Anda di halaman 1dari 7

ANALISA RUGAE PALATAL

Di Susun Oleh :

Kelompok 5

1. Putri Widya Kurniasih (P27825019028)


2. Qoirots Sonia Mawarni (P27825019029)
3. Ramadzan Wahyu P (P27825019030)
4. Risma Aninda (P27825019031)
5. Rizka Anggita Febriyanti (P27825019032)
6. Roisiffa Lusiana (P27825019033)

POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA

PRODI D-III KEPERAWATAN GIGI

Tahun 2019/2020
ANALISA RUGAE PALATAL UNTUK IDENTIFIKASI FORENSIK

Odontologi forensik yang merupakan salah satu bagian dari ilmu forensik dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk aplikasi ilmu kedokteran gigi dalam kepentingan peradilan.
Contoh dari aplikasi tersebut antaranya adalah membantu proses identifikasi dalam kasus
kriminal atau bencana massal. Sudah lama diketahui bahwa rongga mulut memberikan
sumbangsih yang besar dalam identifikasi forensik. Penggunaan gigi-geligi sudah sangat
umum digunakan dalam odontologi forensik. Karakteristik gigi-geligi yang sangat
individualistik termasuk dalam salah satu metode identifikasi primer selain sidik jari dan
DNA. Seperti juga gigi, tulang rahang ikut memberikan kontribusi dalam identifikasi, seperti
untuk determinasi jenis kelamin, umur dan ras1. Kandungan DNA yang terdapat pada gigi,
tulang maupun saliva juga berperan dalam identifikasi, namun analisanya memerlukan
keahlian dan teknologi yang canggih2. Sidik bibir yang unik pada individu juga dapat
forensik, hanya saja metode ini memiliki keterbatasan seperti kesulitan dalam pengumpulan
data ante mortem dan proses dekomposisinya yang lebih cepat karena posisinya yang terletak
di luar. Keterbatasan itulah yang menyebabkan metode ini menjadi kurang populer dan
terbatas pemanfaatannya. Meskipun begitu, pada kasus-kasus kriminal tertentu, metode ini
tetap dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pada keadaan tertentu seperti pada kasus
mayat yang terbakar atau telah mengalami dekomposisi sehingga tidak memungkinkan
identifikasi dengan menggunakan sidik jari, atau pada korban dengan rahang edentulous yang
tidak memungkinkan identifikasi dengan mengunakan gigi-geligi, maka diperlukan metode
alternatif untuk dapat membantu proses identifikasi korban. Alternatif tersebut adalah analisa
terhadap ruga palatal.
Pemanfaatan ruga palatal sebagai salah satu metode identifikasi menunjukkan prospek
yang menjanjikan karena morfologinya yang unik pada tiap individu. Ruga palatal juga
dikatakan dapat digunakan sebagai determinasi ras atau jenis kelamin. Hanya saja sampai
saat ini penelitian terhadap pemanfaatan ruga palatal dalam bidang forensik masih terbatas,
sehingga nilai signifikansi dari metode ini masih diperdebatkan. Makalah ini akan membahas
mengenai ruga palatal dan pemanfaatannya sebagai metode identifikasi forensik.

Rugae Palatal

Rugae palatal merupakan rigde dari membran mukosa yang irregular dan asimmetris
meluas kelateral dari papila insisivus dan bagian anterior dari median palatal raphe. Fungsi
dari ruga palatal adalah untuk memfasilitasi transportasi makanan dan membantu proses
pengunyahan. Selain itu, dengan adanya reseptor gustatori dan taktil pada ruga palatal, maka
ikut berkontribusi dalam persepsi rasa, persepsi posisi lidah dan tekstur dari makanan. Ruga
palatal memiliki morfologi yang sangat individualistik. Bahkan pada individu kembar juga
tidak didapati pola ruga palatal yang sama. Karena individualistik tersebut, maka
pemeriksaan terhadap ruga palatal dapat ikut berperan dalam bidang forensik sebagai salah
satu bentuk identifikasi. Ilmu yang mempelajari tentang ruga palatal disebut sebagai
rugoskopi atau palatoskopi . Pola ruga palatal yang dapat dipelajari meliputi jumlah, panjang,
lokasi dan bentuknya. Pola dari ruga palatal itu sendiri dapat dilihat melalui cetakan gigi atau
foto intra oral.

Analisis dan pencatatan rugae palatal

Ada beberapa cara untuk menganalisis ruga palatal, yaitu :

1. Pemeriksaan intraoral merupakan cara yang paling mudah, murah, dimana cukup dengan
menggunakan kaca mulut dapat dilihat gambaran ruga palatal dari seseorang. Namun cara ini
sulit digunakan bila hendak membandingkan antara ruga palatal satu individu dengan
individu yang lain.

2. Membuat fotografi oral dengan menggunakan kamera intra oral. Cara ini memungkinkan
perbandingan ruga palatal antar individu.

3. Pembuatan cetakan. Cara ini juga mudah dan murah yaitu cukup dengan mencetak rahang
atas individu. Rahang dicetak dengan menggunakan irreversible hydrocolloid dan diisi
dengan dental stone. Hasil cetakan harus bebas dari porus atau gelembung udara terutama
pada bagian anterior dari palatum. Dengan bantuan kaca pembesar, ruga palatal pada model
gigi diwarnai dengan pensil/bolpoin hitam untuk memperjelas gambaran pola dari ruga
palatal. Bila perlu, dapat dibuat foto dan dianalisa dengan program Photoshop. Pengukuran
ruga dapat menggunakan kaliper atau penggaris (contohnya penggaris Kenson). Untuk
analisa perbandingan dapat dibuat calcorrugoscopy atau overlay print dari ruga palatal pada
model maksila.
Klasifikasi Rugae Palatal

Sistem klasifikasi pertama dikembangkan oleh Gloria pada tahun 1911 dan pola rugae
dikategorikan menjadi 2 cara. Menentukan jumlah rugae dan memperpanjang rugae relatif
terhadap gigi. Sejumlah klasifikasi penilaian rugae palatal telah dikembangkan, mulai dari
yang sederhana hingga kompleks.

