya terjadi karena terikatny suatu fktor pertumbuhan ke reseptor spesifik
pada membran sel. Kemudian terjadi transmisi sinyal di lembar dalam plasma,
kemudian sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel. Selanjutny sel
masuk ke dalam dan mengikuti siklus sel yang akhirnya menyebabkan sel
membelah. Dengan mengetahui hal ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai
strategi yang digunkan sel kanker untuk memperoleh self-sufficiency.
b. Insensifitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan
Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen penekan
tumor TP53. TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliperatif, tetapi yang
tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis. Berbagai stres

21
yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen
yang tidak sesuai,dan kerusakan pada integritas DNA.
Apabila terjadi kerusakan pada TP53 secara homozigot, maka kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah
sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya yaitu menuju transformasi
keganasan.
c. Menghindari dari Apoptosis
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu sel dipengaruhi oleh gen yang
mendorong dan menghambat apoptosis. Rangkaian kejadian yang
menyebabkan apoptosi yaitu melaui reseptor kemtian CD95 dan kerusakan
DNA. Saat berkaitan dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami trimerisasi
dan domain kematian sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel FADD.
Protein ini merekrut prokaspse 8 untuk membentuk kompleks sinyal
penginduksi kematian. Jalur lain dipicu oleh kerusakan DNA akibat paparan
radiasi, bahan kimia dan stres. Mitokondria berperan dalam jalur ini untuk
melepaskan sitokrom c. Pembebasan sitokrom c merupakan kunci dari kejadian
apoptosis, dan hal ini dikendalikan oleh gen famili BCL2, sehingga peran
BCL2 dapat melindungi sel tumor dari apoptosis.
d. Kemampuan Replika Tanpa Batas
Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70 kali
dan setelah itu sel akan kehilangan kemampuan untuk embelah diri dan masuk
masa nonreplikatif. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk
menghindar dari prose penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase
sehingga telomer tetap panjang sehingga replikasi sel tanpa batas.
e. Terjadinya Angiogenesis yang Berkelanjutan
Angiogenesi merupakan aspek biologik yang berlawanan dengan
antiangiogenesis. Pertumbuhan tumor dikendalikan oleh faktor keseimbangan
antara angiogenesis dan antiangiogenesis. Terdapat dua faktor angiogenik
terkait tumor yang paling sering adalah vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan basic fibroblas growth factor. Sedangkan faktor antiangiogenesis
adalah trombospondin yang diinduksi oleh gen TP53 wild-type. Mutasi pada
gen TP53 wild-type menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1 sehingga
keseimbangan cenderung condong ke faktor angiogenik.

22
f. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis
Pada awalnya invasi terjadi karena peregangan sel tumor. Peregangan ini
terjadi oleh karena mutasi gen E-kaderin. Secara fisiologis gen ini bekerja
sebagai lem antar sel agar tetap menyatu. Proses selanjutnya adalah degradasi
lokal membran basal dan jaringan interstitinum. Invasi ini mendorong sel
tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak dan matriks yang
telah lisis.

2.8 Gejala Klinis Karsinoma Laring(17)


Gejala kanker laring terutama tergantung pada ukuran dan lokasi tumor.
Umumnya gejala Ca laring meliputi:
1. Perubahan suara menjadi serak
2. Sakit tenggorokan atau kesulitan menelan
3. Benjolan atau bengkak di leher
4. Batuk yang tidak hilang atau bertahab lama
5. Sakit telinga yang terus menerus
Beberapa orang mungkin juga mengalami bau mulut, sesak napas, suara
mengi bernada tinggi saat bernafas, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, atau kelelahan (kelelahan ekstrem).

2.9 Diagnosis(14,18)
Penegakan diagnosis karsinoma laring melalui tahapan-tahapan berikut ini:
A. Anamnesis
Pasien dengan karsinoma laring biasanya datang dengan keluhan berupa suara
serak, sumbat jalan napas, disfagia, otalgia, pembengkakan kelenjar limfe
leher, dan suara seperti “hot potato”. Namun, gejala suara serak tidak selalu
muncul diawal bergantung pada bagian yang terkena. Pasien dengan
karsinoma laring di regio supraglotik biasanya pada awalnya mengeluhkan
odinofagia, disfagia, dan sakit di telinga yang merupakan nyeri alih dari
pembengkakan kelenjar limfa leher. Penurunan berat badan, obsruksi saluran
napas, napas berbau dan suara serak muncul terlambat.
Pasien dengan karsinoma laring di regio glotis biasanya mengeluhkan suara
serak pada stadium awal dan jika tumor membesar hingga plika vokalis
terfiksir dalam muncul gejala berupa stridor dan obstruksi laring.

23
Pasien dengan karsinoma laring pada regio subglotis pada mulanya akan
mengeluhkan stridor diikuti obstruksi laring. Seriring berjalan waktu, lesi
dapat menyebar hingga mengganggu airway. Jika muncul keluhan suara
serak, artinya lesi sudah menyebar hingga permukaan bawah plika vokalis
dan sudah menginfiltrasi m.thyroarytenois. Keluhan suara serak pada
karsinoma subglotis jarang dikeluhkan pada stadium dini.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Laringoskopi indirek
a. Appearance of lession. Tampilan lesi berbeda beda, bergantung pada region
yang terkena.
(i) Area epiglotis suprahyoid lesi berbentuk eksofilik. Sedangkan jika lesi
pada area epiglotis infrahyoid lesi berbentuk ulkus.
(ii) Area plika vokalis lesi berbentuk nodul, ulkus dengan penebalan.
(iii) Lesi pada commisura anterior berupa jaringan granulasi.
(iv) Lesi pada area subglotis berupa nodul submukosa, yang melibatkan
sebagian bagian anterior.
b. Mobilitas plika vokalis
Kelemahan atau terfiksirnya plika vokalis mengindikasikan infiltrasi dalam ke
musculus tyroarytenoid, crycoarytenoid joint dan nervus laringeal recurrent
dan ini merupakan tanda yang penting.
c. Perluasan penyakit
Penyebaran penyakit ke vallecula, dasar lidah, dan fossa pyriform harus
diperhatikan.
d. Pemeriksaan leher
Pemeriksaan leher dilakukan untuk menemukan:
(i) Penyebaran penyakit ke luar laring
(ii) Metastasis nodul.
e. Radiografi
(i) X-Ray Thoraks, penting untuk menilai ada tidaknya koeksistensi penyakit
paru (seperti TBC), metastasis ke paru dan juga nodul mediastinum.
(ii) Soft tissue lateral view neck, melihat ada tidaknya perluasan lesi pada
epiglotis, lipatan aryepiglotik, arytenoid dan termasuk ruang preepiglotik.

24
Selain itu, pemeriksaan ini juga digunakan untuk melihat ada/tidaknya
destruksi pada kartilago tiroid.
(iii) CT-Scan, digunakan untuk melihat perluasan tumor, ada/tidaknya invasi
pada pre epiglotis atau ruang paraglotik, desrtruksi cartilago dan nodul
limfe servikal.
(iv) MRI, digunakan untuk melihat ada tidaknya sel kanker setelah radioterapi.
f. Laringoskopi Direk, pemeriksaan ini dilakukan untuk (i) melihat bagian yang
tersembunyi dari laring, meliputi epigltotis infrahyoid, commisura anterior,
ventrikel, dan subglotis; (ii) melihat perluasan penyakit.
g. Mikrolaringoskopi, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat lesi kecil pada
pita suara. Pemeriksaan ini menggunakan bantuan misroskop dan
menghasilkan spesimen biopsi yang akurat tanpa merusak pita suara.
h. Supravital Staining dan Biopsi, Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
bagian yang akan di biopsi pada lesi berupa leukoplakia. Prosedurnya satu tetes
zat warna supravital yaitu Toluidin Blue (TB) ditetesi pada lesi laring
kemudian cuci dengan salin. Selanjutnya periksaa menggunakan mikroskop.
Karsinoma in situ dan karsinoma superfisial akan menyerap pewarnaan
sedagkan leukoplakia tidak menyerap warna. Hal inimembantu dalam
menentukan lokasi biopsi pada patch leukoplakia.

