Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KELOMPOK

MODUL 3 BATUK DAN SESAK PADA ANAK

BLOK SISTEM RESPIRASI

Kelompok 4

1. Asri Dewi (18777002)


2. Arga Yudha Pratama (18777003)
3. Musfirah Indar Pratiwi (18777004)
4. Wanda Febrianti (18777006)
5. Rachmania Ramadani (18777009)
6. Syi’ar Sya’fa (18777010)
7. Linea Mandasari (18777035)
8. Andi Jilan Balqis (18777044)
9. Hafizh Padlulla (18777046)

Tutor :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan
laporan ini. Tak lupa kami mengirimkan Salawat serta Salam kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga dan sahabat
bahkan kepada kita sebagai umatnya yang InsyaaAllah setia hingga akhir zaman.

Selain sebagai tugas laporan pleno kelompok tahun akademik 2019/2020,


laporan ini juga disusun sebagai salah satu bahan informasi bagi setiap pembaca
dalam peningkatan atau menambah referensi dari segi sosial dan ilmiahnya. Tak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu hingga
terselesaikannya laporan ini.

Jika dalam pembuatan atau Penulisan laporan ini terdapat kekeliruan, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat
membangun

Palu, Januari 2020

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

Cover.........................................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar isi ................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan
1.1 Skenario...................................................................................................1
1.2 Kata Sulit.................................................................................................1
1.3 Kalimat Kunci..........................................................................................1
1.4 Rumusan Masalah....................................................................................2

Bab II Pembahasan
2.1 Diagnosa Banding....................................................................................4
2.2 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................4
2.3 Diagnosa Sementara................................................................................4
2.4 Definisi Imunodefisiensi dan Klasifikasinya..........................................5
2.5 Patomekanisme Setiap Gejala.................................................................6
2.6 Apa yang Dimaksud dari Kegiatan Seksual Beresiko
Tinggi.....................................................................................................18
2.7 Pengaruh Gaya Hidup dengan Gejala ...................................................18
2.8 Kesimpulan............................................................................................19
2.9 Penatalaksanaan.....................................................................................20

Daftar Pustaka........................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Seorang anak laki-laki umur 14 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak yang dialaminya sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, selain
sesak dia juga ada keluhan batuk berlendir dan demam. Anak tersebut
lahir dengan berat badan 3 kg, lahir spontan cukup bulan. Saat ini
beratnya 6 kg. Sebelumnya tidak ada riwayat sesak. Riwayat imunisasi :
hanya mendapatkan imunisasi polio dan BCG beberapah hari setelah
lahir.

1.2 Kata Sulit


1. Lahir Spontan : Proses melahirkan melewati vagina. Tidak
memerlukan bantuan alat maupun obat-obatan. Sang ibu murni
melakukan usaha sendiri.
2. BCG : Bacille Calmette-Guerin merupakan vaksin TB

1.3 Kalimat Kunci


1. Anak 14 bulan
2. Sesak napas 3 hari yang lalu
3. Batuk berlendir dan demam
4. BB 3 kg saat lahir
5.Tidak ada riwayat sesak
6. Saat ini BB 6 kg
7. Riwayat imunisasi Polio dan BCG

1.4 Rumusan Masalah


1. Anatomi, fisiologi, dari patomekanisme dari organ terkait
2. Langkah-langkah diagnosis
3. Diagnosis Banding pada skenario

1
4. Etiologi pada kasus
5. Faktor-faktor penyebab dan predisposisi dari penyakit yang dialami
6. Hubungan BB anak, imunisasi dengan keluhan yang dialami dan
pemberian imunisasi yang benar
7. Penatalaksanaan
8. Pencegahan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi, fisiologi dari organ respirasi


a. Anatomi
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring,
trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus
segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, saccus
alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3
lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra
ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra
terdapat fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus
media, sedangkan fissura oblique membagi lobus media dengan lobus
inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus
superior dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi
menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2
lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura).
1. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris
anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan
tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar
sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal.
Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan inferior.
Lamina propria pada mukosa hidung umumnya mengandung
banyak pleksus pembuluh darah.
2. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam
tulang tengkorak yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4
sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis.
3. Faring

