Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MANAJEMEN

“ANALISIS DALAM PENANGANAN INSIDEN KELALAIAN IDENTIFIKASI


PASIEN SEBELUM TINDAKAN RADIOLOGI”

DISUSUN OLEH:
ANA AMALATU SOLIKHAH
D0019006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jl. Cut Nyak Dien Kalisapu, Slawi- Kab. Tegal

2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayananan rumah sakit yang bermutu sesuai standar profesi dan standar
pelayanan merupakan harapan semua masyarakat pengguna rumah sakit. Maka dari itu
wajib hukumnya bagi rumah sakit untuk menerapkan sistem keselamatan pasien yang
mampu mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh resiko strategis dan operasional
yang penting, mencangkup seluruh area rumah sakit baik manajerial maupun fungsional
termasuk area pelayanan dan area klinis.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman dengan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian akibat atau mengambil tindakan yang tidak
sesuai prosedur. Sistem ini meliputi assesment resiko, identifikasi pasien dan
pengelolaan yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk
meminimalkan risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
suatu tindakan tersebut (Kemenkes RI, 2019).
Penerapan keselamatan pasien seringkali tidak berjalan sesuai harapan hingga
menimbulkan suatu insiden. Insiden keselamatan pasien yaitu kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi menimbulkan cedera yang
dapat dicegah pada pasien. Terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris
cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensi cedera (Anna, 2012). Dalam
menjalankan perannya, perawat mungkin saja melakukan kesalahan (Nursing error)
yaitu suatu kegagalan merencanakan tindakan seperti yang diharapkan atau penggunaan
rencana keperawatan yang salah untuk mencapai tujuan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dewi, Arso dan Fatmasari (2019) tentang pelaksanaan program
keselamatan pasien terdapat tujuh kriteria Nursing error yang meliputi kesalahan
memberikan obat, menghitung dosis, pemberian waktu dan cara, pasien jatuh, salah
mempersiapkan pasien tindakan, tidak melakukan suatu pengobatan atau tindakan
sesuai rencana, mengambil sampel pemeriksaan salah pasien dan tindakan salah pasien.
Insiden keselamatan pasien yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
pengidentifikasian pasien. Kesalahan identifikasi pasien merupakan masalah pelayanan
kesehatan yang fatal, karena bisa menimbulkan dampak yang kompleks dan juga
membahayakan pasien (Hutchinson, Daly, Usher & Jackson, 2015). Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Wiley dan Sons diketahui bahwa >90% dari kesalahan
identifikasi yang dilaporkan dapat menimbulkan konsekuensi yang ekstrim dengan
kategori nyaris hingga terjadi insiden. Hal ini dapat menyebabkan pasien salah
diagnosa, perawatan yang keliru, prosedur bedah yang salah, penerimaan obat yang
salah dan juga label/gelang identitas yang tidak sesuai (Wiley Library, 2019).
Proses identifikasi pasien perlu dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah
sakit yang kemudian identitas tersebut akan selalu dan dikonfirmasi dalam segala proses
di rumah sakit. Setidaknya ada delapan poin penting yang harus diperhatikan seperti
pengambilan sampel, penerimaan sampel, pengujian, pemilihan komponen darah,
pelabelan, resep dan administrasi yang keseluruhanya melibatkan semua lintas sektor
pelayanan rumah sakit (SHOT Annual Report, 2018). Sehingga tidak hanya perawat,
apoteker atau dokter saja namun semua sistem yang berada di rumah sakit dituntut
untuk melakukan prosedur identifikasi yang sesuai (Australian Commision on Safety &
Quality in Health Care, 2017). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan identifikasi
pasien yang nantinya bisa berakibat fatal jika pasien menerima prosedur medis yang
tidak sesuai dengan kondisi pasien.
Perawat merupakan pihak yang berada digaris terdepan pelayanan kesehatan,
yang berarti akan besar kemungkinan terlibat dan menyaksikan kesalahan praktik yang
berhubungan dengan identifkasi pasien (Hwang & Park,2017). Padahal seharusnya
sebagai pemegang peran penting dalam pemberian asuhan, perawat diharapkan mampu
mengatasi masalah yang timbul akibat kesalahan dalam proses identifikasi pasien.
Dalam sasaran keselamatan pasien (SKP) menjelaskan bahwa proses identifikasi
dilakukan dengan melakukan checking ganda terhadap pasien sebagai individu yang
akan menerima pelayanan atau pengobatan dan penyesuaian antara pelayanan atau
pengobatan yang diberikan terhadap individu tersebut (WHO, 2017).
Survey terbaru terhadap 772 perawat teregristasi mengungkapkan bahwa insiden
salah identifikasi merupakan peristiwa yan jarang terjadi (Bartlova, Hajduchova,
Brabcova & Tothova, 2015). Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, banyak
laporan yang menunjukan bahwa perlu adanya strategiyang lebih untuk meningkatkan
keselamatan pasien melalui pendekatan teknologi inovatif. Faktanya, UK National
Patient Safety Incident menerima 236 laporan insiden nyaris celaka terkait kehilangan
identifikasi dan jga kesalahan pengidentifikasian. Dan laporan terbaru dari SHOT
Annual Report (2017-2018) melaporkan 115 kasus kesalahan transfusi karena
identifikasi dan mirisnya sekitar 75% hal ini terjadi di area klinis (John Willey & Sons,
2019). Hasil ini juga didukung penelitian identifikasi pasien yang dilakukan oleh Lestari
dan Aini (2015) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menunjukkan bahwa hampir
100% petugas belum memberikan edukasi tentang manfaat penggunaan gelang identitas
pasien dan 85% petugas belum melaksanakan identifikasi pasien secara benar.
Pelaksanaan identifikasi pasien hanya berdasar nama dan nomor kamar pasien,
walaupun ronde patient safety, pemasangan poster identifikasi pasien telah dilakukan
dan semua dokumen tentang identifikasi pasien telah lengkap.
Segala hal yang berkaitan dengan pasien harus dilakukan secara sistematis dan
teliti agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan baik secara fisik maupun materi
antara pasien dan rumah sakit sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam WHO
collaborating center for patient safety solution yang menerbitkan 9 solusi keselamatan
pasien rumah sakit dimana identifikasi pasien adalah poin nomor dua. Strategi yang
ditawarkan dalam hal tersebut adalah memastikan bahwa tanggung jawab perawat
sebelum melakukan asuhan adalah memastikan identitas pasien secara benar dan
mendorong penggunaan setidaknya 2 identitas dengan nama dan tanggal lahir.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengkajian ulang tentang pengetahuan
perawat mengenai identifikasi pasien dan peran serta manajemen keperawatan dalam
memaksimalkan pelaksanaan pelayanan rumah sakit sesuai prosedur.

