Anda di halaman 1dari 7

Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistemurogenitalia atau

kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Penyebab paling umum darihematuria pada populasi
orang dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran prostat jinak, dan
keganasan dalam urologi

Hematuria makroskopik

adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagaiurine yang berwarna merah, mungkin
tampak pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher
kandung kemih.

Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karenadapat
menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapatmenyumbat aliran urine,
eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipo+olemik1anemi,dan menimbulkan urosepsis.

Hematuria mikroskopik

Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihatsebagai urine yang
berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukanlebih dari 2 sel darah merah per
lapangan pandang.

Penyebab hematuria dapat dilihat pada tabel (umber hematuria di dari saluran kemih bagian atas
berasal dari nefron %glomerulus, tubulus kontortus dan interstisium'. Hematuria disaluran kemih bagian
bawah berasal dari sistem pel+okaliks, ureter, kandung kemih dan uretra.Hematuria yang berasal dari
nefron seringkali tampak sebagai urin berwarna coklat, coklat cola,atau merah keunguan, disertai
proteinuria %@"## mg1d; dengan

dipstick

', terdapat

cast

(D* danakantosit atau kelaianan bentuk (D* lain pada pemeriksaan mikroskopik urin. Hematuria yang
berasal dari tubulus kontortus dapat dilihat dari keberadaan

cast

leukosit atau sel epitel tubulusrenal. Hematuria dari saluran kemih bagian bawah umumnya
dihubungkan dengan hematuria berat, hematuria terminal %hematuria terjadi pada saat aliran urin akan
berakhir', bekuan darah,morfologi urin (D* normal, dan proteinuria minimal pada

dipstick

!anker uli

A$am$esisPemeri(saa$fisi(Pemeri(saa$ *e$u$+a$,

hematuria tanparasa sakit, disuria,frekuensi, ur2ensi,usia7 5, h=iradiasi pan22ul,h=


merokok,penurunan beratbadan, paparanlin2kun2an ; kimiakarsino2en
Grade I
Kontusio ginjal,terdapat perdarahan di ginjal tanpa adanya kerusakan jaringan,kematian jaringan
maupun kerusakan kaliks. Hematuria dapat mikroskopik atau makroskopik.pencitraan normal.

Grade II
            Hematom subkapsular atau perineal yang tidak meluas, tanpa adanya kelainan parenkim.

Grade III
            Laserasi ginjal < 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks dan tidak terjadi ekstravasasi.

Grade IV
            Laserasi > 1cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin. Laserasi yang mengenai
korteks,medulla dan pelviokaliks

Grade V
            Cedera pembuluh darah utama, avulsi pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan perdarahan
ginjal, laserasi luas pada beberapa tempat/ ginjal yang terbelah

Trauma ginjal Trauma ginjal terjadi 1 sampai 5 % dari keseluruhan kasus trauma, 10 % dari keseluruhan
kasus trauma abdomen. Perbandingan trauma ginjal antara laki-laki dan perempuan adalah tiga banding
satu. Mekanisme trauma adalah tumpul sebanyak 90 sampai 95 persen dengan trauma tajam sebanyak
20 persen. Penatalaksanaan trauma ginjal mayoritas dilakukan manajemen konservatif (non operatif
menejemen). Penegakkan diagnosis trauma ginjal melalui anamnesa terkait mode of injury (mekanisme
trauma),

pemeriksaan fisik biasanya ditemukan jejas di regio flank (pinggang) atau abdomen (perut),
hemodinamik stabilitasnya dinilai mulai tensi, nadi, suhu, gross hematuria, dari pemeriksaan
laboratorium; urinalisis (ditemukan erytrosit urine (+)), darah lengkap (hematokrit serial), baseline fungsi
ginjal (serum kreatinin). Pemeriksaan Imaging: USG : evaluasi primer (USG fast), CT-scan: menentukan
grade trauma ginjal, jika hemodinamik stabil, IVP: evaluasi ginjal kontralateral
erajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila tidak ada
hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.

1. Merokok dalam jangka waktu lama

Orang yang merokok selama bertahun-tahun memiliki risiko mengalami kanker kandung kemih
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok atau orang yang merokok hanya dalam
jangka waktu yang pendek.

2. Paparan bahan kimia

Para pekerja industri logam, tekstil, zat pewarna, karet, dan bahan kimia memiliki peningkatan
risiko untuk menderita kanker kandung kemih. Selain itu, pekerja salon, sopir truk, dan pelukis
juga berisiko tinggi. Beberapa zat yang telah diketahui sebagai karsinogen (penyebab kanker)
adalah amino aromatik, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan hidrokarbon yang diklorinasi.
Paparan arsenik juga dapat meningkatkan risiko kanker kandung kemih.
Kanker kandung kemih terjadi karena ada perubahan struktur DNA (mutasi) pada sel di
dalam kandung kemih. Mutasi tersebut membuat sel yang ada pada kandung kemih
tumbuh tidak normal dan membentuk sel kanker. Namun, belum diketahui apa yang
menyebabkan sel pada kandung kemih berubah.
Para ahli menduga, perubahan sel pada kandung kemih terkait dengan paparan zat
kimia tertentu, seperti zat karsinogenik pada rokok. Kandung kemih seseorang yang
merokok, akan terpapar zat karsinogenik secara terus menerus. Paparan tersebut bisa
memicu mutasi pada sel kandung kemih, sehingga berisiko menyebabkan kanker
kandung kemih. Penting diketahui, orang yang merokok 4 kali lebih berisiko mengalami
kanker kandung kemih dibanding orang yang tidak merokok.
1. Farmakokinetik

• Osmotik

Manitol

Manitol tidak mengalamimetabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali


direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan secara
IV. Mannitol diekskresi di glomerulus. T ½ : 2 jam

• Carbonic anhidrase inhibitor

Asetazolamid

 Menurunkan reabsorbsi bikarbonat pada tubulus proksimal


Asetazolamid diberikan per oral. Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna,
kadarmaksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah
sempurnadalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian
direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga
terakumulasidalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks
ginjal.Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya
enzimkarbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke
dalamsel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin

• Aldosteron antagonist

Spironolakton

70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik


danmetabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon
mengalamiinterkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.