3
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan
menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan
ke oesophagus. Pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring.
Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Mukosa
pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan
orofaring dan laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa
faring tidak memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal,
mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu dengan
jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi
epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.
4. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm.
Terletak antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang
rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring
pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada
tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan
laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel
selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk
membentuk suara, dan menutup trakea pada saat menelan
(epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu (lipat
vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara
disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina
propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot
rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior.
Inervasi: N Laringealis superior.
5. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya
dilapisi oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari:
tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan
kelenjar.
6. Bronchus

4
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama.
Bronki primer bronki subsegmental. Struktur bronki segmental
bercabang menjadi bronki lobar bronkus primer mirip dengan
trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur.
Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental
hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral.
Mukosa tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus :
kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar
submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel
mast, eosinofil.
7. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos
bercampur dengan jaringan ikat longgar. 8 Epitel kuboid bersilia
dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
8. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru.
Lapisan : epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung
kantong tipis (alveoli).
9. Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat
alveoli bermuara.
10. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis.
Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta.
Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat
kolagen, dan elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng
( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel
alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 %

5
alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %,
menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat
septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi
mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel
alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini
fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi.
Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung
serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis
diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar
disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini terisi
badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah
sel lainnya.
11. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini
mengandung serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada
paru disebut pleura viseral, yang melekat pada dinding toraks
disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n.
interkostal.
b. Fisiologi
1. Sistem Respirasi
a) Fisiologi ventilasi paru \
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.
Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
1) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara
pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura
normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap
yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap
terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama
inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan
menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih

6
besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif
(sekitar -7,5 cm H2O).
2) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli
paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang
mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan pada
semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan
tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas)
yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan
alveoli harus sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan
sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter
udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi,
terjadi tekanan yang berlawanan.
3) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli
dan tekanan pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai
daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan
paru pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya
lenting paru.
b) Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan
Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan
pernafasan.
1) Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan
volunter. Pusat volunter terletak di cortex cerebri dan
impuls dikirimkan ke neuron motorik otot pernafasan
melalui jaras kortikospinal.
2) Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis.
Pusat pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla
oblongata, dan keluaran eferen dari sistem ini terletak di
rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan
ventral jaras kortikospinal.

7
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul
pada neuron motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-
C5 serta neuron motorik intercostales externa pada kornu
ventral sepanjang segmen toracal medulla. Serat saraf yang
membawa impuls ekspirasi, bersatu terutama pada neuron
motorik intercostales interna sepanjang segmen toracal
medulla.
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila
neuron motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan
sebaliknya. Meskipun refleks spinal ikut berperan pada
persarafan timbal-balik (reciprocal innervation), aktivitas
pada jaras descendens-lah yang berperan utama. Impuls
melalui jaras descendens akan merangsang otot agonis dan
menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil pada
inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya sejumlah kecil
aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu
singkat, setelah proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca
inspirasi ini nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil
elastik jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang
halus (smooth).
c) Pengaturan aktivitas pernafasan
Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri
maupun penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas
neuron pernafasan di medulla oblongata, sedangkan
perubahan ke arah yang berlawanan mengakibatkan efek
inhibisi ringan. Pengaruh perubahan kimia darah terhadap
pernafasan berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di
glomus karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel di
medulla oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap
perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut
membangkitkan impuls yang merangsang pusat pernafasan.

8
Bersamaan dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi,
berbagai aferen lain menimbulkan pengaturan non-kimiawi
yang memengaruhi pernafasan pada keadaan tertentu.
d) Pengendalian kimiawi pernafasan
Pengendalian kimiawi pernafasan Mekanisme pengaturan
kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian rupa
sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal dipertahankan
tetap. Dampak kelebihan H + di dalam darah akan dilawan,
dan PO2 akan ditingkatkan apabila terjadi penurunan
mencapai tingkat yang membayakan. Volume pernafasan
semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi
penghubung antara metabolisme dan ventilasi adalah CO2,
bukan O2. Reseptor di glomus karotikum dan aortikum
terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+
darah arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah denervasi
kemoreseptor karotikum, respons terhadap penurunan PO2
akan hilang, efek utama hipoksia setelah denervasi glomus
karotikum adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan.
Respon terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada
pH 7,3-7,5 juga dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih
besar masih dapat menimbulkan efek. Sebaliknya, respons
terhadap perubahan PCO2 darah arteri hanya sedikit
dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih dari 30-35%.
1) Kemoreseptor dalam batang otak
Kemoreseptor yang menjadi perantara terjadinya
hiperventilasi pada peningkatan PCO2 darah arteri setelah
glomus karotikum dan aortikum didenervasi terletak di
medulla oblongata dan disebut kemoreseptor medulla
oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron respirasi baik
dorsal maupun ventral, dan terletak pada permukaan
ventral medulla oblongata. Reseptor kimia tersebut

