Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

MODUL II “MEROKOK”

BLOK SISTEM RESPIRASI

NAMA : Asridewi

STAMBUK : 18 777 002

KELOMPOK : IV (EMPAT)

PEMBIMBING : dr. Mahlil

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


Karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan
laporan ini. Tak lupa kami mengirimkan Salawat serta Salam kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW keluarga dan sahabat bahkan kepada kita sebagai
umatnya yang InsyaAllah setia hingga akhir zaman

Selain sebagai tugas laporan pleno kelompok 4 (individu) tahun akademik


2019/2020, laporan ini juga disusun sebagai salah satu bahan informasi bagi setiap
pembaca dalam meningkatkan atau menambah referensi dari segi social dan
ilmiahnya. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu hingga terselesainya laporan ini.

Jika dalam pembuatan atau penulisan laporan ini terdapat kekeliruan, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat
membangun.

Palu, 16 Januari 2020

Asridewi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Skenario………………………………………………………………...
1.2 Kata Kunci……………………………………………………………...
1.3 Pertanyaan………………………………………………………………
1.4 Analisis dan Sintesis………...………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………….………….……………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………..…………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario

Seorang laki-laki 56 tahun datang ke rumah sakit karena batuk hebat dan
sesak napas. Ia memiliki riwayat sesak berulang sejak 3 tahun lalu dan semakin
memburuk terutama seama 3 bulan terakhir. Hasil pemeriksaan tanda vital: suhu
37°C, denyut nadi adalah 104x/menit, dan pernapasan 34x/menit yang tampak
terengah-engah pada pemeriksaan dada. Dokter melakukan tes spirometry dan
hasilnya menunjukkan PEF 50% dari nilai prediksi. Tes oksimetri 84%. Dia
adalah seorang perokok berat yang mulai merokok sejak ia berusia 15 tahun. Dia
biasanya merokok 2 bungkus rokok per hari, tapi sejak gejala penyakitnya makin
berat ia hanya merokok 1 bungkus per hari.

B. Kalimat Kunci
1. Laki-laki 56 tahun
2. Batuk hebat dan sesak napas
3. Sesak berulang sejak 3 tahun yang lalu
4. Memburuk 3 bulan terakhir
5. Suhu 37°C, denyut nadi 104x/menit, dan pernapasan 34x/menit
6. Tes spirometry: PEF 50%
7. Tes osimetri 84%
8. Perokok berat dan merokok sejak umur 15 tahun
9. Merokok 2 bungkus per hari
10. Sejak gejala memburuk hanya 1 bungkus per hari

C. Pertanyaan
1. Bagaimana anatomi, fisiologi organ terkait?
2. Apa saja kandungan yang ada di dalam rokok?
3. Bagaimana patomekanisme kandungan rokok merusak paru?
4. DD dari scenario!
5. Langkah-langkah diagnosis dari scenario!
6. Bagaimana pencegahan dan upaya penghentian yang dapat dilakukan
pada kasus ini?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus?
8. Bagaimana prognosisnya?

D. Jawaban
1. Anatomi dan fisiologi pada sistem pernapasan

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh
untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

a. Anatomi

Saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai


konduksi(pengantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran
gas). Adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah rongga hidung, rongga
mulut, faring, larong,trakea, bronkus terminalis. Sedangkan pada bagian respirasi
terdiri atas bronkus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris.

