Anda di halaman 1dari 11

BAB 3.

METALURGI LAS

Dalam bab ini akan dibahas sifat-sifat baja lunak dan baja kuat di mana sifat-
sifatnya dapat berubah karena terjadinya panas pengelasan. Pembahasanpembahasan yang
dilakukan didasarkan dan dipandang dari sudut metalurgi. 

3.1 Baja Dalam Pengelasan 

3.1.1 Struktur Mikro Dan Sifat-sifat Mekanik

Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang terbentuk biasanya
digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, suhu dan transformasi yang bahasa
Inggrisnya adalah "Continuous Cooling Transformation" dan disingkat menjadi diagram CCT.
Contoh dari diagram ini untuk baja ASTM 4340 ditunjukkan dalam Gbr. 3.1. Dari gambar dapat
dilihat bahwa bila kecepatan pendinginan naik yang berarti waktu pendinginan dari suhu austenit
turun, struktur akhir yang terjadi berubah dari campuran ferit-perlit ke campuran ferit-perlit-
bainit-martensit, ferit-bainit-martensit, kemudian bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan
yang tinggi sekali struktur akhirnya adalah martensit. Dalam Gbr. 3.2 ditunjukkan struktur mikro
dari campuran ferit-perlit, bainit kasar yang dihasilkan pada temperatur tinggi, bainit halus yang
dihasilkan pada sekitar suhu martensit atau titik Ms dan martensit sempurna.

σ y =σ f + K ∙ D 1 /2 (3.1)

di mana

o-= batas luluh

cr f = tegangan friksi

K = Konstanta

D = besar butir

Beberapa data yang mendukung persamaan Hall-petch ini ditunjukkan dalam Gbr.3.3 Di
samping hubungannya dengan kekuatan, ternyata bahwa besar butir juga mempengaruhi energi
patah (uji Charpy) dan perambatan retak. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa makin halus
butir-butir kristal makin rendah suhu transisi ulet getasnya seperti yang ditunjukkan dalam Gbr.
3.4.

3.1.2 Baja Lunak

 Kelompok baja ini biasanya mempunyai kekuatan tarik antara 40 sampai 50 kg/mm2
dan pada umumnya dalam bentuk hasil pengerolan. Dari kenyataan bahwa baja ini telah banyak
digunakan dalam seratus tahun terakhir ini, dapat disimpulkan bahwa baja ini mempunyai sifat-
sifat pengerjaan dan kekuatan yang sangat baik. Berdasarkan standar-standar yang ada
biasanya baja lunak dikelompokkan dalam baja rol panas untuk konstruksi umum dan baja rol
panas untuk konstruksi las. Perbedaan antara kelompok kedua terhadap kelompok pertama
adalah bahwa pada kelompok kedua batas kadar karbon maksimum ditentukan dengan ketat
untuk menjamin sifat mampu las dari baja tersebut. Dalam Tabel 3.1 ditunjukkan beberapa
contoh spesifikasi baja lunak menurut standar JIS.

3.1.3 Baja Kuat

Kelompok baja ini meliputi baja-baja dengan kekuatan tarik dalam keadaan rol antara 50 sampai
80 kg/mm2, yang diberi tanda dengan huruf BJ yang diikuti oleh kekuatannya, misalnya BJ 50
dan BJ 80. Baja-baja dalam kelas kekuatan 50 kg/mm2 biasanya digunakan untuk rangka-rangka
baja dalam konstruksi kapal dan konstruksi umum lainnya sedangkan baja dengan kekuatan 80
kg/mm2 digunakan untuk jembatan, bejana tekan dan lain-lainnya. Beberapa spesifikasi baja
kuat berdasarkan JIS dapat dilihat dalam Tabel 3.2 dan 3.3. Untuk selanjutnya baja kekuatan
tinggi ini akan
dikelompokkan berdasarkan proses pembuatannya.