9
memantau konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga cairan
interstisiel otak. CO2 dengan mudah dapat menembus
membran, termasuk sawar darah otak, sedangkan H+ dan
HCO3 - lebih lambat menembusnya. CO2 yang memasuki
otak dan LCS segera dihidrasi. H2CO3 berdisosiasi,
sehingga konsentrasi H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+
pada cairan interstitiel otak setara dengan PCO2 darah
arteri.
2) Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen
Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan
meningkatkan volume pernafasan semenit. Selama PO2
masih diatas 60 mmHg, perangsangan pada pernafasan
hanya ringan saja,dan perangsangan ventilasi yang kuat
hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun setiap
penurunan PO2 arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan
peningkatan lepas muatan dari kemoreseptor karotikum
dan 12 aortikum. Pada individu normal, peningkatan
pelepasan impuls tersebut tidak menimbulkan kenaikan
ventilasi sebelum PO2 turun lebih rendah dari 60 mmHg
karena Hb adalah asam yang lebih lemah bila
dibandingkan dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri
berkurang dan hemoglobin kurang tersaturasi dengan O2,
terjadi sedikit penurunan konsentrasi H+ dalam darah
arteri. Penurunan konsentrasi H+ cenderung menghambat
pernafasan. Di samping itu, setiap peningkatan ventilasi
yang terjadi, akan menurunkan PCO2 alveoli, dan hal
inipun cenderung menghambat pernafasan. Dengan
demikian, manifestasi efek perangsangan hipoksia pada
pernafasan tidaklah nyata sebelum rangsang hipoksia
cukup kuat untuk melawan efek inhibisi yang disebabkan
penurunan konsentrasi H + dan PCO2 darah arteri.

10
3) Pengaruh H+ pada respons CO2
Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan
tampaknya bersifat aditif dan saling berkaitan dengan
kompleks, serta berceda halnya dari CO2 dan O2. Sekitar
40% respons ventilasi terhadap CO2 dihilangkan apabila
peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh CO2
dicegah. 60% sisa respons kemungkinan terjadi oleh
pengaruh CO2 pada konsentrasi H+ cairan spinal atau
cairan interstitial otak.
4) Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas
paru dan sistem kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen
menuju jaringan tertentu bergantung pada: jumlah oksigen
yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas dalam
paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan
kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. Aliran darah
bergantung pada derajat konstriksi jalinan vaskular di
dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di
dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut,
jumlah hemoglobin dalam darah dan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen.

c. Patomekanisme
1) Batuk Berdahak
Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula,
dari medula dikirim jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring
sehingga timbul batuk. Refleks batuk sangat penting untuk
menjaga keutuhan saluran napas dengan mengeluarkan benda
asing atau sekret bronkopulmoner. Iritasi salah satu ujung saraf
sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar atau sera
aferen cabang faring dari nervus glossofaringeal dapat

11
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di
lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga
luar dirangsang. Ada 4 fase mekanisme batuk, yaitu fase iritasi,
fase inspirasi dalam, fase kompresi dan fase ekspulsi/ekspirasi.
Selama fase kompresi, glotis menutup, otot-otot interkostal dan
abdominal berkontraksi kuat sehingga tekanan intratoraks dan
intraabdomen meningkat.
Bila tekanan intratoraks mencapai tingkat yang sangat tinggi,
glotis membuka sedikit secara tiba-tiba. Keadaan ini
menyebabkan tekanan intrapulmoner turun. Menurunnya tekanan
intrapulmoner menyebabkan turunnya tekanan intraabdomen
yang tinggi akibat kontraksi otot-otot abdomen. Keadaan ini
menyebabkan diafragma akan menaik secara tajam. Naiknya
diafragma akan menimbulkan pengeluaran udara yang kuat dari
paru. Aliran udara ini akan mendorong benda asing di saluran
napas ke dalam mulut sehingga bisa dikeluarkan. Bunyi batuk
terutama disebabkan oleh getaran pita suara dan kadang-kadang
oleh getaran sekret. Berbagai kelainan atau penyakit yang
merangsang reseptor batuk atau komponen refleks batuk dapat
menimbulkan batuk. Batuk merupakan gejala umum yang
mempunyai nilai diagnostik terbatas, tetapi dapat merupakan
satu-satunya indikasi terdapatnya penyakit bronkopulmoner yang
serius.
Batuk berdahak terjadi karena adanya infeksi yang disebabkan
oleh bakteri, virus, maupun jamur. Hal ini akan meningkatkan
sekresi sel goblet sehingga menghasilkan mukus dalam jumlah
besar. Mukus yang terlalu banyak akan menumpuk di silia
sehingga nantinya akan muncul rangsangan berupa batuk
sehingga dahak keluar
2) Sesak

