Anda di halaman 1dari 34

KASUS II

DEMAM

“Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan
demam dan mual. Hasil pengkajian nyeri pada sendi, otot perut dan tenggorokan, lemah,
batuk dan pilek dan beberapa hari ini mengeluh diare. Nampak tatoan pada tangan dan
kaki. Test ELISA (+), TD : 130/80 mmHg, Nadi : 110x/menit, Pernapasan : 24x/menit,
dan Suhu Badan 39,5◦C. Pasien mengatakan sering berkeringat di malam hari.”

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Test ELISA
ELISA atau singkatan dari Enzyme-linked Immunosorbent Assay merupakan
jenis immunoassay (uji imun) yang telah digunakan secara luas. ELISA
merupakan rapid  test atau uji cepat dalam mendeteksi atau mengkuantifikasi jumlah
antibodi atau antigen melawan virus, bakteri, atau bahan lain. ELISA dinamakan
demikian karena memang melibatkan penggunaan enzim dan immunosorbent. Metode
ELISA untuk mengukur reaksi Antigen (Ag) Antibodi (Ab) meningkat penggunaannya
dalam pendeteksian antigen (dari agen infeksius) atau antibodi karena metodenya yang
sederhana tapi sensitif. Sensitivitasnya sama dengan radioimmunoassay (RIA) dan
hanya membutuhkan kuantitas mikroliter untuk penggunaan reagen ujinya. Sekarang
ELISA telah diterapkan secara luas dalam deteksi berbagai antibodi dan antigen seperti
hormon, toksin, dan virus.
b. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan aktual maupun potensial. Nyeri dapat mengenai semua orang,
tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan. Nyeri ada dua
tipe yakni nesiseptif dan neuropatik. Nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ
dalam. Contohnya nyeri tertusuk paku, nyeri karena benturan, dan lain-lain. Nyeri
adalah penyakit yang bersifat akut dan merupakan respon dari stimulus luar.
Sedangkan neuropatik adalah nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan saraf atau
disfungsi saraf seperti pada diabetes mellitus, herpes zoster, HNP, Trigeminal
Neuralgia, Siringomielia, dan lain-lain. Nyeri bersifat kronis dan spontan (tanpa
rangsangan dari luar pasien tetap merasakan nyeri).

2. KATA/PROBLEM KUNCI
a. Demam (Suhu Badan 39,5◦C)
b. Nyeri pada sendi, otot perut dan tenggorokan
c. Lemah
d. Batuk pilek
e. Nampak tatoan pada tangan dan kaki
f. Test ELISA (+),
g. Berkeringat di malam hari

3. MIND MAP

TB PARU PNEUMONIA
DEMAM

HIV

Manifest Test
Nyeri Sendi, Otot Batuk Berkeringat Pada
Demam Lemah ELISA
asi Klinis Dan Tenggorokan Pilek Malam Hari
(+)
HIV      

TB Paru  -   - 

Pneumo     - -
nia

4. PERTANYAAN- PERTANYAAN PENTING


1. Apa penyebab demam pada kasus diatas ?
2. Mengapa pada kasus Test ELISA Positif ?
3. Mengapa pada kasus terjadi diare ?

