Anda di halaman 1dari 10

Flora dan Fauna Khas Kalimantan Timur

Add Comment Sabtu, 10 Oktober 2015


Print Friendly and PDF
Flora dan Fauna Khas Provinsi Kalimantan Timur adalah Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata)
sebagai Flora Khas Kalimantan Timur dan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) sebagai Fauna
Khas Kalimantan Timur

Anggrek Hitam Flora Identitas Kalimantan Timur

Anggrek hitam adalah salah satu spesies anggrek yang dilindungi di Indonesia karena terancam
kepunahan di habitat aslinya. Anggrek hitam yang dalam bahasa latin disebut (Coelogyne
pandurata) merupakan flora identitas (maskot) propinsi Kalimantan Timur. Populasi anggrek
hitam (Coelogyne pandurata) di habitat asli (liar) semakin langka dan mengalami penurunan yang
cukup drastis karena menyusutnya luas hutan dan perburuan untuk dijual kepada para kolektor
anggrek. Anggrek hitam (Coelogyne pandurata), sebagaimana namanya, mempunyai ciri khas
pada bunganya yang memiliki lidah (labellum) berwarna hitam. Anggrek langka ini dalam bahasa
Inggris disebut sebagai “Black Orchid”. Sedangkan di Kalimantan Timur, Anggrek Hitam yang
langka ini mempunyai nama lokal “Kersik Luai”. Meskipun Anggrek hitam identik dengan
Kalimantan tetapi jenis anggrek ini selain di hutan liar Kalimantan juga tumbuh liar di Sumatera,
Semenanjung Malaya dan Mindanao, Pulau Luzon dan Pulau Samar Filipina.

Ciri-ciri Angrrek Hitam. Jenis anggrek ini dinamakan Anggrek hitam lantaran memiliki lidah
(labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Jumlah bunga
dalam tiap tandan antara 1 hingga 14 kuntum atau lebih. Garis tengah tiap bunga sekitar 10 cm.
Daun Kelopak berbentuk lanset, melancip, berwama hijau muda, panjang 5 – 6 cm, lebar 2 -3 cm.
Daun mahkota berbentuk lanset melancip berwarna hijau muda bibir menyerupai biola, tengah-
tengahnya terdapat 1 alur, pinggirnya mengeriting, berwama hitam kelam atau coklat tua. Daun
Anggrek hitam berbentuk lonjong berwarna hijau dengan panjang berkisar antara 40 – 50 cm dan
lebar antara 2 -10 cm. Sedangkan buah Anggrek hitam berbentuk jorong dengan panjang sekitar 7
cm dan lebar antara 2 – 3 cm. Dari keseluruhan bunga tidak banyak yang menjadi buah.

Ciri khas anggrek hitam lainnya yang membedakan dengan jenis anggrek lainnya adalah
mengeluarkan bau semerbak. Biasanya tanaman itu mekar pada Maret sampai Juni. Anggrek hitam
sebagaimana anggrek pada umumnya, tumbuh menumpang pada tumbuhan lain (epifit). Biasanya
anggrek langka ini menempel pada pohon tua yang hidup di daerah pantai atau rawa. Anggrek
hitam (Coelogyne pandurata) tumbuh di tempat teduh. Umumnya jenis anggrek yang menjadi
fauna identitas Kalimantan Timur ini tumbuh di dataran rendah pada pohon-pohon tua, di dekat
pantai atau di daerah rawa dataran rendah yang cukup panas dan dekat sungai-sungai di hutan
basah. Tanaman yang epifit (hidup menumpang di tumbuhan lain) ini berkembang biak dengan
dengan biji. Namun Anggrek hitam juga dapat dikembangbiakkan dengan cara memisahkan umbi
semunya.