(1) Baja-baja Rol

Pengaturan dalam proses pengerolan sangat membantu dalam pembuatan baja


untuk mendapatkan kekuatan tarik dan takik yang tinggi. Baja pelat rol biasanya
dihasilkan dengan mengerol cepat slab yang telah dipanaskan sampai suhu 1250°C,
sehingga baja yang dihasilkan mempunyai kekuatan takik yang rendah. Bila diminta
untuk menghasilkan baja dengan ketangguhan yang tinggi maka pengerolan harus
dilakukan pada te

(2) Baja Normal Dan Baja Normal-Temper

Baja normal dan baja normal-temper pada dasarnya adalah baja dengan struktur mikro ferit-perlit
dengan kekuatan tarik sekitar 60 kg/mm2. Perbedaan baja ini terhadap baja rol biasa adalah
bahwa walaupun dalam proses pembuatannya menjalani penger-
jaan panas pada suhu 900°C yang menurunkan kekuatan dan keuletan, sifat-sifat tersebut masih
dapat diperbaiki dengan perlakuan panas. Perlakuan panas yang dimaksudkan adalah
memanaskan sampai mencapai suhu di atas suhu transformasi dan kemudian didinginkan di
udara. mperatur yang lebih rendah.

(3) Baja Celup Dan Temper

Baja-baja kuat yang memerlukan kekuatan 60 kg/mm2 atau lebih, seringkali harus mengalami
proses celup dan temper. Celup adalah proses perlakuan panas dengan mendinginkan baja dari
suhu austenit ke suhu kamar dengan mencelupkan ke dalam air atau minyak. Proses celup dan
temper biasanya dilakukan secara berlanjut dengan menggunakan alat celup beroda seperti
tampak dalam Gbr. 3.7.

Komposisi kimia baja celup temper kekuatan 60 kg/mm2 tidak banyak berbeda dengan baja
normal kekuatan 50 kg/mm2, karena itBaja dengan kekuatan 70 kg/mm2 dan 80 kg/mm2
biasanya mengandung unsur paduan Cu, Ni, Cr, Mo, V dan lain sebagainya. Hal yang terpenting
dalam menghasilkan baja ini adalah usaha untuk menurunkan karbon ekivalen serendah mungkin
sehingga sifat mampu-lasnya tetap tinggi dan pengaturan struktur mikro pengeras yaitu struktur
mikro ganda dari bainit halus dan martensit yang dapat memperbaiki kekuatan takik. Dalam hal
ketangguhan, struktur ganda ini lebih baik dari pada struktur martensit, hal ini dapat diterangkan
sebagai berikut. Bila terbentuk struktur martensit saja, martensit ini akan membentuk butir-butir
seperti terlihat dalam Gbr. 3.9 (a). Bila terbentuk struktur ganda seperti terlihat dalam
Gbr. 3.9 (b) maka bainit akan terbentuk lebih dahulu yang dalam pertumbuhannya akan
membagi-bagi butir-butir austenit menjadi belahan-belahan yang lebih kecil dari pada butir-butir
martensit tunggal. Dengan pembagian yang lebih halus ini maka jarak rambatan retak menjadi
lebih pendek dan akibatnya rambatan retak dapat dihalangi. Untuk keperluan ini maka pada baja
dengan kekuatan 80 kg/mm2 sangat penting sekali pengaturan kecepatan celup yang disesuaikan
dengan alat celup dan tebal pelat. Di samping itu untuk mengurangi larutan padat yang mungkin
terbentuk perlu penambahan boron dan nitrogen. Diagram CCT dari baja kekuatan 80 kg/mm2
ditunjukkan dalam Gbr. 3.10, sedangkan komposisi kimianya ditabelkan dalam Tabel. 3.6. u sifat
mampu-lasnya juga hampir sama.

3.2 Siklus Termal Daerah Lasan

Daerah lasan terdiri dari 3 bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas yang dalam bahasa
Inggrisnya adalah "Heat Affected Zone" dan disingkat menjadi daerah HAZ dan logam induk
yang tak terpengaruhi. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair
dan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau daerah HAZ adalah logam dasar yang
bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengalasan mengalami siklus termal
pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk tak terpengaruhi adalah bagian logam dasar di
mana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur
dan sifat.

3.2.1 Pembekuan Dan Struktur Logam Las

Dalam pengelasan cair bermacam-macam cacat terbentuk dalam logam las, misalnya pemisahan
atau segegrasi, lubang halus dan retak. Banyaknya dan macamnya cacat yang terjadi tergantung
dari pada kecepatan pembekuan.

Semua kejadian selama proses pendinginan dalam pengelasan hampir sama dengan pendinginan
dalam pengecoran. Perbedaannya adalah :

1) Kecepatan pendinginan dalam las lebih tinggi.