5. JAWABAN PERTANYAAN

1. Demam adalah kondisi meningkatnya suhu tubuh hingga lebih dari 380C. Demam
menandakan adanya penyakit atau kondisi lain di dalam tubuh. Demam umumnya
terjadi sebagai reaksi dari sistem imun dalam melawan infeksi virus, bakteri, jamur,
atau parasit penyebab penyakit. Karena yang diserang oleh virus adalah sistem
kekebalan tubuh, penderita biasanya jadi tidak memiliki kemampuan melawan
serangan infeksi dari luar. Pada 1-4 minggu setelah terinfeksi virus, penderita
HIV mungkin akan merasakan adanya gejala mirip flu / pilek yang berlangsung
selama 1-2 minggu. Flu ini terjadi karena tubuh manusia bereaksi terhadap HIV
dan sistem kekebalan tubuh mencoba melawannya. Setelah beberapa bulan,
infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung hingga
beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan
merusak kekebalan tubuh. Pada titik ini, virus bergerak ke aliran darah dan mulai
mereplikasi dalam jumlah besar. Ketika itu terjadi, ada reaksi peradangan oleh
sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan demam.
2. Tes antibodi HIV dilakukan dengan menggunakan 3 metode pemeriksaan (ELISA
atau EIA) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Bila hasil tes
ELISA atau EIA positif, maka perlu dikonfirmasi dengan metode lain yang memiliki
spesifitas yang sangat tinggi yaitu Western Blot. Hasil positif dilaporkan setelah
konfirmasi dengan metode Western Blot menunjukkan hasil positif. Jika hasil tes
antibodi HIV meragukan (intermediate), perlu dilakukan tes ulang setelah rentang
waktu 2 minggu sesuai prosedur tertentu. Hasil tes HIV positif menunjukkan adanya
antibodi terhadap HIV di dalam tubuh seseorang, artinya orang tersebut pernah
terinfeksi HIV. Bukan berarti orang tersebut menderita AIDS. Dengan pengobatan
yang menghambat perkembangan virus yaitu minum ARV secara teratur maka AIDS
dapat dicegah dan Pasien dapat hidup secara berkualitas.
3. Diare tidak hanya disebabkan oleh bakteri, virus juga bisa. Jenis virus yang menjadi
penyebab diare adalah dan muntah adalah rotavirus dan norovirus. Jalur penularannya
kebanyakan sama dengan infeksi bakteri, yaitu lewat konsumsi makanan dan
minuman yang tidak higienis atau kontak langsung dengan orang yang sakit diare.
Seseorang yang terinfeksi virus penyebab diare dapat mulai menularkan penyakitnya
bahkan sebelum merasakan gejala diare. Tangan sering bersentuhan dengan berbagai
benda. Bersalaman dengan orang lain, membuka gagang pintung, atau memencet
tombol lampu adalah beberapa contoh aktivitas yang melibatkan sentuhan tangan
sehingga bisa memindahkan berbagai kuman penyebab diare.Pada orang dewasa,
infeksi rotavirus tidak selalu menyebabkan diare. Bahkan pada beberapa kasusnya
tidak memunculkan gejala apa pun sama sekali. Namun, infeksi rotavirus rentan
menjadi penyebab diare yang parah pada anak kecil dan bayi. Diare anak yang
disebabkan oleh rotavirus bisa berlangsung hingga 8 hari.

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


Dapat mengetahui faktor resiko lain yang dapat menyebabkan seperti kasus
diatas.

7. INFORMASI TAMBAHAN
PENANGANAN DEMAM (FARMAKOLOGI & NON FARMAKOLOGI)
A. FARMAKOLOGI
Terdapat beberapa golongan penurun panas yang dapat dipakai seperti :
1. Paracetamol
2. Golongan Aspirin
3. Golongan Ibuprofen
B. NON FARMAKOLOGI

8. KLARIFIKASI INFORMASI
PENANGANAN DEMAM (FARMAKOLOGI & NON FARMAKOLOGI)
A. FARMAKOLOGI
Terdapat beberapa golongan penurun panas yang dapat dipakai seperti :
4. Paracetamol, misalnya :
- Panadol
- Bodrex
- Paramex
- Tempra
5. Golongan Aspirin, misalnya :
- Aspilet
- Naspro
- Puyer bintang tujuh
6. Golongan Ibuprofen, misalnya :
- Proris
- Fenris
Obat-obat penurun panas terdapat dalam bentuk obat tetes, sirup, bubuk dan tablet,
sedangkan dosis obatnya telah tertera dalam kemasan masing-masing obat. Biasanya
pemakaiannya 3 kali sehari, dan bila terpaksa dapat dipakai empat kali sehari. Patuhi
dosis yang tertera karena pemakaian berlebihan dapat merusak ginjal atau hati si
pemakai.
B. NON FARMAKOLOGI
Prinsip utama adalah menurunkan demam secepat mungkin untuk menghindari
timbulnya efek samping demam seperti kejang atau penurunan kesadaran. Upaya yang
telah dilaksanakan sejak jaman dahulu untuk menurunkan panas adalah kompres
memakai air pada dahi, belakang kepala, kedua ketiak, dan kedua lipat paha. Hingga
kini masih merupakan perdebatan antara para ahli apakah memakai air dingin/air
es/alkohol 70% atau memakai air hangat. Pemakaian air dingin/air es/alkohol akan
lebih cepat menurunkan panas dengan resiko penderita sering menggigil, dan
menimbulkan rasa tidak nyaman. Pemakaian kompres air hangat lebih dianjurkan
karena menurunkan suhu tubuh secara bertahap dan menyebabkab timbulnya keringat
sehingga pada akhirnya menurunkan panas. Selain itu tidak dianjurkan memakai
pakaian yang tebal karena dapat meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan timbulnya
kejang. Bila dalam dua hari panas tidak turun dan tetap tinggi, sebaiknya penderita
segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.

