Anda di halaman 1dari 52

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

Karya Ilmiah Akhir

REVERSE PONSETI METHOD UNTUK TERAPI CONGENITAL


VERTICAL TALUS (CVT) di RSOS : APAKAH OUTCOME TERAPI
PADA PENDERITA USIA <1 TAHUN LEBIH BAIK DARIPADA
OUTCOME TERAPI PENDERITA ≥ 1TAHUN

Karya Ilmiah Akhir sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan


Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi & Traumatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSO Prof.Dr.R.Soeharso /
RSUD Dr.Moewardi
Surakarta

Disusun oleh
YUSUF KHAIRUL
NIM.S9306004

Pembimbing
Dr.ANUNG BUDI SATRIADI. SpOT

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi dan Traumatologi


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /
RS Orthopaedi Prof.Dr.R.Soeharso/RSUD dr.Moewardi
SURAKARTA
commit to user
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah

akhir dengan judul

REVERSE PONSETI METHOD UNTUK TERAPI CONGENITAL

VERTICAL TALUS (CVT) di RSOS : APAKAH OUTCOME TERAPI

PADA PENDERITA USIA <1 TAHUN LEBIH BAIK DARIPADA

OUTCOME TERAPI

PENDERITA ≥ 1TAHUN

Karya ilmiah akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi &

Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSO

Prof.Dr.R.Soeharso / RSUD Dr.Moewardi Surakarta

Karya Ilmiah akhir ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai

pihak, baik berupa dukungan moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Ismail Mariyanto,SpOT.FICS selaku KPS yang telah memberikan

kesempatan dan saran serta arahan selama penyusunan karya akhir ini

2. Dr. Anung B Satriadi,SpOT.FICS selaku pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, memberikan saran, nasehat, perhatian dan pengarahan

selama penyusunan karya akhir ini


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Seluruh staf Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret / RSO Prof.Dr.R.Soeharso / RSUD Dr. Moewardi

Surakarta

4. Istriku (Dina Nurdiniyah) dan kedua buah hatiku tercinta Muhammad

Khayru Rafli dan Muhammad Abiyyu Khairan yang selalu sabar serta

memberikan motivasi dan doa dalam penyelesaian karya akhir ini.

5. Papaku tersayang Alm. H. Akhyar Tedjasukmana, yang dipanggil oleh

Allah SWT di saat-saat penulis menyelesaikan penulisan karya akhir ini.

Buat mama,kedua mertuaku, kakak dan adikku serta seluruh keluarga

besar kami yang telah memberikan dukungan dan semangat serta doa

sehingga bisa menyelesaikan penulisan karya akhir ini.

6. Seluruh rekan – rekan residen Orthopaedi & Traumatologi FK UNS yang

selama ini bersama dalam suka dan duka

7. Seluruh paramedis dan non paramedis RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta

8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

Semoga Alloh SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita

semua. Kami berharap karya akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak agar

dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pasien. Amin. Terimakasih

Hormat kami,

Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………...............………………………………. i


KATA PENGANTAR .………………........…………............………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................……………...………………….. iv
DAFTAR ISI ………………………..................…………..…………………. vi
DAFTAR GAMBAR ...……………………………................……………….. viii
DAFTAR TABEL ……………………………….................…………...……. ix
DAFTAR SINGKATAN ………………................……………….…...….. xi
ABSTRAK ……………………………………………………...................... xii
BAB I PENDAHULUAN …...........……………………………...….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……..…………………………………… 1
B. Perumusan Masalah ……….………………………………… 2
C. Tujuan Penelitian ….……………….……………………………… 2
D. Manfaat Penelitian …………………..…………………………….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........…………………………………….... 4


A. Insidensi …………………………………………………..………… 5
B. Etiologi ………………………………………………………….… 5
C. Patologi ……………….………………………………………….. 6
D. Diagnosa …………………………………………..…………….. 8
E. Pemeriksaan Radiologi ……………………………………….….. 9
F. Penanganan Congenital Vertical Talus …..……….……………….. 11
G. Kerangka Pemikiran ……………………………………….…….. 17
H. Hipotesa ……………………………………………………..…… 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………........………...………... 18


A. Jenis Penelitian …………………………………………..……… 18
B. Lokasi Penelitian ……………………………………..…………. 18
C. Obyek Penelitian ………………………………………....………. 18
D. Besar Sampel commit to user
………………………………………………………18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. Pengambilan Sampel ……………………………………….....…. 18


F. Identifikasi Variabel …………………………………………….. 18
G. Definisi Operasional Variabel ……………………..………..… … 18
H. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………..……............ 19
I. Langkah Pengumpulan data ……………………………………... ..20
J. Managemen Data …..………………………………………………. 20
K. Analisa data …………………………………………………..…21
L. Desain Penelitian ………………………………………………..…21

BAB IV HASIL PENELITIAN ……………………………..........…… 22


BAB V DISKUSI ………………..…………......................……...... 31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..…..........……………………. 40
A. Kesimpulan ………………………………….……………… 40
B. Saran …………………………………………………………… …40

DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGUMPUL DATA
LAMPIRAN

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klinis deformitas pada CVT ............................................................... 4


Gambar 2. Pengukuran Skematis Sudut-Sudut Proyeksi .....................................10
Gambar 3. Teknik manipulasi ........................................................................ 12
Gambar 4. Gambar klinis pemasangan cast .................................................... 14
Gambar 5. Pinning fiksasi talonavicular joint ................................................. 15
Gambar 6. Percutaneus tenotomy . ...................................................................16
Kerangka pemikiran ..…………………………………………………........... 17
Desain Penelitian …............………………………………………………….. 21
Gambar 7. Distribusi Vertical Talus berdasarkan usia ......................................22
Gambar 8. Distribusi Vertical Talus berdasarkan jenis kelamin ....................... 23
Gambar 9. Distribusi Vertical Talus berdasarkan sisi kaki yang terlibat .......... 23
Gambar 10. Distribusi berdasarkan jenis Vertical Talus .....................................24
Gambar 11. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan ......................................25
Gambar 12. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan seluruh pasien ............ 25
Gambar 13. Distribusi berdasarkan lama terapi ................................................. 26
Gambar 14. Distribusi berdasarkan pemeriksaan pasif motion ......................... 28

Gambar 15. Distribusi berdasarkan lama follow up ......…................................ 29


Gambar 16. Distribusi VT berdasarkan pengukuran TAMBA .........................30
Gambar 17. Pengukuran Vanderwilde ................................................................38

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengukuran Sudut ….…..............................………..……................... 10

Tabel 2. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia.....................24

Tabel 3. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT .......... 24

Tabel 4. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok usia ............................. 25

Tabel 5. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok jenis VT ..........................26

Tabel 6. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok usia ..........................26

Tabel 7. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok jenis VT ..................27

Tabel 8. Lama follow up berdasarkan kelompok usia .....…............................... 28

Tabel 9. Lama follow up berdasarkan kelompok jenis VT .............................. 28

Tabel 10. Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok usia ............................ .29

Tabel 11. Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok jenis VT ...................... 30

Tabel 12. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia ............... 31

Tabel 13. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT........ 31

Tabel 14. Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok usia .....................33

Tabel 15. Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok jenis VT ....................33

Tabel 16. Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian tentang Reverse

Ponseti Method sebelumnya ..........................................................33

Tabel 17. Modifikasi AFAS..................................................................................34

Tabel 18. Perbandingan kelompok usia dengan AFAS..........................................35

Tabel 19. Perbandingan kelompok VT dengan AFAS .........................................35

Tabel 20. Perbandingan kelompokcommit to jenis


usia dan user CVT dengan AFAS ..............36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 21. Hamanischi score ................................................................................36

Tabel 22. Perbandingan Hamanischi score ..........................................................37

Tabel 23. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok usia ..............................37

Tabel 24. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok jenis VT ..................... 37

Tabel 25. Perbandingan rata-rata TAMBA saat follow up terakhir dengan

pengukuran Vanderwilde ....................................................................................38

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

CVT : Congenital Vertical Talus


VT : Vertical Talus
AFAS : American Foot and Ankle Score
TAMBA : Talo axis- first Metatarsal Base Axis Angle
JBJS : Journal of Bone and Joint Surgery
RSO : Rumah Sakit Orthopedi
ATL : Achilles Tendon Lengthening
S.M. : Sebelum Masehi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Reverse Ponseti Method for treatment Congenital Vertical Talus (CVT) at