2) Sumber panas dalam las bergerak terus.

3) Dalam proses pengelasan, pencairan dan pembekuan terjadi secara terus menerus.

4) Pembekuan logam las mulai dari dinding logam induk yang dapat dipersamakan dengan
dinding cetakan pada pengecoran, hanya saja dalam pengelasan, logam las harus menjadi satu
dengan logam induk, sedangkan dalam pengecoran yang terjadi harus sebaliknya.

(1) Pemisahan

Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu pemisahan makro, pemisahan gelombang
dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah perubahan komponen secara perlahan-lahan
yang terjadi mulai dari sekitar garis lebur menuju ke garis sumbu las, sedangkan pemisahan
gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi pada
proses terbentuknya gelombang manik las. Pemisahan mikro adalah perubahan komponen yang
terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu pilar.

(2) Lubang-lubang Halus

Lubang-lubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak larut dalam logam padat. Sebagai
contoh dari lubang-lubang halus dalam logam las dapat dilihat dalam Gbr. 3.12. Lubang-lubang
tersebut disebabkan karena tiga macam cara pembentukan gas sebagai berikut : Yang pertama
adalah pelepasan gas karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada
suhu pembekuan, yang kedua adalah terbentuknya gas karena adanya reaksi kimia di dalam
logam las dan yang ketiga penyusupan gas ke dalam atmosfir busur.

(3) Proses Deoksidasi

Sebenarnya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalam baja, tetapi karena tekanan disosiasi
dari kebanyakan oksida sangat rendah, maka pada umumnya akan terbentuk oksida-oksida yang
stabil. Karena pengukuran yang tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam baja
sangat sukar, maka untuk melepaskan oksigen dari larutan, biasanya dilakukan usaha-usaha
seperti

3.2.3 Siklus Termal Las

Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan di daerah lasan. Sebagai contoh
dalam Gbr. 3.13 dan 3.14, ditunjukkan siklus termal daerah lasan dari las busur listrik dengan
elektroda terbungkus. Dalam Gbr. 3.13, dapat dilihat siklus termal dari beberapa tempat dalam
daerah HAZ dengan kondisi pengelasan tetap. Sedang Gbr. 3.14 menunjukkan siklus termal di
sekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda.

Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat
mempengaruhi kwalitas sambungan. Karena itu banyak sekali usaha-
usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut. Pendekatan ini
biasanya dinyatakan dalam bentuk rumus empiris atau nomograf atau tabel seperti yang terlihat
dalam Tabel 3.7.

3.2.4 Struktur Mikro Daerah Pengaruh Panas (HAZ)

Struktur, kekerasan dan berlangsungnya transformasi dari daerah HAZ dapat dibaca dengan
segera pada diagram transformasi pendinginan berlanjut atau diagram CCT. Diagram semacan
ini dapat digunakan untuk membahas pengaruh struktur terhadap retak las, keuletan dan lain
sebagainya, yang kemudian dapat dipakai untuk menentukan prosedur dan cara pengelasan.

Dengan analisa yang sama, dapat diramalkan bahwa setelah pendinginan akan terbentuk struktur
seperti berikut :

1) Dengan siklus termal las antara (1) dan (2) akan terbentuk ferit, struktur antara
dan martensit.

2) Dengan siklus termal las antara (2) dan (3) akan terbentuk ferit struktur antara dan martensit.

3) Dengan siklus termal las antara (3) dan (4), akan terbentuk struktur antara dan martensit.

4) Dengan pendinginan lebih cepat dari (4) akan terbentuk martensit.

3.3 Ketangguhan Daerah Lasan

3.3.1 Ketangguhan Dan Penggetasan Pada Daerah HAZ

Kepekaan terhadap patah getas adalah masalah besar pada baja. Bila patah getas ini terjadi pada
baja dengan daya tahan yang rendah, patahan tersebut dapat merambat dengan kecepatan sampai
2000 m/detik, yang dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu yang sangat singkat sekali.
Dalam hal sambungan las, patah getas ini menjadi lebih penting lagi karena adanya faktor-faktor
yang menbantu seperti : konsentrasi tegangan,

(1) Pengujian Ketangguhan Dari Daerah Las

Untuk menilai ketahanan daerah las terhadap patah getas perlu adanya pengujian yang juga
mempertimbangkan faktor-faktor dinamis yang dapat mempengaruhi patah getas, seperti
kecepatan regang, takik, tebal pelat, tegangan sisa, konsentrasi tegangan dan regangan dan lain
sebagainya. Untuk menampung hal-hal dinamik ini perlu pengujian dengan skala besar, baik
dalam jumlah maupun dalam dimensi. Tetapi, dipandang dari sudut ekonomi hal ini tidak
mungkin dilakukan, karena itu dibuat pengujian skala kecil yang distandarkan yang disebut
pengujian takik. Temperatur transisi dan kriteria pengujian takik ditunjukkan dalam Tabel 3.8.