• Thiazide

Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah 1
jam.Didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri. Dengan proses
aktif,tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6
jamsudah diekskresi dari badan

• Loop diuretic

asam etakrinat, furosemid dan bumetanid.

Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-
beda.Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat
terikatpada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi
cepatsekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Kira-kira 2/3
dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalambentuk utuh dan
dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetilsistein. Sebagian lagi
diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan carayang sama, hanya
sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetaniddiekskresi dalam bentuk asal,
selebihnya sebagai metaboli
2. NSAID dan kejadian gagal ginjal
Seperti yang dijelaskan sebelumnyacbahwa NSAIDs mengakibatkancpenghambatan
sintesis prostaglandin dan prostasiklin, sedangkan prostaglandin dan prostasiklin berfungsi
sebagai agen vasodilasi ginjal. Selain itu prostaglandin juga memiliki efek terhadap
penghambatan resorbsi natrium dan air pada ginjal. Sedangkan prostasiklin juga memiliki efek
menstimulasi pengeluaran natrium pada ginjal. Ketika sintesis keduanya dihambat oleh
pemberian NSAIDs maka tidak hanya menyebabkan vasokonstriksi ginjal, namun juga terjadi
peningkatan resorbsi natrium dan air dan penurunan ekskresi natrium pada ginjal. Terjadinya
peningkatan resorbsi natrium dan air dan penurunan ekskresi natrium pada ginjal ini
mengakibatkan peningkatan tekanan darah pada seseorang. Dalam keadaan normal,
penghambatan sintesis prostaglandin tidak begitu mempengaruhi fungsi fisiologis ginjal, namun
ketika terjadi gangguan hemodinamik seperti pada pasien lanjut usia maka akan beresiko
menderita gagal ginjal.

Loop diuretik dan kejadian gagal ginjal


Diuretik dapat mengurangi volume plasma yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah ginjal. Ini dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Ginjal dapat
mengkompensasi melalui sistem renin-angiotensin dengan menyempitkan arteriol ginjal eferen
untuk meningkatkan tekanan filtrasi glomerulus dan mendukung retensi air dan natrium. ACEI
dan ARB menghambat vasokonstriksi arteriol ginjal eferen yang menurunkan tekanan filtrasi
glomerulus. NSAID, dengan menghambat prostaglandin dan bradikinin, menghasilkan
vasokonstriksi arteriol ginjal aferen dan mengurangi kemampuan ginjal untuk mengatur
(meningkatkan) aliran darah glomerulus. Pemberian NSAID plus diuretik atau ACEI atau ARB
dapat mengurangi efek hipotensi agen antihipertensi. Ketika terapi triple dengan NSAID plus
diuretik dan ACEI atau ARB diberikan, ginjal tidak dapat menggunakan mekanisme kompensasi
normal dan mungkin mengalami pengurangan akut dalam filtrasi glomerulus yang ditandai
dengan peningkatan kreatinin serum. Hal ini meningkatkan resiko gagal ginjal.

3. Loop diuretic khususnya Furosemid adalah obat pilihan pertama pada pasien GGK dengan nilai
GFR < 30 ml/menit/1.73 m2 (stadium 4 dan 5). Furosemid dapat digunakan sebagai diuretik
pada pasien GGK. Furosemid boleh diberikan pada pasien penderita gagal ginjal dalam
kondisi tertentu, misalnya pasien penderita CKD dengan hipertensi, furosemid juga
masih direkomendasikan untuk digunakan. Memang benar bahwa pemberian furosemid
yang tidak tepat juga dapat mencederai ginjal lebih lanjut, namun pemberian furosemid
dengan dosis yang tepat untuk kondisi yang tepat dapat memberikan manfaat yang
besar. Pemberiannya benar-benar harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing
pasien. Untuk mengetahui lebih jelas apakah memang terdapat indikasi pemberian
furosemid, harus diketahui secara lengkap riwayat penyakit, seberapa berat kerusakan
ginjalnya (CKD stadium berapa), penyakit lain yang dimiliki, kondisi klinis saat ini, serta
hasil pemeriksaan penunjang yang ada.
4. Alpha Blocker drug
 Diminum 3-6 bulan untuk menimbulkanefikasi (menurunkan volume prostat)
 Perbaikan gejala dan urodinamik yang tidak cukup
 Kejadian impotensi dan penurunan libido lebih tinggi
 Tamsulosin mempunyai “safetyprofile” yang baik dibandingkan dengan nonsubtype α-
blocker selektif. Efek samping kardiovaskular lebih kecil dibandingkan α-blocker yang
lain
Antiandrogen drug ( 5-ARI)
 Hanya 4 hari pengobatan terjadi peningkatan perbaikan dan urodinamik
 Perbaikan gejala dan urodinamik terlihat
 Tidal ada kejadian dari impotensi atau penurunan libido

Anda mungkin juga menyukai