9. RENCANA TINDAK LANJUT


Diharapkan kedepannya agar data dalam setiap kasus bisa lebih di detailkan agar
mahasiswa dapat lebih spesifik mengelompokan setiap data dengan setiap
kemungkinan diagnosa yang muncul.

10. ANALISA & SINTESIS INFORMASI

Berdasarkan penjelasan teori tentang HIV dan gejala-gejala yang di tuliskan dalam
kasus 2, disebutkan bahwa “Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ruang penyakit
dalam dengan keluhan demam dan mual. Hasil pengkajian nyeri pada sendi, otot perut
dan tenggorokan, lemah, batuk dan pilek dan beberapa hari ini mengeluh diare. Nampak
tatoan pada tangan dan kaki. Test ELISA (+), TD : 130/80 mmHg, Nadi : 110x/menit,
Pernapasan : 24x/menit, dan Suhu Badan 39,5◦C. Pasien mengatakan sering berkeringat
di malam hari.”

Berdasarkan gejala yang dialami oleh klien pada kasus diatas maka dapat
ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah HIV (Human
Immunodeficiency Virus)
KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus). Termasuk salah satu retrovirus yang
secara khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus ARN hewan
yang mempunyai tahap ADN. Virus tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim
transkriptase balik yang mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi
rantai ganda kopian ADN (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan ADN
inang mengikuti replikasi ADN inang. Pada saat ADN inang mengalami replikasi,
secara langsung ADN virus ikut mengalami replikasi.

B. ETIOLOGI
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-
deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan
di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya
infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus
ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

C. PATOFISIOLOGI
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu
berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran
kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran
menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam waktu 3
– 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3
– 6 bulan ini disebut window periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara
laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif.
Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala.
Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini
berlangsung cukup panjang, yaitu 5 10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase
full blown AIDS. Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah
sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang
bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS

D. TANDA DAN GEJALA


Klasifikasi klinis infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO
Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas
I 1. Asimptomatik Asimptomatik ,
2. Limfadenopati generalisata aktifitas normal
II 1. 1. Berat badan menurun < 10 % Simptomatik , aktifitas
2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan normal
seperti , dermatitis seboroik, prurigo,
onikomikosis ,ulkus oral yang
rekuren ,kheilitis angularis
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran napas bagian atas seperti
sinusitis bakterialis
III 1. Berat badan menurun < 10% Pada umumnya lemah ,
2. Diare kronis yang berlangsung aktivitas ditempat tidur
3. lebih dari 1 bulan kurang dari 50%
4. Demam berkepanjangan lebih dari 1
bulan
5. Kandidiasis orofaringeal
6. Oral hairy leukoplakia
7. TB paru dalam tahun terakhir
8. Infeksi bacterial yang berat seperti
pneumonia, piomiositis
IV 1. HIV wasting syndrome seperti yang Pada umumnya sangat
didefinisikan oleh CDC lemah , aktivitas
2. Pnemonia Pneumocystis carinii ditempat tidur lebih
3. Toksoplasmosis otak dari 5
4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1
bulan
5. Kriptokokosis ekstrapulmonal
6. Retinitis virus situmegalo
7. Herpes simpleks mukokutan >1 bulan
8. Leukoensefalopati multifocal  progresif
9. Mikosis diseminata seperti
histoplasmosis
10. Kandidiasis di esophagus ,trakea ,
bronkus , dan paru
11. Mikobakterisosis atipikal diseminata
12. Septisemia salmonelosis non tifoid
13. Tuberkulosis diluar paru
14. Limfoma
15. Sarkoma Kaposi
16.  Ensefalopati HIV

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV dapat dibagi dalam
dua kelompok yaitu tes yang mencari adanya virus tersebut dalam tubuh penderita :

1) Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


a) ELISA
b) Western blot
c) P24 antigen test
d) Kultur HIV
2) Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a) Hematokrit.
b) LED
c) CD4 limfosit
d) Rasio CD4/CD limfosit
e) Serum mikroglobulin B2
f) Hemoglobulin

b. Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah :
1) Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS.
2) Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3) Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4) Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.