(b) Uji Rambat Retak (COD): Uji rambat retak yang bahasa Inggrisnya "Crack Opening
Displacemen" dan disingkat dengan uji COD seperti ditunjukkan dalam Gbr.
3.18, juga merupakan cara pengujian untuk menilai keuletan yang juga banyak digunakan. Cara
uji ini didasarkan alas teori rambatan retak yang digunakan untuk menilai karakteristik terjadinya
patah getas dari baja oleh perpindahan plastik pada ujung belahan dan mengukur perpindahan
retak ktitik (oc) pada saat mulai terjadinya patah. Karena antara perpindahan retak kritik dan
syarat-syarat dari permulaan patah getas mempunyai hubungan yang jelas maka pengujian ini
sangat baik sebagai pembanding atas cara pengujian pemula patah getas yang lain. Di samping
itu cara ini juga dapat dipakai untuk mendasari analisa teoritik.

(2) Ketangguhan Dan Penggetasan Batas Las

Struktur logam pada daerah pengaruh panas atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur
logam induk ke struktur logam las, seperti yang terlihat dalam Gbr. 3.23. Pada daerah HAZ yang
dekat dengan garis lebur, kristalnya tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar.
Daerah ini dinamakan batas las.

Di dalam daerah pengaruh panas, besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal
yang terjadi pada waktu pengelasan. Karena siklus termal yang terjadi sangat rumit maka dengan
sendirinya perubahan ketangguhannyapun sangat rumit. Sebagai contoh dari hal ini dapat dilihat
diagram dalam Gbr. 3.24. Dalam memilih cara pengelasan serta meramalkan hubungan antara
syarat pengelasan dan kecepatan pendinginan dari batas las nomograf untuk menentukan waktu
pendinginan seperti yang terlihat dalam Gbr. 3.27, akan sangat membantu. Dengan diagram CCT
dan nomograf penaksiran waktu pendinginan, dapat diduga struktur yang akan terjadi pada batas
las dan kondisi pengelasan yang diperlukan untuk memperkecil penggetasan batas las.

Di camping hal di atas juga dikembangkan usaha pembuatan pelat baja yang mempunyai
penggetasan batas las sekecil-kecilnya dengan mengatur komposisi kimi-
anya.

(3) Pengarah Komposisi Mink' Dan Masukan Panas Las terhadap Penggetasan Batas
Las

Penggetasan batas las disebabkan oleh tumbuhnya kristal menjadi butir-butir kasar atau karena
terbentuknya struktur bainit atas. Karena itu dalam hal ini sangat penting untuk menjelaskan
hubungan antara ketangguhan batas las, komposisi kimia logam induk dan kecepatan
pendinginan.

Dalam Gbr. 3.28 ditunjukkan hubungan antara ketangguhan batas las dan masukan panas dari
baja kekuatan 60 kg/mm2 dan 80 kg/mm2.

Jadi jelaslah bahwa penggetasan batas las sebagian besar tergantung pada komposisi kimia dari
logam induk dan pada kecepatan pendinginan dari daerah las serta masukan panas. Karena itu
diperlukan pengawasan yang ketat terhadap syarat-syarat pengelasan, sehingga untuk
pengawasan ini diperlukan diagram transformasi pendinginan berlanjut atau diagram CCT dan
nomograf dari bermacam-macam pelat baja. 

(4) Cara-cara Untuk Menurunkan Penggetasan Batas Las

Penggetasan batas las pada umumnya dapat diturunkan dengan memperbaiki struktur daerah
batas. Cara-cara yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut adalah sebagai berikut.

