Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TITRASI REDOKS

Dosen pengampu : Lia Puspitasari, S.Farm, M.Si, Apt

Disusun oleh:

Rini Aryati ( 18334005 )

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanpa dipungkiri, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dengan konsumsi
banyak bahan makanan dan minuman. Dalam makanan-makanan dan minuman-minuman
tersebut terdapat beberapa bahan kimia yang mungkin membahayakan jika manusia
mengkonsumsinya terlalu banyak.Seperti contohnya asam oksalat, banyak makanan dan
minuman yang mengandung oksalat. Seperti kubis, bayam, dan berbagai minuman soda.
Penggunaan oksalat secara berlebihan dalam tubuh dapat menggangu kesehatan ginjal.
Banyak zat yang terkandung dalam udara, salah satunya oksigen. Oksigen dapat
mengoksidasi beberapa bahan kimia sehingga tidak murni lagi ketika akan digunakan. Untuk
mengetahui kadar atau konsentrasi dari bahan kimia tersebut dilakukan titrasi redoks.
Reaksi kimia yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi di kenal sebagai reaksi redoks.
Reaksi redoks di tandai dengan adanya perubahan bilangan oksidasi. Suatu reaksi redoks
dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi.
Metode analisis yang didasarkan pada proses reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dengan
analit dikenal sebagai titrasi redoks.
Berdasarkan uaraian di atas, maka Penulis bermaksut untuk membuat makalah tentang
Titrasi Redoks ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai titrasi redoks dan penggunaan
titrasi redoks seperti dalam penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate,
penentuan sulfit dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine dan lain-lain,
BAB II

ISI

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi juga dikenal sebagai analisis volumetri, dimana
zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan
dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Zat yang akan ditentukan kadarnya biasanya
diletakkan didalam erlemeyer, sedangkan zat yang tidak diketahui konsentrasinya biasanya
diletakkan di dalam buret atau sebaliknya. Titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasinya. Titrasi dibedakan menjadi 4, yaitu: 1)titrasi asam basa;
2)titrasi redoks; 3 )titrasi kompleksometri; dan 4)titrasi pengendapan.

Pada makalah ini dikhususkan untuk membahas titrasi redoks. Titrasi redoks merupakan
suatu metode analisa yang didasarkan pada terjadinya reaksi oksidasi reduksi antara analit
dengan titran. Analit yang mengandung spesi redukstor dititrasi dengan titran yang berupa
larutan standart dari oksidator atau sebaliknya. Konsep reaksi redoks tersebut merupakan konsep
reaksi reduksi oksidasin berdasarkan peruahan bilangan oksidasinya.

2.1 Prinsip Titrasi Redoks

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke


reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau
reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan
elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksiantara analit dengan titran, dimana
redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. Analit yang mengandung spesi
reduktor di titrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya.
Istilah okidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan biangan oksidasi.
Jadi proses oksidasi disertai dengn hilangnya electron sedangkan redulsi disertai dengan
pertamahan electron. Oksidator adalah senyawa di mna atom yang terkadung
mengalamipenurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi.oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama
dan salingmengkompensasisatu sama lain.istilah oksidator dan reduksi tidak mengacu pada
atom saja akan tetapi juga pada suatu senyawa. Jika suatu reagen berperan baik sebagai
oksidator atau reduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disporposionasi.

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan analit. Dalam
titrasi redoks biasanya digunakan potensiometeri untuk mendeteksi titik akhir, namun ada
pula yang mengunakan indikator yang dapat berubah warna nya dengan adanya kelebihan
titran yang digunakan

Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi
persyaratan umum sebagai berikut :

1.Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran elektron
secara stokhiometri.
2.Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur (kesempurnaan
99%).
3.Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator,contohnya


penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Indikator titrasi redoks tentunya tergantung dari jenisnya masing-masing dan pastinya
berbeda-beda. Ada yang menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi
redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah
juga sering dipakai untuk titrasi redoks misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.
Atau ada juga yang tidak menggunakan indikator seperti permanganometri. Biasanya dua
jenis indicator digunakan untuk menentukan titik akhir. Indicator tersebut adalah indicator
eksternal maupun indicator eksternal. Indicator dari jenis ini harus menghasilkan
perubahan potensial oksidasi di sekitar titik ekuivalen reaksi redoks.