12
Sesak napas bisa terjadi diakibatkan dahak yang menumpuk di
silia, akibatnya silia semakin sulit untuk bergerak dan dahak
semakin menumpuk menyebabkan terjadinya obstruksi di saluran
pernapasan menyebabkan sesak.
Selain itu bisa dikarenakan karena adanya infeksi sehingga terjadi
peradangan pada saluran pernapasan menyebabkan terjadinya
obstruksi. Obstruksi pernapasan akan menurunkan pemasukan
oksigen ke tubuh. Hal ini akan merangsang nervus vagus yang
berada di saluran pernapasan menuju ke pusat medulla
menyebabkan kerja otot repirasi meningkat sehingga muncul rasa
sesak.
3) Demam
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen
berasal dari luar tubuh, baik dari produk proses infeksi maupun
non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding bakteri gram
negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram
positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang
makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1,
IL6, TNF-α, dan IFN-α, yang bertindak sebagai pirogen
endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan
dengan reseptornya di hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa
ini akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membran
fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam
arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2).
PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin monofosfat
siklik (c-AMP), akan mengubah setting termostat (pengatur suhu
tubuh) di hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi. Selanjutnya
terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sesuai setting
suhu tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui
refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan
epinefrin dari saraf simpatis, yang menyebabkan peningkatan

13
metabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh dipertahankan
pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan
dingin lalu menggigil dan menghasilkan panas.
2.2 Langkah-langkah Diagnosis

2.3 Diagnosis Banding Pada Skenario


A. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, yang
disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan lambung, benda
asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid dan reaksi hipersensitivitas.
Pneumonia yang didapat di masyarakat disebut pneumonia komunitas
(Community-Acquired Pneumonia). Pneumonia komunitas merupakan
masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia
dan menjadi salah satu dari 5 penyebab utama kematian pada anak
usia di bawah 5 tahun di negara berkembang, dengan jumlah kematian
sekitar 3 juta kematian/tahun. Tingkat kematian anak dibawah usia
lima tahun di sebagian besar negara berkembang berkisar 60-100 per
1000 kelahiran hidup, seperlima dari kematian ini disebabkan oleh
pneumonia. Pneumonia yang terjadi pada balita akan memberikan
gambaran klinik yang lebih jelek daripada orang dewasa karena pada
balita sistem pertahanan tubuh yang dimiliki relatif rendah. Bayi dan
anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas
mereka masih belum berkembang dengan baik. Terdapat berbagai
faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut yaitu umur, jenis kelamin, berat badan lahir, imunisasi yang
tidak lengkap, tidak mendapatkan ASI yang adekuat, status gizi
kurang, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, orang dengan immunocompromised, tingginya

14
pajanan terhadap polusi udara, kepadatan hunia, dan ventilasi udara
rumah yang tidak baik.
B. TB Paru
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari
tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu
sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam
paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru
dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada
paru batuk, bersin atau bicara.

Klasifikasi TB Paru
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007)
Yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
C. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit IRA-bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus. Umumnya, infeksi tersebut disebabkan
oleh virus. Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing
pada bayi yang didahului dengan gejala IRA. Sekitar 95% dari kasus-
kasus tersebut secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV.