2.10 Penatalaksanaan(14)
Tatalaksana karsinoma laring bergantung pada lokasi lesi dan perluasan
lesi, ada/tidaknya nodul serta metastase jauh. Penatalaksanaan karsinoma laring
terdiri dari1,3:
1. Radioterapi
Radoterapi kuratif dicadangkan untuk stadium dini yang tidak
mengganggu mobilitas plika vokalis atau belum menginvasi kartilago dan
kelenjar limfe servikal. Lesi di plika vokalis tanpa gangguan mobilitasnya
memberikan angka kesembuhan 90% setelah penyinaran dan memiliki
keuntungan dalam pelestarian suara. Sedangkan lesi eksofilik superfisial,
terutama di ujung epiglotis dan lipatan aryepiglotis memberikan
kesembuhan 70-90%. Radioterapi tidak dianjurkan pada lesi dengan plika
vokalis terfiksir, meluas ke subglotis, menginvasi kartilago dan metastase
ke kelenjar limfe. Pembedahan merupakan alternatif.

25
2. Pembedahan
(i) Pembedahan konservatif, terdiri dari:
(a) Eksisi plika vokalis setelah pembelahan laring (kordektomi
dengan laryngofissure)
(b) Eksisi plika vokalis dan bagian kommisura anterior
(laryngektokmi frontolateral parsial)
(c) Eksisi supraglotis seperti epiglotis, lipatan aryepiglotik, plika
vokalis palsu dan ventrikel (laryngektomi horizontal parsial)
(ii) Laringektomi total, yaitu pengangkatan seluruh laring termasuk tulang
hyoid, ruang pre-epiglotik, tendon, dan satu atau lebih cincin trakea
akan dilepas. Dinding faring diperbaiki, kenudian ujung bawah trakea
dijahit ke kulit untuk bernapas.
Pada metastase kelenjar limfe, laringektomi dapat dikombinasikan dengan
blok pembedahan. Total laringektomi diindikasikan pada kondisi berikut
ini:
(a) Lesi T3
(b) Lesi T4
(c) Invasi ke kartilago tyroid dan krikoid
(d) Melibatkan kartilago arytenoid bilateral
(e) Lesi pada kommisura posterior
(f) Gagal radioterapi dan pembedahan konservatif
(g) Karsinoma transglotik, seperti tumor yan melibatkan glotik dan
supraglotik melewati ventrikel, menyebabkan plika vokalis terfiksir.
3. Terapi kombinasi (Pembedahan dengan pre atau post operasi radioterapi)
Pembedahan ablasi dapat dikombinasikan dengan radiasi pre atau pos
operasi untuk menurunkan kejadian kekambuhan. Radiasi post operasi
juga dapat membuat node dapat direseksi.
4. Endoscopy CO2 lacer excision
Karsinoma laring dengan plika vokalis tidak terfiksir, selain dapat diterapi
dengan radioterapi juga dapat diterapi dengan laser CO2. Keuntungan eksisi
laser CO2 lebih murah dan durasi terapinya lebih singkat.
5. Pemeliharaan Organ

2.11 Komplikasi(19)

26
1. Pembedahan
Komplikasi segera pasca pembedahan meliputi atelektasis, pneumonia,
emfisema subkutan berat di leher, perdarahan, dan sumbatan jalan nafas.
Komplikasi lambat yaitu ekstruksi tulang rawan dan stenosis laring.
Sedangkan komplikasi total dari pembedahan Ca. Laring adalah
perdarahan, ruptur karotis dan hingga kematian.
2. Terapi radiasi
Setelah radiasi, kualitas dan volume suara cenderung berkurang. Hal ini
dapat menyebabkan suara menjadi serak. Edema laring paling umum
setelah penyinaran untuk kanker laring. Steroid telah digunakan untuk
mengurangi edema akibat radiasi sekunder. Jika terjadi ulserasi dan nyeri,
antibiotik digunakan. Nekrosis jaringan lunak yang menyebabkan
chondritis terjadi pada sekitar 1% pasien.
3. Terapi kombinasi
Penyinaran pra operasi dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi
operasi dan rawat inap yang berkepanjangan. Efek samping utama
pengobatan kombinasi adalah peningkatan fibrosis jaringan lunak, stenosis
stomal, dan striktur faring

BAB III
LAPORAN KASUS

27
1.1 Identitas Pasien

Nama : M. Husin Ismail


Tanggal Lahir : 01-07-1928
Umur : 88 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Gampong Rhing Mancang Meureudu, Pidie Jaya
No. CM : 0-96-03-30
Tanggal Masuk : 18 April 2017
Tanggal Pemeriksaan : 24 April 2017

