Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dewi Sandri Idja

Kelas: Kimia A

Nim: 442416009

Soal

1. Pengertian

2. Prinsip

3.Rekristalisasi. Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi

4. Pembentukan kristal.Penyaringan. Pengeringan kristal dari pelarutnya

Jawaban

1) 1. Sublimasi adalah peristiwa, proses, atau terjadinya perubahan wujud


zat padat menjadi gas (dikenal dengan peristiwa "menyublim" / "sublim").
Sublimasi terjadi jika zat padat menerima kenaikan suhu tertentu dimana
menyebabkan partikel zat padat menyublim menjadi gas. Iodium,
amonium klorida dan kapur barus adalah contoh zat yang mampu
mengalami sublimasi.
Untuk pemisahan partikel zat mudah menyublim harus memenuhi
satu syarat yaitu adanya perbedaan titik didih yang besar saat proses
sublimasi dan kristalisasi. Hal ini dimaksudkan adalah agar hasil uap akan
memiliki kemurnian partikel tinggi.

2. Kristalisasi adalah proses perubahan partikel uap menjadi kristal


dimana umumnya terjadi pada uap sublimasi yang mengalami
pendinginan (perubahan suhu mendadak). Kristalisasi disebut juga
sebagai peristiwa kebalikan dari sublimasi dimana uap berubah
menjadi padat dalam bentuk kristal partikel. Kristalisasi juga dapat
terbentuk jika suatu larutan telah melebihi titik jenuh. Titik jenuh
larutan adalah titik dimana partikel dalam suatu larutan sudah tidak
mampu melarut sehingga terbentuklah larutan jenuh. Keadaan
maksimum partikel terlarut dalam larutan tersebut akan
menyebabkan terbentuknya kristal (kristalisasi) semakin cepat.
Contoh kristalisasi ini bisa dilihat dalam metode proses pengolahan
air laut menjadi garam, dimana air laut akan dipanaskan di bawah
sinar matahari untuk mengurangi air terlarut sehingga menyebabkan
terjadinya metode kristalisasi garam

2) Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan


antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya.Syarat – syarat
pelarut yang sesuai adalah : pelarut tidak bereaksi dengan zat yang
dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan
dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih
rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak
terurai.

Prinsip kerja sublimasi secara umum [dalam skala industri] adalah


memisahkan zat yang mudah menyublim tersebut dengan sebuah
sublimator sehingga menjadi gas/uap. Gas yang dihasilkan ditampung,
lalu didinginkan/dikondensasi kembali. Sedangkan cara kerja sublimasi
secara sederhana dalam skala laboratorium adalah zat yang akan
disublimasi dimasukkan dalam cawan/gelas piala untuk keperluar
sublimasi, ditutup dengan gelas arloji, corong/labu berisi air sebagai
pendingin, kemudian di panaskan dengan api kecil pelan-pelan

3) Pemilihan Pelarut untuk Rekristalisasi:

 Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi


adalahpelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah
melarutkan zatpadat organik bila dilakukan penguapan akan lebih
mudah memperolehnyakembali. Kriteria pelarut yang baik
 Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan di rekristalisasi.
 Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau
relatif taklarut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu
kristalisasi.
 Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam
suhu didihpelarutnya.
 Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi.
 Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut
pada suhukamar atau tidak larut dalam pelarut panas.
 Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah
untukdihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah
terkristalisasi. Jika datakelarutan tidak diperoleh dalam literatur,
harus dilakukan penentuankelarutan zat padat tersebut dalam
sejumlah pelarut, dengan cara mengurutkepolaran pelarut-pelarut
tersebut.
 Urutan titik didih ( dalam 0 C ) beberapa pelarut :air (100) >
metanol (65) >etanol (78) > aseton (56) > metilen klorida (40) >
etileter (35) > kloroform (61)> benzena (80) > CCl4 (76) > ligroin
(90-115) > heksana (68) > petroleum eter(35-60) > pentana (36)

