Anda di halaman 1dari 19

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Kopi Tanaman Kopi ( Coffea sp.)

Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah

sebagai berikut :

Kigdom : Plantae

Subkigdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies :Coffea sp. ( Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea

liberica, Coffea excels). (Rahardjo, 2012)

Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua

Afrika, tepatnya dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia memasukan biji

kopi sebagai makanan mereka yang dikombinasikan dengan makanan makanan

pokok lainnya, seperti daging dan ikan. Tanaman ini mulai diperkenalkan di dunia

pada abad ke-17 di India. Selanjutnya, tanaman kopi menyebar ke Benua Eropa oleh

7
8

seorang yang berkebangsaan Belanda dan terus dilanjutkan ke Negara lain termasuk

ke wilayah jajahannya yaitu Indonesia (Panggabean, 2011).

Di Indonesia kopi mulai dikenal pada tahun 1696, yang dibawa oleh VOC.

Tanaman kopi di Indonesia mulai diproduksi di pulau Jawa, dan hanya bersifat coba-

coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup

menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke

berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2007).

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi diantara tanaman perkebunan lainnya dan berperan

penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai

sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari

satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).

Pada umumnya tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.

Bila bunga sudah dewasa, terjadi penyerbukan dengan pembukaan kelopak dan

mahkota yang akan berkembang menjadi buah. Kulit buah yang berwarna hijau akan

menguning dan menjadi merah tua seiring dengan pertumbuhannya. Waktu yang

diperlukan dari bunga menjadi buah matang sekitar 6-11 bulan, tergantung jenis dan

lingkungan. Kopi Arabika membutuhkan waktu 6-8 bulan, sedangkan kopi Robusta

8-11 bulan. Bunga umumnya mekar awal musim kemarau dan buah siap dipetik

diakhir musim kemarau. Diawal musim hujan, cabang primer akan memanjang dan

membentuk daun-daun baru yang siap mengeluarkan bunga pada awal musim
9

kemarau mendatang (Najiyati dan Danarti 2007). Jika dibandingkan dengan kopi

Arabika, pohon kopi Robusta lebih rendah dengan ketinggian sekitar 1,98 hingga

4,88 meter saat tumbuh liar di kawasan hutan. Pada saat dibudidayakan melalui

pemangkasan, tingginya sekitar 1,98 hingga 2,44 meter (Retnandari dan

Tjokrowinoto 1991).

Batang yang tumbuh dari biji disebut batang pokok. Batang pokok memiliki

ruas-ruas yang tampak jelas pada saat tanaman itu masih muda. Pada tiap ruas

tumbuh sepasang daun yang berhadapan, selanjutnya tumbuh dua macam cabang,

yakni cabang orthotrop (cabang yang tumbuh tegak lurus atau vertikal dan dapat

menggantikan kedudukan batang bila batang dalam keadaan patah atau dipotong) dan

cabang plagiotrop (cabang atau ranting yang tumbuh ke samping atau horizontal)

(PTPN XII 2013).

Daun kopi memiliki bentuk bulat telur, bergaris ke samping, bergelombang,

hijau pekat, kekar, dan meruncing di bagian ujungnya. Daun tumbuh dan tersusun

secara berdampingan d ketiak batang, cabang dan ranting. Sepasang daun terletak

dibidang yang sama di cabang dan ranting yang tumbuh mendatar. Kopi Arabika

memiliki daun yang lebih kecil dan tipis apabila dibandingkan dengan spesies kopi

Robusta yang memiliki daun lebih lebar dan tebal. Warna daun kopi Arabika hijau

gelap, sedangkan kopi Robusta hijau terang (Panggabean 2011).

Bunga kopi tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri dari 4–6

kuntum bunga. Pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 2–3 kelompok bunga
10

sehingga setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8–18 kuntum bunga atau setiap buku

menghasilkan 16–36 kuntum bunga. Bunga kopi berukuran kecil, mahkota berwarna

putih dan berbau harum. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal

buah yang mengandung dua bakal biji. Benang sari terdiri dari 5–7 tangkai berukuran

pendek. Bunga kopi biasanya akan mekar pada awal musim kemarau. Bunga

berkembang menjadi buah dan siap dipetik pada akhir musim kemarau (Najiyati dan

Danarti 2007).