Prof. DR. dr. R. Soeharso Hospital Surakarta : Is the outcome of treatment
for patient < 1 year old better than ≥ 1 year old ?
(FINAL PAPER)
Yusuf Khairul
Resident of Orthopaedic & Traumatology Faculty of Medicine Sebelas Maret
University
Surakarta

ABSTRACT
Background: The incidence of CVT was estimated 1: 10.000 . Treatment of
CVT has traditionally consisted of manipulation and application of casts followed
by extensive soft-tissue releases. This treatment is often followed by severe
stiffness of the foot and other complications such as wound necrosis, talar
necrosis, undercorrection deformity, subtalar joint pseudarthrosis. A new method
– Reverse Ponseti Method – provides excellent results of in terms of the clinical
appearance of the foot, foot function, and deformity correction as measured
radiographically at a minimum two years, in patients with idiopathic CVT. The
controversies of Reverse Ponseti Method are how is the result for Syndromic VT
and how old the upper age limit or cut-off age for the best result.
Method: This is a Observational-Crossectional study for patients with CVT at
Prof DR R Soeharso Hospital from December 2008 – Desember 2010. All the
patients had the treatment with serial manipulations and casts followed by limited
surgery consisting of percutaneous Achilles tenotomy, and percutaneous pin
fixation of the talonavicular joint. The principles of manipulation and application
of the plaster casts were similar to those used by Ponseti to correct a clubfoot
deformity, but the forces were applied in the opposite direction. The patients were
placed according to the type of CVT (Idiophatic and syndromic) and the age ( < 1
year old and ≥ 1 year old). Patients were evaluated clinically and radiographically
post casting, immediately postoperatively, and at the latest follow-up.
commit
Radiographic measurements obtained to user
at these times were compared. The clinical
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(modified American Foot and Ankle score/AFAS) and radiographic (Hamanischi


score) data at the final evaluation we also compared to pretreatment.
Results: There were sixteen patients with twenty one feet ( seven (44%) patients
Idiophatic CVT with ten feet, and nine (56%) patients Syndromic VT with
eleven feet). A mean of 6.5 casts was required for correction. No patient
underwent extensive surgical releases. At the final evaluation, the mean ankle
dorsiflexion was 42,9° and the mean plantar flexion was 42,8°. No patients had a
loss of correction. There is no significance differences between group of type
CVT, and between group of age.
Conclusions: Serial Reverse Ponseti manipulation and cast immobilization
followed by talonavicular pin fixation and percutaneous tenotomy of the Achilles
tendon provides excellent results, in terms of the clinical appearance of the foot,
foot function, and deformity correction as measured radiographically, in patients
with both Idiophatic and Syndromic CVT and both the age <1 year old and ≥ 1
year old

Key word : Idiophatic Congenital Vertical Talus, Syndromic Congenital Vertical


talus, Reverse Ponseti Method, modified American Foot and Ankle Score / AFAS,
Hamanischi Score

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Angka kejadian Congenital Vertical Talus (CVT) diperkirakan


1 : 10.000 kelahiran hidup. Kelainan ini terjadi Idiophatic pada sebagian besar
kasus, serta dihubungkan dengan kelainan neuromuscular dan genetik pada
beberapa kasus lainnya.1
Sebelum tahun 2000 semua pasien diterapi dengan mayor rekonstruksi
surgery di mana pada banyak penelitian tindakan tersebut dapat menyebabkan
stiffness ankle dan subtalar joint, necrosis luka , talar nekrosis dan over/under
koreksi. Seimon melaporkan angka keberhasilan dengan release dorsal
talonavicular joint capsule dan lengthening peroneus tertius, extensor hallucis
longus, dan tibialis anterior tendon diikuti dengan Kirschner wire fixasi dari
talonavicular joint. Laporannya juga meliputi tujuh pasien dengan total Vertical
Talus difollow up rata-rata lima tahun. Dengan hasil semua pasien memiliki
keterbatasan inversi-eversi, dengan range antara 25% dan 75% normal. Satu
pasien dengan fixed equinus contracture.2
Pada tahun 2000 Jose A. Morcuende, dkk, Memperkenalkan suatu teknik
baru dalam penanganan Idiophatic CVT yakni dengan Reverse Ponseti Method
yang diikuti oleh percutaneus tendo Achilles lengthening dan pinning
talonavicular joint dengan lama follow up 2 tahun didapatkan hasil yang
memuaskan baik dari aspek klinis kaki, fungsi kaki, maupun pengukuran
radiologis.3,4 Hasil yang sama juga dengan teknik serupa diterapkan di BSES
MG Global Hospital, Bombay Hospital Institute of Medical Sciences, Mumbai,
India oleh Atul Bhaskar dengan lama follow up rata-rata 8,5 bulan (6-12 bulan). 5
Namun sampai saat ini belum ada penelitian baik nasional maupun internasional
mengenai bagaimana outcome Reverse Ponseti Method yang diterapkan pada
kasus Syndromic VT? dan berapa batasan usia pasien baik Idiophatic maupun

commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Syndromic yang menghasilkan outcome yang baik pada terapi Reverse Ponseti
Method?
Di Indonesia belum ada laporan mengenai penanganan CVT dengan
Reverse Ponseti Method. RS Orthopedi khususnya klinik Pediatri Orthopedi
mulai menerapkan teknik Reverse Ponseti pada penanganan CVT baik Idiophatic
maupun syndromic VT pada tahun 2008. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimanakah outcome Reverse Ponseti Method untuk terapi CVT
(baik Idiophatic maupun Syndromic) di klinik Pediatri Orthopedi RSO dan lebih
jauh lagi, apakah outcome di RSO tersebut memberikan hasil yang sama dengan
outcome peneliti lain.

2. PERUMUSAN MASALAH

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan


masalah penelitian sebagai berikut:

1. Berapakah tingkat keberhasilan klinis Reverse Ponseti Method untuk


terapi CVT di RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta?
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse
Ponseti Method untuk terapi Idiophatic CVT dibandingkan dengan
Syndromic CVT?
3. Apakah terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse
Ponseti Method untuk terapi CVT antara penderita berumur <1
tahun dengan penderita ≥1 tahun ?

3. TUJUAN PENELITIAN

A. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat keberhasilan klinis penanganan kasus CVT di RSO
Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.

commit to user

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat keberhasilan klinis penanganan kasus CVT dengan
teknik Reverse Ponseti Method di RSO Prof.DR.R.Soeharso Surakarta
2. Untuk meneliti perbedaan tingkat keberhasilan klinis terapi Reverse
Ponseti Method untuk terapi Idiophatic CVT dengan Syndromic CVT
3. Untuk meneliti perbedaan tingkat keberhasilan terapi Reverse Ponseti
Method antara penderita usia < 1 tahun dengan penderita ≥ 1 tahun

4. MANFAAT PENELITIAN

1. Mengetahui performa klinis RSO Prof.DR.R.Soeharso dalam


penanganan CVT.
2. Perbaikan protokol penanganan CVT di RSO Prof. DR. R. Soeharso.

commit to user

3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan CVT ditandai dengan dislokasi dorsal dan lateral


talocalcaneonavicular joint, yang berkembang intrauterine selama trimester
pertama kehamilan. Tulang navikular berartikulasi dengan bagian dorsal dari
talus dan menguncinya dalam plantar flexi posisi vertical. Nama lain untuk
kelainan ini meliputi : Congenital Flatfoot due to Vertical Talus, Congenital
Convex pes valgus, Congenital rocker bottom flatfoot, rocker-foot, yang paling
penting pada kaki dengan Vertical Talus, yaitu sebuah deformitas yang mudah
untuk didiagnosis, namun sulit untuk mengoreksi dengan hasil yang sempurna,
meskipun di tangan seorang ahli bedah orthopedi yang berpengalaman.1,5 CVT
terdiri dari kombinasi deformitas seperti pada gambar 1, yang terdiri dari 1,3 :
1. Equinovalgus pada hindfoot
2. Pronated, abducted, and dorsoflexed di transverse tarsal articulation pada
Forefoot
3. Dorsal crease

Gambar 1 . Gambar klinis deformitas pada CVT

commit to user

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Insidensi

CVT pertama kali dideskripsikan oleh Henken pada tahun 1914 dan
diulang kembali oleh Lamy dan Weissman tahun 1939.
Kelainan ini adalah kelainan yang jarang ditemukan dibandingkan dengan
kelainan congenital orthopedi yang lain. Insidensinya dilaporkan sekitar 1 per
10.000 kelahiran, dengan kejadian pada 50 % kasus didapatkan pada bilateral kaki
dan tidak ada sex predileksi. 1.6

