Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti


tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti berkurangnya jumlah trombosit
dalam darah atau darah tidak mempunyai platelet yang cukup. Purpura berarti perdarahan
kecil yang ada di dalam kulit, membrane mukosa atau permukaan serosa. Istilah ITP ini
juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor,
2006)

Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan berupa gangguan


imunitas (kekebalan tubuh) yang ditandai dengan jumlah trombosit rendah, yaitu
<150.000 mm3 sehingga dapat menyebabkan pendarahan. Trombositopenia ini
diakibatkan karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem
retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Immunoglobulin G. Adanya trombositopenia pada ITP ini akan mengakibatkan
gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular
faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis
normal. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang dapat mengancam kehidupan yang
ditandai dengan mudahnya timbul memar serta perdarahan subkutaneus yang multiple.
Biasanya penderita menampakkan bercak bercak kecil berwarna ungu.

Saat awal, ITP merupakan singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura


karena belum diketahui penyebabnya. Dengan perkembangan ilmu diketahui ternyata
penyebabnya adalah kelainan imun sehingga singkatan ITP berubah menjadi Immune
Thrombocytopenic Purpura.

B. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang muncul akibat idiopathic thrombocytopenic purpura atau ITP


adalah sebagai berikut :

1. Memar mudah muncul atau terjadi pada banyak bagian tubuh.

2. Perdarahan akibat luka yang berlangsung lebih lama.


3. Perdarahan yang terjadi di bawah kulit dan terlihat seperti bintik-bintik merah-
keunguan yang terjadi pada kaki.

4. Perdarahan dari hidung atau mimisan.

5. Darah pada urine atau tinja.

6. Perdarahan pada gusi, terutama setelah perawatan gigi.

7. Perdarahan berlebihan saat menstruasi.

8. Sangat kelelahan.

C. Etiologi

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati
(Imran,2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal,
antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk
kedalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel
keping darah tubuhnya sendiri (Family Doctor, 2006). Meskipun pembentukan trombosit
sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem
imun tubuh.

Secara normal, sistem imun membuat antiboodi untuk melawan benda asing yang
masuk kedalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri.
Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. ITP
kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksifikasi makanan
atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor
pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravaskular diseminata (KID), autoimun.
Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6
bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya
terjadi pada orang dewasa). Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan
obat-obatan seperti heparin, quinidine, sulfonamide juga boleh menyebabkan
Trombositopenia.
D. Faktor risiko

Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit ini yaitu :

a. Jenis kelamin

Wanita dua kali berisiko mengembangkan ITP daripada pria.

b. Infeksi virus

Banyak anak-anak yang menderita ITP mengalami gangguan kesehatan setelah


terinfeksi virus, misalnya gondok, campak bahkan infeksi saluran pernafasan.

E. Patofisiologi

Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit
normal akibat adanya antibodi (antibodi-mediated destruction of platelets) dan gangguan
produksi megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan
hasil akhir adanya hilangnya toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada di
permukaan trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivitasi akibat pengenalan antigen
spesifik trombosit pada APC (Antigen Presenting Cell) yang kemudian menginduksi
ekspansi antigen-spesifik pada sel B. Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang
spesifik terhadap glikoprotein yang diekskresikan pada trombosit dan megakariosit.
Trombosit yang bersikulasi diikat oleh auto antibodi trombosit, kemudian terjadi
pelekatan pada reseptor FC makrofag limfa yang mengakibatkan penghancuran
trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti megakariosit yang mengurangi
kemampuan megakariosit untuk menghasilkan trombosit. Terjadi produksi antibodi (A)
yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limfa (B) dan menurunnya
produksi trombosit akibat antibodi anti megakariosit (C).

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah

1. Pada pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa:

a. Hb sedikit berkurang, eritrosit normositer, bila anemi berat hypochrome


mycrosyter.

b. Lekosit meninggi pada fase perdarahan dengan dominasi PMN.


c. Pada fase perdarahan, jumlah trombosit rendah dan bentuknya abnormal.

d. Lymphositosis dan eosinofilia terutama pada anak

2. Pemeriksaan darah tepi.

a. Hematokrit normal atau sedikit berkurang

3. Aspirasi sumsum tulang

Jumlah megakaryosit normal atau bertambah, kadang mudah sekali morfologi


megakaryosit abnormal (ukuran sangat besar, inti nonboluted, sitoplasma berfakuola
dan sedikit atau tanpa granula).

Hitung (perkiraan jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi


merupakan pemeriksaan laboratorium pertama yang terpentong. Karena dengan cara
ini dapat ditentukan dengan cepat adanya trombositopenia dan kadang-kadang dapat
ditentukan penyebabnya.

G. Cara pemeriksaan darah

Pemeriksaan awal untuk mendeteksi ITP melalui tes laboratorium pada darah pasien.

1. Darah rutin (Hematologi rutin) seperti :

a. Eritrosit (RBC) : mengetahui kelainan sel darah merah yang berfungsi dalam
transport oksigen ke tubuh. Normal (Laki-laki : 4,5-6,5 x 10 12/Liter dan
Perempuan : 3,9-5,6 x 1012/Liter).

b. Hemoglobin (HGB) : menentukan konsentrasi Hb (protein dalam eritrosit


yang berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) pada komponen darah.
Normal (Laki-laki : 12,5-16,5x109/Liter dan Perempuan : 11,5-15,5x109/Liter)

c. Leukosit (WBC) : mengetahui kelainan pada sel darah putih. Normal (Anak-
anak : 4000-10.000/UL dan children 5000-15.000/UL)

d. Hematrokit (HCT) : berguna menentukan keadaan anemia, kehilangan darah.


Normal (Laki-laki : 40-54% , Perempuan : 36-47% dan Children : 32-42%)

e. Laju Endap Darah (LED) : mengukur laju endap (dalam mm/jam) dari eritrosit
pada suatu kolom darah yang diberi antikoagulan. LED meningkat yaitu
menunjukkan meningkatnya kadar immunoglobin atau protein akut dan
merupakan penanda nonspesifik dari adanya radang atau infeksi.

LED yang sangat tinggi (lebih dari 100 mm/jam menunjukkan:

1) Myeloma Multiple

2) Lupus Eritematosus Sistemik (LSE)

3) Arteritis Temporalis

4) Polimialgia Reumatika

5) Kanker atau Infeksi Kronis, termasuk Tuberkolosis (jarang).

2. Ferritin

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui cadangan besi (Fe) yang ada di
dalam tubuh. Bila kekurangan Fe akan kehilangan banyak darah dan jika
kelebihan Fe akan menyebabkan gangguan hati, diabetes pada kehamilan dan lain-
lain.

3. Tiroid function

Pemeriksaan Tiroid Functiondilakukan untuk melihat perkembangan kelenjar


hormon dalam tubuh kita, karena hormon tiroid juga mempengaruhi kerja dari
autoimun dalam tubuh kita. Hormon tiroid mempunyai hubungan dengan
mekanisme defisiensi besi (anemia). Apalagi untuk pasien yang mengalami gejala
seperti lemas,rambut rontok, anemia, gangguan daya ingat, susah konsentrasi,
gangguan siklus konsentrasi, tidak tahan panas matahari, tidak tahan dingin,
denyut jantung lambat,depresi, nyeri sendi, sembelit, mengantuk, napas pendek,
penurunan libido, kram otot, mual, muntah, diare dan lain-lain

4. Autoimmune

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembangan


autoimun di dalam tubuh kita biasanya pada tahap awal dilakukan tes skrining
dengan tes ANA, kemudian pemeriksaan anti ds-DNA.
Bila kedua tes ini negatif dan yang tidak normal hanya trombosit kita maka
kemungkinan menyebabkan ITP, namun jika keduanya positif atau ada salah
satunya positif kemungkinan terkena lupus.

5. Kidney function

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perkembangan dari ginjal kita agar
dokter dapat melihat kondisi ginjal.

6. BMP (Biopsi Bone Marrow)

Dapat dilakukan jika segala cara telah dilakukan sampai pemberian obat dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan efek kebaikan pada pasien untuk
mengetahui penyakit di dalam tubuh yaitu memeriksa Bone Marrow (pengambilan
cairan sumsum tulang belakang) karena dicurigaai ada penyakit lain selain ITP.

H. Penatalaksanaan terapi

1. ITP Akut :

a. Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.

b. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka
berikan kortikosteroid.

c. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per


IV.

d. Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit.

2. ITP Menahun

a. Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan.

1) Misal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap


kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).

b. Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.

1) Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.

2) Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.

3) Splenektomi.
Indikasi:

a. Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 2 –


3 bulan.

b. Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian


kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.

c. Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun perlu


dosis tinggi untuk mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.

Kontra indikasi:

Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat
diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan thymus).

I. Kasus

Seorang anak perempuan 14 tahun dirujuk ke IGD RSUP Dr. Sardjito dalam kondisi
lemah. Anak tersebut telah didiagnosa dengan ITP sejak usia 6 tahun, dan saat ini
terdapat apses submandibula dekstra yang telah pecah serta rembesan darah dan pus dari
fistula ekstra oral.

Satu bulan sebelum masuk RSUP Dr. Sardjito, anak mengeluhkan sakit gigi belakang
kanan bawah kemudian berobat jalan ke RS Temanggu dan mendapatkan obat
ciprofloxacin 500 mg/12 jam dan methil prednisolon 4 mg/12 jam. Dua minggu sebelum
masuk RSUP Dr. Sardjito, pasien mengeluhkan bengkak pada pipi kanan bawah, terasa
sakit bila dipegang. Tiga hari sebelum masuk RSUP Dr. Sardjito, bengkak semakin besar
dan kemudian pecah, mengeluarkan darah bercampur pus. Pasien rawat inap RS
Temanggu kemudian dirujuk ke RS Sardjito karena terjadi rembesan darah terus
menerus.

Pasien masuk melalui unit perawatan anak Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr.
Sardjito, dan diberi terapi antibiotik Ampicilllin 500 mg/6 jam secara IV serta methil
prednisolon 375 mg/24jam secara IV, kemudian dikonsulkan kebagian bedah mulut
untuk penanganan akses submandibula. Bagian bedah mulut menyarankan penambahan
metrodinazole drip 500 mg/8 jam.

Kondisi umum pasien lemah, dan dari ekstra oral terlihat pembengkakan pada
submandibula kanan, fluktuasi positif, terdapat fistula yang mengeluarkan darah dan pus,
serta terdapat stolsel disekitarnya. Pasien dengan kondisi trismus dua jari.pemeriksaan
intra oral gigi 46 karies profunda dengan mobilitas gigi derajat 1, gusi sekitar 46
berwarna kemerahan dan edema pada lipatan mukobukal serta radiks gigi 36 gangren.

Hasil pemeriksaan penunjang foto Orthopantomogram terlihat karies kedalam pulpa


pada gigi 46 dengan area radiolusen difus disekitar apikal 46 dan resopsi tulang alveolar
serta radiks gigi 36

Anda mungkin juga menyukai