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Benjolan di leher bawah bagian kanan


Keluhan Tambahan: Suara serak, sakit saat menelan
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan benjolan di
leher bawah bagian kanan, benjolan sudah dirasakan sejak 4 tahun yang
lalu dengan ukuran 4x3x2 cm, tidak mobile, terfiksir, tidak nyeri saat
ditekan, konsistensi keras, permukaannya tidak rata, tidak terdapat
perubahan warna, tidak ada ulkus. Pasien juga mengeluhkan suara serak
selama 1 hingga 2 bulan pada 4 tahun yang lalu yang lama-kelamaan suara
menghilang, nyeri saat menelan dan sesak napas terutama ketika tidur juga
dikeluhkan. Pasien sudah melakukan trakeostomi, pengangkatan massa
(eksisi tumor), kemoterapi tapi tidak lengkap dan radioterapi selama 4
tahun yang lalu di Medan. Pada tahun 2014, pasien melanjutkan
kemoterapi di Banda Aceh. Diakhir tahun 2015, pasien mengeluhkan
benjolan muncul kembali pada tempat yang sama dengan ukuran 7x4x3
cm, tidak mobile, terfiksir, tidak nyeri saat ditekan, konsistensi keras,
permukaanya tidak rata, tidak terdapat perubahan warna, tidak ada ulkus.
Pasien menjalani kemoterapi dan benjolan perlahan mulai mengecil
dengan ukuran terakhir 1x2x0,5 cm. Pasien masih menjalani kemoterapi

28
hingga sekarang, kemoterapi terakhir dijalani pada tanggal 12 April 2017.
Setelah itu, kondisi pasien mengalami penurunan, pasien mengeluhkan
sulit buang air kecil (BAK), penurunan kesadaran 2 hari, batuk dan sesak
napas.
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah mengeluhkan hal serupa
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang pernah atau
sedang menderita penyakit seperti pasien
Riwayat Penggunaan Obat: Obat kemoterapi
Riwayat Kebiasaan Sosial: Pasien memiliki riwayat merokok ± 1 bungkus
per hari

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Internus
Keadaan Umum : Kesan sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,9oC
Pernafasan : 20 x/menit
Pemeriksaan Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali
Sianosis : Negatif
Ikterus : Negatif
Edema : Positif
Pemeriksaan Kepala
Kepala : Normocephali
Rambut : Tidak ada
Wajah : Simetris (+)
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (+/+), ikterik
(-/-), sekret (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+), pupil
bulat isokor (3mm/3mm)
Telinga : Serumen (-/-), normotia, CAE tenang (+/+), sekret

29
(-/-) membran timpani intak (+/+), refleks cahaya
(+/+)
Hidung : Cavum nasi hiperemis (-/-), konka inferior
hipertrofi (-/-),mukosa hiperemis (- /-),sekret (-/-)
pasase udara (+/+)
Mulut : Gigi berlubang (-), Gusi bengkak (-)
Bibir : Kering (-), sianosis (-)
Lidah :Simetris, tremor (-), hiperemis (-), kesan kotor/putih
(+), massa sublingual(-)
Orofaring : Tonsil T1/T1, Detritus (-/-), kripta tidak melebar,
bercak putih (+), ulkus didinding kanan dan kiri (+)

Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Asimetris, retraksi (-), tanda inflamasi (+)
Palpasi : Pembesaran KGB (-)

Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest, iga tampak jelas
Dinamis : Pernapasan thorakoabdominal, retraksi
suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
epigastrium (-)
Paru
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis,
Kanan Kiri
Palpasi SF ka = SF ki SF ka = SF ki
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+), ronki (-) Vesikuler (+)
wheezing (-) ronki (-) wheezing (-)

Jantung

Auskultasi : BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-)

30
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), defans muscular (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani, ”shifting dullness” (-), “tapping pain”(-)
Auskultasi : Peristaltik 3x/menit, kesan normal

Tulang Belakang
Bentuk : Simetris
Nyeri tekan : Negatif
Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB : (-)
Ekstremitas