B. Etiologi 1,6,7,8,9,10,11,12

CVT dapat terjadi sebagai kelainan isolated atau berhubungan dengan


kelainan sistem saraf pusat dan sistem musculoskeletal. Etiologi kelainan Isolated
Vertical Talus masih belum diketahui. Campoz da Paz,Jr mengemukakan bahwa
kelainan ini dapat disebabkan oleh berhentinya perkembangan kaki saat prenatal.
Penyebab lain dari kelainan ini adalah :

1) Defek system Saraf Pusat (Defects of the Central Nervous System)


Congenital defek system saraf pusat yang dihubungkan dengan bentuk
rigid VT meliputi ; diastematomyelia, lipoma pada cauda equina,
myelomeningicele, dan sacral agenesis. Dua bentuk ketidakseimbangan otot
(muscle imbalance) dilaporkan pada pasien dengan myelodysplastic; satu study
disebabkan karena parese musculus tibialis posterior dan study lain karena tidak
adanya plantar intrinsic musculature.
Pasien dengan arthrogryposis dan neurofibromatosis memiliki kelainan
VT yang fixed. Ketidakseimbangan otot pada defek congenital neural tube dan
kelainan neuromuscular menyebabkan kelainan VT menjadi lebih rigid dan
memiliki outcome yang kurang baik dibandingkan dengan kelainan congenital
lain seperti anisomelia, anomaly jari-jari, absent patella , dan developmental
dysplasia of the hip.

commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Kelainan Otot (muscle abnormality)


Ischiocalcaneus band adalah jaringan fibrous pada otot yang jarang terjadi
yang berorigo dari Ischium, melewati popliteal space dan melingkar di distal
masuk apponeurosis otot tricep surae. Secara klinis pasien dengan kelainan ini
disertai rigid VT dan kontraktur fleksi dari lutut yang ditandai dengan terabanya
band melewati poplitea space. VT yang dihubungkan dengan kelainan ini
disebabkan karena kontraktur triceps surae oleh karena band tersebut.

3) Kelainan yang didapat (Acquired Deformity)


CVT yang didapat dapat berkembang secara sekunder yang dihubungkan
dengan kelainan neuromuscular, meliputi cerebral palsy, poliomyelitis, dan atropi
musculus spinal. Sebagai tambahan over koreksi dari clubfoot dapat menyebabkan
CVT.

Genetik, 9,10
Variasi syndrome genetic dapat meliputi Vertical Talus sebagai bagian
dari spectrum klinis. Meliputi Trisomy syndrome 13-15 (Patau syndrome) dan
17-18 (Edward syndrome) dan kondisi genetic lain seperti Freeman-Sheldon
(whisling face), Smith-Lemli-Opitz. Nail patella, Marfan, multiple pterygium,
Hurler, de Barsy dan Eagle-Barrett (prune-belly) syndrome.

C. Pathologi Anatomi 6,11,12

Tulang
Tulang navicular bergeser ke dorsolateral aspek dari talar head dan neck,
dan beradaptasi pada posisi ini dengan menjadi lebih pipih, dengan hypoplastic
plantar segmen. Talar pipih di bagian dorsal, dan kartilago artikularisnya meluas
untuk mengakomodasi surface articular dari tulang navicular yang bergeser.
Hanya sepertiga posterior dari articulasi talar dome yang masuk dalam ankle
plafond. Tulang calcaneus juga plantar fleksi dan rotasi di bagian posterolateral

commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan mendekati ujung distal dari fibula. Sustentaculum tali hypoplasi dan tidak
menopang talar head.

Sendi
Facet anterior dan middle dari sendi subtalar hilang atau diganti oleh
jaringan fibrous, dan hilangnya facet posterior meningkatkan terjadinya
pergeseran lateral. Tulang cuboid bergeser ke arah lateral dan setengah bagian
plantarnya hypotropic ketika dorsal subluksasi dalam derajat besar yang melalui
keseluruhan articulasi transverse tarsal.

Ligamen
Ligamen pada permukaan plantar dari sendi talocalcaneonavicular menjadi
kaku. Baik ligament calcaneonavicular (spring) dan serabut anterior dari ligament
deltoid teregang, seperti serabut medial dari bifucasio ligament. Kontraktur
berkembang pada bagian lateral dari dorsal talonavicular, calcaneofibular, dan
ligamen interosseos talocalcaneal sama dengan yang terjadi pada posterior capsul
dari sendi ankle dan subtalar.

Retinaculum
Komponen proksimal dan distal retinaculum ankle bersatu dan menebal,
menyebabkan pemendekan struktur pada apek dorsal dari kelainan yang satu garis
dengan surface anterior dari tibia. Fibrosis dorsal retinaculum bertindak sebagai
fulcrum yang meningkatkan keuntungan mekanikal dari otot extensor yang lewat
di antaranya dan masuk di sebelah lateral kaki yang mengalami kelainan. Superior
Peroneal Retinaculum menjadi kaku, menyebabkan tendo peroneal subluksasi ke
anterior pada fibula.

Otot
Otot triceps surae, tibialis anterior, extensor haluxis longus, dan peroneus
memendek. Tendon tibialis posterior subluksasi ke anterior, membentuk kubah
commitberlanjut
pada maleolus medialis, dan kemudian to user keluar dan menjadi kaku ketika

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melewati permukaan plantar dari midfoot. Otot-otot Peroneal subluksasi anterior


dan bengkok (bowstring) melewati midfoot, membentuk kubah pada fibula, di
mana mereka dipegang oleh retinaculum peroneal superior. Pergeseran tibialis
posterior dan peroneal anterior dari axis pergerakan sendi ankle mengakibatkan
otot-otot ini dorsofleksi. Triceps surae memiliki insersi yang luas pada
superolateral aspek dari tuberositas yang mengeversi calcaneus.

D. Diagnosis Vertical Talus 1,6,12

Terminasi Persian Slipper foot digunakan untuk mendeskripsikan


kelaianan klasik bentuk rigid paralitik. Kolum longitudinal lateral memiliki kontur
plantar abduksi, dan kolum longitudinal medial elongasi dan convex. Lateral ibu
jari elevasi dan memiliki posisi claw-toe, yang menjelaskan deskripsi kelainan
yang aneh.
Diagnosis banding pada periode neonatal meliputi kaki calcaneovalgus,
posteromedial bowing tibia, dan congenital absence fibula. Kaki yang mengalami
kelainan memiliki rocker-bottom kontur, di mana talar head teraba di aspek
plantar medial.
Hindfoot pada posisi fixed equinovalgus oleh karena pemendekan tendo
Achilles. Kelainan Equinus pada hindfoot adalah kunci pemeriksaan klinis yang
membedakan vertikal talus dengan posisi calcaneovalgus. Forefoot pada posisi
pronasi, abduksi, dan dorsofleksi pada transverse tarsal articulasi dan biasanya
terdapat lipatan dorsal (dorsal crease) yang melewati sinus tarsi. Harrold
mendeskripsikan penemuan klinis ini sebagai cekungan di depan maleolus lateral,
dan ini dapat membedakan CVT dengan posisi calcaneovalgus. Lloyd-Roberts
dan Spence mendeskripsikan penemuan klinis VT sebagai tonjolan pada telapak
kaki di mana heel dan forefoot naik membentuk sebuah cekungan/kurva.
Kelainan CVT tidak menyebabkan keterlambatan berjalan, dan bahkan
kelainan ini didapatkan saat anak pertama kali belajar berjalan. Diagnosis banding
pada anak yang baru belajar berjalan adalah idiopatik flatfeet, kadang dengan
valgus angulasi pada posisi berdiri menahan
commit to userbeban menyebakan pemendekan

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

heel. Pada posisi tidak berdiri menahan beban Idiophatik flatfeet lebih fleksibel
dibanding kelainan CVT. Pada anak yang lebih tua dengan kelainan CVT tampak
dari cara berjalan yang aneh dan adanya kalus di bawah tonjolan talar head.