 CAVITAS NASI
Cavitas nasi terdiri atas :
 Nares Anterior (Nostril), terdapat silia yang berfungsi untuk
menyaring partikel
 Nares Posterior ( Choanae)
 Mucosa Cavitas Nasi yang berfungsi :
1. Pengatur suhu udara
2. Reseptor N. Olfactorius untuk penciuman- Batas-batas:
a. Lantai : Palatum Durum
b. Dinding medial : Septum Nasi
c. Dinding lateral : Concha Nasalis

 PHARYNX
Terletak disebelah dorsan dari nares posterior Dibagi menjadi 3 bagian :
1. Nasopharynx : (Pars nasalis/ Epipharynx)
2. Oropharynx : (Pars oralis/ Mesopharynx)
3. Laryngopharynx : (Pars Laryngea/ Hypopharynx)
Fungsi Pharynx ialah tempat lewatnya udara respirasi dan makanan

 LARING
Bila dilihat secara frontal maupun lateral, pada gambaran laring dapat
dilihat adanya epligotis, tulang hyoid, tulang rawan tirois, tulang
aritenoid,dan tulang rawan krikoid. Laring berfunsi sebagai alat suara,
akan tetapi dudalam saluran pernapasan fungsinya adalah sebagai jalan
udara.

 TRAKEA
Batas-batas:
a. Setinggi Vert. Cervicalis VI-Vert. Thoracalis V
b. Proximal : Cartilago cricoidea
c. Distal : bercabang menjadi bronkus
d. Ventral : Glandulla Thyroidea
e. Dorsal : Oesophagus
Disusun oleh cartilagi hialin berbentuk “u” dengan lumen selalu terbuka.

 BRONKUS
1. Bronkus dexter :
a. Diameter lebih besar
b. Lebih pendek
c. Lebih vertikal (karena desakan arcus aorta)
d. Bercabang 3
2. Bronkus sinister :
a. Diameter lebih kecil
b. Lebih panjang
c. bercabang 2

 BRONKIOLUS
Bronkiolus terminalis -> akhir konduksi
Bronkus respiratorius -> awal respirasi

 PULMO
1. Lobus Dextra
a. lobus superior : 3 segmen
b. Lobus medius : 2 segmen
c. Lobus inferior : 5 segmen
2. Lobus Sinister
a. Lobus superior : 4 segmen
b. Lobus inferior : 4 segme
b. Fisiologi

 Mekanisme Inspirasi

Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya tekanan intra alveolus


sama dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk
atau keluar paru. Sewaktu rongga thoraks membesar, paru juga dipaksa
mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih besar. Sewaktu
paru membesar, tekanan intra alveolus turun karena jumlah molekul udara
yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Karena tekanan
intra alveolus lebih rendah daripada tekanan di atmosfer maka udara
mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan
tinggi ke rendah. Udara terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi gradien
yaitu, sampai tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer.

 Mekanisme Ekspirasi

Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif,otot-otot ekspirasi harus


lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thoraks dan paru.
Otot ekspirasi yang palin penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu
otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intraabdomen yang
menimbulkan gay6a ke atas difragma, mendorongnya semakin ke atas ke
dalam rongga thoraks dari pada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal
rongga thoraks semakin kecil. Otot ekspirasi lainnya adalah otot
interkostal interna, yang kontraksinya menarik iga turun dan masuk,
mendatarkan dinding dada dan semakin mengurani ukuran rongga thoraks.
Selama ekspirasi paksa, tekanan intrapleira melebihi tekanan atmosfer
tetapi paru tidak kolaps. Karena tekanan intra-alveolus juga meningkat
setara maka tetap terdapat gradien tekanan transmurak menembus dinding
paru sehingga paru tetap teregang dan mengisi rongga thoraks

2.. Kandungan yang ada di dalam rokok

Setiap rokok atau cerutu mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia
dan 400 dari bahan – bahan tersebut dapat meracuni tubuh sedangkan 40 dari
bahan tersebut bisa menyebabkan kanker. Beberapa contoh zat berbahaya di
dalam rokok adalah sebagai berikut

1. Nikotin
Menyebabkan ketergantubgan. Nikotin menstimulasi otak untuk ters
bertambah jumlah nikotin yang dibutuhkan. Semakin lama, nikotin
dapat melumpuhkan rasa dan otak, serta meningkatkan adrenalin, yang
menyebabkan jantung diberi peringatan atas reaksi hormonal yang
membuatnya berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras. Artinya,
jantung membutuhkan lebih banyak oksigen agar dapat terus –
menerus memompa. Nikotin juga menyebabkan pmbekuan darah lebih
cepat dan meningkatkan resiko serangan jantung. Secara perlahan –
lahan nikotin akan mengakibatkan perubahan pada sel – sel otak
perokok lebih banyak untuk mengatasi gejala – gejala ketagihan.
Kadar nikotin yang diisap akan menyebabkan kematian apabila
kadarnya lebih dari 30 mg. Setiap batang rokok mengandung 0,1 – 0,2
mg nikotin
2. Karbon monoksida
Gas ini biasanya terdapat pada asap pembuangan mobil. Karbon
monoksida menggantikan sekitar 15% jumlah oksigen yang biasanya
dibawa oleh sel darah merah sehingga jantung si perokok menjadi
berkurang suplai oksigennya. Karbon monoksida juga merusak lapisan
pembuluh darah dan menaikkan kadar lemak pada dinding pembuluh
darah yang dapat menyebabkan penyumbatan

3. Tar

Tar digunkan untuk melapisi jalan atau aspal. Tar adalah partikel
penyebab tumbuhnya sel kanker. Sebagian lainnya, berupa penumpuk
zat kapur, nitrismine dan B-naphtylamine serta cadmium dan nikel.
Tar mengandung sel paru dan menyebabkan kanker.

4. Arsenic
Unsur kimia yang digunakan untuk membunuh serangga terdiri dari
unsur Nitrogen Oksida yang dapat mengganggu saluran pernapasan
dan Amonium karbonat yaitu zat yang bisa membentuk plak kunig
pada permukaan lidah serta mengganggu kelenjar makanan dan perasa
yang terdapat pada permukaan lidah
5. Formic acid
Zat tersebut menyebabkan seseorang seperti merasa digigit semut.

Bertambahnya zat itu dalam peredaran darah akan mengakibatkan

pernapasan menjadi cepat

6. Amonia
Amonia sangat mudah memasuki sel – sel tubuh. Saking kerasnya
racun terdapat dalam zat ini sehingga jika disuntikkan sekali saja ke
dalam tubuh bisa menyebabkan seseorang pingsan.
7. Acrolein
Zat tersebut sedikit banyak mengandung kadar alkohol. Cairan ini
sangat mengganggu kesehatan
8. Nitrous oksida
Gas ini tidak bewarna. Jika zat ini terisap maka dapat mengakibatkan
rasa sakit

9. Formaldehyde

Zat ini digunakan sebagai pengawet dalam laboratorium

10. Phenol
Campuran yang terdiri dari destilasi zat organik. Phenol terikat pada
protein dan menghalangi aktivitas enzim

11. Methanol
Sejenis cairan ringan yang gampang menguap dan terbakar dapat
mengakibatkan kebutaan bahkan kematian

12. Acetol
Hasil pemanasan aldehyde (sejenis zat tidak bewarna yang bebas
bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol

3. Patomekanisme kandungan rokok merusak paru


Saluran pernapasan berfungsi sebagai tempat lintasan dan pertukaran gas
yang diperlukan untuk proses pernapasan, secara fungsional saluran napas
dibedakan mejadi dua bagian yaitu zona konduksi berguna untuk lalu lintas
udara pernapasan dimulai dari trakea berakhir pada saluran yang terkecil
yaitu bronkiolus terminalis dan zona respiratorik yang terdiri dari bronkioli
respiratorik berguna untuk pertukaran gas. Seseorang dianggap mempunyai
gangguan pernapasan yang disebabkan asap rokok dan nikotin maka orang
tersebut tak mampu bernapas dengan normal yang berefek obstruksi jalan
pernapasan. Partikel asap rokok dan zat iritan lainnya mengaktifkan makrofag
alveolar dan zat epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik,
pelepasan kemotaktik mengindeksi mekanismi infiltrasi sel-sel kemotaktik
pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Merokok dapat
menyebabkan hiperreaktivitas bronki (HBR), yaitu meningkatnya kepekaan
bronki dibandingkan saluran napas normal terhadap zat-zat yang merangsang
tidak spesifik yang dihirup, sehingga mengalami penyakit saluran napas.

4. Diferensial Diagnosis

5. Langkah-langkah diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat pengobatan
- Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat alergi
- Riwayat kebiasaan

Pemeriksaan fisik paru

 Inspeksi
- Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
- Fremitus melemah
- Sela iga melebar
 Perkusi
- Hipersonor
 Auskultasi
- Fremitus melemah
- Suara napas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Ronki

Pemeriksaan penunjang

a. Tes Faal Paru


- Spirometri
- Peak Flow Meter
b. Radiologi (foto toraks)
c. Analisis gas darah
d. Mikrobiologi sputum
e. Computed temography

6. Pencegahan dan upaya penghentian yang dapat dilakukan pada kasus ini
a. Pendekatan 5 A’S

Pendekatan ini didesain efektif dengan asumsi bila disampaikan tiga menit
atau kurang langsung oleh tenaga medis maka diharapkan efektifitas akan
meningkat sangat penting bagi tenaga medis untuk ASK (bertanya) kepada pasien
apakah yang bersangkutan merupakan perokok atau bukan, kemudian advice
(anjurkan) pasien yang merokok untuk berhenti merokok, assess (uji) keinginan
pasien untuk berhenti merokok. 3A pertama ini dilakukan untuk memastikan
apakah seorang pasien merupakan perokok dan mengkaitkannya agar perokok
tersebut dapat berhenti.

Jika pasien ingin berhenti maka seorang tenaga medis harus assist
(membantu) dengan menyediakan pengobatan yang tepat dan mengarahkan
pasien untuk bergabung dengan konseling, kemudian arrange (susun). Untuk
menindaklanjuti terapi yang sudah ada.
b. Pendekatan 5 R’s

Jika seorang perokok tidak ingin berhenti merokok maka dibutuhkan suatu
intervensi yang di desain agar perokok tersebut dapat berhenti merokok dengan
keinginan sendiri. Harapan yang dapat dicapai melalui pendekatan yang disebut
dengan 5R yaitu

1. Relevance
Kaitkan merokok dengan dampak negatifnya terhadap kesehatan dan
manfaat ekonomi apa yang diperoleh jika kita berhenti merokok.
Selain itu kaitkan juga terhadap orang disekitar kita, misalnya asma
anak kita akansemakin sering kambuh apabila kita tidak menghentikan
kebiasaan kita
2. Risk
Minta pasien untuk menjabarkan sendiri bahaya yang muncul dari
mengkonsumsi rokok
3. Reward
Coba bersama pasien identifikasi apakah ada manfaat yang diperoleh
dari mengkonsunsi merokok selama ini. Kemudian coba juga
mengidentifikasi mengenai keuntungan apa saja dari berhenti merokok
misalnya keuntungan kesehatan, meningkatnya citarasa indra
pemciuman dan perasa, menghemat uang, manfaat kepada lingkungan,
manfaat kesehatan kepada anak dan bebas dari kecanduan.
4. Roadblock
Tanyakan kepada pasien mengenai kemungkinan hambatan yang dapat
muncul dari upaya berhenti dari mengkonsumsi merokok, misalnya
teman-teman yang masih mengkonsumsi rokok atau keinginan kuat
untuk merokok kembali. Hambatan yang biasa muncul adalah
withdrawal sindrome, ketakutan akan gagal, berat badan meningkat,
kurang dukungan, depresi, berada disekitar perokok, hasrat berlebih
karena menikmati rokok, pengetahuan yang kurang dengan pilihan
program.
5. Repetition
Ulangi langkah-langkah yang dilakukan secara terus-menerus pada
saat pasien melakukan kontrol. Dalam menghadapi pasien yang pernah
gagal dalam upayanya berhenti merokok, maka pasien harus diberikan
suatu motivasi misalnya orang-orang yang sekarang berhasil berhenti
merokok, itu dulu pun merupakan orang yang gagal berulang-ulang,
maka pasien harus diberi tahu hal-hal apa saja yang harus dilakukan
agar bisa seperti meraka.
c. Terapi Farmakologi
1. NRT
Terapi pengganti nikotin merupakan jenis terapi yang telah
didokumentasi dengan baik secara farmakologi dalam upaya berhenti
merokok
2. Bupropion SR
Pertama kali diteliti dan di pasarkan sebagai anti depresan. Pada tahun
1986 sempat ditarik karena insiden seizure, diperkenalkan kembali
pada tahun 1989 dengan dosis baru. Pada tahun 1997, disetujui oleh
FDA untuk terapi farmakologi berhenti merokok
3. Varenecline
Merupakan obat baru untuk berhenti merokok yang mempunyai
struktur mirip dengan senyawa cystine. Di eropa senyawa cystine
sudah sejak lama digunakan untuk terapi berhenti merokok, namun
karena mempunyai sifat ketersediaan hayati yang rendah dan uji klinis
yang sedikit, penggunaannya tidak berkembang. Varenicline
mempunyai struktur yang mirip dengan sifat ketersediaan hayati yang
lebih besar.

7. Komplikasi penyakit yang dapat terjadi pada kasus


a. Penyakit jantung: hipertensi dan PJK
b. Gastrointestinal: mengganggu keseimbangan pengeluaran asam lambung
dan mengganggu pankreas menetralisir asam di lambung dan usus maka
akan terjadi tukak atau perdarahan
c. Reproduksi: disfungsi ereksi (impoten)
d. Kulit: kanker kulit dan tampak tua dan keriput

Bagaimana prognosisnya?
BAB II

PEMBAHASAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

1. Pengertian

Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang


digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma bronchial membentuk
kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial
antara bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya tidak ada hubungan
antara penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan
etiologi, pathogenesis dan pengobatan.

PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap


disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan
saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun
berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005),
COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Menurut Carpenito (1999) COPD atau
yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang
menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis
dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri
dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

2. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari
otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin,
latihan, obat, kimia dan infeksi.
2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari
tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
disertai kerusakan dinding alveolus.

3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer,
1999) adalah :
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok
berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkusdan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar
dan surfaktan.
a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif
2. Perokok Pasif
3. Bekas Perokok
b. Derajat berat merokok
( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):
1. Ringan: 0 - 200
2. Sedang: 200 - 600
3. Berat: >600
2. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon.
a. Polusi di dalam ruangan: - asap rokok
- asap kompor
b. Polusi di luar ruangan: - Gas buang kendaranan bermotor
- Debu jalanan
c. Polusi tempat kerj (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

3. Riwayat infeksi saluran nafas.


Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis
koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
5. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu
gandum, dan debu asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada
yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
1. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada
pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar
dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun
kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini
terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan
peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah
wanita yang merokok.
3. Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya
PPOK, misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin)
atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis.
Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi
paru-parulebih besar sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya
normal, sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK.
Termasuk di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak
normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami PPOK.

4. Patogenesis & Patofisiologi PPOK

Inhalasi bahan berbahaya

oksidan Oksidative strees


Anti oksidan

Mekanisme Mekanisme
Inflamasi
perlindungan perbaikan

Kerusakan
jaringan

Penyempitan saluran
Destruksi Parenkim Paru Hipersekresi mukus
nafas & fibrosis
Emfisema Bronkitis kronis
5 Patofisiologi
Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan, bronkiolus dan
parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear yang diaktivasi dan
makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi secara efektif oleh
antiprotease. Hal ini mengakibatkan destruksi paru. Peningkatan tekanan oksidatif
yang disebabkan oleh radikal-radikal bebas di dalam rokok dan pelepasan oksidan
oleh fagosit, dan leukosit polimorfonuklear menyebabkan apoptosis atau nekrosis
sel yang terpapar. Penurunan usia dan mekanisme autoimun juga mempunyai
peran dalam patogenesis PPOK (Kamangar, 2010).

