Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN RESUME

ADHF

DWI ANGGUN (17. 156. 01. 11. 057)

2B KEPERAWATAN
STIKES MEDISTRA INDONESIA
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN ADHF

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE

A. DEFINISI
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. (Hanafiah, 2006).
Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut: gejala –
gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan
aktifitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal atau
pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E, 2006)

B. FAKTOR RESIKO TINGGI


Menurut Hanafiah (2006), faktor resiko tinggi tekena penyakit ADHF yaitu
a. Orang yang menderita riwayat hipertensi
b. Obesitas
c. Pernah mengalami riwayat gagal jantung
d. Perokok berat
e. Aktivitas sangat berlebihan dan mengkonsumsi alcohol

C. ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling umum
adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot
jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau
berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang
merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari
pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10%

2
(Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al,
2011)
Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara struktur
dan fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit jantung koroner,
hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang berperan
terjadinya abormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV,
Ponikowski P, Atar D et al, 2008)

Tabel 1 Penyebab Umum Gagal Jantung Oleh Karena Penyakit Otot Jantung
Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi
ventrikel kanan dan fraks injeksi
Kardiomiopati Faktor genetic dan non – genetic
(termasuk yang didapat seperti
myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM),
restrictive (RCM), arrhythmogenic
right ventricular (ARVC), yang tidak
terklasifikasikan

Obat – obatan β - Blocker, calcium antagonists,


antiarrhythmics, cytotoxic agent

Toksin Alkohol, cocaine, trace elements


(mercury, cobalt, arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus, 
hypo/hyperthyroidism, Cushing
syndrome, adrenal insufficiency,
excessive growth hormone,
phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium,
carnitine. Obesitas, kaheksia
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis,
haemochromatosis, penyakit jaringan
ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV,
peripartum cardiomyopathy, gagal
ginjal tahap akhir

Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.


ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008. European Journal of Heart Failure.

3
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) 2008 :

1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu :

1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.


2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa.
3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa ringan.
4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

D. PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka
yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang

4
diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005).
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal
untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah
akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan
remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada
keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi
terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan
metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka
mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari
ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005).
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas
miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan
kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal
ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. B endungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema
paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru
(Price, 2005).
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan
kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan
curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan
kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke
jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi
garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih
progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema
perifer (Price, 2005).
Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated Heart Failure:
Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni Ketidakmampuan dan kegagalan

5
jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif
yang lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon terhadap faktor – faktor
neurohormonal (seperti sistem saraf simpatis, renin – angiotensin – aldosterone system,
arginine vasopressin dan endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan
euvolemia yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien
tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan
(Mc.Bride BF, White M, 2010)
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator –
mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator yang diamati
pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal jantung dan
perburukan prognosis pasien . Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf
simpatik mencegah terjadinya arterial underfilling yang meningkatkan cardiac output
sampai toleransi berkembang dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1 – receptor
terpisah dari second messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸-
monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu.
Kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula
sitoplasma di miosit tersebut.
Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut pada
katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP miokard,
meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal
ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel terprogram.
Selain itu, overdrive simbol-menyedihkan menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor
rangsangan tidak mengakibatkan toleransi dan meningkatkan derajat vasokonstriksi
sistemik, meningkatkan stres dinding miokard. Selanjutnya, peningkatan vasokonstriksi
sistemik mengurangi tingkat filtrasi glomerulus, sehingga memberikan kontribusi bagi
aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone (Mc.Bride BF, White M, 2010)

E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak
spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh
kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan
pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia,
penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara
klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld J, 2010)

6
Gambaran Klinis yang Gejala Tanda
Dominan
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan, Edema Perifer,
Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal, hepatomegaly,
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat Crackles atau rales pada
paru-paru bagian atas,
saat istirahat
efusi, Takikardia,
takipnea
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang
buruk, Systolic Blood
output syndrome) dingin pada perifer
Pressure (SBP) <
90mmHg, anuria atau
oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
peningkatan tekanan
(gagal jantung
darah, hipertrofi ventrikel
hipertensif) kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel
kanan, peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly, kongesti
usus.
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008. European Journal of Heart Failure

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart


Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera
dalam tabel berikut.

Volume Overload
a. Dspneu saat melakukan kegiatan
b. Orthopnea
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
d. Ronchi
e. Cepat kenyang
f. Mual dan muntah
g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly
h. Distensi vena jugular
i. Reflex hepatojugular

7
j. Asites
k. Edema perifer
Hipoperfusi
a. Kelelahan
b. Perubahan status mental
c. Penyempitan tekanan nadi
d. Hipotensi
e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1. Laboratorium : (1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit. (2) Elektrolit : K, Na, Cl, Mg. (3)
Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH). (3) Gangguan fungsi ginjal dan hati : B
UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT. (4) Gula darah. (5) Kolesterol,
trigliserida. (6) Analisa Gas Darah
2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : (1) Penyakit jantung koroner : iskemik,
infark. (2) Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy). (3) Aritmia.
(4) Perikarditis.
3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2) Edema
interstitials. (3) Efusi pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5) Pembesaran jantung.
(6) Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung. (7)
Radionuklir. (8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. (9) Mengidentifikasi kelainan
fungsi miokard
4. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan
untuk : (1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru. (2) Mengetahui
saturasi O2 di ruang-ruang jantung. (3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot
jantung. (4) Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent. (5)
Mengetahui beratnya lesi katup jantung. (6) Mengidentifikasi penyempitan arteri
koroner. (7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel,
fungsi ventrikel kiri).(8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri
coroner
5. Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung

8
G. PENATALAKSANAAN
Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah secara signifikan
selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart failure yang digunakan
untuk mengevaluasi diagnostik dan prognostik pasien dengan ADHF antara lain yaitu :

9
BP Blood pressure; D5W Dextrose 5% in water; ECG Electrocardiogram; IV Intravenous;
SBP Systolic blood pressure
Gambar. Pilihan pengobatan pasien dengan acute decompensated heart failure dalam Cclassification
Aand Treatment. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania;
2004

Penatalaksanan untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):

1. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :


a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.

10
2. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I : Non farmakologi
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
c. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.

3. Terapi non farmakologis meliputi :


1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi berat badan
4) Menghindari alcohol
5) Manajemen stress
6) Pengaturan aktivitas fisik

4. Terapi farmakologis meliputi :


a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat
ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal :
captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit -edisi 6. 2005. EGC.
Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai