Proses menanam di pertanian kuno dilakukan di lahan sempit menggunakan teknologi sederhana dengan metode ladang berpindah (shifting cultivation). Hasilnya digunakan untuk keluarga (subsisten). Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan seperti padi, jagung, atau umbi-umbian. 2. Pertanian tradisional Pertanian tradisional sudah mulai menetap. Pengolahan tanah dilakukan dengan tenaga manusia atau hewan. Bibit yang digunakan ialah bibit jenis lokal terbaik hasil budidaya alami dan menggunakan pupuk organik. Pengairan Sekilas Sejarah dan Praktek menggunakan sistem tadah hujan dan sudah terdapat pengendalian hama meskipun masih secara manual. Umur tanaman biasanya 6 bulan. Kebudayaan Agraris Masyarakat Kalimantan 3. Pertanian modern (revolusi hijau) Pertanian pada tahap modern dicirikan dengan penggunaan mesin dalam Belinda Duhita Puspita pengolahan tanah dan sistem pengairan yang baik. Bibit yang digunakan ialah Staf Sub Bidang Pertambangan Energi Pertanian dan Kelautan, bibit unggul hasil persilangan buatan yang akhirnya membutuhkan unsur hara Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH tinggi juga. Pupuk yang digunakan ialah anorganik sehingga rentan terjadi pencemaran tanah, air, dan udara. Pengendalian hama menggunakan pestisida PENDAHULUAN buatan serta memerlukan hormone tumbuh. Ledakan hama sekunder pun terjadi. 4. Pertanian sehat (sustainable agriculture) Sejarah singkat kebudayaan agraris Pertanian sehat memperhatikan prinsip-prinsip ekologis dengan berusaha Kebudayaan agraris merupakan kebudayaan masyarakat yang bertumpu pada aspek menekan penggunaan pupuk buatan dan mengurangi pestisida buatan pertanian atau kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian termasuk kegiatan yang paling awal dikenal dalam peradaban manusia. Keinginan untuk bertani muncul karena Pertanian Indonesia manusia ingin memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu pangan. Para ahli sejarah menemukan bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun lalu di Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari daerah Timur Tengah, yakni di lembah Sungai Tigris dan Eufrat di Irak hingga Suriah sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat dan Yordania. Bukti-bukti menunjukkan bahwa daerah ini digunakan untuk penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial budidaya tanaman biji-bijian. Pada 2000 tahun setelah jaman es, daerah ini merupakan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang hutan dan padang yang sesuai untuk pertanian. Menyusul kemudian budidaya pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk komoditas hortikultura yaitu buah-buahan dan sayuran. meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto. Selanjutnya semakin menurun di tahun 2017 yang hanya menyediakan 31,8% Kegiatan pertanian mengubah kebudayaan masyarakat yang awalnya menyembah lapangan pekerjaan. dewa-dewi perburuan, menjadi menyembah dewa dewi kesuburan dan pangan. Kegiatan pertanian selanjutnya menyebar ke Eropa, Afrika, bahkan hingga Asia. Asia Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Selain Tenggara lebih dahulu mengembangkan pertanian dibanding Asia Timur. Pertanian berbagai ancaman akibat bencana alam, dan perubahan iklim, pertanian juga dengan sistem perladangan berpindah (gilir balik) baru dilakukan di Pulau terancam oleh kerusakan tanah yang makin meningkat karena intensifikasi Kalimantan dan Pulau Papua pada tahun 6000 SM. Sementara budidaya ternak di penggunaan pupuk, serta alih fungsi lahan yang kurang terkendali. Melalui kebijakan dunia muncul pada 7000 SM dengan membudidayakan kambing/ domba untuk Program Intensifikasi Khusus (Insus) 1969 dari pemerintah, intensitas penggunaan pertama kali. Setelah itu