Anggrek Hitam Liar yang Makin Kelam. Populasi anggrek hitam (Coelogyne pandurata) di
habitatnya yang liar semakin hari semakin langka. Meskipun menurut PP Nomor 7 Tahun 1999
anggrek ini dilindungi dan dilarang diperdagangkan bebas (kecuali hasil penangkaran), namun
perburuan yang dilakukan untuk mengambil dan menjual jenis anggrek ini ke kolektor anggrek
tidak kunjung mereda. Selain itu, mulai beralihnya fungsi hutan untuk perkebunan dan
pemukiman serta terjadinya kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun semakin membuat populasi
Anggrek hitam di alam liar semakin terancam kepunahan. Mungkin para pecinta dan kolektor
anggrek sebelum membeli Anggrek hitam musti teliti, apakah anggrek hitam yang dibeli itu hasil
penangkaran atau hasil perburuan dari alam liar. Meskipun banyak pecinta anggrek yang
mengoleksi Anggrek hitam, tetapi kepunahan spesies ini di alam bebas tetap merupakan kerugian
yang besar bagi biodeversity Indonesia. Jangan sampai para pecinta anggrek justru menjadi
penyebab utama kepunahan Anggrek hitam di alam liar.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Ordo:


Asparagales; Famili: Orchidaceae; Genus: Coelogyne; Spesies: Coelogyne pandurata; Nama
binomial: Coelogyne pandurata

Pesut Mahakam Fauna Identitas Kalimantan Timur

Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) bisa jadi merupakan mamalia air paling langka di
Indonesia. Populasi Pesut Mahakam diperkirakan tidak lebih dari 70 ekor saja. Pun Pesut
Mahakam yang merupakan sub-populasi Orcaella brevirostris hanya bisa ditemukan di Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur saja. Sehingga tidak mengherankan jika kemudian Pesut Mahakam
ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Kalimantan Timur. Pesut merupakan mamalia air yang
unik. Berbeda dengan lumba-lumba dan ikan paus, pesut (Orcaella brevirostris) hidup di air tawar
yang terdapat di sungai-sungai dan danau yang terdapat di daerah tropis dan subtropis. Pesut
Mahakam adalah salah satu sub-populasi pesut (Orcaella brevirostris) selain sub-populasi Sungai
Irrawaddi (Myanmar), sub-populasi Sungai Mekong (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sub-populasi
Danau Songkhla (Thailand), dan sub-populasi Malampaya (Filipina). Pesut yang termasuk salah
satu satwa dilindungi di Indonesia ini dalam bahasa Inggris disebut sebagai Irrawaddy Dolphin
atau Dolphin Snubfin.

Diskripsi Pesut.
Pesut Mahakam dewasa mempunyai panjang tubuh hingga 2,3 meter dengan berat mencapai 130
kg. Tubuh Pesut berwarna abu-abu atau kelabu sampai biru tua dengan bagian bawah berwarna
lebih pucat. Bentuk badan pesut hampir mendekati oval dengan sirip punggung mengecil dan agak
ke belakang. Kepala pesut berbentuk bulat dengan mata yang berukuran kecil. Bagian moncong
pendek dan tampak papak dengan lubang pernafasan. Sirip punggung berukuran kecil terletak di
belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar, tidak ada paruh. Sirip renangnya
relatif pendek dan lebar. Pesut bernafas dengan mengambil udara di permukaan air. Binatang ini
dapat juga menyemburkan air dari mulutnya. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Meski
pandangannya tidak begitu tajam dan hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun
mempunyai kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan dengan menggunakan
gelombang ultrasonik.

Habitat dan Populasi.


Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris sub-populasi sungai Mahakam) hidup di sungai Mahakam
pada daerah sekitar 180 km dari muara sungai hingga 600 km dari daerah hulu. Lokasi yang
diduga didiami mamalia air tawar ini antara lain Kedang Kepala, Kedang Rantau, Belayan,
Kedang Pahu, dan anak sungai Ratah, serta sebagai danau Semayang dan Melintang (Kreb 1999,
2004).

Populasi Pesut Mahakam diperkirakan antara 67 hingga 70 ekor (2005). Ancaman tertinggi
kelangkaan populasi Pesut Mahakam diakibatkan oleh belitan jaring nelayan. Selain itu juga
akibat terganggunya habitat baik oleh lalu-lintas perairan sungai Mahakam maupun tingginya
tingkat pencemaran air, erosi, dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya.
Rendahnya populasi ini membuat lumba-lumba air tawar ini menjadi salah satu binatang paling
langka di Indonesia. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian IUCN Redlist menyatakan status
konservasi Pesut Mahakam sebagai Critically Endangered (Kitis) yaitu tingkat keterancaman
tertinggi. Di Indonesia sendiri, pesut Mahakam di tetapkan sebagai satwa yang dilindungi
berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Pesut Mahakam memang benar-benar unik. Mamalia air yang hidup di air tawar dengan habitat
dan persebarannya yang terpisah-pisah di beberapa tempat yang salah satunya di Kalimantan,
Indonesia. Namun Pesut Mahakam juga satwa dengan ancaman kepunahan tertinggi dengan
populasi yang tidak lebih dari 70 ekor saja. Anugerah dan keunikan yang hanya akan disia-siakan
oleh bangsa yang bodoh, tentunya.

Klasifikasi ilmiah. Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Cetacea;
Famili: Delphinidae; Genus: Orcaella; Spesies: Orcaella brevirostrisj

Mangga Kasturi Flora Identitas Kalimantan Selatan

Mangga Kasturi, Sang Maskot Kalimantan Selatan ternyata telah ditetapkan sebagai salah satu
tumbuhan yang “punah in situ” (Extinct in the Wild). Artinya Kasturi, salah satu spesies mangga
yang menjadi flora identitas provinsi Kalimantan Selatan ini telah punah dari habitat aslinya.
Kasturi yang dalam bahasa ilmiah (latin) disebut Mangifera casturi, merupakan salah satu dari
sekitar 31 jenis mangga yang dapat ditemukan di Kalimantan, Indonesia. Bahkan, mangga yang
dalam bahasa Inggris selain disebut kasturi juga dinamakan Kalimantan Mango ini merupakan
tumbuhan endemik Kalimantan. Sayang, IUCN redlist melabelinya sebagai Extinct in the Wild
atau telah punah dari habitat aslinya. Mangifera casturi mempunyai pohon yang mampu mencapai
tinggi 25 meter dengan diameter batang antara 40-110 cm. Kulit kayu kasturi berwarna putih
keabu-abuan sampai coklat terang. Daun berbentuk lanset dengan ujung yang meruncing. Saat
muda daun kasturi berwarna ungu tua. Buah kasturi seperti buah mangga lainnya namun
berukuran lebih kecil dengan berat kurang dari 80 gram.

Buah mangga kasturi, maskot Kalimantan Selatan yang berstatus ‘punah in situ’ Ada 3 varietas
kasturi yaitu kasturi, cuban, dan asem pelipisan. Kasturi mempunyai buah membulat telur seperti
mangga kecil, kulit buah tipis berwarna hijau bertotol hitam ketika muda dan menjadi kehitaman
ketika tua. Daging buah berwarna oranye gelap. Varietas ini mempunyai aroma yang lebih harum
dibandingkan varietas lainnya. Varietas kedua, cuban (kastuba) memiliki buah membulat telur,
dengan kulit buah berwarna kemerahan, tidak menjadi hitam ketika tua, kulit buahnya sangat
mudah dipisahkan dari daging buahnya. Daging buah berwarna kuning oranye.

Sedang varietas ketiga, asem pilipisan atau palipisan mempunyai buah menjorong, datar berwarna
hijau pucat dengan totol hitam, bila tua tetap hijau. Daging buahnya berwarna hijau oranye
kuning, berserat banyak. Spesies mangga yang ditetapkan sebagai flora identitas provinsi
Kalimantan Selatan berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 1989 ini
merupakan tanaman endemik yang hanya tumbuh di Kalimantan Selatan saja. Kasturi dapat
tumbuh dengan baik di dataran rendah pada tanah aluvial dan lateral yang cukup air.

Kasturi Punah In Situ. Kasturi (Mangifera casturi) oleh IUCN Redlist dimasukkan dalam daftar
tumbuhan berstatus konservasi Extinct in the Wild atau punah di alam liar (punah in situ) sejak
1998. Kepunahan spesies ini diakibatkan oleh rusaknya habitat akibat deforestasi hutan dan
perambahan hutan. Untungnya masih ada yang membudidayakan tanaman ini di kebun-kebun dan
pekarangan rumah. Budidaya oleh penduduk ini banyak dilakukan di kecamatan Mataraman
kabupaten Banjar, provinsi Kalimantan Selatan. Bahkan mangga ini juga telah ditanam dibeberapa
daerah lainnya. Meskipun masih belum punah dan masih dibudidayakan tetapi status Extinct in the
Wild tentunya menjadi kerugian yang besar bagi keanekaragaman genetis flora Indonesia. Semoga
status kasturi ini tidak disusul tumbuhan (dan satwa) lainnya.

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae; Filum: Tracheophyta; Kelas: Magnoliopsida Ordo: Sapindales; Famili:
Anacardiaceae; Genus: Mangifera; Spesies: Mangifera casturi(Kosterm)
Bekantan Fauna Identitas Kalimantan Selatan

Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan
(Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas
hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah,
Bekantan disebut (Nasalis larvatus). Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis
larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di
negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan
(Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada
spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan
Kahau. Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya
terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis
larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus
orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.

Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam”
(Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Satwa ini dijadikan maskot (fauna
identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990
tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol. Ciri-ciri
dan Habitat Bekantan. Hidung panjang dan besar pada Bekantan (Nasalis larvatus) hanya dimiliki
oleh spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini
mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar
sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai Monyet Belanda.

Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat
mencapai 24 kg. Kera Bekantan betina berukuran sekitar 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini
juga memiliki perut yang besar (buncit). Perut buncit ini sebagai akibat dari kebiasaan
mengkonsumsi makanannya yang selain mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian mereka juga
memakan dedaunan yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna.

Bekantan (Nasalis larvatus) hidup secara berkelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh
seekor Bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok berjumlah sekitar 10
sampai 30 ekor. Satwa yang dilindungi ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon.
Walaupun demikian Bekantan juga mampu berenang dan menyelam dengan baik, terkadang
terlihat berenang menyeberang sungai atau bahkan berenang dari satu pulau ke pulau lain. Seekor
Bekantan betina mempunyai masa kehamilan sekitar166 hari atau 5-6 bulan dan hanya melahirkan
1 (satu) ekor anak dalam sekali masa kehamilan. Anak Bekantan ini akan bersama induknya
hingga menginjak dewasa (berumur 4-5 tahun).

Habitat Bekantan (Nasalis larvatus) masih dapat dijumpai di beberapa lokasi antara lain di Suaka
Margasatwa (SM) Pleihari Tanah Laut, SM Pleihari Martapura, Cagar Alam (CA) Pulau Kaget,
CA Gunung Kentawan, CA Selat Sebuku dan Teluk Kelumpang. Juga terdapat di pinggiran Sungai
Barito, Sungai Negara, Sungai Paminggir, Sungai Tapin, Pulau Bakut dan Pulau Kembang.
Konservasi Bekantan. Bekantan (Nasalis larvatus) oleh IUCN Redlist sejak tahun 2000
dimasukkan dalam status konservasi kategori Endangered (Terancam Kepunahan) setelah
sebelumnya masuk kategori “Rentan” (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada
CITES sebagai Apendix I (tidak boleh diperdagangkan secara internasional)

Pada tahun 1987 diperkirakan terdapat sekitar 260.000 Bekantan di Pulau Kalimantan saja tetapi
pada tahun 2008 diperkirakan jumlah itu menurun drastis dan hanya tersisa sekitar 25.000. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya habitat yang mulai beralih fungsi, deforestasi, dan kebakaran hutan.

Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo:Primata; Famili: Cercopithecidae;


Upafamili: Colobinae; Genus: Nasalis; Spesies:Nasalis larvatus

Tenggaring Flora Identitas Kalimantan Tengah

Tenggaring atau kapulasan (Nephelium ramboutan-ake) adalah flora identitas provinsi Kalimantan
Tengah. Tenggaring atau kapulasan ini mirip dengan rambutan (Nephelium lappaceum) karena
memang masih berkerabat dekat. Dan tenggaring memang merupakan jenis rambutan hutan yang
banyak tumbuh alami di hutan Kalimantan Tengah. Di Indonesia tumbuhan ini dikenal juga
sebagai kapulasan, pulasan (Sunda), tenggaring (Kalimantan Tengah), tukou biawak (Kubu),
Molaitomo (Gorontalo), mulitan (Toli-toli). Selain sering juga disebut sebagai rambutan kafri dan
rambutan paroh. Dalam bahasa Inggris pohon yang menjadi tanaman khas Kalimantan Tengah ini
disebut sebagai pulasan. Sedang dalam bahasa latin tumbuhan ini dinamai Nephelium ramboutan-
ake (Labill.) Leenh. yang bersinonim dengan Nephelium mutabile Blume.,Litchi ramboutan-ake
Labill., Nephelium intermedium Radlk., dan Nephelium philippense Mons.

Diskripsi dan Ciri. Pohon kapulasan atau tenggaring (Nephelium ramboutan-ake) menyerupai
pohon rambutan karena masih dalam 1 marga. Tinggi pohon Kapulasan umumnya lebih pendek
dari rambutan meskipun mampu mencapai tinggi hingga 20 m. Bentuk batang, dahan,
percabangan, dan daun tenggaring hampir sama dengan daun rambutan, hanya daun tenggaring
berukuran lebih kecil. Panjang daunnya 4 kali lebarnya. Perbungaan tersusun malai yang terdapat
di setiap ketiak atau agak ke ujung ranting. Buahnya tebal, bulunnya keras, tegak, pendek dan
tumpul. Kulit buah tebal berwarna kuning sampai merah tua. Bentuk buah seperti buah rambutan
yaitu bundar telur serta daging buahnya manis yang bercampur sedikit asam. Daging buahnya
biasanya agak sulit lepas (nglotok) dari bijinya.

Tumbuhan khas Kalimantan Tengah ini tumbuh tersebar di berbagai wilayah di Indonesia mulai
Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Sulawesi. Selain di Indonesia pohon kapulasan juga dapat
dijumpai di Malaysia, Thailand, dan Filipina. Habitat yang disukai tumbuhan ini adalah daerah
subur dan cenderung lembab pada daerah berketinggian antara 100 – 500 meter dpl.

Kapulasan atau tenggaring (Nephelium ramboutan-ake) dimanfaatkan buahnya untuk dimakan


langsung. Selain buahnya, kayunya cukup keras oleh masyarakat setempat sering dipakai untuk
peralatan rumah tangga. Biji tenggaring mengandung minyak nabati lebih banyak dari pada biji
rambutan lantaran itu biji ini dapat diproses untuk menghasilkan minyak yang dapat digunakan
dalam proses pembuatan lilin dan sabun.
Namun harus diakui buah ini kalah pamor ketimbang saudaranya, rambutan. Selain rasanya yang
agak masam, daging buahnya yang sulit mengelupas, pertumbuhan tanaman ini juga relatif lama
sebelum akhirnya menghasilkan buah. Namun bagaimanapun juga tanaman penghasil buah ini
merupakan salah satu kekayaan hayati kita. Mungkin perlu berbagai penelitian lanjut untuk
mengeksplorasi manfaat tumbuhan ini lebih lanjut.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Sapindales; Famili:
Sapindaceae; Genus: Nephelium; Spesies: Nephelium ramboutan-ake (Labill.) Leenh.