Buah kopi mentah berwarna hijau muda. Setelah itu, berubah menjadi hijau

tua, lalu kuning. Buah kopi matang (ripe) berwarna merah atau merah tua. Ukuran

panjang buah kopi Arabika sekitar 12–18 mm, sedangkan kopi Robusta sekitar 8– 16

mm. Buah kopi terdiri dari beberapa lapisan, yakni eksokarp (kulit buah), mesokarp

(daging buah), endokarp (kulit tanduk), kulit ari dan biji (Panggabean 2011).

Buah kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri dari tiga

lapisan yaitu lapisan kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), dan kulit tanduk

(endocarp) yang tipis, tetapi keras. Kulit luar terdiri dari satu lapisan tipis. Kulit

buah yang masih muda berwarna hijau tua yang kemudian berangsuran surmenjadi

hijau kuning, kuning, dan akhirnya menjadi merah, merah hitam jika buah tersebut

sudah masak sekali. Daging buah yang sudah masak akan berlendir dan rasanya agak

manis. Biji terdiri dari kulit biji dan lembaga (Ciptadi dan Nasution 1985 dalam

Najiyati dan Danarti 2007). Kulit biji atau endocarp yang keras biasa disebut kulit

tanduk.
11

Secara agronomi pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung

pada keadaan iklim dan tanah. Faktor lain adalah mencari bibit unggul yang

produksinya tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit. Setelah persyaratan

tersebut dapat dipenuhi, suatu hal yang juga penting adalah pemeliharaan, seperti:

pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh, dan pemberantasan hama dan penyakit

(Wintgen 2009).

Kopi jenis robusta merupakan kopi yang paling akhir dikembangkan oleh

pemerintahan Belanda di Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap cendawan Hemileia

vastatrix dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan kopi liberika. Akan tetapi,

citarasa yang dimilikinya tidak sebaik dari kopi jenis arabika, sehingga dalam pasar

Internasional kopi jenis ini memiliki indeks harga yang rendah dibandingkan kopi

jenis arabika. Kopi ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian diatas 600 sampai

700 m dpl (Indrawanto dkk. 2010). Selain itu, kopi ini sangat memerlukan tiga bulan

kering berturut-turut yang kemudian diikuti curah hujan yang cukup. Masa kering ini

diperlukan untuk pembentukan primordia bunga, florasi, dan penyerbukan.

Temperatur rata-rata yang diperlukan tanaman kopi robusta berkisar 20° – 24°C

(AAK 1988).

Karakter morfologi yang khas pada kopi robusta adalah tajuk yang lebar,

perwatakan besar, ukuran daun yang lebih besar dibandingkan daun kopi arabika, dan

memiliki bentuk pangkal tumpul. Selain itu, daunnya tumbuh berhadapan dengan

batang, cabang, dan ranting-rantingnya (Najiyatih dan Danarti 2012). Biji kopi
12

robusta juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi lainnya.

Secara umum, biji kopi robusta memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan

kopi arabika. Selain itu, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya yang agak bulat,

lengkungan bijinya yang lebih tebal dibandingan kopi arabika, dan garis tengah dari

atas ke bawah hampir rata (Panggabean 2011).

B. Syarat Tumbuh Kopi

Persyaratan iklim kopi Robusta adalah ketinggian tempat , yaitu 300-600m

diatas permukaan laut. Curah hujan 1 500 – 3000 mm/tahun. Bulan kering (curah

hujan < 60 mm/bulan) 1 ‐ 3 bulan. Suhu udara rata‐rata 24‐30°C. Pada umumnya kopi

tidak menyukai sinar matahari langsung dalam jumlah banyak, tetapi menghendaki

sinar matahari teratur. Angin berpengaruh besar terhadap jenis kopi yang bersifat

self-steril. Hal ini untuk membantu penyerbukan yang berbeda klon. Tanaman kopi

robusta menghendaki tanah yang gembur dan kaya bahan organik. Tingkat keasaman

tanah (pH) yang ideal untuk tanaman ini 5,5-6,5 dan tanaman kopi tidak

menghendaki tanah bersifat basa. Kopi robusta dianjurkan dibudidayakan dibawah

naungan pohon lain (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

2008).