E. Pemeriksaan Radiologi 13,14


Tujuan pemeriksaan radiography pada CVT adalah untuk menentukan
secara tepat relasi anatomi dari talonavicular, tibiotalar, midtarsal dan
tarsometatarsal.
Pada bayi, primary center of ossification dari tulang talus , calcaneus, dan
cuboid sudah terbentuk dengan baik dan dapat terlihat pada foto polos radiografi.
Tulang navicular masih berupa kartilago, sehingga seperti tulang caput femur ,
pada umur 6 bulan pertama kehidupannya, belum terlihat pada pemeriksaan
radiografi. Center ossifikasi tulang navicular muncul pada usia sekitar 3-4 tahun,
dimulai pada kuadran lateral, meskipun tulang navicular mungkin belum
mengalami ossifikasi sebelum umur 4 tahun atau bahkan lebih.
Oleh karena pusat-pusat ossifikasi belum terlihat di foto polos, maka harus
dilakukan penilaian dengan cara menggambar pada garis-garis yang
menghubungkan pusat ossifikasi yang sudah terbentuk, sehingga dapat dinilai
hubungan anatomi pada sendi talocalcaneonavicular. Yang harus diingat adalah
bahwa hanya sebagian kecil saja dari pusat ossifikasi yang terlihat pada foto
polos, maka tidak semua tulang dapat terlihat, karena masih dikelilingi oleh
jaringan cartilage yang densitasnya sama dengan jaringan lunak.

Teknik Radiography13,14
Diagnosis CVT dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi kaki posisi
lateral yang dibuat dalam keadaan kaki maksimum plantar fleksi yang
menunjukkan hubungan antara hindfoot dan forefoot dan maksimum dorsofleksi
yang menunjukkan pengurangan sudut tibiocalcaneal yang mengindikasikan
kelainan fixed equines pada hindfoot.
Pada rontgen lateral dapat dihitung sudut talocalcaneal, tibiocalcaneal,
tibiotalar dan Talo axis-First commit
Base to user
Metatarsal Angle (TAMBA). Secara

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karakteristik, hindfoot pada posisi plantar fleksi. Longitudinal axis dari talus
adalah vertical dan paralel dengan longitudinal axis tibia. Calcaneus sedikit
plantar fleksi dibandingkan talus. Sudut talocalcaneal lebih besar karena deviasi
dari talar head ke medial dan calcaneus ke lateral. Sudut talo-first metatarsal
mengkonfirmasi posisi dorsofleksi forefoot terhadap hindfoot. Oleh karena itu
dengan mengukur sudut ini kita dapat mengkonfirmasi diagnose CVT dan
mengevaluasi keberhasilan terapi.
Tabel 1 . Pengukuran Sudut 1
Proyeksi Lateral
Sudut Pengukuran Rentang Normal
1 Talocalcaneal (T-C) 25-50
2 Tibiotalar (T-T) 70-100
3 Tibiocalcaneal (T-C) (dorsofleksi maksimal) 25-60
2 Talo-1st metatarsal (T-MT1) 0-20
(Tachdjian MO. Tachdjian Pediatric Orthopedics. Second Edition. WB Saunders Company,1990)

Positioning Pada Pengambilan Radiography


Tachdjian merekomendasikan juga, untuk melakukan foto proyeksi lateral
dengan stress dorsofleksi, jika anak tidak kooperatif, dilakukan dengan
menggunakan semacam papan yang tembus pada pemeriksaan X-ray, untuk
menekan plantar pedis untuk dorsofleksi. 5,11,13

commit to user
Gambar 2. Pengukuran Skematis Sudut-Sudut Proyeksi Lateral 13

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

F. Penanganan CVT

Tujuan terapi CVT adalah mengembalikan anatomis yang normal antara


talus, navicular, dan calcaneus. Kebanyakan ahli yang menerapi kelainan ini
percaya bahwa mayor rekonstruksi surgery adalah sangat penting dalam
mengkoreksi kelainan ini pada sebagian besar pasien. Penggunaan serial casting
adalah penting untuk stretching dari soft tissues dan struktur neurovascular pada
dorsum pedis dan ankle, namun ini bukanlah sebagai terapi definitive. Berbagai
macam cara major rekonstruksi surgery, baik satu tahap, dua tahap, soft-tissue
release dengan excisi navicular, dan Grice-Green subtalar fusion setelah release
semua dilaporkan efektif. Bagaimanapun semua teknik tersebut mempunyai
komplikasi seperti wound necrosis, talar necrosis, undercorrection deformity,
stiffness ankle dan subtalar joint pseudarthrosis, dan membutuhkan multiple
operative procedure seperti subtalar dan triple arthrodeses. Seimon melaporkan
keberhasilan dengan pembatasan prosedur bedah meliputi release dorsal
talonavicular joint capsule dan lengthening peroneus tertius, extensor hallucis
longus, dan tibialis anterior tendon diikuti dengan Kirschner wire fixasi
talonavicular joint. Dia melaporkan tujuh pasien dengan total 10 CVT selama 5
tahun follow up. Semua pasiennya memiliki keterbatasan inversi-eversi, dengan
range antara 25% dan 75% normal. Satu pasien dengan equinus kontraktur.
Christopher L. Colton, London mengerjakan teknik exsisi navicular bone,
reduksi talar yang distabilisasi dengan mengimplantasi tibialis anterior pada talar
neck dan juga menggunakan Kirschner wire untuk fiksasi cuneiform 15
Penanganan vertical talus sesungguhnya masih banyak menyisakan
controversi, dan masih berlanjut menjadi salah satu tantangan terbesar dalam
bidang Pediatri Orthopedi. Controversi tersebut berhubungan dengan mengukur
dan mengevaluasi efektivitas dari metode penanganan yang berbeda.
Berlawanan dengan pengalaman yang dilaporkan sebelumnya, Matthew B.
Dobbs, dan kawan memiliki awal keberhasilan terapi Idiophatic CVT dengan
serial manipulasi dan casting diikuti dengan intervensi minor surgery. Oleh
karena serial manipulasinya mengikuti
commit toprinsip-prinsip
user tehnik Ponseti untuk

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

CTEV, tetapi dengan arah manipulasi yang berkebalikan, maka tehnik ini sering
disebut sebagai Reverse Ponseti Method3,4

Penanganan Reverse Ponseti Metode


Persiapan
Persiapan pengegipan meliputi menenangkan anak dengan botol susu atau
dengan menyusuinya. Jika memungkinkan didampingi oleh asisten yang
berpengalaman. Kadang-kadang dibutuhkan bantuan dari orang tua penderita.
Persiapan penanganan ini sangat penting.3
Manipulasi dan Pengegipan
Dimulai sebisa mungkin segera setelah lahir. Buat penderita dan keluarga
nyaman. Biarkan anak minum selama manipulasi dan proses pengegipan. 3
Melokalisasi Secara Tepat Caput Talus
Talar head pada VT dapat teraba menonjol pada medial aspek dari plantar
pedis
Manipulasi
Sama dengan metode Ponseti untuk koreksi clubfoot, terapi dimulai
dengan serial manipulasi dan cast, namun dengan arah koreksi yang berlawanan,
dan seluruh kelainan dikoreksi bertahap, kecuali untuk equinus dikoreksi
belakangan Kaki distretching dalam plantar fleksi dan inversi dengan
counterpressure pada medial aspek dari head talus.

Gambar 3. Teknik manipulasi 4


Matthew B. Dobbs, MD, Derek B. Purcell, MD, Ryan Nunley, MD and Jose A. Morcuende, MD,
PhD. Early Results of a New Method of Treatment for Idiopathic Congenital Vertical Talus. The
commit to user
Journal of Bone and Joint Surgery (American). 2006;88:1192-1200

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Memasang Padding.
Pasang padding yang tipis saja untuk mempermudah molding dari kaki.
Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan memegang ibu jari
dan dengan menekan (counter pressure) kaput talus selama pemasangan gips. 3
Pemasangan Gips.
Pertama pasang gips di bawah lutut dan kemudian lanjutkan gips sampai
paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran dekat jari kaki kemudian
bergerak ke proksimal sampai lutut. Pasang gips dengan halus. Tambahkan
sedikit tarikan pada gips di atas tumit. Kaki dipegang pada ibu jari dan gips
diputar di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk
pergerakan jari-jari. Jangan melakukan koreksi secara paksa menggunakan gips.
Gunakan tekanan yang ringan.3 Jangan menekan secara konstan kaput talus
menggunakan ibu jari, tapi tekan dan lepas secara berulang untuk mencegah
decubitus dari kulit. 3
Bentuk gips di atas kaput talus sambil memegang kaki pada posisi yang
telah dikoreksi. Perhatikan bahwa ibu jari dari tangan kiri membentuk gips di atas
kaput talus sedangkan tangan kanan membentuk kaki depan dalam supinasi.
Tumit dibentuk dengan melakukan counter pada gips di atas tuberositas
posterior dari calcaneus. Maleolus dibentuk dengan baik. Proses molding ini
hendaknya merupakan proses yang dinamik, sehingga harus sering menggerakan
jari-jari untuk mencegah tekanan yang berlebihan pada satu lokasi. Lanjutkan
molding sambil menunggu gips keras. Lanjutan Gips ke paha. Gunakan padding
pada proksimal paha untuk mencegah iritasi kulit. Gips dapat dipasang berulang
(bolak-balik) pada sisi anterior lutut untuk kekuatan dan untuk mencegah
kebanyakan gips pada daerah fossa poplitea, yang akan mempersulit pelepasan
gips.
Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk mendukung pergerakan jari-jari
dan potong gips ke arah dorsal sampai mencapai sendi metatarsophalangeal
seperti pada gambar 4 di bawah ini. Gunting bagian tengah dari gips dulu baru
kemudian bagian medial dan lateral gips menggunakan gunting gips. Biarkan sisi
commit
dorsum dari semua jari-jari kaki bebas to user
untuk dapat ekstensi penuh.