Titik titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara
potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan
memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering
kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol
dengan kalium dikromat.

Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa
yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya
penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan
kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.

2.2 Macam-Macam Titrasi Redoks

Terdapat beberapa macam titrasi redoks, macam-macamnya adalah sebagai berikut:

1. Permanganometri
2. Iodine
3. Bromo
4. Cerimetri

1. PERMANGANOMETRI
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan
mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang
amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganate memberikan warna merah muda yang jelas
pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini
digunakanuntuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah dalam
medium HCL. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki kestabilan yang
terbatas.

Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang
terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:

MnO4- + 8 H + + 5 e Mn2+ + 4 H2O E0 = +1,51 V


(1)

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan


reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah
katalis untuk mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur
pengoksidasi yang cukup kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 , titik akhir
permanganate tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:

3 Mn2++ + 2 MnO4- + 2 H2O 5 MnO2 (s) + 4 H+

Ungu Tidak berwarna

Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral.
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat
reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-
titrasi permanganat.

Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam


permanganat terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:
4 MnO4- + 4 H + 5 MnO2 (s) + 3 O2 (g) + 2 H2O

Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan.
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO2. Namun
demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur
reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang
nantinya muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah.

Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang


dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain
dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah
dioksidasi.

Standar-standar Primer untuk Permanganat

a. Natrium Oksalat

Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk permanganat
dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi, stabil
pada saat pengeringan, dan non higroskopis. Reaksinya dengan permanganat agak sedikit
rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan
sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat,
namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak
sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam
reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi
dengan cepat dengan permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi
menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat,
kembali ke kondisi divalent.

Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan permanganat adalah

5C2O42- + 2MnO4- + 16H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang
mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan
pengadukan yang kuat. Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu penelitian yang
sangat mendalam terhadap kesalahan- kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka
menemukan beberapa bukti dari pembentukan peroksida

O2 + H2C2O4 H2O2 + 2 CO2

Dan bahwa apabila peroksida terurai sebelum bereaksi dengan permanganat,


terlalu sedikit dari larutan yang disebut terakhir digunakan dan normalitasnya yang
ditemukan adalah tinggi. Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh reaksinya
dan menganjurkan agar hampir semua permanganat ditambahkan secara cepat ke larutan
yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut
dipanaskan sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini
mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oleh pembentukan hidrogen
peroksida.

b. Arsen (III) Oksida


Senyawa As2O3 adalah standar primer yang sangat baik untuk larutan-larutan
permanganat. Senyawa ini stabil, nonhigroskopis, dan tersedia dengan tingkat kemurnian
yang tinggi. Oksida ini dilarutkan dalam natrium hidroksida dan larutan kemudian
diasamkan dengan asam klorida dan di titrasi dengan permanganat.

5HAsO2 + 2MnO4- + 6H+ + 2H2O 2Mn2+ + 5H3AsO4

(Asam yang di produksi dengan melarutkan AsO berprilaku sebagai sebuah asam
lemah monoprotik HAsO). Reaksi ini berjalan lambat pada suhu ruangan kecuali sebuah
katalis di tambahkan. Kalium iodida, KI, kalium iodidat, KIO3 , dan iodin monoklorida
ICl, telah dipergunakan sebagai katalis.
c. Besi

Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai standar
primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang diproduksi
selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh
permanganat berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran
besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang
lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini teroksidasi secara
bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan dalam oksidasi dari
As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.

Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut
larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam
larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam fosfat
menurunkan konsentrasi dari ion besi (III)dengan membentuk sebuah kompleks,
membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga menghilangkan warna
kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini tidak
berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.

2. TITRASI IODIN (I ODOMETRI DAN IODIMETRI)

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).

a. Titrasi langsung (iodimetri)


Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang bereaksi
secara langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial
reaksi sebesar +0,535 V. Iodium akan mereduksi senyawa – senyawa yang memilki
potensial reduksi lebih kecil dibandingkan dengan iodium. Pada reaksi oksidasi, iodium
akan mengalami reduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I-

larutan baku iodium dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa- senyawa
yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari pada sistem iodium-iodida
sebagaimana persamaan di atas atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa
yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfida,
sulfit, Stibium(III), timah(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat
ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan
tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif.
Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium
sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Reaksi yang terjadi:

OH O
OH O

+ I2 + 2HI
H2 H2
HO C HC HO C HC
O O O O
OH OH

Gambar 1 Oksidasi asam askorbat (vitamin C )dengan iodium


Menghasilkan asam dehidro askorbat

b. Titrasi tak langsung (iodometri)


Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem
iodium- iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO45H2O.
Iodometri terjadi pada zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana
zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai
titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.Garam
ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga
murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak
apa – apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat
dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :
- Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH.
- Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok
dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut
organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada dalam air.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai
berikut :

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + H2O

I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-

Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator kanji,
dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodine dapat
bertindak sebagai indicator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau
violet yang intens untuk zat – zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform.
Namun demikian, larutan dari kanji lebih umum dipergunakan karena warna biru gelap
dari kompleks iodin – kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.

3. TITRASI BROMO (BROMOMETRI DAN BROMATOMETRI )


Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat
dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya aatu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu
unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat
pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut
direduksi.
Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau
lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi
berubah menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang
kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari
ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat
dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin
yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat
lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.

Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang
tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.

Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan


senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini
dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk
trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.

Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod,
sementara dirinya direduksi menjadi brimida :

BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O

Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi
asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun
nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh
sebuah ion bromat tunggal.

4. TITRASI SERIMETRI
Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi
yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat
bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam
basanya. Kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi menjadi beberapa macam
keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III), menurut reaksi:

Ce4+ + e-  Ce3+

Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi karena


hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan konsentrasi ion
hydrogen yang rendah.potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III) tergantung pada
sifat dan konsentrasi dari asam yang ada.
Keuntungan serium (IV)sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar adalah :
1. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang
lama .larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan selama
waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi .
2. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan adanya
konsentrasi HCl yang tunggi .
3. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna untuk
dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan alat – alat
titrimetri lainnya .
4. Dalam reaksi garam serium (IV)sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+
Dengan demikian maka dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1 Mr .
5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang btidak berwarna dari
KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).
6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan -
penetapan lainnya .
7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida atau
natrium oksalat .
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan
pada temperature – temperature didih .larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil ,
karena reduksi menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengna dibarengi pembebasan klor.
Reaksinya:

2Ce4++2Cl-↔ 2Ce3++Cl2

Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak
dapat digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan
serium(IV)sulfat berlebih dalam larutan asam .asam sulfat harus digunakan dalam
oksidasi demikian .adanya asam fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan
serium (IV) sulfat dan menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu .

2.4 Contoh Analisa

Titrasi redoks sering digunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
kadar laktat pada minuman berisotonik menggunakan permanganat, penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat.