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema + - - -
Fraktur - - - -

Hasil 24/3-17 18/4-17 21/4-17 22/4-17 Nilai


Rujukan

Hemoglobin 11,2 10,0 9,3 11,1 14,0-


17,0

Hematokrit 33 28 26 31 45-55

Eritrosit 4,2 3,8 3,4 4,2 4,7-6,1

Leukosit 3,5 0,5 1,2 6,6 4,5-10,5

Trombosit 255 139 67 66 150-450

Eosinofil 1 0 0 0 0-6

Basofil 1 6 0 0 0-2

31
Netrofil 0 0 0 0 2-6
Batang

Netrofil 77 60 76 85 50-70
Segmen

Limfosit 12 28 8 7 20-40

Monosit 9 6 16 8 2-8

Albumin 2,86 3,5-5,2

Kalsium 4,8 6,2 8,6-10,3

Natrium 114 125 133 132-146

Kalium 2,7 2,4 2,3 3,7-5,4

Klorida 71 98 101 98-106

GDS 139 <200

Ureum 79 13-43

Kreatinin 2,30 0,67-


1,17

2.4 Diagnosis Banding


1. Karsinoma Laring
2. Vocal Nodul
3. Polip Pita Suara
4. Kista Pita Suara

32
2.5 Diagnosis Kerja
Karsinoma Laring

2.6 Planning
Operatif (Eksisi Tumor Laring), Trakeostomi, Kemoterapi dan Radioterapi

2.7 Penatalaksanaan
1. IVFD RL + Clinimix + Nacl 0,9%
2. Ivelip 20 tetes/menit
3. Ranitidin inj 1amp/8 jam
4. Cefoperazone sulbactam Amp/ 12 jam
5. Glukonas Amp/8 jam
7. KSR 1x600 mg
8. Nystatin drop 3x2 cc
9. Osteocal tab 3x1
10. New diatab 2x1 tab

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

33
BAB IV
ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien karsinoma laring ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis
pasien berusia 88 tahun datang dengan keluhan benjolan di leher bagian bawah
sebelah kanan sejak 4 tahun yang lalu disertai dengan suara yang serak dan nyeri
saat menelan, pasien telah menjalani pengobatan untuk karsinoma namun bengkak
masih hilang timbul, sekarang pasien mengeluhkan setelah menjalani kemoterapi
pada tanggal 12 April 2017 lalu. Pasien mengeluhkan sulit buang air kecil (BAK),
penurunan kesadaran 2 hari, batuk dan sesak napas. Pasien sebelumnya pernah
tidak pernah mengalami keluhan yang sama dengan sekarang. Pasien memiliki
riwayat merokok ± 1 bungkus per hari. Pasien memiliki riwayat mengonsumsi
obat kemoterapi.
Pada pemeriksaan status lokalis ditemukan leher dalam keadaan asimetris,
retraksi (-), tanda inflamasi (+) dan pembesaran KGB (-). Terapi medikamentosa
pada pasien ini adalah IVFD RL + Clinimix + Nacl 0,9%, Ivelip 20 tetes/menit,
Ranitidin inj 1amp/8 jam, Cefoperazone sulbactam Amp/ 12 jam, Glukonas
Amp/8 jam, KSR 1x600 mg, Nystatin drop 3x2 cc, Osteocal tab 3x1, New diatab
2x1 tab.
Kasus Pembahasan
Anamnesis: Pasien merupakan Karsinoma laring banyak dijumpai pada
seorang laki-laki berusia 88 tahun. laki-laki usia diatas 60 tahun, merokok,
penggunaan alkohol berlebihan dan
status sosioekonomi menengah kebawah.
(18)

Anamnesis: Pasien datang dengan Pada karsinoma laring, terjadi mutasi


keluhan benjolan di leher bagian pada sel P53 yang mana sel ini bekerja
bawah sejak 4 tahun yang lalu. untuk menimbulkan efek antiproliferatif,
mengendalikan apoptosis, monitor
sentral, untuk stress dan penghentian
siklus sel., sehingga apabila terjadi
mutasi genetik pada sel P53 akan
menyebabkan siklus sel terus berlanjut