4) pembentukan kristal

 tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang di alami oleh


suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut.
Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi
lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk. Berikut ini
adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi
pada pembentukan kristal : Fase cair ke padat : kristalisasi suatu
lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah
kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan
dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan
membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu
lingkungan.Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk
langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal
biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka
(skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil
sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan.
Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis
atau dari gunung api dan membeku karena perubahan
temperature.Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada
agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur
(deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya
mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena
terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan.
Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah
karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan
temperatur.
 Penyaringan kristal
Penyaringan harus dilakukan secara cepat, sedangkan larutan
dapat dalam keadaan panas dan dingin. Jika penyaringan dilakukan
dalam keadaan panas, maka diperlukan penyaring buchner dengan
pompa vakum agar penyaringan cepat selesai. (proses ini
sebenarnya ialah proses filtrasi) . Kertas saring dipilih yang ukuran
medium, jika perlu gunakan 2 buah kertas saring yang digabung
menjadi satu agar tidak bocor sewaktu divakumkan. Jika partikel
pengotor sangat kecil, dapat dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu
sebelum dilakukan penyaringan.
 Metode penyaringan panas digunakan untuk memisahkan
padatan dari larutan panas. Hal ini dilakukan untuk mencegah
pembentukan kristal dalam corong saring dan peralatan lainnya
yang hadir dalam kontak dengan larutan. Akibatnya, peralatan
dan larutan yang digunakan dipanaskan untuk mencegah
penurunan suhu yang cepat yang pada gilirannya, akan
menyebabkan kristalisasi dari padatan di corong dan
menghambat proses penyaringan.
Salah satu ukuran yang paling penting untuk mencegah
pembentukan kristal dalam corong dan menjalani penyaringan
panas yang efektif adalah penggunaan corong penyaring tak
bertangkai. Karena tidak adanya batang di corong filter, ada
penurunan luas permukaan kontak antara larutan dan batang
corong saring, karenanya mencegah re-kristalisasi padatan
dalam corong, buruk terhadap mempengaruhi proses
penyaringan.
 Metode penyaringan dingin adalah penggunaan penangas es
agar dapat secara cepat mendinginkan larutan yang akan
mengkristal daripada meninggalkannya untuk didinginkan
perlahan pada suhu kamar. Teknik ini menghasilkan
pembentukan kristal yang sangat kecil dibandingkan dengan
mendapatkan kristal besar dengan cara mendinginkan larutan di
bawah pada suhu kamar.
 Teknik penyaringan hampa paling disukai untuk batch kecil
larutan agar cepat mengeringkan kristal kecil. Metode ini
membutuhkan corong Büchner, kertas saring dengan diameter
lebih kecil dari corong, labu Büchner, dan pipa karet untuk
terhubung ke sumber vakum.
 Pengeringan kristal dari pelarutnya
Kristal yang stabil, dapat langsung dikeringkan menggunakan oven
pemanas, suhu oven pemanas diatur diatas titik didih pelarutnya
tetapi suhu masih dibawah titik leleh kristal. Setelah dipanaskan
beberapa lama, kristal ditempatkan di desikator, bila perlu desikator
divakumkan untuk mempercepat pengeringan. Desikator harus diisi
zat pengadsorpsi yang sesuai dengan jenis pelarut yang dinakan,
misalnya pelarutnya senyawa hidrokarbon maka isi desikatornya
yang sesuai ialah parafin, jika pelarutnya asam asetat dapat
digunakan pengadsorpsi NaOH atau KOH pelet.
Pemilihan pelarut hendaknya berdasarkan kepolarannya, dimulai
dari pelarut yang polar berurut ke pelarut yang non polar atau
sebaliknya, jika cara tersebut tidak berhasil dengan baik, dapat
dicoba dengan menggunakan campuran beberapa macam pelarut.
Pelarut yang baik untuk rekristalisasi harus mempunyai sifat – sifat
sebagai berikut:
– Pengotor harus sangat larut atau hanya sedikit larut dalam pelarut
tersebut
– Pelarut harus mudah dihilangkan dari kristal murninya
– Tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan zat yang dipisahkan
– Pelarut harus tidak sangat mudah menguap atau mudah terbakar

Anda mungkin juga menyukai