15
Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti
Adenovirus, virus Influenza, virus Parainfluenza, Rhinovirus, dan
mikoplasma, tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkiolitis
disebabkan oleh bakteri. Bronkiolitis paling sering terjadi pada usia
2–24 bulan, puncaknya pada usia 2–8 bulan. Sembilan puluh lima
persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di
antaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Bronkiolitis
terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Rerata insidens perawatan setahun pada anak berusia di
bawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000, dan semakin menurun seiring
dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1–2 tahun.
Iwane yang meneliti secara prospektif di AS selama tahun 2000–2001
menemukan bahwa pada anak dengan pemeriksaan virus positif,
angka perawatan di RS adalah 3,5 per 1000 akibat RSV, 1,2 per 1000
akibat virus Parainfluenza, dan 0,6 per 1000 akibat virus Influenza.
Lima puluh persen dari jumlah perawatan tersebut adalah bayi berusia
di bawah enam bulan. Median lama perawatan adalah 2–4 hari,
kecuali pada bayi prematur dan kelainan bawaan seperti penyakit
jantung bawaan (PJB). Penyakit akan lebih berat pada bayi muda. Hal
itu ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2, juga pada bayi
yang terpapar asap rokok pascanatal. Beberapa prediktor lain untuk
beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi yaitu
bayi dengan masa gestasi <34 minggu, usia <3 bulan, sianosis, saturasi
oksigen <90%, laju respiratori >70 x/menit, adanya ronki, dan riwayat
displasia bronkopulmoner (bronchopulmonary displasia, BPD).
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons
inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema,
sekresi mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas,
kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema
submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan
diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan

16
mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama
pada bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil.
Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan
ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama
ekspirasi, maka akan menyebabkan air trapping dan hiperinflasi.
Atelektasis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara
yang terjebak diabsorbsi. Proses patologis ini akan mengganggu
pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (ventilation-
perfusion mismatching), yang berikutnya akan menyebabkan
terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi
karbondioksia (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada
beberapa penderita. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan (work of breathing)
akan meningkat selama end-expiratory lung volume meningkat dan
compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila
respirasi mencapai 60 x/menit. Pemulihan sel epitel paru tampak
setelah 3–4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua minggu. Jaringan
mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.Gejala awal berupa
gejala infeksi respiratoriatas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk,
dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai
dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis,
merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan
penurunan napsu makan. Pemeriksaan fisis pada anak yang mengarah
ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan
peningkatan suhu di atas 38,5 °C. Selain itu, dapat juga ditemukan
konjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori-
bawah akibat respons inflamasi akut akan menimbulkan gejala
ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang

17
dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas
cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga
ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat
terjadi, dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada
bayi berusia <6 minggu. Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna
karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian pula dengan
elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan
sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik. Pada
foto rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat
(patchy infiltrates), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat
ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.
Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat
konvalesens akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang
menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter
antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid
antigen detection tests (direct immunofluoresence assay dan enzyme-
linked immunosorbent assays, ELISA) atau polymerase chain reaction
(PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase akut dan konvalesens.
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif,
yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan
intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar
konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi.
Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti
kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan
vaksin RSV, RSV immunoglobuline (polyclonal), atau humanized
RSV monoclonal antibody (Palivizumab).

D. Bronkhitis Akut
Patologis utama bronchitis kronik adalah hipetrofi kelenjar mukosa
bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet dengan
inflitrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukkan

18
mucus yang meningkat mengakibatkan gejala gejala khas yaitu batuk
produktif. Faktor etiologi utama merokok dan polusi udara yang lazim
terjadi di daerah industry. Polusi udara yang terus menerus juga
merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat
aktivitas silia dan fagositosis,sehingga timbunan mucus meningkat
sedangkan mekanisme pertahanannya melemah

2.4 Etiologi pada kasus


Pneumonia
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia
merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri patogen ini di
temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU
sebanyak 20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas
rawat inap di ICU sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus
bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan obat
secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi
kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi
injeksi awal menuju ke paru-paru. Kuman ini memiliki daya
taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi kuman
ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan
pembentukan abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA)
memiliki dampak yang besar dalam pemilihan antibiotik
dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium)
organisme streptococcus grup D yang merupakan flora normal
usus. Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering

19
menyerang pada pasien defisiensi imun
(immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah
sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan
dilakukan pemasangan endotracheal tube.