B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui standar operasional prosedur mengenai
manajemen resiko identifikasi pasien dan menganalisis penyelesaian dari kasus yang
terjadi di rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus
Di ruangan X bangsal bedah dan dalam sedang berjalan sift malam dengan 6
orang perawat yang dibagi menjadi dua tim. Karena merupakan ruangan kelas I maka
jumlah pasien hanya sedikit berkisar 10-12 pasien. Tim pertama bertugas di kelas I
sebelah kanan Nurse station dan tim kedua kelas I sebelah kiri Nurse station. Dalam tim
2 terdapat 1 perawat senior penanggung jawab dan dua orang perawat pelaksana dengan
satu diantaranya masih berstatus perawat magang. Sift malam juga dibantu oleh
mahasiswa praktikan berjumlah tiga anak.
Insiden terjadi ketika perawat penanggung jawab meninggalkan ruangan untuk
menyiapkan transfusi pada pasien. Sebelum keluar perawat penanggung jawab sudah
menginfokan sebelumnya bahwa pasien atas nama Tn. X akan dilakukan tindakan
radiologi berupa CT-Scan dan Rontgen Thorax, tindakan akan dilakukan nanti pukul 11
malam dan diharapkan menunggu perawat senior terlebih dahulu. Namun pada saat
pukul 11 perawat senior belum kembali ke ruangan sehingga perawat baru berinisiatif
untuk mengantarkan pasien ke radiologi mengingat waktu sudah malam. Perawat baru
masuk ke ruang rawat dan mengatakan ke keluarga bahwa akan dilakukan tindakan
rontgen. Dengan diantar keluarga, perawat baru menuju radiologi membawa pasien dan
rekam medis pasien. Setelah kembali ke ruangan perawat senior yang sudah datang
mengajak perawat baru dan mahasiswa untuk melakukan rontgen, namun dijawab sudah
oleh perawat baru.
Insiden diketahui setelah dilakukan crosscheck ulang, perawat baru tidak
menyadari bahwa yang dilakukan rontgen bukanlah pasien yang dimaksud (Tn. X)
melainkan Tn. Y yang tidak mendapat advice dokter melakukan rontgen dan CT scan.
Setelah dicek, rekam medis yang dibawa memang benar milik Tn. X, namun pasien
yang diperiksa adalah Tn. Y. Insiden baru diketahui perawat dinas pagi sedang
dilakukan pengecekan administrasi karena Tn.Y direncanakan pulang hari itu.
B. Cara Penyelesaian Masalah
Penyelesaian yang dilakukan adalah dengan mendiskusikan dengan kepala ruang
terkait hal ini. Mengingat insiden terjadi karena kelalaian dalam melakukan identifikasi
pasien sehingga menimbulkan kerugian materi dan juga tindakan yang tidak sesuai
kebutuhan pasien. Terlebih pasien adalah pasien umum yang segala tindakan, prosedur
dan obatnya ditanggung keluarga. Maka perlu dilakukan kordinasi yang sistematis
dalam hal ini.
Langkah-langkah yang dilakukan kepala ruang selaku penanggung jawab yaitu
dengan:
1. Identifikasi insiden dan mengumpulkan informasi
Perawat baru dan senior yang terlibat secara langsung dalam insiden ini
dipanggil kembali ke ruangan dan mewawancarai beberapa mahasiswa.
Dokumen berupa hasil rontgen dan CT-Scan dari radiologi dan rekam medis
kedua pasien juga dikumpulkan sebagai sumber informasi.
2. Membuat laporan kronologi kejadian
Setelah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait, karu kemudian membuat
kronologi kejadian secara runtut sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
3. Konfirmasi terhadap pihak-pihak yang juga terlibat seperti radiologi, dokter
penanggung jawab Tn. X dan Tn. Y, bagian administrasi dan juga perawat lain
yang berada dalam satu sift.
4. Melakukan rapat dengan pihak-pihak yang tersebut diatas agar dapat ditemukan
solusi terkait insiden identifikasi pasien.
5. Memberikan rekomendasi tentang penyelesaian masalah karena hal ini terkait
dengan tindakan yang cukup merugikan bagi beberapa pihak. Dalam hal ini
Tn.Y selaku pasien yang tidak memerlukan prosedur tersebut dirugikan secara
materi sedangkan Tn. X yang membutuhkan tindakan rontgen dan CT-Scan juga
dirugikan secara materi dan waktu mengingat harus dilakukan penjadwalan
ulang prosedur dan semakin bertambah waktu yang dihabiskan di rumah sakit.
6. Memberikan punishment terhadap perawat yang bertanggung jawab dalam
insiden ini dengan melakukan penjadwalan ulang rontgen dan CT-Scan.
Kordinasi dengan dokter penanggung jawab pasien dan juga mengganti kerugian
yang dialami oleh pasien.
7. Menjelaskan perihal kejadian dan klarifikasi terhadap pasien agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang dapat merugikan pihak rumah sakit.
8. Memberikan arahan dan juga mengingatkan kembali kepada seluruh perawat di
ruang tersebut untuk lebih memperhatikan terkait cek ganda identitas pasien
sebelum melakukan tindakan apapun.