( a) Penggunaan Baja yang Kurang Peka terhadap penggetasan Batas Las: cara yang banyak
digunakan adalah mengurangi kadar paduan dan karbon dalam baja dan mempertinggi kadar
nikel. Penurunan kadar unsur paduan dan karbon tidak hanya efektif untuk mengurangi
penggetasan batas las tetapi juga sangat baik untuk menghin-
dari terjadinya retak las.

(b) Pembatasan Masukan panas: Pembatasan masukan panas digunakan juga sebagai suatu
cara untuk mengurangi penggetasan batas las Misalnya dalam pengelasan baja kekuatan 70
kg/mm2 dan 80 kg/mm2, biasanya diusahakan agar masukan panas kurang dari 50 atau 40
KJ/Cm. Dengan masukan panas yang rendah ini dapat dicapai temperatur transisi uji takik
Charpy dari batas las, di bawah 0°C. Dalam hal ini jelas bahwa, pemanasan mula yang
berlebihan, dengan tujuan untuk memperlambat pendinginan, tidak dikehendaki karena ini
akan menambah besarnya masukan panas. Karena itu pemanasan mula harus diusahakan
serendah mungkin asal cukup untuk menghindari terjadinya retak las.

( c ) Penurunan Penggetasan Melalui Cara Pengelasan: Cara lain untuk menurun-


kan penggetasan batas las adalah memperbaiki struktur taro yang terjacli dengan cara

pemanasan kembali melalui panas las. Jadi di dalam pengelasan lapis banyak sebenarnya secara
tidak langsung telah dilakukan usaha penurunan penggetasan. Dalam hal ini lapisan las yang ada
di bawah dipanaskan oleh lapisan di atasnya sehingga dicapai temperatur di atas titik
transformasi Ac3 yang menyebabkan terbentuknya butir-butir kristal yang halus.

3.3.2 Ketangguhan Logam Las

Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa ketangguhan logam las juga tergantung dari strukturnya
seperti halnya pada logam induk dan pada batas las. Hanya raja logam las adalah logam yang
dalam proses pengelasan mencair dan kemudian membeku, sehingga logam las ini banyak sekali
mengandung oksigen dan gas-gas lain.

Komposisi logam las sudah barang tentu tergantung dari pada proses pengelasan yang
digunakan, tetapi dapat diperkirakan bahwa komposisinya akan terdiri dari komponen logam
induk dan komponen bahan las yang digunakan.

(1) Pengaruh Oksigen


Pada waktu logam las masih cair, oksidasi dihalangi oleh terak dan gas pelindung yang terbentuk
oleh bahan pembungkus elektroda. Tetapi walaupun demikian penye-
rapan oksigen oleh logam las cair tidak dapat dihalangi sepenuhnya, sehingga logam las
mengandung lebih banyak oksigen bila dibanding dengan logam induk, sehingga terjadi
perbedaan keuletan antara keduanya. Gbr. 3.31 menunjukkan hubungan antara kandungan
oksigen dan kekuatan tumbuk Charpy dari sambungan dengan las busur rendam. Pada umumnya
oksigen akan membentuk butiran oksida dalam logam las dan menurunkan kekuatan tumbuk
Charpy.

(2) Pengaruh Struktur

Pengaruh struktur logam las terhadap ketangguhan pada dasarnya sama saja seperti pada batas
las. Tetapi karena logam las dalam proses pengelasan ini mencair dan kemudian membeku, maka
kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang
tidak homogen. Jadi jelas bahwa kecuali terjadinya pemisahan, pengaruh struktur terhadap
ketangguhan logam las sama saja seperti pengaruh struktur terhadap batas las yaitu struktur
bainit atas dan ferit kasar menurunkan ketangguhan dan struktur bainit bawah dan martensit
mempertinggi ketangguhan.

3.3.3 Penggetasan Pada Daerah Las Karena Pembebasan Tegangan

Pengelasan pada pelat-pelat tebal pada umumnya diikuti dengan pemanasan mendekati suhu
rekristalisasi yang bertujuan menghilangkan tegangan sisa yang terjadi karena pengelasan,
menurunkan kekerasan dari daerah las dan memperbaiki sifat-sifat lainnya. Perlakuan panas ini
disebut pembebasan tegangan. Tabel 3.10 menunjukkan beberapa contoh tentang syarat-syarat
pembebasan tegangan. Dengan penjelasan di atas dapat diperkirakan bahwa baja yang
mengandung campuran V, Mo, Cr, Ti dan P akan mudah sekali kena penggetasan bebas tegang,
karena V, Mo, Cr dan Ti menyebabkan terjadinya endapan selama proses temper. Pengaruh suhu
temper dan waktu penahanan suhu dari peristiwa ini untuk baja kekuatan 80 kg/mm2
ditunjukkan dalam Gbr. 3.34.