a) Bronkitis kronik
Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran pernafasan
termasuk atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia, hiperplasia otot
lurik, proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus adalah tanda-tanda
bronkitis kronik. Neutrofilia terjadi di lumen saluran pernafasan dan infiltrasi
neutrofil berkumpul di submukosa. Di bronkiolus, terjadi proses inflamasi
mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel goblet, hiperplasia otot
lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua perubahan ini dikombinasikan bersama
kehilangan supporting alveolar attachments menyebabkan pernafasan yang
terbatas akibat penyempitan lumen saluran pernafasan dan deformitas dinding
saluran pernafasan (Kamangar, 2010).

b) Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal
dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut
morfologinya:
1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan
meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering
terjadi akibat kebiasaan merokok yang telah lama.
2. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus
distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru
bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi
pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.
3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran
pleura (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

6. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005) :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Sputum putih,
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk
bernapas
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.

7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa (keluhan)
- Umumnya dijumpai pada usia tua (>45 th)
- Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama)
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak
(infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok)
- Batuk berulang dengan / tanpa dahak
- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi
- Sesak nafas bila aktivitas berat
2. Pemeriksaan fisik:
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar,
penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
4. Tes fungsi paru:
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan
penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
5. Pemeriksaan gas darah.
6. Pemeriksaan EKG
7. Pemeriksaan Laboratorium darah: hitung sel darah putih.

8. Penatalaksanaan
1. Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi:
 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x
0,5 g/hari.
 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam
7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder
atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih
kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.

MANFAAT OKSIGEN:

1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki Aktiviti
3. Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)
4. Mengurangi vasokonstriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualiti hidup
INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN:
1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % +
adanya:
a. Kor Pulmonale
b. P Pulmonal
c. Hematokrit > 55%
d. tanda gagal janyung kanan
e. Sleep apneu
f. Penyakit paru lain
Macam Terapi Oksigen :
1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Alat bantu pemberian Oksigen:
1. Nasal kanul
2. Sungkup venturi
3. Sungkup rebreathing
4. Sungkup Non rebreathing
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk
didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat
diberikan sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan
rebulizeratau protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV
secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas
Tip II dengan PaO2 <>

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan
penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis,
emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi
oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran
pernapasan kambuh.Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya
merokok, polusi, infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1
antitripsin. Tanda dan gejala dari PPOK antara lain batuk produktif, kronis pada
bulan-bulan musim dingin, batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam
jumlah yang sangat banyak, dispnea, nafas pendek dan cepat (Takipnea).
Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan terapi sesuai dengan gejala yang dialami
misalnya terapi oksigen. Dan asuhan keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan
fisik, memperoleh data subjektif dan objektif dari pasien, kemudian menetukan
diagnose berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh yaitu bersihan jalan
napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret,
sekresi tertahan, tebal dan kental dan kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret,
spasme bronkus), kemudian melakukan intervensi sampai dengan evaluasi.

2. Saran
Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi
klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar menghindari
atau mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.
DAFTAR PUSTAKA

Paulsen F, waschke J. atlas anatomi sobotta jilid 2 dan jilid 3 edisi 23. 2012.
Jakarta : EGC
Lauralee Sheerwood. Fisiologi Manusia Dari sel ke sistem edisi 6. 2011. Jakarta :
EGC
Ariyadin, Relakah Mati Demi Sebatang Rokok, Yogyakarta: Manyar Media:
Halaman 19, 69, dan 83

Wiyadi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: UNAIR.
2005. Halaman: 10, 15, 31, 56, 70, 84, dan 94

Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta: EGC, 2005
Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
University Press, 2006.

Anda mungkin juga menyukai