C. Pembahasan
Berdasarkan panduan “Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien” yang
diterbitkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) tahun 2015
menjelaskan bahwa ada beberapa prosedur yang harus dilewati dalam pelaporan kasus
terutama saat terjadi insiden kesalahan identitas pasien. Sedari awal setiap Rumah sakit
harus memiliki tim TKPRS (Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang berfungsi
sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien dengan mengembangkan program,
menyusun kebijakan, menjalankan peran motivasi, edukasi, konsultasi, monitoring dan
penilaian terhadap penerapan program keselamatan pasien.
Hal pertama yang harus dilakukan jika terjadi sebuah insiden adalah membuat
laporan. Laporan sangat penting dikarenakan akan menjadi proses pembelajaran guna
mencegah kejadian yang sama tidak terulang kembalu. Caranya dengan mendata setiap
detail kejadian seperti jenis insiden (sudah terjadi, potensial atau nyaris terjadi). Siapa
saja yang menemukan insiden tersebut dan juga runtutan kejadian dari insiden. Hal
yang sering menjadi kendala adalah ketika laporan terkesan disembunyikan karena
takut disalahkan dan juga laporan yang miskin data karena adanya budaya
menyalahkan.
Setelah laporan dibuat, maka harus diserahkan sesuai alurnya dengan mengisi
formulir laporan insiden pada akhir jam kerja/shift. Dalam kasus yang sudah dijelaskan
terdapat kelalaian yaitu tidak segera dibuat laporan insiden sehingga membingungkan
bagi perawat sift selanjutnya yang berdampak terganggunya discharge planning dari
pasien yang bersangkutan. Kemudian setelah selesai mengisi laporan, segera
diserahkan kepada atasan langsung pelapor. Dalam hal ini bisa supervisor, Kabag
instalasi, departemen atau unit.
Dari laporan tersebut maka atasan akan melakukan investigasi yang disesuaikan
dengan grading atau kategori insiden. Dalam kasus ini insiden sudah terjadi, maka cara
menentukan graddingnya yaitu dengan memperhatikan tingkat peluang /frekuensi
kejadian dan tingkat dampak yang didapat.
1. Tingkat peluang/kualitatif frekuensi
Tingkat Deskripsi Nilai
Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1
Kadang-kadang Dapat terjadi sewaktu-waktu 2
(unlikely)
Mungkin (Possible) Mungkin terjadi sewaktu-waktu 3
Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak 4
keadaan tapi tidak menetap
Hampir pasti (Almost certain) Dapat terjadi pada tiap keadaan dan 5
menetap

Dalam makalah ini, kasus kejadian kesalahan identitas pasien mungkin saja bisa
terjadi sewaktu-waktu (skor 2) dimana dalam proses kerja yang maunya serba cepat dan
praktis terkadang perawat dan pihak-pihak terkait melupakan hal mendasar yang justru
sangat penting yaitu masalah identitas. Dari kegiatan yang sering terjadi masih jarang
perawat yang melakukan double checking terhadap identitas pasien. Memperkenalkan
diri, menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, menanyakan kesiapan pasien
merupakan hal yang tidak semua perawat di ruangan melaksanakan karena terkesan
terlalu formal dan biasanya hanya dilakukan oleh mahasiswa praktikan. Tingkat
kejadian kasus bisa saja bervariatif tergantung dari kondisi dan insiden yang terjadi di
lapangan. Sehingga perlu dilakukan analisis dan juga melihat kasus-kasus sebelumnya
yang terjadi apakah termasuk dalam kategori tidak pernah, jarang, kadang-kadang
maupun sering terjadi.

2. Pengukuran konsekuensi/dampak
Tingkat Deskriptor Contoh Deskriptor
1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian
keuangan sedang
3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian
keuaangan besar
4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan
produksi, kerugian keuangan besar
5 Katastropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar.
Dalam kasus pada makalah ini, tingkat konsekuensi bisa dikategorikan sebagai
kategori rendah. Meskipun tidak menimbulkan kerugian secara fisik namun disertai
dengan kerugian keuaangan. Dalam hal ini Tn.Y dibebankan dengan tindakan rontgen
dan CT-Scan yang seharusnya tidak perlu dilakukan apalagi jika pasien adalah pasien
umum. Kerugian secara materi juga dialami oleh Tn. X sebagai pihak yang seharusnya
lebih cepat mendapat penanganan dari hasil radiologi, namun harus menunggu kembali
penjadwalan rontgen dan CT-Scan sehingga otomatis akan memperpanjang waktu
perawatan.
Sama seperti saat menentukan frekuensi, saat menentukan dampak sekalipun
juga perlu dilakukan analisa. Kerugian yang didertita pasien menjadi tolak ukur yang
penting agar penanganan yang dilakukan tepat sesuai kebutuhan.