Penentuan besi dalam bijih-bijih besi. Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah
aplikasi terpenting dari permanganometri. Mula-mula bijih besi dilarutkan dalam asam
klorida, lalu besi direduksi menjadi Fe2+. Setelah semua besi berada sebagai Fe2+b,kadarnya
ditentukan dengan cara titrasi

5Fe2+ + MnO4-+ 8H+ 5Fe3++ Mn2+ + 4H2O

Pada Hidrogen perioksida. Peroksida bertindak sebagai zat pereduksi

2MnO4-+ 5H2O2 + 6H+ 2Mn2++ 5O2(g) + 8H2O

Pada Kalsium (secara tak langsung). Mula-mula kalsium diendapkan sebagai CaC2O4.
Setelah penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan dalam asam sulfat dan oksalatnya
dititrasi dengan permanganat
Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai titran adalah
untuk menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan mengoksidasi
yang tidak besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri
langsung.Pengunaan ini memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat organic untuk
mengadisi iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat) pun dapat dialakukan dengan
titrasi ini.
Aplikasi lain dari titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl Fischer.
Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan belerang
dioksida membentuk kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks
ini dengan kelebihan piridin beraksi dengan air.

a. Titrasi permanganometri
Metode permanganometri ini digunakan untuk menentukan antimony (III), arsen (III),
bromine , hydrogen peroksida, besi (II), molybdenum (III), nitrit,oksalat, timah (II), titanium
(III), tungsten (III), uranium(IV), Vanadium(IV).

a. Titrasi iodimetri dan titrasi iodometri


Metode iodimetri digunakan untuk menentukan Antimon (III), Arsen (III), ferosianida,
hydrogen sianida, hidrazin, beranng (sulfida), tiosulfat dan timah (II). Sedangkan iodometri
digunakan untuk menentukan arsenic (V), bromine,bromat, klorin, klorat, tembaga (II),
dikromat, hydrogen peroksida, iodat, nitrit, oksigen, ozon, periodat, permanganate.

b. Titrasi bromometri dan titrasi bromatomatri


Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat
juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent
walaupun tercampur dengan stanum valensi empat
.
c. Titrasi serimetri
Metode serimetri digunakan dalam penentuan besi, arsenic, antimon, oksalat-oksalat,
ferosianida , titanium, kromium, vanadium, molibdenium, uranium dan oksida-oksida dari
timbale dan mangan.
Faktor yang Memengaruhi Titrasi Redoks

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan oksidasi reduksi yaitu sebagai


berikut:

1. Adanya faktor pencarian dari lapisan di dalam tanah yang menyebankan tanah
membentuk lapisan oksidasi dan lapisan reduksi.
2. Adanya zat-zat protein yang berhubungan langsung oleh mikroorganisme yang
sangat berperan penting dalam proses oksidasi reduksi dalam tanah.
Beberapa faktor yan mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat
yang bereaksi, suhu dan katalisator.
a) Konsentrasi
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang
bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin
banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makin besar kemungkinan terjadinya
tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi
b.) Sifat Zat Yang Bereaksi
Sifat mudah ukarnya zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya
reaksi. Secara umum dinyatakan bahwa :
 Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.
Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion – ion yang
muatannya berlawanan . Contoh :
Ca2+(aq) + CO32+(aq) → CaCO3(s)
Rekasi ini berlangsung dengan cepat .
 Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebur dibutuhkan
energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul
zat yang bereaksi. Contoh :
CH4(g) + Cl2(g) → CH3Cl(g) + HCl(g)
Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercaya apabila diberi energi
misalnya cahaya matahari .
c.) Suhu

Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan
menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan
bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau
lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai
keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar.

d.) Katalisator

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud
memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi
tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir
reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti
sebelum reaksi. Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya
(mempercepat reaksi) dengan jalanmemperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan
dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan
maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, N. M. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasannya. Jakarta: PT Gramedia

Khopkar, S.M. 1989.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Mursyidi, Achmad dan Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan
Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.

Rivai, H.1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta:Universitas Indonesia Press.

Rohman,Abdul dan Gandjar, Ibnu Gholib.2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :


Pustaka Pulajar.

Roth, J dan Blaschke.1988. Analisa Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.

Underwood, A.L dan Day.1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V. Jakarta: Erlangga.

Wunas, J dan Said.1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar: UNHAS Press.

Anda mungkin juga menyukai