sapi, kuda, kerbau, lembu, unggas-unggasan hingga pupuk kimia meningkat. Akibatnya residu tanah menumpuk dan hamapun semakin peternakan ulat sutera. Selanjutnya sekitar tahun 2000 SM dikenal budidaya ikan air meningkat, beragam, dan resisten terhadap obat-obatan pertanian. tawar dan ikan air laut. Secara umum tahapan perkembangan pertanian dunia yang diterapkan pada negara- negara agraris adalah sebagai berikut; Pertanian di Kalimantan cm dan siap diolah untuk berladang lagi, diperlukan siklus perladangan 5-8 tahun. Pertanian di Kalimantan memiliki keunikan dibanding pertanian lain yang ada di 3. Ketiga, setelah lahan yang memenuhi syarat tersebut diperoleh, para peladang Indonesia. Selain bertani di lahan sawah terdapat beberapa masyarakat yang masih mulai melakukan tahap-tahap budidaya tanaman yang sesungguhnya. Tahap- memegang adat istiadat terhadap lahan berhutan yang digunakan untuk pertanian. tahap tersebut dimulai dengan penebasan pohon-pohon kecil dan penebangan Mereka adalah masyarakat lokal (Dayak, Kutai, Banjar dll) yang hidup di pedalaman pohon-pohon besar, kemudian diikuti dengan tahap pengeringan, pembakaran, hutan Kalimantan. Menurut Dove (1994:xxxi), kebudayaan Dayak di Kalimantan penanaman, pemeliharaan, sampai tahap pemanenan hasil dan selanjutnya tahap memberikan sebuah contoh terbaik di dunia tentang hubungan antara kebudayaan penyuburan kembali lahan itu (bero). dengan alam, yang tampaknya melestarikan kedua belah pihak. Seperti pada sistem mereka dalam bercocok tanam dengan sistem rotasi dan masa bero panjang. Budaya pertanian dengan sistem perladangan berpindah/gilir balik seperti di atas ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh pemerintah. Di beberapa daerah, Menurut Dove (1988), Mubyarto (1991) dan Widjono (1996:107), ada tiga mitos yang pemerintah kemudian memperkenalkan dan mempraktekkan sistem/program mendasari pikiran para ahli tentang para peladang Dayak ini: pertama para peladang pertanian menetap. Program ini tidak selalu berhasil di kalangan masyarakat dengan memiliki tanah secara komunal dan mengkonsumsi hasilnya secara komunal pula dan tradisi/kebudayaan perladangan berpindah. Pengalaman suku Dayak Kenyah tidak memiliki motivasi untuk melestarikannya, kedua mitos yang selalu menganggap memperlihatkan perubahan-perubahan dan akibat yang timbul dari kasus penetapan bahwa perladangan merusak hutan dan memboroskan nilai ekonomi hutan, ketiga pertanian menetap. mitos yang menganggap bahwa sistem ekonomi mereka bersifat subsisten dan terlepas dari ekonomi pasar. Kasus yang dialami oleh suku Dayak Kenyah yang bermigrasi dari daerah Apo Kayan (daerah di hulu Sungai Kayan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara) ke Muara Usaha dengan ilmu pengetahuan modern khususnya dalam sistem penanaman Wahau (Kabupaten Kutai Timur), memperlihatkan betapa berat permasalahan yang pangan di dalam proyek-proyek transmigrasi sudah seabad diujicobakan dan ternyata mereka hadapi sebagai akibat kebijakan pertanian menetap. Mereka bermigrasi gagal. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada sistem bercocok tanam yang telah antara 1963 dan 1973 ke kampung baru yang mereka sebut Long Segar di dataran ditemukan dan seberhasil sistem perladangan dalam penyediaan pangan kepada rendah Telen, di salah satu daerah aliran S. Telen yang merupakan anak Sungai penduduknya serta pelestarian lingkungan hutan tropika. Seperti contoh perubahan Mahakam. Pada tahun 1974, Pemerintah Indonesia memutuskan Long Segar sebagai sistem pertanian di Kalimantan Timur. suatu tempat proyek permukiman kembali penduduk atau disebut resettlement penduduk. Melalui resettlement penduduk, mereka dikenalkan dengan beberapa teknologi impor seperti sawah menetap (Arkanudin, 2012). Program pemerintah PRAKTEK PERTANIAN DI KALIMANTAN: PENGALAMAN MASYARAKAT DAYAK inilah yang tidak dapat diterapkan dan mengalami kegagalan. Sekarang selain kembali ke usaha pertanian perladangan berpindah, masyarakan ini Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara juga berburu, dan mengambil hasil hutan. Mereka juga memperoleh pendapatan dari Petani suku Dayak Kalimantan Timur memulai aktivitas berladang dengan mencari bekerja sebagai pekerja perusahaan kayu, hasil kerajinan tangan, dan penjualan lahan hutan yang siap dibuka. Para petani tersebut tidak serampangan dalam barang-barang kuno, seperti manik-manik antik, keramik, dan sebagainya. Praktek melakukan tahap pembukaan lahan, tetapi melalui persyaratan tertentu. perladangan berpindah mereka berbeda dengan sewaktu mereka masih tinggal di 1. Pertama, mereka menyatakan niat itu kepada kepala sukunya guna memperoleh Apo Kayan, meskipun mereka tetap memelihara sistem rotasi, namun masa beronya izin. Izin ini diperlukan hanya bagi petani yang ingin membuka hutan baru dan lebih singkat dan wilayah untuk bertanam lebih jauh. bukan membuka lahan yang pernah dijadikan ladang serta telah ditinggalkan guna penyuburan kembali. Kalimantan Selatan 2. Kedua, setelah izin diperoleh, mereka mulai mencari lahan yang memenuhi Berdasarkan komoditas yang dihasilkan dari sektor pertanian Kalimantan Selatan, persyaratan tertentu, misalnya bagi suku Dayak Kayan, lahan itu berwarna hitam pertanian di sini terdiri dari tiga macam yaitu ladang di gunung, persawahan, dan pekat dan gembur. Kemudian mereka memeriksa tumbuhan di atas lahan itu, perkebunan. Ladang atau tegalan yang biasa disebut bahuma ini juga menggunakan yaitu tumbuhan yang pucuk daunnya hijau tua dan batang pohonnya sistem ladang berpindah. Lahan dibuka dengan membabat dan meratakan semak berdiameter minimal 20 cm, serta pada lahan itu tumbuh jenis tumbuhan pakis belukar, dan lebih cepat lagi yaitu dengan pembakaran di musim kemarau. tertentu. Bagi suku Dayak Kenyah, di Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Komoditas yang ditanam ialah padi dan kacang tanah. Bulungan, untuk memperoleh lahan yang ditumbuhi pohon berdiameter 20-30 Selanjutnya jenis persawahan dibagi lagi berdasarkan lokasi yaitu sawah di dataran Kalimantan Barat tinggi, sawah di dataran rendah, dan sawah di daerah rawa. Lahan rawa sangat Di Kalimantan Barat, berdasarkan hasil penelitian Sapardi (1991:71-72) dan potensial dikembangkan karena didukung oleh ketersediaan lahan yang luas, keadaan Arkanudin (2001: 67) terhadap orang Dayak Ribun Sanggau, menemukan bahwa topografi yang datar, ketersediaan air melimpah dan teknologi pertanian yang cukup orang Ribun membagi hutan ke dalam tiga jenis yaitu: (1) hutan rimba (hutan primer) tersedia (Noor 2007). Untuk sawah di dataran rendah dan dataran tinggi sebagai hutan yang mempunyai pohon-pohon yang tinggi dan besar, di bawahnya menggunakan bibit padi yang sama. Perbedaannya ialah sawah pada dataran rendah banyak terdapat semak belukar tipis; (2) hutan bawas (hutan sekunder) merupakan lebih fleksibel dalam pemilihan waktu tanam. Selain itu adanya variasi karena dataran hutan bekas ladang yang tumbuh atau ditanam dengan berbagai jenis tanaman seperti rendah masih dipengaruhi air pasang surut. Sedangkan sawah di rawa pada musim durian, kelapa, tengkawang, dan karet; (3) lalang (padang alang-alang) yaitu bekas kemarau lebih banyak digunakan untuk menanam gumbili (ubi), waluh (labu), ladang yang ditumbuhi rumput lalang (alang-alang). semangka dan jagung. Diantara ketiga jenis hutan ini, menurut mereka hutan yang paling baik dan disukai Kemudian jenis perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Selatan terbagi untuk berladang adalah jenis