Kopi Robusta dapat hidup di tanah agak masam, yaitu pH 5.5 - 6.5 Menurut

Indrawanto dkk. (2010) Kopi jenis arabika, robusta, dan liberika merupakan jenis

kopi yang terdapat di Indonesia. Akan tetapi, kopi yang banyak dibudidayakan di

Indonesia adalah kopi jenis arabika dan robusta. Curah hujan yang sesuai untuk
13

tanaman kopi 4 berkisar 1 500 sampai 2 500 mm tahun-1 dengan rata-rata bulan

kering 3 bulan. Rata-rata suhu yang diperlukan untuk tanaman kopi berkisar 15 °C

sampai 25 °C dengan kelas lahan S1 atau S2. Ketinggian tempat penanaman sangat

berkaitan dengan citarasa kopi tersebut.

Di dalam rangka bercocok tanam, selain memperhatikan keadaan iklim, jenis

dan varietas yang akan ditanam, juga harus diperhatikan pekerjaan-pekerjaan yang

akan dijalankan, seperti pembibitan atau pesemaian. Bibit-bibit yang akan ditanam

dapat berasal dari biji (zaailing), dengan kata lain yang berasal dari pembiakan secara

generatif dan sambungan atau stek, dengan kata lain yang berasal dari pembiakan

secara vegetatif (AAK, 2003).

C. Perbanyakan Kopi

Dalam perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan dengan cara biji

(generatif) dan vegetatif. Perbanyakan menggunakan biji (generatif) adalah cara

termurah dan termudah untuk perbanyakan tanaman kopi. Kopi juga bisa

diperbanyak secara vegetatif dengan stek, sambung dan kultur jaringan. Teknik stek

dan sambung dapat diterapkan pada beberapa tanaman untuk menyelamatkan

keturunan tanaman yang unggul (Wintgens 2009).

Perbanyakan dengan biji (generatif) mempunyai keuntungan seperti system

perakaran lebih kuat, lebih muda di perbanyak dan jangka waktu berbuah lebih

panjang. Perbanyakan dengan biji (generatif) mempunyai kelemahan antara lain:

waktu untuk memulai berbuah lebih lama, sifat turunan tidak sama dengan induknya
14

dan ada banyak jenis tanaman produksinya sedikit atau benihnya sulit untuk

berkecambah (Wintgens 2009).

Keunggulan pembiakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang

kuat. Tanaman yang ditanam berasal dari biji sering digunakan sebagai batang bawah

untuk okulasi maupun penyambungan. Selain itu karena sistem perakarannya kuat

tanaman yang berasal dari pembiakan generatif sering digunakan sebagai tanaman

penghijauan di lahan kritis untuk konservasi lahan. Bahan tanam hasil pembiakan

secara generatif adalah berupa biji (benih). Benih yang berukuran lebih kecil

dibandingkan dengan tanaman induknya sehingga dapat dihasilkan dalam jumlah

yang besar. Ukuran biji yang kecil juga dapat memberikan kesempatan untuk

penyebaran yang lebih jauh. Tanaman hasil pembiakan generatif akan mempunyai

sifat yang berbeda dengan kedua induknya karena merupakan perpaduan dari kedua

induknya sehingga menimbulkan variasi-variasi baru baik secara fenotipe maupun

genotip. Tanaman hasil pembiakan secara generatif biasanya mempuyai daya adaptasi

yang tinggi terhadap lingkungannya, selain itu tanaman hasil pembiakan generatif

mempunyai umur produktif yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman hasil

pembiakan secara vegetatif (Wintgens 2009).

Pembiakan secara vegetatif pada kopi yang pernah dan sering dijalankan

dengan cara menyambung dan menyetek. Dari kedua kemungkinan tersebut, yang

banyak dilakukan secara besar-besaran hanyalah dengan cara menyambung. Sedang


15

menyetek belum begitu meluas, karena kemungkinan hidup sangat kecil dan tidak

semua jenis dapat disetek (AAK, 2003).

Perbanyakan secara vegetatif mempunyai keuntungan seperti: lebih cepat

berbuah, sifat turunannya sesuai dengan induknya dan dapat digabung sifat-sifat yang

diinginkan. Perbanyakan secara vegetatif juga mempunyai kelemahan antara lain:

perakaran kurang baik, lebih sulit dikerjakan karena membutuhkan keahlian tertentu

dan jangka waktu berbuah lebih pendek (AAK, 2003).