F. KOMPLIKASI
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
d.     Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia,
keletihan,gagal nafas.
e.  Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,rasa
terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f.   Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
KASUS II

DEMAM

“Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan
demam dan mual. Hasil pengkajian nyeri pada sendi, otot perut dan tenggorokan, lemah,
batuk dan pilek dan beberapa hari ini mengeluh diare. Nampak tatoan pada tangan dan
kaki. Test ELISA (+), TD : 130/80 mmHg, Nadi : 110x/menit, Pernapasan : 24x/menit,
dan Suhu Badan 39,5◦C. Pasien mengatakan sering berkeringat di malam hari.”
STUDI KASUS

A. Pengkajian
a. Biodata pasien
Nama :-
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Diagnose medis : Susp. HIV
b. Penanggung jawab pasien
Nama :-
Umur :-
Hubungan dengan pasien :-
c. Riwayat kesehatan
1. Alasan masuk Rumah sakit : klien masuk dengan keluhan
demam dan mual,. Hasil pengkajian nyeri pada sendi, otot perut
dan tenggorokan, lemah, batuk pilek dan beberapa hari ini
mengeluh diare. Nampak tatoan pada tangan dan kaki. pasien
mengatakan sering berkeringat di malam hari.
2. Keluhan utama : Demam
3. Riwayat keluhan utama : Klien mengeluh demam SB 39,5◦C.
4. Keluhan menyertai : Klien mengeluh mual, nyeri pada
sendi, otot perut dan tenggorokan, klien mengeluh batuk dan pilek,
klien mengeluh diare dank lien mengeluh sering berkeringat di
malam hari.
d. Pemeriksaan fisik
1. KU : Lemah
2. Tanda – tanda vital : TD: 130/80 mmHg, Nadi 110x/menit,
pernapasan 24x/menit, dan suhu badan 39,5◦C.
e. Pemeriksaan Laboratorium : Test ELISA (+).
KLASIFIKASI DATA

DATA OBYEKTIF DATA SUBYEKTIF


 KU : Lemah  Klien mengeluh demam
 TTV :  Klien mengeluh mual
TD : 130/80 mmHg  Klien mengeluh nyeri
Nadi : 110x/menit pada sendi, otot perut dan
Pernapasan 24x/menit tenggorokan
o
Suhu Badan : 39,5 C  Klien memgeluh batuk
 Test ELISA (+) dan pilek
 Klien mengeluh diare
 Klien mengeluh sering
berkeringat di malam hari
ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 DS : Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui HIPERTERMI
darah, cairan vagina/sperma ASI /
 Klien cairan tubuh ibu yg infeksius
mengeluh ↓
demam Virus masuk dalam peredaran darah
dan invasi sel target hospes
 Klien ↓
mengeluh Terjadi perubahan pada struktural sel
sering akibat transkripsi RNA virus + DNA
sel sehingga terbentuknya provirus
berkeringat di ↓
malam hari Sel penjamu (T helper, limfosit B,
makrofag) mengalami kelumpuhan

DO :
Menurunnya sistem kekebalan
 KU : Lemah
tubuh
 TTV :

Suhu Badan :
39,5oC Terbentuk virus - virus HIV yang baru
 Test ELISA dalam tubuh

(+)
Replikasi perkembangan HIV dalam
cairan tubuh

Reaksi antigen antibodi

Pelepasan mediator kimiawi (pirogen)

hipotalamus

Peningkatan suhu thermostat

Demam

Hipertermi

ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
2 DS : Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui NYERI
darah, cairan vagina/sperma ASI / cairan
 Klien AKUT
tubuh ibu yg infeksius
mengeluh nyeri ↓
pada sendi, otot Virus masuk dalam peredaran darah dan
invasi sel target hospes
perut dan ↓
tenggorokan Terjadi perubahan pada struktural sel
akibat transkripsi RNA virus + DNA sel
sehingga terbentuknya provirus
DO : ↓
 KU : Lemah Sel penjamu (T helper, limfosit B,
 TTV : makrofag) mengalami kelumpuhan