hutan rimba, namun hutan jenis ini menurut ketentuan menjadi dua berdasarkan lokasi yaitu perkebunan di dataran rendah dan perkebunan adat tidak boleh dijadikan sebagai ladang, karena merupakan hutan cadangan. Kayu- di dataran tinggi. Perkebunan di dataran rendah biasanya terletak di sepanjang sungai kayu yang ada dalam hutan ini hanya boleh dimanfaatkan untuk kepentingan dan di sekitar pantai yang komoditasnya berupa Rumbia dan Kelapa. Sementara di pembangunan rumah atau memperbaiki rumah. Jika ingin mengambilnya harus dataran tinggi banyak kebun buah-buahan dan sayuran serta beberapa pohon terlebih dahulu meminta izin pada ketua adat. berkayu seperti Karet dan Lurus. Hasil penelitian Mudiyono (1990:26-27), mengemukakan bahwa kriteria yang Pertanian yang dilakukan di dalam kawasan hutan dilakukan oleh suku Dayak digunakan oleh ketua adat atau kepala suku memberi izin untuk mengolah lahan Meratus. Berdasarkan Mustari (2012), didapati bahwa suku Dayak Meratus mengenal dilihat dari kepastian hubungan hukum antara anggota persekutuan dengan suatu pembagian tanah dan fungsinya. Dalam istilah kewilayahan disebut pula tata guna tanah tertentu dan menyatakan diri berlaku “ke dalam” dan “ke luar”. Berlakunya “ke lahan versi Dayak Meratus. Mereka juga membagi hutan menjadi beberapa bagian luar” menyatakan bahwa hanya anggota persekutuan itu yang memegang hak yaitu; hutan lindung, hutan adat, hutan keramat serta hutan pamali. Jenis hutan yang sepenuhnya untuk mengerjakan, mengolah dan memungut hasil dari tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian adalah hutan adat. Hutan ini biasa digarapnya. Sungguhpun demikian adakalanya terdapat orang dari luar persekutuan dihasilkan buah-buahan dan getah (damar). yang karena kondisi tertentu diberi izin untuk menumpang berladang untuk jangka Dayak Meratus terkenal masih menjaga kuat tradisi dan kebudayaannya yang waktu satu atau dua musim tanam. diwujudkan dalam beberapa pantangan (tabu). Menurut penelitian Balai Pengkajian Dalam masyarakat Simpang di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, juga dikenal Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan, hal-hal yang dianggap tabu oleh adanya penamaan “tanah” berdasarkan tipe-tipe vegetasi dan letaknya, yaitu padang, Dayak Meratus ialah mengkonsumsi padi yang baru dipanen apabila masih ada sisa lunang, tonyong, nate, dorik dan banala (Djuweng, 1992). Demikian juga pada hasil panen sebelumnya. Mereka juga diitabukan menjual hasilnya sehingga banyak masyarakat Dayak Krio Menyumbung Ketapang, juga mengenal berbagai jenis tanah di antara mereka yang masih memiliki hasil panen 5 - 6 tahun sebelumnya. Hasil berdasarkan tumbuhan-tumbuhan yang ada diatas yaitu: (1) babas rimba ruyutn (tanah ladangnya disimpan dalam lulung (lumbung) yang berada dalam beberapa lampau rimba primer) yaitu tanah yang belum pernah diolah yang memiliki pohon besar dan (bangunan berbentuk rumah) yang terletak di sekitar balai adat tempat tinggal terdapat berbagai jenis binatang buas; (2) babas pangorakng (tanah rimba sekunder) mereka. Cadangan pangan ini tidak akan habis apabila mereka mengalami kegagalan yaitu tanah yang pernah diladangi dan dibiarkan selama berpuluh-puluh tahun, kayu panen sebanyak tiga musim tanam berturut-turut. yang tumbuh pada umumnya kayu jenis kelas dua derngan diameter antara 2 - 40 cm; Seiring dengan perkembangan jaman, warga Dayak Meratus harus memenuhi (3) babas mudak (tanah perladangan) yaitu tanah bekas ladang yang berumur kurang kebutuhan hidup selain pangan. Maka beberapa dari mereka berubah mata dari 10 tahun; (4) babas kore (tanah kritis) yaitu tanah yang tidak dapat dibuat ladang pencaharian dari peladang menjadi petani pengolah kebun. Didukung dengan akses