Beberapa klasifikasi dari rugae palatal adalah

1. Klasifikasi Lysell

Klasifikasi ini bergantung pada panjang rugae palatal yang diklasifikasikan

kedalam :

a. Rugae primer : panjang lebih dari 5 mm.

b. Rugae sekunder : panjang lebih dari 3-5 mm.

c. Rugae fragmantis : panjang antara 2-3 mm.

d. Panjang rugae palatal yang kurang dari 2 mm dianggap tidak ada.

2. Klasifikasi Carrea

Klasifikasi Carrea hanya membagi rugae palatal berdasarkan arah dari rugae palatal.
Klasifikasi ini termasuk kedalam klasifikasi sederhana. Klasifikasi ini membagi rugae palatal
menjadi 4 tipe yaitu :

a. Tipe I : Rugae dengan arah posterior-anterior.

b. Tipe II : Rugae dengan arah perpendikuler ke raphe mediana.

c. Tipe III : Rugae dengan arah anterior-posterior.

d. Tipe IV : Rugae dengan berbagai arah.

3. Klasifikasi Cormoy

Klasifikasi Cormoy merupakan klasifikasi yang kompleks. Pada klasifikasi ini, rugae
palatal diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu :
a. Ruga utama (Principal Rugae), yang berukuran lebih dari 5 mm.

b. Ruga tambahan (Accessory Rugae), yang berkisar 3-4 mm.

c. Ruga fragmentasi (Fragmental Rugae), yang kurang dari 3 mm.

Selain berdasarkan ukuran, rugae juga dinilai bentuknya, asal (ekstremitas medial),
dan arah dari tiap rugae. Adanya ramifikasi, rugae yang berasal dari arah yang sama,
interrupted rugae dan papila insisif juga dicatat.

4. Klasifikasi Matins dos Santos

5. Klasifikasi Trobo

Klasifikasi ini membagi rugae menjadi 2 grup, yaitu grup rugae sederhana,
diklasifikasikan dari A-F dan rugae polimorfik diklasifikasikan X. Rugae polimorfik
merupakan 2 atau lebih rugae sederhana yang bersatu.

Tabel 2. Klasifikasi Trobo 4

6. Klasifikasi Basauri
Tabel 3. Klasifikasi Basauri 4

7. Klasifikasi Thomaz dan Kotze

Klasifikasi ini merupakan klasifikasi yang sering digunakan oleh para peneliti.
Klasifikasi ini meliputi jumlah, panjang, bentuk, dan unifikasi dari rugae. Panjang rugae
palatal di bagi atas : lebih dari 10mm (primer), 5-10mm (sekunder), dan kurang dari 5mm
(Fragmented). Bentuk rugae palatal diklasifikasikan menjadi kurva (Curved), bergelombang
(Wavy), lurus (Straight), dan sirkular (Circular) seperti yang terlihat pada Gambar 3 dibawah
ini. Unifikasi rugae palatal di bagi menjadi konvergen dimana dua rugae berasal jauh dari
bagian tengah/pusat dan menyatu saat menuju bagian tengah, dan divergen dimana rugae
berasal dari pusat dan menyebar saat menjauh dari pusat (Gambar 4)

Gambar 3 Bentuk rugae palatal menurut klasifikasi

Thomaz dan Kotze yaitu: a.Kurva, b.Bergelombang,c.Lurus,dan d.Sirkular


Gambar 4. Unifikasi rugae palatal

menurut klasifikasi Thomaz dan Kotze yaitu : a.Divergen,b.Konvergen.

Keadaan Yang Mempengaruhi Rugae Palatal

Adanya kebiasaan menghisap jempol yang ekstrim, pencabutan gigi, tekanan akibat
perawatan orthodonti atau operasi sumbing palatum mungkin bisa berkontribusi dalam
perubahan pada pola rugae palatal. Rugae palatal dapat mengalami perubahan karena
perawatan orthodonti, namun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ada bagian dari rugae
palatal yang tidak mengalami perubahan setelah dilakukan perawatan orthodonti.Pasien yang
dilakukan perawatan maloklusi klas II menunjukkan bahwa bagian rugae palatal yang paling
stabil adalah rugae medial (terutama rugae medial pertama) sedangkan yang menunjukkan
perubahan signifikan adalah rugae lateral.

Perubahan rugae palatal hanya terjadi pada grup ekstraksi gigi untuk kebutuhan
orthodonti dan bagian rugae yang paling stabil adalah rugae medial dan lateral ke tiga. Dari
hasil yang kontradiksi ini menunjukkan masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk
mengetahui bagaimana dari rugae palatal yang stabil.Pada penelitian double blind juga
menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti pergerakan gigi karena alat orthodonti, pencabutan
gigi, proses menua dan ekspansi palatal tidak begitu mempengaruhi pola rugae palatal.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa rugae palatal tetap bisa memberikan kontribusi yang
cukup besar dalam membantu proses identifikasi

Anda mungkin juga menyukai