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam


posisi adduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-
koreksi. Namun merupakan koreksi penuh adduksi maksimal normal. Adduksi
penuh membantu mencegah rekurensi dan tidak menciptakan over-koreksi. 3
Cast diganti di klinik setiap minggu, dan dilakukan manipulasi yang sama
pada setiap aplikasi cast. Pada cast terakhir sangat penting mempertahankan posisi
kaki dalam maximum plantar fleksi dan inversi untuk mempertahankan stretching
pada dorsolateral tendon yang kontraktur, capsul sendi dan kulit. Tidak dilakukan
koreksi equinus pada serial casting.

Gambar 4. Gambar klinis setelah pemasangan cast

Setelah talonavicular joint tereduksi, Talar Axis-first Metatarsal Base


Angle (TAMBA) pada maximum plantar fleksi <30°, surgical fixasi dengan
percutaneous Kirschner wire digunakan untuk memegang talonavicular joint pada
posisi tereduksi. Kirschner wire dimasukkan secara antegrade dari navicular ke
dalam talus dengan kaki dalam posisi maximum plantar fleksi. Kirschner wire
kemudian dibengkokkan dan dipotong di luar kulir agar bisa di removal di klinik.

commit to user

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 5. pinning fiksasi talonavicular joint (a), tendo achiles lengthening (b) 3
Matthew B. Dobbs, MD, Derek B. Purcell, MD, Ryan Nunley, MD and Jose A. Morcuende, MD,
PhD. Early Results of a New Method of Treatment for Idiopathic Congenital Vertical Talus. The
Journal of Bone and Joint Surgery (American). 2006;88:1192-1200

Setelah talonavicular tereduksi dan difiksasi dengan Kirschner wire,


percutaneous tenotomy tendo Achilles dilakukan untuk mengkoreksi deformitas
equinus yang dideskripsikan oleh Dobbs dan kawan untuk terapi dari clubfoot.
Beaver eye blade (Becton Dickinson, Franklin Lakes, New Jersey) dimasukkan
melalui kulit pada sisi medial tendo Achilles sekitar 1 cm di atas insersinya pada
calcaneus dengan permukaan cutting dari blade diarahkan ke proksimal.
Permukaan bawah dari tendon diraba dengan ujung blade, kemudian dirotasikan
45˚ untuk memisahkan tendo dari ventral ke dorsal. Kirschner wire mencegah
kehilangan hasil reduksi dari talonavicular joint saat hindfoot diposisikan
dorsifleksi.

Preparasi
Persiapan keluarga. Beri penjelasan kepada keluarga prosedure yang akan
dilakukan.
Tenotomy 3
Masukkan pisau dari sisi medial, langsung ke anterior dari tendon. Jaga
bagian datar dari pisau paralel dengan tendon. Tempat masuk inisial menyebabkan
incisi kecil longitudinal. Tendon sheath tidak dideseksi dan dibiarkan intak. Pisau
kemudian dirotasikan, sehingga bagian
committajam pisau ke posterior dari tendon. Piasu
to user

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kemudian digerakkan sedikit ke posterior. Dirasakan sebagai “pop” saat pisau


merelease tendon. Tendon dipotong seluruhnya (komplet) jika sensasi ”pop”
sudah dirasakan. Tambahan 15-20° dorsofleksi didapatkan setelah tenotomy. 3,6,7

Gambar 6. Perkutaneus Tenotomy


(Ponseti IV. Congenital ClubfootFundamentals of Treatment. Oxford Medical Publication. 2000)

Gips Post-tenotomy
Long leg cast kemudian dipasang dengan posisi kaki netral dan ankle
dorsofleksi 5°. Cast di ganti di klinik dua minggu. Long leg cast yang baru
dipasang dengan ankle pada posisi 10° - 15° dorsifleksi selama tiga minggu, k-
wire di off enam minggu.
Bracing
Solid orthosis dipakai selama 23 jam dalam sehari sampai anak usia
berjalan, dan orthosis dipakai saat anak sudah bisa berjalan sampai usia 2 tahun.
Follow up
Jadwalkan kunjungan untuk kembali dalam 10-14 hari untuk memonitor
penggunaan dari brace. Jika bracing berjalan baik maka kontrol dapat dilakukan
dalam kurun waktu setiap 1,3, dan 6 bulan sampai anak usia 2 tahun.

commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G. KERANGKA PEMIKIRAN

Group Usia Group tipe CVT


Ponseti: usia terbaik untuk
dilakukan manipulasi 0-18 Idiophatic lebih mudah
bulan. dilakukan koreksi dibandingkan
Sebagai pemula : <1 tahun dan dengan Syndromic CVT
≥ 1 tahun

Reverse Ponseti Method


Dilakukan manipulasi +cast / mgg

Jika plantar fleksi > 25˚à Rontgent serial VT,


Jika TAMBA <30˚

Pinning Talonavicular joint (6 mgg) + ATL

Long Leg Cast: Dorsofleksi 5˚ (2 mgg)àpesan


AFO 15˚ adduksi, 15˚ plantar fleksi

LLC 3 mgg 10-15˚ dorsofleksi

Bracing Periode

OUTCOME
Modified AFAS
Hamanischi score

H. Hipotesa
1. Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse Ponseti method
untuk terapi Idiophatic CVT dengan Syndromic CVT?
2. Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse Ponseti method
untuk terapi Idiophatic CVT antara penderita berumur <1 tahun dengan
penderita ≥1 tahun ?
commit to user

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah analitik observasional dengan tinjauan crossectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.
C. Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan adalah pasien dengan CVT yang datang
di klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.
Dengan kriteria inklusi:
1. Pasien yang telah menjalani periode bracing untuk terapi CVT
2. Semua tipe CVT baik Idiophatic maupun Syndromic

Kriteria Eksklusi:
1. Catatan mengenai kriteria yang akan dinilai tidak lengkap
2. Menolak dijadikan sampel penelitian.

D. Besar Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada semua penderita CVT yang datang di
Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta, mulai 1 Desember 2008 sampai 31
Desember 2010 yang memenuhi kriteria inklusi.

E. Pengambilan Sampel
Data diambil dari catatan medis penderita yang berkunjung ke klinik RSO
Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta .
F. Identifikasi variabel

1. Variabel bebas : usia, type VT


2. Variabel tergantung : outcome
G. Definisi Operasional Variabel
1. Yang disebut sebagai CVT adalah pasien dengan kelainan Vertical Talus
commit to user
baik Idiophatic maupun Syndromic

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Usia adalah usia penderita pada saat pertama kali dilakukan manipulasi
dan pengegipan Reverse Ponseti, saat operasi dan saat follow up terakhir.
3. Keberhasilan terapi dinilai dari outcome terapi dan efisiensi proses terapi
4. Outcome terapi : dinilai dengan mengukur klinis yakni mengukur Range
Of Motion (ROM) kaki pada saat follow up terakhir yang meliputi (1)
derajat ankle dorso flexi, (2) derajat ankle plantar fleksi dan (3) derajat
inversi. (4)eversi forefoot dan alignment yang kemudian dihitung dengan
menggunakan Modified American Foot and Ankle Score (AFAS). serta
radiologis mengukur Talo Axis- first Metatarsal Base angle (TAMBA)
post casting, post operasi dan follow up terakhir dan dihitung dengan
mengunakan Hamanishi score.
5. Nilai tiap pengukuran tersebut kemudian dibandingkan pada kelompok
usia dan kelompok jenis CVT.
6. Efisiensi proses terapi dinilai dari : (1) Jumlah pengegipan , (2) lamanya
terapi (minggu), (3) lama follow up. (4). Initial correction, (5) Loss of
correction
7. Jumlah pengegipan adalah jumlah pengegipan dari sejak pertama kali
dilakukan sampai saat diputuskan untuk dilakukan tindakan operasi.
8. Lama terapi adalah waktu antara mulai pengegipan pertama sampai
dimulai bracing.
9. Lama follow up adalah interval waktu dari saat pasien pertama kali
ditangani sampai follow up terakhir.
10. Initial correction adalah Nilai koreksi TAMBA saat post cast, post
operasi dan follow up terakhir.
11. Lose of correction adalah Hilangnya koreksi TAMBA yang
dibandingkan saat post cast. Post operasi dan saat follow up terakhir