lagi; (5) babas abur (tanah payak) yaitu tanah yang ditumbuhi sejenis rerumputan yang dan transportasi yang semakin maju, mereka menjual hasil kebun dan ladang di pasar biasa disebut rambang (Ignasius, 1998:110). Dayak Banuaka di Kabupaten Kapuas sekitar. Apalagi semenjak adanya kenaikan harga karet pada tahun 2004, maka Hulu juga memiliki istilah penamaan tentang tanah, yaitu tana’ ujung, tana’rambur, budaya adat di Dayak Meratus sedikit menurun. Hal ini berarti semakin tana’ kereng, tana’ paya, tana’ kerangas, tana’ ulut, tana’ toan (Frans, 1992). berkurangnya lahan berladang karena telah berubah menjadi perkebunan. Lahan ladang yang berkurang ini mengancam ketersediaan pangan dan akhirnya juga mengancam kebudayaan Dayak Meratus. Kalimantan Tengah Daftar Pustaka Kondisi fisik geografis Kalimantan Tengah yaitu tanahnya padas dan memiliki lapisan Arkanudin. 2012. Sistem Perladangan dan Kearifan Tradisional Orang Dayak dalam humus yang tipis. Kebudayaan berladang penduduk Kalimantan Tengah yang asli Mengelola Sumber Daya Hutan. Pontianak: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik adalah memelihara lingkungan dengan cermat, membuka hutan dengan hati-hati dan Universitas Tanjungpura. merotasi penanaman lahan dalam siklus 5-7 tahunan. Perladangan ini amat berat, Elok Mulyoutami, dkk. 2010. Perubahan Pola Perladangan Pergeseran Persepsi mengenai karena menghadapi seluruh ancaman binatang, hama, penyakit dan cuaca. Penyebab Para Peladang Indonesia. Bogor: World Agroforestry Centre. inilah yang membuat pembukaan lahan dengan membuat sekat bakar dan membakar Erekso Hadiwijoyo, dkk. 2017. Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan lahan untuk mengusir dan memusnahkan hama penyakit tanaman sulit digantikan. Tengah dalam Melakukan Penyiapan Lahan dengan Pembakaran. Bogor: Fakultas Tenaga kerja yang terbatas karena jumlah penduduk yang juga tidak banyak Kehutanan Institut Pertanian Bogor. menyebabkan masyarakat Dayak membangun perladangan dengan skala ekonomis Kathy Mackinnon, dkk. 2000. Ekologi Kalimantan. Jakarta: Prenhallindo. pemeliharaan minimal. Noor, Ivan Y. 2009. Praktek Ekoteknologi dalam Masyarakat Dayak Kenyah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Proses berladang masyarakat Dayak sangat memperhatikan fenomena alam sebagai Rafieq, Ahmad. 2016. Perubahan Sistem Mata Pencaharian Hidup Orang Meratus Desa sinyal untuk penanda dimulainya pembukaan lahan, pengolahan, hingga Haruyan Dayak Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan pemanenannya. Tanaman yang ditanam sesuai kebutuhan. Misal padi enam bulanan, Selatan. Banjarbaru: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan padi empat bulanan, dan padi ketan, ubi kayu, dan pohon khas yang disukai Selatan. masyarakat yaitu pinang . Selain itu masyarakat juga menanam tanaman keras dan Sulistya. 2012. Sistem Pertanian Berladang di Kalimantan Timur dan Implikasi Kebijakan rotan di sela-sela tanaman pokok padi, yang menghasilkan kebun karet, rotan, buah- Pembangunan Masyarakat Peladang. Yogyakarta: Universitas Janabadra. buahan yang luas dan tersebar di wilayah ini. Kemudian setelah tanah tidak lagi produktif untuk berladang maka akan ditinggalkan dan ditanami karet. Contoh kebudayaan agraris Kalimantan Tengah pada Suku Dayak Kadorih/ Dohoi. Mereka mencari calon tempat berladang atau Dahiyang (Rini, 2005) yang artinya Iblis atau roh halus melarang tempat tersebut dijadikan lokasi ladang. Kemudian dalam membakar hutan untuk pembukaan pun harus mempertimbangkan beberapa syarat yaitu dilakukan tengah hari saat panas terik mencapai puncaknya dan angin tidak bertiup kencang, berlawanan dalam arah angin, membersihkan sekitar area pembakaran sehingga mirip konsep sekat bakar (fire break sistem).