3. Penentuan grade insiden


Dampak
Kemungkinan Sangat Rendah Sedang Besar Ekstrim/
(likelihood) rendah Catarastopik
Jarang 1 2 3 4 5
Kadang-kadang 2 4 6 8 10
Mungkin 3 6 9 12 15
Mungkin sekali 4 8 12 16 20
Hampir pasti 5 10 15 20 25

Dalam kasus pada makalah ini, kemungkinan terjadi bernilai 2 yaitu kadang-
kadang dan berdampak rendah dengan skor 2. Sehingga termasuk dalam area warna
hijau (grade hijau).
Setelah dilakukan pengkategorian maka langkah selanjutnya yaitu investigasi.
Lama investigasi bergantung dengan tingkat grade insiden. Untuk kasus ini berarti
dilakukan investigasi sederhana oleh atasan dengan waktu maksimal 1 minggu. Isi dari
investigasi sama dengan isi laporan yaitu diawali observasi, telaah dokumen dan
wawancara. kejadian atau kronologi kejadian juga dijelaskan dan yang terpenting yaitu
menganalisis dan mengeveluasi secara sederhana segala penyebab seperti individu,
peralatan, lingkungan tempat kerja dan prosedur kerja. Setelah itu baru dilakukan
rekomendasi (jangka pendek, menengah dan jangka panjang).
Rekomendasi biasanya berisi tentang cara penyelesaian masalah, anjuran
petugas agar lebih menjalankan alur proses seuai SPO dan juga adanya reevalusi serta
monitoring agar bisa mengingatkan kembali pentingnya bertindak sesuai SPO bagi
perawat. Laporan investigasi juga berisi nama jelas penanggung jawab, tanggal
dilakukan pembuatan laporan dan tindakan-tindakan apa saja yang akan dilakukan.
Dalam kasus ini penanggung jawab adalah kepala ruang dan bagian surveyor,
serta tindakan real yang dilakukan yaitu dengan memberikan sanksi kepada perawat
yang bertugas, melakukan penggantian biaya rontgen dan CT-Scan Tn.Y serta
memberikan penjelasan terkait insiden yang terjadi kepada pihak-pihak yang dirugikan.
Dalam panduan pelaporan insiden keselamatan pasien juga dijelaskan bahwa setelah
melakukan tindakan yang berhubungan langsung dengan kejadian juga perlu dilakukan
pelatihan kembali, evaluasi ulang dan juga peningkatan mutu pelayanan agar kejadian
yang sama tidak terulang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa insiden terjadi karena adanya
kelalaian dalam pelaksanaan tindakan sesuai prosedur. Proses identifikasi tidak
dilakukan, tidak ada klarifikasi terkait nama pasien baik kepada pasien sendiri
maupun keluarga.
Insiden yang terjadi dalam rumah sakit perlu dilakukan penanganan yang
dilakukan secara sistematis sesuai alurnya. Mulai dari pembuatan laporan,
pelaporan kepada atasan, penentuan grade insiden berdasarkan frekuensi dan
dampak yang ditimbulkan, investigasi oleh atasan dan juga memberikan
rekomendasi atas insiden yang terjadi.
B. Saran
Sebagai tenaga medis yang profesional, diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan dengan cara memperhatikan SOP atas setiap tindakan yang dilakukan.
Langkah awal dan juga dasar dalam komukiasi efektif perlu dihidupkan kembali
agar insiden yang terjadi atas hal yang dianggap sepele tidak terulang kembali.
Kelengkapan dari dokumentasi juga perlu dilakukan, seperti ketersediaan
formulir pendaftaran, gelang pasien dengan warna yang sesuai kondisi pasien,
penulisan nama identitas yang lengkap mencangkup nama pasien, alamat, tanggal
lahir dan lain-lain.
Partisipasi petugas juga perlu ditingkatkan agar tidak menunggu insiden terjadi,
namu dengan terus mengingat kembali, melakukan pelatihan terkait safety patient
dan juga mengevalusi kinerja secara rutin. Manajerial perlu melakukan supervisi
dan pembentukan Tim TKPRS yang tidak hanya sebagai investigator namun juga
memberikan pelatihan terkait keselamatan pasien agar harapanya perawat dapat
meningkatkan kepatuhan dalam identifikasi pasien.
LAMPIRAN

SOP Identifikasi pasien sbelum dilakukan tindakan:


(sumber : data akreditasi rumah sakit Pasar Minggu dalam penelitian Triani Utami,
2017).