H. Waktu dan Tempat Penelitian


Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 12 Januari 2011 – 12 Maret
2011 di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.

commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

I. Langkah pengumpulan data


1. Setelah dilakukan anamnesa, dilakukan pemeriksaan klinis, kemudian
dilakukan pemeriksaan radiography.

2. Setelah diagnosis ditegakkan dan sebelum terapi dimulai, kepada keluarga


penderita dijelaskan mengenai Reverse Ponseti Method: cara manipulasi,
casting, tujuannya, keunggulannya, jadwal kunjungan, perlunya tenotomi dan
pinning talonavicular, bracing, lamanya bracing serta perlunya konsisten
dalam melakukan setiap tahapan terapi. Setelah keluarga memahami serta
memberikan persetujuan maka dilakukan manipulasi dan casting dengan
Reverse Ponseti Method.
3. Manipulasi dan pengegipan dilakukan seminggu sekali oleh Konsulen
Pediatri Orthopaedi dr Anung Budi Satriadi SpOT (ABS). Pada setiap
kunjungan dicatat komplikasi ( bila ada ) , nomer casting yang akan
dilakukan.
4. Manipulasi dan casting dilakukan sampai plantar fleksi >25˚. Kemudian
dilakukan pemeriksaan radiography kontrol. Jika TAMBA) <30˚ dilanjutkan
ATL dan pinning talonavicular joint.
5. Jika TAMBA >30˚ atau plantar flexion <25°, dan forefoot adduction
<10°, maka dilakukan Operasi Reconstruksi.
6. Informed consent dimintakan kepada keluarga penderita sebelum
dilakukan ATL dan pinning talonavicular atau operasi reconstruksi.
7. Post operasi dilakukan pemeriksaan radiography kontrol
8. Data diambil setelah penderita menjalani periode bracing.
9. Data kemudian dikelompokkan berdasarkan kelompok usia dan kelompok
jenis CVT
10. Dilakukan analisa data

J. Managemen Data
1. Data dikumpulkan dengan menggunakan Lembar Pengumpul Data serta
Lembar modified AFAS commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Kelompokkan berdasarkan sifat kelainan : Idiophatic dan Syndromic


3. Kelompokkan berdasarkan Umur pada saat operasi: Kelompok < 1 tahun
dan Kelompok ≥1 tahun
4. Dilakukan analisa statistic masing-masing variable pengukuran
5. Tabulasi data untuk meringkas seluruh hasil pengukuran beserta uji
statitiknya
K.Analisa Data
1. Data demografi dinyatakan dalam prosentase dan perbandingan
2. Hasil outcome dinyatakan dalam perbandingan (dibandingkan dengan
usia dan type VT)

Outcome Yang dibandingkan Uji Hipotesis


AFAS Idiophatic Syndromic test Kruskal- Wallis
AFAS umur < 1 thn ≥ 1 tahun test Kruskal- Wallis
Hamanischi score Idiophatic Syndromic test Kruskal- Wallis
Hamanischi score umur < 1 thn ≥ 1 tahun test Kruskal- Wallis
Loss of correction Idiophatic Syndromic test Kruskal- Wallis
Loss of correction umur < 1 thn ≥ 1 tahun test Kruskal- Wallis

L. Desain Penelitian

USIA Experience

Reverse Ponseti
CVT OUTCOME
Method

commit to user
Jenis Ketaatan
CVT Bracing

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso


Surakarta, antara tanggal 1 Desember 2008 sampai dengan 31 Desember 2010
didapatkan hasil penelitian 21 kaki dari 16 pasien.
Distribusi usia.
Dari 16 pasien didapatkan rentang usia antara 0 bulan hingga 60 bulan
pada saat dimulai terapi. Frekuensi usia terbanyak saat mulai terapi adalah pada
usia kurang dari 1 tahun sebanyak 9 pasien (56,3%).

Gambar 7. Distribusi CVT berdasarkan usia


6
5
5
4 4
4
3
3

0
usia < 1 thn usia ≥ 1 thn
idiopatik 4 3
sindromik 5 4

idiopatik sindromik

commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jenis kelamin.
Didapatkan 6 orang (37,5%) laki-laki dan 10 orang (62,5%) wanita.

Gambar 8. Distribusi CVT berdasarkan jenis kelamin


7
6
6
5
5
4
4

2
1
1

0
laki-laki Perempuan
idiopatik 1 6
sindromik 5 4

Sisi.

Kaki yang terlibat didapatkan 11 pasien (69%) unilateral dan 5 pasien


(31%) bilateral.

Gambar 9. Distribusi CVT berdasarkan sisi kaki yang terlibat

Bilateral
31%

unilateral
69%

Jenis Vertikal Talus


Berdasarkan jenis VT didapatkan 7 pasien Idiopatik (44%) dan 9 pasien
(56%) sindromik.
commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 10. Distribusi berdasarkan jenis VT

Idiopatik
44%
Sindromik
56%

Jumlah pengegipan
Jumlah pengegipan yang diperlukan saat pertama kali dilakukan sampai
dengan tindakan operasi berdasarkan kelompok usia dan jenis VT.

Tabel 2. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia


Kelompok
Rata-rata Rentang Frekuensi
usia SD
(kali) (kali) terbanyak
(tahun)
<1 6,6 1,84 5-10 6
≥1 6,4 2,77 5-12 5

Tabel 3. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT


Rata-rata Rentang Frekuensi
Jenis VT SD
(kali) (kali) terbanyak
Idiophatic 5,5 0,53 5-6 6
Syndromic 7,5 2,91 5-12 5

commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 11. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan


8 7.5
6.6 6.4
6 5.5

0
usia jenis Vertikal talus

Gambar 12. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan seluruh pasien


14

12

10
Idiopatik
8 Sindromik
6 mean idiopatik
mean sindromik
4

Lama Terapi
Lamanya terapi yang dihitung dari saat pertama kali mulai pengegipan
sampai dengan saat tindakan bracing

Tabel 4. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok usia


Kelompok
Rata-rata Rentang Frekuensi
usia SD
(bulan) (bulan) terbanyak
(tahun)
<1 3,5 0,33 3-4 3,5
≥1 3,3 0,61 3-4,5 3
commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 5. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok jenis VT

Rata-rata Rentang Frekuensi


Jenis VT SD
(bulan) (bulan) terbanyak
Idiophatic 3,2 0,24 3-3,5 3
Syndromic 3,6 0,58 3-4,5 3

Gambar 13. Distribusi berdasarkan lama terapi

3.7
3.6
3.6
3.5
3.5

3.4
3.3
3.3
3.2
3.2

3.1

3
usia <1 tahun usia ≥ 1 tahun idopatik sindromik

Pemeriksaan pasif motion


Pada saat periode bracing, dilakukan pemeriksaan ankle dorsoflexion,
plantarflexion, dan inversi eversi forefoot. Hasilnya seperti pada tabel 6 di bawah
ini :.