34
dan jumlah sel terus diproduksi yang
akan membuat munculnya tumor pada
karsinoma laring.
Anamnesis: Keluhan ini disertai Pada karsinoma laring, pertumbuhan sel
dengan suara serak hingga karsinoma menyebabkan pita suara tidak
menghilang. berfungsi dengan baik sehingga
menyebabkan ketidakteraturan pita suara,
oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi,
ligamen, krikotiroid dan menyerang
saraf, sehingga menyebabkan kualitas
suara menjadi kasar, sumbang dan
nadanya rendah. Timbulnya suara serak
tergantung pada letak tumor di laring,
apabila tumor timbul pada pita suara asli,
serak merupakan gejala dini dan
menetap, apabila tumor tumbuh di daerah
ventrikel laring, dibagian bawah plika
ventrikularis atau dibatas bawah plika
ventrikularis atau dibatas inferior pita
suara, serak akan timbul kemudian.
Namun, tumor yang tumbuh pada daerah
supraglotis dan subglotis, serak akan
timbul kemudian bahkan tidak timbul.
Anamnesis: Pasien dengan sesak Sesak napas terjadi akibat tumor pada
napas terutama ketika tidur. supraglotis atau pada glotis sudah
menutupi rima glotis yang akan
menyebabkan obstruksi pada jalan napas
yang menimbulkan manifestasi klinis
sesak napas.(21)
Anamnesis : Pasien memiliki Rokok mengandung senyawa-senyawa
riwayat merokok lebih kurang 1 yang dapat berpotensi menimbulkan
bungkus per hari tumor dan kanker. Efek dari kandungan
4-(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-

35
butanone (NNK) dan N’-
nitrosonornicotine (NNN) akan
mengaktifkan mutasi gen dan merusak
gen yang berperan untuk menekan tumor
dengan membentuk DNA-adduct yang
bersifat karsinogenik. Selain itu,ikatan
NNN dan NNk dengan reseptor nikotin-
asetilkolin akan menyebabkan
pertumbuhan sel tumor dengan cara
meningkatkan dan mengatur ulang
proliferasi sel, kelangsungan hidup,
migrasi, dan invasi sehingga dapat
membentuk lingkungan baru untuk
tumor. (20)
Pemeriksaan Fisik: Inflamasi merupakan respon protektif
Leher : Asimetris (+), tanda setempat yang ditimbulkan oleh
inflamasi (+) karsinoma, yang berfungsi untuk
mengurangi baik agen pencedera maupun
jaringan yang cedera. Gejala pada
inflamasi dapat berupa rubor. Gejala
rubor ini diakibatkan karena pada saat
terjadi inflamasi mediator inflamasi
seperti histamin menjadi aktif yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah yang akan membuat pada daerah
inflamasi tampak merah atau hiperemis.
Selain itu, pada pasien juga banyak yang
mengeluhkan rasa panas (kalor). Rasa
panas ini terjadi akibat darah yang lebih
banyak terdapat pada daerah radang
daripada sekitarnya, kemudian pada
reaksi inflamasi juga terdapat rasa sakit
(dolor) yang disebabkan oleh adanya
peregangan jaringan dan adanya

36
pengeluaran dari mediator nyeri seperti
prostaglandin. Pada saat inflamasi,
jaringannya akan mengalami gangguan
fungsi yang disebut dengan functio lesa.
Pada saat inflamasi juga terjadi
pengeluaran cairan yang kaya protein ke
interstisium yang menyebabkan
menurunnya tekanan osmotik interstitium
sehingga air dan ion keluar ke
ekstravaskuler, sehingga terjalin
akumulasi cairan di ekstravaskuler yang
menyebabkan tumor. Hal inilah yang
membuat leher terlihat asimetris.
Pemeriksaan Fisik: Pasien yang mendapatkan obat
Orofaring : Bercak putih (+), ulkus kemoterapi cenderung beresiko pada
di dinding kanan dan kiri (+) penurunan dari produksi leukosit
sehingga berdampak pada penurunan
sistem kekebalan tubuh sehingga rentan
terserang infeksi. Gejala berupa bercak
putih dibagian orofaring merupakan salah
satu bentuk dari infeksi jamur, sedangkan
ulkus merupakan efek samping dari
kemoterapi.(22)
Tatalaksana IVFD RL, Clinimix dan NaCl 0,9%
Medikamentosa(23) Tujuan pemberian IVFD RL adalah
memberikan atau menggantikan cairan
tubuh yang mengandung air dan
elekrolityang tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui oral.
Tujuan pemberian Clinimix adalah
sebagai nutrisi parenteral ketika
pemberian melalui oral tidak tercukupi,
nutrisi yang terdapat pada Clinimix
adalah Asam amino dengan nitrogen 9