Contoh Bakteri gram negatif dibawah adalah :

- Pseudomonas aeruginosa
bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau yang sangat
khas.
- Klebsiella pneumonia
bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul.
Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan resiko
terserang kuman ini.
- Haemophilus influenza
bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau tidak
berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu
yaitu encapsulated type B (HiB)7.

2. Atipikal Organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. ,
chlamedia sp. , Legionella sp.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet,
biasanya menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi.7 Diduga
virus penyebabnya adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus,
varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat

20
menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. ,
Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.

2.5 Faktor-Faktor Penyebab dan Predisposisi dari Penyakit yang


Dialami
Faktor-faktor predisposisi yang dialami akibat terkena pneumoniae
terbagi menjadi dua:
a. Faktor Predisposisi

2.6 Hubungan BB Anak, Imunisasi dengan Keluhan yang Dialami dan


Pemberian Imunisasi yang Benar
Klasifikasi berat badan bayi yang baru lahir adalah:
- Berat badan lahir rendah <2500 gr
- Berat bdan lahir cukup ≥2500-4000 gr
- Berat badan lahir lebih >4000 gr
- BBLSR <1500 gr
- BBLER <1000g

Berat badan ideal bayi berdasarkan umur

21
Jadwal Imunisasi anak usia 0-18 tahun rekomendasi ikatan dokter anak
indonesia (IDAI) tahun 2017

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Imunisasi merupakan usaha
memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin
kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan
(misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya
vaksin polio).

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi


agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang

22
disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Secara umun tujuan
imunisasi antara lain:
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan
mortalitas (angka kematian) pada balita

Manfaat imunisasi
1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit,
dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-
kanak yang nyaman.
3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

Jenis-jenis imunisasi Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar


tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam,
yaitu:

a) Imunisai aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan
(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan
memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika
terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh
imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi
aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan
dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau
endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti

23
polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak
komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya
adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang
dijadikan vaksin.
2. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang
digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
Bahanbahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik
yang biasa digunakan.
3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen,
misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.
4. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi
meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen
terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.
b) Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui
suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia
(kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau
binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif
adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang
mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada
bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak

24
Berdasrakan skenario, penderita memiliki berat normal saat lahir
yaitu 3kg. Namun pada saat usia 14 bulan berat badannya adalah
6kg, dan ini bisa dikatakan penurunan berat badan yang signifikan.
Berat badan yang menurun secara signifikan ini disebabkan karena
penderita terinfeksi pneumoniae. Hal ini didukung penderita hanya
di vaksin polio dan BCG saat baru lahir. Padahal penderita perlu
diberikan vaksin lagi selain polio dan BCG dalam hal ini yang sesuai
dengan skenario adalah vaksin PCV (vaksin pneumococcus) dan
HiB (haemophilus influenza type B). Kedua vaksin ini diperlukan
untuk memperkuat imun penderita agar tidak mudah terserang
pneumoniae.

2.7 Penatalaksanaan
Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan
kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/ hari atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan
sampai anak bebas panas selama 4-5 hari. Anak yang sangat sesak
nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis
cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml botol
infuse. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan
menggunakan rumus Darrow. Karena ternyata sebagian besar
penderita jauh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan
hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan
basa sebanyak -5mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu
dirawat di rumah sakit.

2.8 Pencegahan

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. 196.
2. 2. Sectish T, Prober CG. Pneumonia. In: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. 1795 – 9.

26
3. 3. PDPI. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di
Indonesia [serial online]. 2003. (diunduh 21 Maret 2014). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK
http://klikpdpi.com/konsensus/konsensuspneumoniakom/pnkomuniti.pdf.
4. 4. Amorim PG, Morcillo AM, Tresoldi AT, Fraga AMA, Peirera MR,
Baracat ECM. Factors associated with complications of
communityacquired pneumonia in preschool children. J Bras Pneumol.
2012: 38 (5):614-21.
5. 5. The United Nations Children’s Fund (UNICEF), World Health
Organization (WHO). Pneumonia the forgotten killer of children [serial
online]. 2006. (diunduh 7 Juni 2013). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
http://unicef.org/publications/index_35626.ht ml.
6. 6. Price SA, Wilson LM.. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.
7. Panduanbpjs.com Tabel berat badan ideal sesuai dengan umur tutik
zulaika july 30 2016

27

Anda mungkin juga menyukai