TD : 130/80
Menurunnya sistem kekebalan
mmHg
tubuh
Nadi :

110x/menit
Terbentuk virus - virus HIV yang baru
Pernapasan : dalam tubuh
24x/menit ↓
Replikasi perkembangan HIV dalam
cairan tubuh

imunosupresi

Pelepasan mediator kimiawi (pirogen)

Organ target

Neurologi

Menyerang SSP, perifer, autonom

Neuropati perifer

Kelemahan, mati rasa pada ekstremitas,
hipotensi ortostatik

Mengenai ujung saraf nyeri

Saraf eferen

Persepsi nyeri

Nyeri Akut

ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
3. DS : Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui DIARE
 Klien darah, cairan vagina/sperma ASI / cairan
tubuh ibu yg infeksius
mengeluh ↓
diare Virus masuk dalam peredaran darah dan
invasi sel target hospes

DO :
Terjadi perubahan pada struktural sel
 KU : Lemah akibat transkripsi RNA virus + DNA sel
sehingga terbentuknya provirus

Sel penjamu (T helper, limfosit B,
makrofag) mengalami kelumpuhan

Menurunnya sistem kekebalan
tubuh

Terbentuk virus - virus HIV yang baru
dalam tubuh

Replikasi perkembangan HIV dalam
cairan tubuh

imunosupresi

Pelepasan mediator kimiawi (pirogen)

Organ target

Gastrointestinal

Candida pada organ pencernaan

Diare

Diare
ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
4. DS : Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui NAUSEA
darah, cairan vagina/sperma ASI / cairan
 Klien
mengeluh tubuh ibu yg infeksius

mual
Virus masuk dalam peredaran darah dan
invasi sel target hospes
DO : ↓
 KU : Lemah Terjadi perubahan pada struktural sel
akibat transkripsi RNA virus + DNA sel
sehingga terbentuknya provirus

Sel penjamu (T helper, limfosit B,
makrofag) mengalami kelumpuhan

Menurunnya sistem kekebalan
tubuh

Terbentuk virus - virus HIV yang baru
dalam tubuh

Replikasi perkembangan HIV dalam
cairan tubuh

imunosupresi

Pelepasan mediator kimiawi (pirogen)

Organ target

Gastrointestinal

Kerusakan membrane mukosa oral

Lesi pada mulut, esophagus dan lambung

Penurunan nafsu makan

Penurunan intake nutrisi

Mual Muntah

Nausea

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi

2. Nyeri Akut

3. Diare
4. Nausea
INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL


INTERVENSI KEPERAWATAN(SIKI)
O (SDKI) (SLKI)

1 Defisit Nutrisi D.0019 Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi I.03119


. Definisi : Asupan nutrisi tidak intervensi selama 8
Observasi
cukup untuk memenuhi kebutuhan jam, status nutrisi
1. Identifikasi status nutrisi
metabolism. meningkat, dengan
2. Monitor asupan makanan
kriteria hasil :
DS : 3. Monitor berat badan
 Porsi makanan 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Klien mengeluh lemas
yang dihabiskan Terapeutik
 Istri klien mengatakan berat
 Serum albumin 5. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
badan semakin menurun
meningkat jika perlu
 Istri klien mengatakan sariawan
 Verbalisasi untuk 6. Berikan makanan tinggi serat untuk
dibibir mulai bermunculan dan
meningkatkan mencegah konstipasi
semakin parah.
nutrisi meningkat 7. Berikan makanan tinggi kalori dan
 Istri klien mengatakan klien
 Sikap terhadap tinggi protein
hanya makan 2-5 sendok atau
makanan/minuma 8. Berikan suplemen makanan, jika perlu
hanya minum susu
Edukasi
 Klien mengeluh sakit saat n sesuai dengan 9. Ajarkan diet yang diprogramkan
membuka mulut dan pedis saat tujuan kesehatan Kolaborasi
makan dan minum.  Sariawan menurun 10. Kolaborasi pemberian medikasi
DO :  Frekuensi makan sebelum makan
membaik 11. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Luka di mulut semakin banyak
 Nafsu makan menentukan jumlah kalori dan jenis
dan bertambah diujung dan
membaik nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
diatas lidah.
 Membran mukosa
 Pemeriksaan Lab Albumin :
membaik
2.0
INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL


NO INTERVENSI KEPERAWATAN(SIKI)
(SDKI) (SLKI)

2. Nyeri Akut D.0077 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri I.08238


Definisi : Pengalaman sensorik atau intervensi selama 8 jam,
Observasi
emosional yang berkaitan dengan maka tingkat nyeri
kerusakan jaringan actual atau menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fungsional, dengan onset mendadak atau hasil : lokasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
lambat dan berintensitas ringan hingga 2. Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun
berat yang berlangsung kurang dari 3 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
 Frekuensi nadi
bulan. 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
membaik
memperingan nyeri.
DS :  Pola napas membaik
Terapeutik
 Tekanan darah
 Klien mengeluh nyeri pada
membaik 5. Berikan terapi non farmakologis untuk
sendi, otot perut dan
mengurangi rasa nyeri
tenggorokan
6. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
7. Fasilitasi istrahat tidur
DO : 8. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
 KU : Lemah
Edukasi
 TTV :
TD : 130/80 mmHg 9. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
Nadi : 110x/menit
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Pernapasan : 24x/menit 11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
12. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
13. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
NO INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

3. Diare Setelah dilakukan Manajemen Mual I.03117


intervensi selama 8 jam,
Definisi : Perasaan tidak nyaman pada Observasi
maka keluhan mual
bagian belakang tenggorokan atau
muntah menurun, 1. Identifikasi pengalaman mual
lambung yang dapat mengakibatkan
dengan kriteria hasil : 2. Monitor mual (mis. frekuensi, durasi, dan
muntah.
tingkat keparahan
 Mual menurun
DS : 3. Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Muntah menurun
Terapeutik
 Klien mengeluh diare
4. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
DO :
menarik
 KU : Lemah Edukasi

5. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup


Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Manajemen Muntah I.03118
Observasi

1. Identifikasi karakteristik muntah (mis.


warna, konsistensi, adanya darah, waktu,
frekuensi dan durasi)
2. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Terapeutik

3. Atur posisi untuk mencegah aspirasi


4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Berikan dukungan fisik saat muntah (mis.
membantu membungkuk atau menundukkan
kepala)
Edukasi

6. Anjurkan membawa kantong plastic untuk


menampung muntah
7. Anjurkan memperbanyak istirahat

Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika
perlu

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
NO INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

4. Nausea D.0076 Setelah dilakukan Manajemen Mual I.03117


intervensi selama 8 jam,
Definisi : Perasaan tidak nyaman pada Observasi
maka keluhan mual
bagian belakang tenggorokan atau
muntah menurun, 7. Identifikasi pengalaman mual
lambung yang dapat mengakibatkan
dengan kriteria hasil : 8. Monitor mual (mis. frekuensi, durasi, dan
muntah.
tingkat keparahan
 Mual menurun
DS : 9. Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Muntah menurun
Terapeutik
 Klien mengeluh mual.
10. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
DO :
menarik
 KU : Lemah Edukasi

11. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup


Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
D. IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggabarkan kriteria hasil yang diharapkan.

E. EVALUASI

Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Perawat dapat memonitor kealpaan yang terjadi
selama tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan pelaksanaan
tindakan.

Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawtan

1. Proses (formatif)
 Fokusnya pada aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan.
 Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
dilaksanakan dan terus menerus dilaksanakan sampai tujuan
tercapai.
 Evaluasi merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
respon klien langsung pada tindakan keperawatan.
2. Hasil (sumatif)
 Fokusnya pada perubahan perilaku/status kesehatan klien pada
akhir tindakan perawatan klien.
Tipe ini dilaksanakan pada akhir tindakan secara paripurna
DAFTAR PUSTAKA

DiGiulio, Mary, Dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :


Rapha Publishing

Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.


Jakarta: Media Aesculapius
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Qraxina, dkk. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita


Glaukoma Dengan Ketaatan Menggunakan Obat. Semarang :
Jurnal Kedokteran Diponegoro

Willkinson, M. Judith M. dkk. 2011. “Buku Saku Diagnosis


Keperawatan”.edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai