Disusun Oleh :
MIFTAHUL JANNAH
71180811086
SGD 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA
SEMESTER IV – MODUL 13 (REPRODUKSI)
SKENARIO 3
Puji dan syukur kita ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dari pelaksanaan
SGD (Small Group Discussion) kami.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kami dalam bidang studi
kedokteran yang menggunakan metode PBL (Problem Based Learning). Laporan ini
diharapkan dapat sebagai bahan acuan untuk mencapai penggunaan metode tersebut
secara berkelanjutan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tutor kami yang
telah membimbing kami selama proses pembelajaran dan SGD hingga selesain.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari para pembaca
untuk memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya insufisiensi plasenta yang
dapat mengakibatkan hipoksia ante dan intrapartum, pertumbuhan janin terhambat dan
persalinan prematur. Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran dan transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
persediaan oksigen dan dalam pengeluaran karbon dioksida (Winknjosastro et al, 2007).
Pengaruh pada janin dengan ibu penderita preeklampsia bervariasi, dari yang paling ringan
sampai dengan kematian janin. Gangguan pertumbuhan janin sering ditemukan bila berat
dapat menyebabkan hipoksia intrapartum. Pengaruh pada janin ini berhubungan dengan
aliran darah uteroplasenta dan kemampuan arteri spiralis untuk dilatasi sebagaimana
seharusnya pada kehamilan. Menurut Smasaron dan Sargent pada preeklamsia terjadi
perubahan pada plasenta. Tahap pertama adalah proses yang mempengaruhi arteri spiralis,
yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke plasenta. Tahap kedua terjadi efek iskemia
plasenta pada bagian ibu dan janin (Lintang, 2003). Bila terjadi preeklampsia pada ibu hamil
dapat timbul pada janin berupa prematuritas, insufisiensi utero-plasental, retardasi
pertumbuhan intra uterin atau kematian janin intra uterin (Taber, 2000)
Preeklampsia ialah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan ini ditandai oleh
peningkatan tekanan darah (140/90 mmHg) yang disertai oleh proteinuria.
Kriteria gejala preeklampsia yang diadopsi dari The Working of the National High Blood
Pressure Education Program 2000 dapat ditegakkan bila ditemukan tanda-tanda di bawah ini:
a. Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik > 90 mmHg
b. Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau +1 pada pemeriksaan kualitatif
c. Timbulnya hipertensi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
normotensi
a. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Komplikasi
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari
usia yang kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja
primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan dan
meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun (Manuaba C, 2007).
b. Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika ditinjau dari
kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan kedua sampai
ketiga (Katsiki N et al., 2010).
c. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan
superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis dalam kehamilan (Manuaba, 2007).
2
d. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut dapat terjadi karena
terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan (Muflihan FA, 2012)
e. Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, kelebihan
gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit
degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner,
reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut
berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh (Muflihan FA, 2012).
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat menyebabkan
hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang
menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).
g. Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda berhubungan
dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih
sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6%
kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsi (Manuaba, 2007).
Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subjektif. Pada preeklamsia berat
didapatkan sakit kepala didaerah frontal, skotorna, diplopia, penglihatan kabur nyeri didaerah
epigastrium, mual dan muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun
meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum dan proteinuria bertambah banyak
(Hanifa Wiknjosastro, 2005:287-288) Hipertensi karena kehamilan dan preeklamsia ringan
sering ditemukan tanpa gejala, kecuali meningkatnya tekanan darah. Prognosis menjadi lebih
buruk dengan terdapatnya proteinuria (Abdul Bari Saifuddin,2002).
2.4 Klasifikasi
c. Eklampsia
Pada umumnya gejala eclampsia didahului dengan semakin memburuknya preeklampsia.
Apabila keadaan ini tidak dikenali dan diobati segera maka akan timbul kejang terutama pada
saat persalinan. Eklampsia merupakan keadaan langka yang tidak dapat terjadi mendadak
tanpa didahului preeklampsia, yang ditandai dengan terjadinya kejang. Kejang biasanya
didahului adanya peningkatan intensitas pre-eklmpsia, gejala majemuk yang bertambah, mata
yang berputar-putar, kedutan, dan pernapasan yang tidak teratur (Retnowati, 2010).
2.5 Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai
usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan
dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Mochtar, 1998).
Prawirohardjo (2013), menjelaskan beberapa teori yang mengemukakan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan diantaranya adalah :
- kelainan vaskularisasi plasenta
- iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
- intoleransi imunologik antara ibu dan janin
- adaptasi kardiovaskuler
- genetik
- defisiensi gizi
- stimulus inflamasi
4
2.6 Tatalaksana
b. Labetalol: termasuk dalam beta bloker, mekanismenya menurunkantahanan perifer dan tidak
menurunkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Obat ini dapat diberikan secara peroral
maupun intravena yangdimulai dengan 20 mg secara intravena, jika efek kurang optimal
diberikan40 mg 10 menit kemudian, penggunaan maksimal 220 mg, jika levelpenurunan
tekanan darah belum dicapai obat dihentikan dandipertimbangkan penggunaan obat lain,
“dihindari pemberian Labetaloluntuk wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif”
(Anonim, 2000),jika diberikan secara intravena efeknya terlihat dalam 2-5 menit
danmencapai puncaknya setelah 15 menit, obat ini bekerja selama 4 jam(Roeshadi, 2006).
Labetalol termasuk dalam kategori C (keamanannyapada wanita hamil belum ditetapkan).
5
c. Beta-bloker (Atenolol, Metoprolol, Nadolol, Pindolol, Propranolol), obat-obattersebut
berhubungan dengan peningkatan insiden dari kemunduran intrauterine fetalgrowth dan tidak
direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang pada kehamilan, dosis Propranolol
biasa digunakan >160mg/hari (Saseen dan Carter, 2005).
Terapi non farmakologi dalam penanganan hipertensi ini dapat dilakukan mengubah gaya
hidup seperti berikut :
2.7 Komplikasi
Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir kehamilan
berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak ditangani secara
cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan perdarahan otak yang
berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016).
2.9 Pencegahan
Pencegahan Berbagai strategi yang digunakan untuk mencegah atau memodifikasi
keparahan preeklampsia telah dievaluasi. Beberapa poin menurut American Congress of
Obstetricians and Gynecologist ( ACOG ) pada tahun 2013 mengenai pencegahan
preeclampsia :
Diet rendah garam : Salah satu usaha penelitian pertama untuk mencegah
preeklampsia adalah retriksi garam, tapi retriksi garam tidak efektif dalam mencegah
preeclampsia.
b. Aspirin dosis rendah : Dalam dosis oral 50-150 mg/hari. Dimulai pada akhir trimester
pertama disarankan pada wanita dengan riwayat eklampsia dan kelahiran preterm
kurang dari 34 minggu atau preeklampsia pada lebih dari satu kehamilan sebelumnya.
Aspirin secara efektif menghambat biosintesis tromboksan A2 dalam trombosit
dengan efek minimal pada produksi prostasiklin vascular. Untuk wanita yang
mendapatkan obat antitrombosit, risiko relatif preeclampsia menurun secara bermakna
sebesar 10% untuk terjadinya preeclampsia.
c. Aspirin dosis rendah plus heparin : Karena tingginya prevalensi lesi trombolitik
plasenta pada preeklampsia berat, telah dilakukan beberapa penelitian observasional
untuk mengevaluasi terapi heparin untuk wanita yang mengalami preeklampsia berat.
Mereka melaporkan hasil akhir yang baik pada wanita yang mendapatkan heparin
berberat molekul rendah ditambah aspirin dosis rendah dibandingkan pada wanita
yang hanya mendapatkan aspirin dosis rendah saja.
7
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proitenuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Penatalaksanaan dari
preeklamsia tergantung dari ringan atau beratnya preeklamsia. Pengaruh pada janin dengan
ibu penderita preeklampsia bervariasi, dari yang paling ringan sampai dengan kematian janin.
Gangguan pertumbuhan janin sering ditemukan bila berat dapat menyebabkan hipoksia
intrapartum.
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah penanda penting preeklampsia.
Definisi proteinuria adalah terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam atau 30
mg/dL (+1 pada dipstik) secara menetap pada sampel urin acak
8
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis Dan Tata Laksana Pre
POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia Edisi 2. Semarang:
Cunningham, F.G. 2005. Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetri 22 nd Ed. New
Salamah, Umi. 2001. Hubungan Antara Derajat Preeklamsia-Eklamsia dengan Kadar Natrium
Darah Ibu di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Karya Ilmiah Fakultas Kedokteran UNDIP.