37
g/L, glukosa 20g/100mL, dan elektrolit.
Ivelip 20 gtt/menit
Ivelip diberikan sebagai sumber energi
dan asam lemak essensial untuk pasien
yang mendapat nutrisi parenteral. Pasien
yang memiliki metabolisme lemak yang
buruk tidak dapat diberikan obat ini.
Ranitidin Injeksi 1 Amp/8 jam
Ranitidine merupakan obat yang
termasuk dalam golongan antihistamin
yaitu H2-antagonis yang digunakan
untuk mengurangi produksi asam
lambung sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri. Obat ini juga dapat diindikasikan
untuk perlindungan terhadap pasien yang
memiliki riwayat asam lambung yang
tinggi.
Cefoperazone Sulbactam 1 Amp/12 jam
Cefaperazone merupakan salah satu jenis
antibiotik golongan sefalosporin yang
berfungsi sebagai obat antibiotik bakteri
pseudomonas. Di dalam tubuh
cefaperazone bekerja dengan cara
mencegah proses sintesis dinding sel
bakteri. Pada kasus ini antibiotik
dibutuhkan untuk mencegah efek
kemoterapi yaitu penurunan sistem
imunitas tubuh.
Glukonas 1 Amp/8 jam
Glukonas diberikan untuk mencegah atau
mengobati kadar kalsium yang rendah.
Obat ini juga dapat mengobati
kekurangan kalsium yang disebabkan

38
oleh pengeroposan tulang, osteomailaise,
dan mengurangi kerja kelenjar paratiroid
dan masalah otot lainnya.
KSR 1x600 mg
Obat KSR merupakan suplemen kalium
yang diberikan jika seseorang memilki
kadar kalium yang rendah didalam darah
atau hipokalemia. Pada pasien ini
memiliki kadar kalium sebesar 2,3
mmol/L
Nistatin drop 3x2 cc
Nistatin memiliki aktivitas antifungi (anti
janur), yaitu dengan mengikat sterol
(terutama ergosterol) dalam membran
fungi. Nistatin tidak aktif melawan
organisme (bakteri) yang tidak
mempunyai sterol pada membran selnya.
Hasil dari ikatan ini akan membuat
membran tidak dapat berfungsi sebagai
tintangan yang selektif dan kalium serta
komponen sel lainnya akan menghilang.
Indikasi diberikannya nistatin pada
pasien berdasarkan gejala yang timbul
pada pasien setelah kemoterapi.
Osteocal tab 3x1
Osteocal berfungsi untuk mencegah dan
mengobati defisiensi kalsium,
osteomalasia, osteoporosis serta menjaga
kesehatan tulang dan gigi. Kandungan
yang terdapat dalam obat ini adalah
kalsium karbonat 1,25 mg, vitamin D,
magnesium 40 mg, Zn 7,5 mg, dan
natirum fluoride 1 mg.

39
New diatab 2x1 tab
New diatab merupakan obat yang
mengandung zat magnesium yang dapat
menyerap cairan dan racun pada
kotoran.dengan demikian, konsistensi
kotoran akan kembali padat dan diare
dapat berkurang.

40
BAB V
KESIMPULAN

Karsinoma laring didefinisikan keganasan laring meliputi plika vokalis


(glotis), supraglotis dan subglotis disebabkan oleh tumor epitel ganas yang
menyebabkan perubahan skuamosa pada laring, dan merupakan neoplasma yang
paling umum pada laring. Gejala umum karsinoma laring yaitu Perubahan suara
menjadi serak, Sakit tenggorokan atau kesulitan menelan, Benjolan atau bengkak
di leher, Batuk yang tidak hilang atau bertahan lama. Klasifikasi dari karsinoma
laring berdasarkan letak lesi yatu supraglotik, glotik dan subglotik.Antibiotik
merupakan kunci dalam penatalaksanaan rhinosinusitis akut. Radioterapi,
kemoterapi, pembedahan, endoscopy CO2 lacer excision, dan pemeliharaan organ
merupakan terapi pilihan. Terapi lain yang dapat diberikan jika diperlukan dalam
menangani efek samping dari pengobatan sesuai dengan gejala yang di keluhkan.
Komplikasi karsinoma laring dapat dilihat berdasarkan tatalaksana, untuk
pembedahan dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan, ruptur karotis dan
hingga kematian, untuk terapi radiasi komplikasi yang timbul adalah suara serak
akibat edema dan untuk terapi kombinasi dapat menimbulkan peningkatan fibrosis
jaringan lunak, stenosis stomal, dan striktur faring