3.4 Retak Pada Daerah Las

3.4.1 Jenis Retak Las

Retak las dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok retak dingin dan kelompok retak
panas. Retak dingin adalah retak yang terjadi di daerah las pada suhu di bawah suhu transformasi
martensit (Ms) yang tingginya kira-kira 300°C, sedangkan retak panas adalah retak yang terjadi
pada suhu di atas 550°C.

Retak panas yang sering terjadi pada logam las karena pembekuan biasanya berbentuk retak
kawah, dan retak memanjang seperti yang ditunjukkan dalam Gbr. 3.38. Pada pengelasan baja
tahan karat austenit, biasanya terjadi retak panas di daerah HAZ dan logam las. Retak panas
karena pembebasan tegangan pada umumnya terjadi pada daerah kaki di dalam daerah
pengaruh panas seperti terlihat dalam Gbr. 3.39.

3.4.2 Penyebab Retak Las Dan Cara Menanggulanginya

(1) Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas (HAZ)

Retak dingin di daerah pengaruh panas atau HAZ biasanya terjadi antara beberapa menit sampai
48 jam sesudah pengelasan. Karena itu retak ini disebut juga retak lambat. Di dalam Gbr. 3.40
ditunjukkan potret retak dingin di daerah pengaruh panas yang telah merambat ke dalam butir
dan Batas butir.

Retak dingin disebabkan oleh tiga hal di bawah ini :

1) Struktur dari daerah pengaruh panas

2) Hidrogen difusi di daerah las

3) Tegangan

(a) Struktur Daerah Pengaruh Panas (HAZ): struktur dari daerah pengaruh panas
ditentukan oleh komposisi kimia dari logam induk dan kecepatan pendinginan dari daerah las.

(b) Hidrogen Difusi Dalam Daerah Las: Retak las juga dipengaruhi oleh adanya difusi hidrogen
dari logam las ke dalam daerah pengaruh panas. Pada waktu logam las masih cair, logam ini
menyerap hidrogen dengan jumlah besar yang dilepaskan dengan cara difusi pada suhu rendah
karena pada suhu tersebut kelarutan hidrogen menurun seperti yang ditunjukkan dalam Gbr.
3.43. Hidrogen yang didifusikan ini menyebabkan terjadinya retak di daerah pengaruh panas.
sendirinya akan mengurangi hidrogen difusi.

(c) Tegangan: Tegangan yang dapat menpengaruhi terjadinya retak las adalah tegangan sisa dan
tegangan termal. Tegangan sisa banyak sekali tergantung pada rancangan las, proses pengelasan
yang digunakan dan pengawasannya. Contoh dari pengerjaan ini dapat dilihat dalam pengerjaan
nyata pengelasan jembatan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.12.

(d) Cara Menghindari Retak Las: Sebab utama dari terjadinya retak las seperti telah diterangkan
di atas adalah terbentuknya struktur martensit pada daerah HAZ, terjadinya hidrogen difusi pada
logam las dan besarnya tegangan yang bekerja pada daerah las. Karena itu dalam menghindari
terjadinya retak las pada daerah pengaruh panas, maka faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya hal-hal di atas harus diusaha-
kan serendah-rendahnya.Usaha-usaha penanggulan retak las dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Sejauh mungkin menggunakan baja dengan harga Cek dan Pcm rendah, sehingga
terbentuknya struktur martensit pada daerah HAZ dapat dihindari.
2) Sedapat mungkin menggunakan elektroda dengan fluks yang mempunyai kadar
hidrogen rendah.

3) Menghilangkan kristal air yang terkandung dalam fluks basa yang sering digunakan dalam las
busur rendam.

4) Elektroda-elektroda yang akan digunakan harus dipanggang lebih dahulu dan


penyimpanannya harus sedemikian rupa sehingga elektroda yang sudah dipang-
gang tersebut tidak menyerap uap air.