Tabel 6. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok usia


Kelompok
Rata-rata Rentang Frekuensi
usia SD
(derajat) (derajat) terbanyak
(tahun)
Plantar flexi
<1 42,5 2,64 40-45 45
≥1 43,2 commit2,52
to user 40-45 45

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dorsofleksi
<1 45,5 2,84 40-50 45
≥1 40,5 5,68 30-45 45
Inversi
<1 49 8,1 40-60 45
≥1 49,1 8,89 40-60 45
Eversi
<1 54 6,58 45-65 50
≥1 56,7 7,10 45-65 65

Tabel 7. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok jenis VT


Rata-rata Rentang Frekuensi
Jenis VT SD
(derajat) (bulan) terbanyak
Plantar flexi
Idiophatic 43,5 2,42 40-45 45
Syndromic 42,3 2,61 40-45 40
Dorsofleksi
Idiophatic 44,5 2,84 40-50 45
Syndromic 41,4 6,36 30-45 45
Inversi
Idiophatic 50,5 8,32 40-60 45
Syndromic 47,8 8,48 40-60 40

Eversi
Idiophatic 59 6,15 45-65 65
Syndromic 51,8 5,6 45-65 50

commit to user

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 14. Distribusi berdasarkan pemeriksaan pasif motion


70
59
60 56.7
54
51.8
49 49.150.547.8
50 45.5 44.5
41.4 42.543.243.542.3
40.5
40

30

20

10

0
Dorsofleksi Plantarflexi Inversi Eversi

<1th ≥1th Idiophatic syndromic

Lama Follow up
Lama waktu mulai dari pasien pertama kali ditangani sampai dengan
kontrol terakhir

Tabel 8. Lama follow up berdasarkan kelompok usia


Kelompok
Rata-rata Rentang Frekuensi
usia SD
(minggu) (bulan) terbanyak
(tahun)
<1 8,6 2,22 5-12 10
≥1 7,8 3,76 4-15 8

Tabel 9. Lama follow up berdasarkan kelompok jenis VT


Rata-rata Rentang Frekuensi
Jenis VT SD
(bulan) (bulan) terbanyak
Idiophatic 7,2 2.39 5-12 5
Syndromic 9,1 3,45 4-15 8
commit to user

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 15. Distribusi berdasarkan lama follow up

10 9.1
8.6
9 7.8
8 7.2
7
6
5
lama follow up
4
3
2
1
0
usia < 1 usia ≥ 1 Idiophatic Syndromic
tahun tahun

TAMBA
Adapun hasil pengukuran TAMBA post cast, post operasi dan saat follow
up terakhir berdasarkan kelompok usia dan kelompok jenis VT adalah sebagai
berikut :

Tabel 10.Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok usia


Kelompok
Rata-rata Rentang Frekuensi
usia SD
(derajat) (derajat) terbanyak
(tahun)
Post cast
<1 10,8 3,32 8-20 10
≥1 13,4 5,66 5-20 20
Post operasi
<1 8,3 2,54 3-11 10
≥1 9,6 7,46 0-20 0
Follow up
<1 7,9 2,64 3-10 10
≥1 9,6 commit7,46
to user 0-20 0

29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 11. Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok jenis VT


Rata-rata Rentang Frekuensi
Jenis VT SD
(derajat) (derajat) terbanyak
Post cast
Idiophatic 12,3 4,32 8-20 10
syndromic 12 5,35 5-20 10
Post operasi
Idiophatic 9,6 3,56 3-15 8
Syndromic 8,5 7,09 0-20 10
Follow up
Idiophatic 9,2 3,79 3-15 8
Syndromic 8,5 7,09 0-20 10

Gambar 16. Distribusi CVT berdasarkan pengukuran TAMBA


16

14 13.4
12.3 12
12 10.8
9.6 9.6 9.6 9.2
10
8.3 8.5 8.5
7.9
8

0
post cast post op follow up

usia <1 thn usia ≥ 1 thn Idiophatic syndromic

commit to user

30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
DISKUSI

Dari 1 Desember 2008 sampai dengan 31 Desember 2010 terdapat 16


penderita ( 21 kaki ) CVT yang datang ke Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso
Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi.
Demografi .
Dari 16 pasien tersebut 6 (37,5%) diantaranya adalah laki-laki, sementara
10 pasien (62,5%) wanita. Sedangkan pasien dengan kaki yang terkena bilateral
didapatkan 5 pasien (31%), unilateral sebanyak 11 pasien (69%). Tadjihan
menyebutkan tidak ada perbedaan insidensi laki-laki dibandingkan wanita dan
bilateral pada 50% kasus.1

Jumlah pengegipan.
Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia adalah 6,5 kali
dan berdasarkan kelompok jenis VT adalah 6,5. Sedangkan jumlah pengegipan
pada masing-masing kelompok usia dan kelompok jenis vertikal talus dapat
dilihat di Tabel 12 dibawah ini. Perbedaan jumlah pengegipan masing-masing
kelompok umur dan jenis VT tidak berbeda secara bermakna (p>0,05)

Tabel 12. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia


Kelompok Usia (tahun) Rata-rata (kali) Significance
<1 6,6
≥1 6,4 p=0,890
*catatan: Level significance p<0,05
Tabel 13. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT
Kelompok jenis CVT Rata-rata (kali) Significance
Idiophatic 5,5
Syndromic 7,5 p=0,051
*catatan: Level significance p<0,05
commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil ini menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi jumlah


pengegipan. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh adanya penderita usia < 1
tahun yang juga masuk dalam kelompok syndromic VT serta ada juga penderita
yang lama dilakukan pengegipan karena menunggu kesiapan dana untuk
dilakukan tindakan operasi. Jose A. Morcuende, dkk ( 1980 )2,3 pada terapi kaki
idiophatic CVT memerlukan pengegipan rata-rata 5 kali pengegipan. Hasil
serupa juga didapatkan oleh Atul Bhaskar, Mumbai,India. Namun pada
kelompok jenis VT didapatkan hasil perhitungan statistik p=0,051. Hasil yang
mendekati nilai perbedaan bermakna antara kelompok Idiophatic dan Syndromic.
Ini dapat dibuktikan bahwa secara umum kelompok Syndromic memerlukan rata-
rata jumlah pengegipan yang lebih lama dibandingkan dengan Idiopatic. Hal ini
dimungkinkan karena derajat deformitas awal yang lebih berat pada kelompok
Syndromic sehingga memerlukan pengegipan yang lebih sering. Selain
menunjukkan bahwa jumlah pengegipan di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso
Surakarta hampir sama dengan peneliti lain, data-data diatas juga menunjukkan
bahwa Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta dapat menangani dengan baik
kasus-kasus Syndromic VT dengan Reverse Ponseti Method.

Lama Terapi.
Lama terapi adalah waktu antara mulai pengegipan pertama sampai
dimulai bracing. Dari penelitian ini didapatkan bahwa lama terapi pada seluruh
kelompok umur dan kelompok jenis vertikal talus adalah 3,4 bulan. Perbedaan
lama terapi antara kelompok usia dan kelompok jenis VT didapatkan tidak ada
perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p>0,05). Ada pengecualian pada
satu penderita syndromic VT dengan usia 60 bulan memerlukan lama terapi 4,5
bulan dikarenakan memerlukan pengegipan yang lebih sering dibanding yang
2 .
lainnya oleh karena deformitasnya yang lebih berat. Jose A. Morcuende, dkk
memerlukan lama terapi 12 minggu untuk kasus Idiophatic CVT sampai saat
mulai periode bracing. Belum ada penelitian untuk kasus Syndromic.

commit to user

32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 14 . Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok usia


Kelompok
Rata-rata
usia Significance
(bulan)
(tahun)
<1 3,5 p>0,05
≥1 3,3 p = 0,308
*catatan: Level significance p<0,05
Tabel 15. Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok jenis VT
Rata-rata
Jenis VT Significance
(bulan)
Idiopatic 3,2 P=0.059
Syndromic 3,6 p>0,05
*catatan: Level significance p<0,05
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Reverse Ponseti Method
memerlukan waktu koreksi yang hampir sama, baik pada kelompok usia maupun
kelompok jenis VT. Untuk membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian-
penelitian lain diberbagai dunia, maka dibawah ini dapat dilihat tabel yang
meringkaskan metode dan hasil penelitian tersebut

Tabel 16. Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian tentang Reverse
Ponseti Method sebelumnya
Usia mean Mean
Jumlah Lama Follow
Jml Jml mulai plantar dorso
pengegip Terapi up
pasien kaki terapi flexi flexi
an (bln) (bln)
(bln)
PENELITIAN 42.8 42,9
16 21 0-60 6,5 3,2 8,1
INI
Jose A. 33 25
11 19 2-8 5 3 24
Morcuende,dkk
Atul Bhaskar 4 4 1 5,2 17 27 3 8,5
commit to user

33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Evaluasi Outcome Terapi .