D. Dormansi Benih

Benih adalah simbol dari suatu pemulaan kehidupan di alam semesta dan

yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung kehidupan tanaman.

Benih juga memiliki pengertian sebagai biji tanaman yang digunakan oleh manusia

dengan tujuan penanaman atau budidaya (Sutupo, 2002).

Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak

dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji

(Salisbury, 1995). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda

perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk

melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada

embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi

klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan

memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk


16

mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi

dormansi embryo.

Biji merupakan adaptasi untuk tumbuhan terrestrial yang terdiri atas embrio

yang dibungkus bersama-sama dengan cadangan makanan di dalam suatu

pembungkus yang resisten, salah biji adalah biji kopi. Dormansi dapat terjadi di biji

dalam perkecambahannya jika lingkungan tempat hidupnya tidak memungkinkan

untuk tumbuh berkembang ataupun karena dipaksa untuk dorman. Dormansi dibagi

menjadi dua yaitu dormansi primer dan sekunder. Dormansi primer dapat bersifat

eksogen dan endogen. Dominasi primer yang bersifat eksogen adalah dominasi

primer yang terjadi akibat faktor luar lingkungan perkecambahan antara lain air, gas

dan cahaya. Penyebab dormansi eksogen ini meliputi sifat fisik kulit benih yang

kedap terhadap air, gas atau karena kulit benih yang keras ( Cahyanti. 2009).

Faktor faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan

mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras hard

seed-. 0etode pematahan dormansi eksogen yaitu: 1) Skarifikasi mekanis untuk

menipiskan testa, pemanasan, pendinginan shilling-, perendaman dalam air

mendidih, pergantian suhu drastis, 2) Skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa,

yaitu asam sulfat. 2ntuk testa yang mengandung senyawa tak larut air yang

menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut organik seperti alkohol dan aseton

dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan ' senyawa tersebut sehingga

benih dapat berkecambah. Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan


17

fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadapat pengatur

tumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya ( Ilyas dan Diarni. 2007).

Menurut Salisbury, 1995 tipe dormansi biji antara lain :

1. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural terhadap

perkedcambahan. seperti kulit biji ynag keras dan kedap sehingga menjadi

penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis

tanaman

2. Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya

dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang

tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor dalam sepert immaturity atau

ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya.

mengemukakan bahwa tekanan seleksi selama Gardner dkk. (1991) dalam

Hedty dkk, (2014), ribuan tahun pembudidayaan sebenarnya menghilangkan

dormansi pada tanaman budidaya. Kebanyakan biji tanaman budidaya cepat

berkecambah setelah pemasakan dan pengeringan, atau pengawetan dengan

pengeringan. Tanaman budidaya yang lama belum dibudidayakan seringkali

menunjukkan dormansi sampai tingkat tertentu dan memerlukan kondisi khusus atau

waktu penyimpanan yang lebih panjang sebelum berkecambah. Tekanan seleksi alam

selama evolusi telah menghasilkan tanaman dengan biji dorman dan/atau kuncup

dorman sebagai adaptasi terhadap periode saat lingkungan tidak menguntungkan

seperti yang dijumpai pada daerah beriklim sedang.


18

Menurut Sutopo (2004), benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut

sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang

secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.

Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau

sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut.

Dormansi diklasifikasikan dalam berbagai cara dan tidak ada sistem yang

berlaku secara universal. Secara umum tipe-tipe dormansi dapat dikelompokan

menjadi (Schmidth 2002) :

1) Embrio yang belum berkembang

Benih dengan pertumbuhan embrio yang belum berkembang pada saat

penyebaran tidak akan dapat berkecambah pada kondisi perkecambahan normal dan

karenanya tergolong kategori dorman. Fenomena ini seringkali dimasukkan ke dalam

kategori dormansi fisiologis, dengan memperhatikan kondisi morfologis embrio yang

belum matang.

2) Dormansi mekanis

Dormansi mekanis dapat terlihat ketika pertumbuhan embrio secara fisik

dihalangi struktur kulit benih yang keras. Kulit biji yang keras akan menyebabkan air

tidak dapat ditembus oleh air, atau udara yang dapat membatasi mekanisasi kerja dari

embrio biji. Imbibisi dapat terjadi tetapi radicle tidak dapat membelah atau

menembus kulitnya. Pada dasarnya hampir semua benih yang mempunyai dormansi

mekanis mengalami keterbatasan dalam penyerapan air.