5) Sebelum mengelas, pada daerah sekitar kampuh harus dibersihkan dari air, karat, debu,
minyak dan zat organik yang dapat menjadi sumber hidrogen. 6) Penggunaan CO2, sebagai gas
pelindung akan sangat mengurangi terjadinya difusi hidrogen.

7) Untuk melepaskan kadar hidrogen difusi dapat digunakan las dengan masukan panas tinggi,
atau dilakukan pemanasan mula dan penahanan suhu lapisan las yang dapat memperlambat
pendinginan.

8) Penurunan kadar hidrogen difusi dapat juga dilakukan dengan perlakuan panas kemudian.

9) Menghindari pengelasan pada waktu hujan atau di tempat di mana daerah las dapat kebasahan.

10) Tegangan yang terjadi pada daerah las harus diusahakan serendah mungkin

dengan pemilihan dan pengawasan rancangan dan cara pengelasannya yang tepat.

(2) Retak Lamel

Pada konstruksi kerangka yang besar seperti bangunan laut, biasanya digunakan pelat tebal,
sehingga pada daerah las terjadi tegangan yang besar pula. logam yang ada di dalam baja. Retak
semacam ini disebut retak lamel dan bentuknya seperti yang ditunjukkan dalam Gbr. 3.46.
Butiran dengan bentuk-bentuk kubus seperti MnS atau Mn Si 03 biasanya lebih peka terhadap
retak lamel dari pada butiran berbentuk bulat.

Retak dingin di samping terjadi pada daerah H AZ juga dapat terjadi pada logam las. Retak ini
biasanya terjadi dengan arah tegak lurus atau melintang terhadap garis las seperti yang
ditunjukkan pada skema dalam Gbr. 3.50, dan disebut retak lintang.

Retak lintang dapat terjadi pada pengelasan busur rendam atau pada las busur listrik dengan
elektroda terbungkus dan juga pada pengelasan yang menggunakan logam las dengan kekuatan-
lebih dari 75 kg/mm2

Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa cara menghindari retak lintang adalah menurunkan
kadar hidrogen difusi. Di samping pengeringan dan penyimpanan yang baik dari bahan-bahan las
terhadap uap air, pemanasan mula dan pemanasan kemudian sangat membantu sekali dalam
melepaskan hidrogen difusi.

(4) Retak Pada Daerah Las Karena Proses Pembebasan Tegangan

Retak yang terjadi karena perlakuan-perlakuan panas sesudah pengelasan adalah retak karena
proses anil pembebasan tegangan seperti yang dijelaskan dalam pasal 3.3.1 dan 3.4.1 yang
dilakukan pada suhu antara 500 sampai 700°C seperti yang ditunjukkan dalam Gbr. 3.51. Tempat
terjadinya retak anil ini adalah pada batas-batas butir, terutama butir kasar pada daerah pengaruh
panas seperti terlihat dalam Gbr. 3.52.

Untuk menghindari keretakan ini, harus diusahakan untuk menggunakan baja dengan harga AG
dan PsR rendah. Karena retak ini juga terjadi oleh adanya konsentrasi tegangan seperti pada
bagian kaki dari lasan, maka bagian ini harus diselesaikan sehalus mungkin sehingga tidak ada
takikan. Di samping itu juga harus dihindari adanya garis las yang menyilang atau terlalu dekat
satu sama lain.

(5) Retak Panas

Retak panas biasanya terjadi pada waktu logam las mendingin setelah pembekuan selesai. Retak
ini terjadi karena adanya tegangan yang timbul yang disebabkan oleh penyusutan dan sifat baja
yang ketangguhannya turun pada suhu sedikit di bawah suhu pembekuan. Dengan demikian
maka retak ini akan terjadi pada batas butir, karena pada tempat tersebut biasanya terbentuk
senyawa dengan titik cair rendah. Karena itu unsur seperti Si, Ni, S dan P akan mempertinggi
kepekaan baja terhadap retak jenis ini.

Usaha menghindari retak panas adalah menurunkan kadar Si dan Ni serendah mungkin dan
menghilangkan kandungan S dan P sejauh mungkin. Dalam hal baja tahan karat austenit
menghindarinya adalah mengusahakan agar 5 sampai 10% dari ferit 6 terdapat dalam struktur
austenit. Dalam memperkirakan jumlah ferit yang ada dalam austenit biasanya digunakan
diagram Schaeffler seperti terlihat dalam Gbr. 3.54.

Anda mungkin juga menyukai