Burung Kuau Melayu Fauna Identitas Kalimantan Tengah

Burung Kuan Melayu atau Merak kerdil atau Kuau-kerdil malaya atau Kuau melayu atau dalam
nama ilmiahnya (Polyplectron malacense) adalah salah satu burung yang terdapat di dalam suku
Phasianidae. Kuau-kerdil malaya berukuran sedang, dengan panjang sekitar 53cm. Burung ini
memiliki bulu berwarna coklat, dengan tanda bintik hijau metalik berbentuk seperti mata. Burung
jantan mempunyai jambul berwarna biru gelap kehijauan, iris berwarna biru-putih dan kulit sekitar
matanya berwarna merah. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya
kurang mengilap dan lebih suram. Populasi Kuau-kerdil malaya tersebar dan endemik di hutan
dataran rendah semenanjung Malaya. Sebelumnya burung ini ditemukan juga di Thailand,
Myanmar dan Singapura, namun sekarang telah punah di sana. Populasi spesies ini dapat
ditemukan di Malaysia bagian tengah.

Kuau-kerdil malaya poligamis. Jantan berpasangan dengan beberapa ekor betina. Pakannya berupa
aneka serangga dan larvanya. Betina biasanya menetaskan sebutir telur yang dierami selama 22-23
hari. Akibat menyusutnya hutan serta habitatnya yang sangat terbatas, kuau-kerdil malaya
dimasukkan sebagai rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES
Appendix II. Hewan ini terdaftar sebagai fauna identitas provinsi Kalimantan Tengah, walaupun
mungkin yang dimaksudkan adalah kuau-kerdil Kalimantan.

Tengkawang Flora Identitas Kalimantan Barat

Tengkawang (Shorea spp.) adalah nama buah dan pohon dari genus Shoreayang buahnya
menghasilkan minyak nabati. Pohon Tengkawang hanya terdapat di pulau Kalimantan dan
sebagian kecil Sumatera. Dalam bahasa Inggris, flora (tanaman) langka ini dikenal sebagaiIllepe
Nut atau Borneo Tallow Nut. Pohon yang terdiri atas belasan spesies (13 diantaranya dilindungi
dari kepunahan) ini menjadi maskot (flora identitas) provinsi Kalimantan Barat. Pohon
Tengkawang yang termasuk dalam golongan kayu kelas tiga (umumnya digolongkan sebagai
Meranti Merah) mempunyai ciri-ciri khas dengan pohon yang tinggi besar, mempunyai banyak
cabang dan berdaun rimbun. Uniknya tanaman ini tidak tiap tahun berbuah. Tumbuhan ini hanya
berbuah sekali dalam periode antara 3-7 tahun yang terjadi sekitar bulan Juni – Agustus. Mungkin
lantaran masa berbuahnya yang tidak setiap tahun inilah yang menyebabkan orang jarang yang
membudidayakan tumbuhan ini. Pohon Tengkawang yang menjadi maskot Kalimantan Barat ini
hampir seluruhnya hidup liar di hutan-hutan. Bahkan di hutanpun mulai terancam
kepunahan.Buah Tengkawang menghasilkan minyak lemak yang berharga tinggi. Minyak
Tengkawang dihasilkan dari biji Tengkawang yang telah dijemur hingga kering kemudian
ditumbuk dan diperas hingga keluar minyaknya. Secara tradisional, minyak Tengkawang
digunakan untuk memasak, penyedap masakan dan untuk ramuan obat-obatan. Dalam dunia
industri, minyak tengkawang digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan
kosmetika. Pada masa lalu tengkawang juga dipakai dalam pembuatan lilin, sabun, margarin,
pelumas dan sebagainya. Minyak tengkawang juga dikenal sebagai green butter.

Ada belasan jenis pohon Tengkawang, di antaranya:


Shorea stenoptera, Tengkawang Tungkul
Shorea mecystopteryx, Tengkawang Layar
Shorea pinanga, Tengkawang Rambai
Shorea semiris, Tengkawang Terendak
Shorea beccariana, Tengkawang Tengkal
Shorea micrantha, Tengkabang Bungkus
Shorea palembanica, Tengkawang Majau
Shorea lepidota, Tengkawang Gunung
Shorea singkawang, Sengkawang Pinang
Shorea stenopten,
Shorea compressa
Shorea gysberstiana,
Shorea martiana,
13 (tiga belas) spesies Tengkawang tersebut dilindungi dari kepunahan berdasarkan PP Nomor 7
Tahun 1999. Selain ketiga belas jenis tersebut masih terdapat beberapa spesies lain, diantaranya:

Shorea amplexicaulis, Tengkawang Mege


Shorea fallax , Tengkabang Layar
Shorea havilandii, Selangan Batu Pinang, Tengkawang Ayer
Shorea macrophylla, Tengkawang Hantelok
Shorea scaberrima, Tengkawang Kijang
Shorea splendida, Tengkawang Bani
Shorea sumatrana, Kedawang, Tengkawang Batu

Akhir-akhir ini pohon Tengkawang semakin langka karena banyak yang ditebang untuk
dipergunakan sebagai bahan bangunan. Selain itu kayu pohon ini banyak yang dijual dengan harga
antara Rp. 300.000 hingga Rp. 600.000 per meter kubik. Mungkin lantaran periode berbuahnya
yang lama, antara 3-7 tahun sekali, meskipun minyak Tengkawang yang dihasilkan dati flora
maskot Kalimantan Barat ini mempunyai nilai jual yang tinggi.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Plantae (tidak termasuk Eudicots dan Rosids) Ordo:Malvales.
Famili: Dipterocarpaceae. Genus: Shorea.

Enggang Gading Fauna Identitas Kalimantan Barat

Rangkong gading atau Enggang gading (Buceros/rhinoplax vigil) adalah burung berukuran besar
dari keluarga Bucerotidae. Burung dini ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan
Kalimantan. Burung ini juga menjadi maskot Provinsi Kalimantan Barat, dan termasuk dalam
jenis fauna yang dilindungi undang-undang.
Sebagai lambang budaya

Dalam budaya Kalimantan, burung Rangkong gading (tingan) merupakan simbol "Alam Atas"
yaitu alam kedewataan yang bersifat "maskulin". Di Pulau Kalimantan, burung Rangkong gading
dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti di lambang negeri Sarawak,
lambang provinsi Kalimantan Barat, satwa identitas provinsi Kalimantan Barat, simbol
Universitas Lambung Mangkuratdan sebagainya. Burung Rangkong Gading merupakan lambang
persatuan orang Dayak yang sering diwujudkan dalam bentuk ukiran pada Budaya Dayak,
sedangkan dalam budaya Banjar, burung Rangkong Gading diukir dalam bentuk tersamar
(didistilir) karena Budaya Banjar tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang melarang adanya
ukiran makhluk bernyawa. Rangkong Gading juga merupakan simbol budaya suku Naga di India
timur.

Mengenal Burung Rangkong


Secara umum burung Rangkong atau Enggang mempunyai ciri khas berupa paruh yang sangat
besar menyerupai tanduk. Di Indonesia, ukuran tubuh Rangkong sekitar 40 – 150 cm, dengan
rangkong terberat mencapai 3.6 Kilogram. Umumnya warna bulu Rangkong didominasi oleh
warna hitam (bagian badan) dan putih pada bagian ekor. Sedangkan warna bagian leher dan kepala
cukup bervariasi. Ciri khas burung rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara
“calling”, seperti yang dipunyai Rangkong Gading (Buceros vigil) dengan “calling” seperti orang
tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar hingga radius 3 Km. Burung Rangkong tersebar mulai
dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia Tenggara, New Guinea dan Kepulauan Solomon
Sebagian besar hidup di hutan hujan tropis. Rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran
rendah dan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Makanan Rangkong terutama buah-buahan dan sesekali
binatang2 kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga. Keanekaragaman
burung Rangkong atau Enggang di Indonesia ini merupakan sebuah kebanggaan. Sayangnya
makin hari populasi Rangkong di Indonesia makin menurun. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya kawasan (habitat) sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan dan
tempat bersarang, dan perburuan Rangkong.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Bucerotiformes;
Famili: Bucerotidae

Anda mungkin juga menyukai