19

3) Dormansi fisik

Dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau

penutup buah yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas. Fenomena ini sering

disebut sebagai benih keras, meskipun istilah ini sering digunakan untuk benih legum

yang kedap air.

4) Zat-zat penghambat

Beberapa jenis benih mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau

benih yang mencegah perkecambahan, misalnya dengan menghalangi proses

metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan. Zat-zat penghambat yang paling

sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Gula, coumarin dan zat-zat lain dalam

buah berdaging mencegah perkecambahan karena tekanan osmose yang menghalangi

penyerapan.

5) Dormansi cahaya

Sebagian besar benih dengan dormansi cahaya hanya berkecambah pada

kondisi terang. Sehingga benih tersebut disebut dengan peka cahaya. Dormansi

cahaya umumnya dijumpai pada pohon-pohon pioner.

6) Dormansi suhu

Istilah dormansi suhu digunakan secara luas mencakup semua tipe dormansi,

suhu berperan dalam perkembangan atau pelepasan dari dormansi. Benih dengan

dormansi suhu seringkali memerlukan suhu yang berbeda dari yang diperlukan untuk
20

proses perkecambahan. Dormansi suhu rendah ditemui pada kebanyakan jenis

beriklim sedang.

7) Dormansi gabungan

Apabila dua atau lebih tipe dormansi ada dalam jenis yang sama, dormansi

harus dipatahkan baik melalui metode beruntun yang bekerja pada tipe dormansi yang

berbeda, atau melalui metode dengan pengaruh ganda.

Dormansi dapat juga terjadi secara fisiologis yaitu dormansi yang

disebabkan oleh keseimbangan antara zat pemacu dan zat penghambat yang ada

dalam benih. Salah satu pemacu dormansi atau penghambat pertumbuhan adalah

asam absisat, Sedangkan senyawa yang memacu pertumbuhan adalah sitokinin dan

giberalin. Sehingga ketika biji akan dorman maka terlihat adanya peningkatan

senyawa asam absisat dalam tumbuhan tersebut. Biji kopi merupakan salah satu jenis

biji yang memiliki sifat impermeable terhadap gas terutama pada bagian endokarpnya

sehingga dapat bersifat dormansi primer yang eksogen.

Benih kopi memiliki masa dormansi fisik yang cukup lama sehingga perlu

dilakukan usaha untuk memperpendek dormansi fisik benih kopi. Penyebab dormansi

pada benih kopi diduga karena kulit benih yang impermeabel terhadap air dan

oksigen sehingga menghambat aktivitas perkecambahan benih. Kulit benih yang

impermeabel secara langsung berpengaruh terhadap dormansi, karena dapat

mereduksi kandungan oksigen dalam benih sehingga dalam keadaan anaerobik terjadi

sintesa zat penghambat tumbuh.


21

Benih tanaman kopi memiliki kulit biji yang cukup keras sehingga untuk

berkecambah membutuhkan waktu yang cukup lama. Lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk perkecambahan benih kopi di sebabkan karena sulitnya air untuk

menembus kulit benih yang keras. Sehingga kopi memiliki massa dormansi fisik yang

cukup lama. Menurut Ashari (1995) dalam Hedty dkk (2014), untuk mencapai

stadium serdadu (hipokotil tegak lurus) butuh waktu empat sampai enam minggu,

sementara untuk mencapai stadium kepelan (membukanya kotiledon) membutuhkan

waktu delaman sampai dua belas minggu. Keadaaan ini tentu akan berdampak pada

penyediaan bibit.

E. Pematahan Dormansi

Perlakuan awal atau pendahuluan merupakan istilah yang digunakan untuk

kondisi atau proses yang diterapkan pada pematahan dormansi untuk perkecambahan,

sementara perlakuan digunakan dalam aplikasi pestisida untuk mengendalikan hama

dan penyakit. Tujuan perlakuan awal adalah untuk menjamin bahwa benih akan

berkecambah, dan bahwa perkecambahan berlangsung cepat dan seragam. Metode

perlakuan awal sering harus disesuaikan dengan individu jenis dan lot benih

berdasarkan pengalaman dan percobaan-percobaan. Perlakuan awal umumnya

dilakukan sesaat sebelum penaburan misalnya setelah penyimpanan karena dormansi

umumnya memperpanjang daya simpan (Schmidth 2002).