Pengertian Identifikasi pasien merupakan suatu kegiatan pemberian identitas


terhadap pasien yang akan diberikan layanan atau pengobatan
tertentu sehingga dapat meminimalisir kekeliruan.
Tujuan 1. Mengidentifikasi dengan benar pasien sebelum pemberian
obat, darah atau produk darah, pengambilan darah dan
spesimen lain
2. Mencocokan layanan atau perawatan dengan pasien tersebut
3. Agar hasilnya dipastikan dapat mengatasi semua
permasalahan identifikasi yang mungkin terjadi
Prosedur 1. Lakukan identifikasi pasien mulai saat pasien mendaftar,
memperoleh pelayanan sampai pasien pulang
2. Lakukan identifikasi pada semua pasien dengan benar
sebelum melakukan tindakan, pemberian obat, darah atau
produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan.
3. Perawat melakukan prosedur:
a. Sebelum pemberian obat, darah atau produk darah
a) Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal
dengan rekam medis
b) Perawat menerapkan prinsip 5 benar :benar obat,
benar dosis, benar cara pemberian, benar waktu dan
benar pasien
b. Sebelum pengambilan darah dan spesimen
a) Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal
dengan rekam medis
b) Perawat mengambil darah atau spesimen lain sesuai
permintaan dokter kemudian memberi identitas
nama dan nomor rekam medis pasien di tabung/botol
tempat spesimen tersebut
c. Sebelum melakukan tindakan radiologi
a) Dokter diwajibkan menulis jenis pemeriksaan yang
akan dilakukan tes radiologi
b) Tentukan dengan marker bila diperlukan untuk area
yang akan diperiksa
c) Perawat mempersiapkan segala dokumentasi yang
diperlukan seperti lembar persetujuan, lembar
edukasi tindakan dan juga rekam medis pasien
d) Memeriksa kembali identitas atau gelang pasien
dengan data rekam medis
e) Mengkonfirmasi ulang identitas kepada pasien atau
keluarga
f) Menjelaskan kembali prosedur yang akan dilakukan
dan manfaat serta kerugianya.
g) Bagian rekam medis memeriksa kembali identitas
pasien yang akan dilakukan tindakan dengan melihat
rekam medis dan gelang pasien dan menanyakan
langsung terhadap pasien atau keluarga.
h) Bagi perawat dan radiografer untuk menerima dan
membaca kembali formulir pemeriksaan terkait
identitas dan juga kelengkapan dokumen
DAFTAR PUSTAKA

Anna LK. 2012. Ribuan Kesalahan Operasi Medis Masih Terjadi. Health: Kompas.com

Australian Commision on Safety and Quality in Health Care. 2017. National Safety and
Quality Hralth Services Standards. 2nd ed. Sydney :ACQHC,p_48. Published on
Google Scholar web of science

Barthlova, S., Hadjuchova,H., Brabcova,I., & Tothova,V. 2015. Patient


misidentification in nursing care. Neuroendocrinology Letters,36 (Suppl 2). 17-
22. Sumber web:Google Scholar web of science

Departemen Kesehatan RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor. 1691/MENKES/PER/VIII/2012. Tentang Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit.

Dewi, A.N., Arso, S.P, Fatmasari, E.Y. Analisis pelaksanaan program keselamatan
pasien di unit rawat inap RS Wava Husada Kabupaten Malang. Jurnal kesehatan
masyarakat. Vol 7 n0 01. Januari 2019.

Ferguson, C., Hickman, L., Macbean,C., Jackson, D. 2019. Wiley Online Library. The
wicked problem of patient misidentification :How could the technological
revolution help address patient safety?. https://doi.org/10/111/jocn.14848

Hutchinson, M., Daly,J., Usher,K., &Jackson,D.2015. Applying leader moral


courage to wicked problems. Journal of Clinal Nursing, 24.3021-3023.
https://doi.org/10.111/jocn.12968

Hwang, J.I.,& Park,H.A.2017.Nurses systems thinking competency, medical error


reporting and the occurencce of adverse events :A cross-sectional study.
Contemporary Nurse, 53.622-632

Joint Commission International. 2013. Joint Commission International Acredditation


Standards for Hospital.

Lestari, S., Aini, Q. 2015. Pelaksanaan identifikasi pasien berdasarkan standar


akreditasi JCI guna meningkatkan program patient safety di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal UMY. 1-20.

Serious Hazards of Tranfusin (SHOT) Steering Group.2018. the 2017 Annual SHOT
Report. Sumber :Google Scholar

Utami, Triani. 2017. Gambaran pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien oleh perawat
di instalasi rawat inap kelas III RSUD Pasar Minggu. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

World Health Organization.2017. Patient Identification: patient safety solution. Vol 2

Anda mungkin juga menyukai