Jose A. Morcuende,dkk menggunakan Adelaar scoring system untuk
menilai outcome terapi. Karena penelitian ini juga meneliti kelompok usia kurang
dari 1 tahun, sehingga ada yang belum berjalan dan belum bisa memberikan self
assesment maka peneliti memodifikasi American Foot and Ankle Scoring system
(AFAS) dengan hanya mengevaluasi hindfoot motion, sagital motion dan
alignment. 15

Tabel 17. Modifikasi AFAS


Modified American Foot and Ankle Score
Hindfoot Motion ( inversion + eversion )
· Normal or mild restriction (75%-100% normal) 8
· Moderate restriction (25%-74% normal) 4 24 : good

· Marked restriction (less than 25% normal 0 12-23 : fair


0-11 : poor

Sagital Motion ( flexion + extension )


· Normal or mild restriction (30° or more) 6
· Moderate restriction (15°-29°) 3
· Severe restriction (less than 15°) 0

Alignment
· Good, plantigrade foot, ankle-hindfoot well 10
aligned
· Fair, plantigrade foot, some degree of ankle- 5
hindfoot malalignment observed, no symptoms
· Poor, nonplantigrade foot, severe malalignment, 0
symptoms

commit to user

34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil outcome terapi ( AFAS) pada kelompok usia diringkas dalam table 18 dan 19
dibawah ini .

Tabel 18. Perbandingan kelompok usia dengan AFAS


Usia AFAS Significance
< 1th 24 (GOOD)
≥1 P=1,000
24 (GOOD)
tahun
*catatan: Level significance p<0,05
Tabel 19. Perbandingan kelompok vertical talus dengan AFAS
Jenis VT AFAS Significance
Idiophatic 24 (GOOD)
P=1,000
Syndromic 24 (GOOD)
*catatan: Level significance p<0,05

Secara statistik jika dibandingkan antara kelompok usia tersebut hasilnya


tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Hal ini berarti AFAS pada
semua kelompok usia dan jenis VT adalah sama. Atau dengan kata lain berapapun
usia saat dimulai manipulasi, berapapun jumlah pengegipan, lamanya terapi, maka
AFAS adalah sama baiknya. Dan baik Idiophatic maupun Syndromic CVT, maka
AFAS sama baiknya. Seberapa baiknya hasil tersebut bila dihitung score AFAS?
Jika hasil evaluasi tersebut dilakukan scoring dengan menggunakan AFAS, maka
semuanya kategori berada dalam skor yang tertinggi . Ini berarti bahwa outcome
terapi pada penelitian ini masuk kategori satisfactory

commit to user

35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 20. Perbandingan kelompok usia dan jenis CVT dengan AFAS
< 1 tahun ≥ 1 tahun Idiophatic Syndromic
Kategori
Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor
Dorsoflexion 45,5 6 40,5 6 44,5 6 41,4 6
Plantarflexion 42,5 6 43,2 6 43,5 6 42,3 6
Inversi 49 8 49,1 8 50,5 8 47,8 8
Eversi 54 8 56,7 8 59 8 51,8 8
alignment good 10 good 10 Good 10 Good 10
*catatan : 1. Masing-masing kategori mencapai nilai maksimal
2. Total score masing-masing kelompok :24

Pada evaluasi hasil outcome radiologis, kami menggunakan hamanischi


score sama seperti peneliti lain dengan kriteria sebagai berikut 16,17 :
Tabel 21. Hamanischi score
TAMBA
Good < 10˚
Fine 10˚ - 30˚
Semiluxation 30˚ - 60˚
Dearticulation >60˚

Dari penelitian ini kami dapatkan rata-rata hasil koreksi post cast pada
kelompok usia adalah 12,1° (fine) sedangkan kelompok jenis CVT adalah 12,25°
(fine). Sedangkan hasil koreksi setelah tindakan operasi masing-masing kelompok
mengalami perbaikan menjadi 8,9° (good) pada kelompok usia dan 9,05° (good)
pada kelompok jenis CVT. Pada follow up terakhir tidak terjadi loss of correction
pada masing-masing kelompok.

commit to user

36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 22. Perbandingan Hamanischi score


< 1 tahun ≥ 1 tahun idiopatik sindromik
Kategori
Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor
Post cast 10,8 fine 13,4 Fine 12,5 fine 12 fine
Post op 8,3 good 9,6 good 9,6 good 8,5 good
Follow 7,9 good 7,8 good 9,2 good 8,5 good
up

Pada hasil perhitungan statistik didapatkan :


Tabel 23. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok usia
Usia ≥ 1 significance
Usia < 1 tahun
tahun
Post cast Fine Fine P=1,000
Post op Good Good P=1,000
Follow Good P=1,000
Good
up
*catatan: Level significance p<0,05

Tabel 24. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok jenis VT


sindromik significance
Idiopatik CVT
CVT
Post cast Fine Fine P=1,000
Post op Good Good P=1,000
Follow up Good Good P=1,000
*catatan: Level significance p<0,05

Dari hasil perhitungan di atas tidak terdapat perbedaan bermakna


Hamanischi score pada kelompok usia maupun pada kelompok jenis VT
(p>0,05). Namun demikian apabila nilai TAMBA dibandingkan pada saat post
cast dengan saat follow up terakhir terdapat perbaikan score dari fine menjadi
commit to user
good. Tidak terdapat loss of correction pada kedua kelompok.

37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil penelitian inipun dibandingkan dengan nilai normal berdasarkan


perhitungan Vanderwilde sebagai berikut :

Tabel 25. Perbandingan rata-rata TAMBA saat follow up terakhir dengan


pengukuran Vanderwilde
UMUR TAMBA VANDERWILDE
<Thn>
<1 7,9 15 ± 2 SD

≥1 9,6 10 ± 2 SD

Gambar 17. Pengukuran TAMBA oleh Vanderwilde


Vanderwilde R, Staheli LT, Chew DE, Malagon V. Measurements on
radiographs of the foot in normal infants and children. J Bone Joint Surg
Am.1988; 70:407 13

commit to user

38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari hasil diskusi di atas, maka dapat diambil poin-poin penting pada
penelitian ini :
1. Pengukuran dengan modified AFAS pada pasien CVT menunjukkan
bahwa 100% penderita mempunyai satisfactory functional result
(AFAS=Good)

2. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada evaluasi AFAS (passive


hindfoot motion , sagital motion dan alignment) antar kelompok usia serta
kelompok jenis CVT.

3. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna Hamanischi score pada


kelompok usia serta kelompok jenis CVT. Namun pada kedua kelompok
didapatkan perbaikan Hamanischi score post cast,post operasi dan follow
up terakhir dibandingkan dengan pre cast

4. Tidak ada penderita yang memerlukan mayor reconstruksi surgery

5. Loss of correction rate : 0%

6. Rata-rata jumlah pengegipan untuk kelompok usia dan jenis CVT adalah
6,5 kali.
7. Perbedaan jumlah pengegipan antar kelompok usia dan jenis CVT secara
statistik tidak bermakna. Namun pada kasus Syndromic membutuhkan
lama pengegipan yang lebih panjang.
8. Lama terapi pada seluruh kelompok adalah 3,4 bulan . Perbedaan lama
terapi antar kelompok usia dan jenis CVT tidak bermakna secara statistik

9. Hasil penelitian diatasdibandingkan dengan hasil penelitian ditempat lain.

commit to user

39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan :
1. Keberhasilan terapi CVT pada kelompok usia dan kelompok jenis CVT di
Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta diukur dari outcome terapi
adalah 100 %.
2. Keberhasilan terapi CVT di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta
diukur dari efisiensi proses terapi adalah sama dengan hasil terapi peneliti
lain
3. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada penilaian AFAS antar
kelompok usia serta kelompok jenis CVT.
4. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada pengukuran Hamanischi score
antar kelompok usia dan kelompok jenis CVT
5. Tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah pengegipan antar kelompok
usia
6. Terdapat perbedaan bermakna pada jumlah pengegipan antar kelompok
jenis CVT.
7. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada lamanya terapi antara masing-
masing kelompok usia serta kelompok jenis CVT.
8. Penelitian awal ini membuktikan bahwa Reverse Ponseti Method
merupakan protokol terapi yang sederhana dan efektif.

B. Saran
1. Penelitian ini merupakan penelitian awal dengan follow-up relatif
singkat oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan penelitian longterm
follow up untuk mengetahui efektifitas bracing periode, karakteristik
orang tua terhadap pemakaian brace ( compliance dan non compliance)
serta mengetahui longterm functional outcome and self assessment
commit
satisfaction for treatment pada to user
kasus CVT.

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Peneliti menganjurkan pemakaian Reverse Ponseti Method untuk


kasus CVT sebagai first-line therapy di RSO Prof.Dr.R.Soeharso
Surakarta maupun di institusi lain di seluruh Indonesia.

commit to user

41

Anda mungkin juga menyukai