22

1. Perlakuan Skarifikasi Mekanik

Perlakuan pendahuluan adalah istilah yang digunakan untuk proses

mematahkan dormansi benih. Perlakuan pendahuluan diberikan pada benih-benih

yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk dikecambahkan (Widhityarini dkk,

2011).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi benih berkulit

keras adalah dengan skarifikasi mekanik. Skarifikasi merupakan salah satu proses

yang dapat mematahkan dormansi pada benih keras karena meningkatkan imbibisi

benih. Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat

celah tempat keluar masuknya air dan oksigen. Teknik yang umum dilakukan pada

perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan

penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrio

(perlukaan selebar 5 mm). Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke dalam

benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi mekanik

mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi berkurang sehingga

peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah

(Widyawati dkk, 2009).

Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan tepat pada posisi

embrio berada. Posisi embrio benih aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada

bagian punggung sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di bagian tengah

benih (Rofik dan Murniati, 2008).


23

2. Perlakuan Skarifikasi Kimiawi

Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan kulit benih lebih mudah

dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Perendaman pada larutan kimia yaitu

seperti KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat kulit benih

menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Berikut rincian

masing-masing penggunaan larutan kimia untuk memecahkan dormansi benih :

a. Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat

ISTA merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan konsentrasi 0,1 – 0,2

%. KNO3 digunakan sebagai promotor perkecambahan dalam sebagian besar

pengujian perkecambahan benih (Copeland dan McDonald, 2001 dalam Marlina dkk,

2010).

Pada pengujian pematahan benih kopi robusta, perendaman benih kopi

robusta dengan air selama 24 jam menghasilkan prosentase perkecambahan lebih

tinggi daripada perendaman dengan KNO3, tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap peubah lainnya (Mas’oedi, 1985). Hal ini diduga konsentrasi 0,2 – 0,6

% belum mampu merangsang perkecambahan benih kopi.

b. Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat

Larutan asam sulfat menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat

diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam harus

memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp dapat diretakkan untuk

memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio. Perendaman


24

selama 1 – 10 menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan

perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Schimdt,

2000 dalam Winarni , 2009).

Penelitian pada benih mindi menunjukkan bahwa perkecambahan normal

tercepat tercapai setelah mendapat perlakuan perendaman benih dalam 12 N H2SO4

selama 10 menit (Soeherlin, 1996 dalam Silomba 2006).

Penelitian pada benih kayu afrika menunjukkan benih yang direndam dalam

larutan H2SO4 dengan konsentrasi 20 N dan lama perendaman 20 menit dapat

meningkatkan daya berkecambah hingga 91,6 % dibanding dengan kontrol (tanpa

perlakuan) daya berkecambahnya sebesar 57,7 % (Kurniaty, 1987 dalam Silomba

2006).

c. Perendaman Dengan Larutan Asam Klorida (HCl)

Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Asam

klorida adalah asam kuat. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Ciri

fisik asam klorida, seperti titik didih, titik leleh, kepadatan, dan pH tergantung dari

konsentrasi atau molarity dari HCl di dalam larutan asam (Anonim, 2013).

d. Perendaman Dengan Air

Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), beberapa jenis benih

terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan memudahkan

penyerapan air oleh benih. Perlakuan perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci
25

zat-zat yang menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih.

Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat.

Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormansi

fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai

seluruh benih menjadi permeabel (Schimdt, 2000 dalam Silomba, 2006).

Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan

penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu dengan memasukkan benih ke dalam air

panas pada suhu 400 – 700 C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama

beberapa waktu. Kemudian benih ditiriskan untuk kemudian dikecambahkan

(Anonim , 2013).

F. Hipotesis

1. Pada perlakuan perendaman dan konsentrasi larutan kimia akan meningkatkan

perkecambahan dan vigor benih kopi.

2. Perendaman H2SO4 20% selama 25 menit akan memberikan pengaruh paling baik
untuk perkecambahan dan vigor bibit kopi.

Anda mungkin juga menyukai