41
DAFTAR PUSTAKA
1. Soejomataram.Global burden of cancer 2008: A SYSTEMATIC
NALYSIS OF DISABILITY ADJUSTED LIFE YEARS IN 12 WORLD
REGIONS. Lancet,2012:1840-50
2. .National Cancer Institute,2012
3. Dhingdr PL. Disease of Ear, Nose and Throat & Head And Neck Surgery
6th Edition,2014. India : Elsevier, 307-314
4. Rajkumar S Kalra. CARF (Collaborator of ARF) over expression in p53
defecient cells promote carcinogenesis.Japan: Molecular Oncology Ed
9,2015: 1877-1889
5. Adams, George L.,dkk. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2012:370-375
6. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta :
Penerbit Buku kedokteran EGC, 2012:805-813
7. Rosen, C.A and Simpson, B. Operative Techniques in Laryngology. Springerlink:
2008, 312
8. Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi diFiore edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, 2012: 350-352
9. J. Peter Hoordzij, MD. Otolaryngologiz Clinics of North America: Anatomy and
physiology of The larynx. USA : 2006, 1-10
10. Ferry F Freed. Ferri’s Clinical Advisor 5 Book in 1. 2015: 683. USA: Elsevier
11. Thompson L. Laryngeal Dysplasia, Squamous Cell Carcinoma, and
Variants. Surg Pathol [Internet]. Elsevier Inc; 2017;10(1):15–33. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.path.2016.10.003
12. Salturk Z, Atar Y, Uyar Y. Effects of Electronic Nicotine Delivery System
on Larynx : Experimental Study. 2015;1–4
13. Józe A, Marsza A, Osuch-wójcikiewicz E, Sk J, Klatka J, Pietruszewska
W, et al. Recommendations for the diagnosis of human papilloma virus
( HPV ) high and low risk in the prevention and treatment of diseases of
the oral cavity , pharynx and larynx . Guide of experts PTORL and KIDL
Rekomendacje dotycz ą ce diagnostyki wirusów brodawczaka ludzkiego
( HPV ) wysokiego ( HR ) i niskiego ryzyka ( LR ) w pro fi laktyce i

42
leczeniu chorób jamy ustnej , gard ł a i krtani . Stanowisko ekspertów
PTORL i KIDL. 2013;67:113–34.
14. Dhingra PL, Dhingra Shruti. Disease of Ear, Nose And Throat & Head
And Neck Surgery 6th Edition. 2014. India: Elsevier, 307-315
15. Saharia PS, Sinha Deepti. Clinical Atlas of ENT And Head & Neck
Disease. 2013; 78. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher
16. CARF (Collaborator of ARF) over expression in P53-deficient cells promote
carcinogenesis. Japan : Molecular Oncology ed-9. 2005: 1877-1889
17. National cancer Institute: What You Need to Know About Cancer ofthe Larynx.
USA: Department of Health and human Services. 2010, 9
18. Schiff a Bradley. Professional Version: Ear, Nose and Throat Disorder, Tumors
of The Head and Neck: Laryngeal Cancer. USA: Merck Sharp & Dohme Corp,
2017:1-4
19. Abraham, Gulley J, James L. Allegra Carmen J. Bathesda Handbook of Clinical
Oncology, 2nd Edition, Lippincatt Williams & Wilkins. 2005, 16-20\
20. Xue, Jiaping., Suping Yang and Seyha Seng. Mechanisms of Cancer
Induction by Tobacco-Specific NNK and NNN. USA & Chicago: Harvard
Medical School & University of Illinois., 2014: 1-10\
21. Stankovix, M., D. Milisavljevic, D. Mihailovic, I. Stankovic. Extensive
Laryngopharyngeal cavernous lymphangioma causing upper airway
obstruction. Acta Otorrinolaringologica Espanola Case Study, 2013
22. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014
23. Tjay, Tan Hoan and Kirana Rahardja. Obat-obat Penting: khasiat, penggunaan
dan efek-efek sampingnya. Jakarta : Elex media Computindo, 2014, 268-331

43

Anda mungkin juga menyukai