3.Rekristalisasi. Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi
4. Pembentukan kristal.Penyaringan. Pengeringan kristal dari pelarutnya
Jawaban
1) 1. Sublimasi adalah peristiwa, proses, atau terjadinya perubahan wujud
zat padat menjadi gas (dikenal dengan peristiwa "menyublim" / "sublim"). Sublimasi terjadi jika zat padat menerima kenaikan suhu tertentu dimana menyebabkan partikel zat padat menyublim menjadi gas. Iodium, amonium klorida dan kapur barus adalah contoh zat yang mampu mengalami sublimasi. Untuk pemisahan partikel zat mudah menyublim harus memenuhi satu syarat yaitu adanya perbedaan titik didih yang besar saat proses sublimasi dan kristalisasi. Hal ini dimaksudkan adalah agar hasil uap akan memiliki kemurnian partikel tinggi.
2. Kristalisasi adalah proses perubahan partikel uap menjadi kristal
dimana umumnya terjadi pada uap sublimasi yang mengalami pendinginan (perubahan suhu mendadak). Kristalisasi disebut juga sebagai peristiwa kebalikan dari sublimasi dimana uap berubah menjadi padat dalam bentuk kristal partikel. Kristalisasi juga dapat terbentuk jika suatu larutan telah melebihi titik jenuh. Titik jenuh larutan adalah titik dimana partikel dalam suatu larutan sudah tidak mampu melarut sehingga terbentuklah larutan jenuh. Keadaan maksimum partikel terlarut dalam larutan tersebut akan menyebabkan terbentuknya kristal (kristalisasi) semakin cepat. Contoh kristalisasi ini bisa dilihat dalam metode proses pengolahan air laut menjadi garam, dimana air laut akan dipanaskan di bawah sinar matahari untuk mengurangi air terlarut sehingga menyebabkan terjadinya metode kristalisasi garam
2) Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan
antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya.Syarat – syarat pelarut yang sesuai adalah : pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai.
Prinsip kerja sublimasi secara umum [dalam skala industri] adalah
memisahkan zat yang mudah menyublim tersebut dengan sebuah sublimator sehingga menjadi gas/uap. Gas yang dihasilkan ditampung, lalu didinginkan/dikondensasi kembali. Sedangkan cara kerja sublimasi secara sederhana dalam skala laboratorium adalah zat yang akan disublimasi dimasukkan dalam cawan/gelas piala untuk keperluar sublimasi, ditutup dengan gelas arloji, corong/labu berisi air sebagai pendingin, kemudian di panaskan dengan api kecil pelan-pelan
3) Pemilihan Pelarut untuk Rekristalisasi:
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi
adalahpelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zatpadat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnyakembali. Kriteria pelarut yang baik Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan di rekristalisasi. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif taklarut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi. Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didihpelarutnya. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi. Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada suhukamar atau tidak larut dalam pelarut panas. Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untukdihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah terkristalisasi. Jika datakelarutan tidak diperoleh dalam literatur, harus dilakukan penentuankelarutan zat padat tersebut dalam sejumlah pelarut, dengan cara mengurutkepolaran pelarut-pelarut tersebut. Urutan titik didih ( dalam 0 C ) beberapa pelarut :air (100) > metanol (65) >etanol (78) > aseton (56) > metilen klorida (40) > etileter (35) > kloroform (61)> benzena (80) > CCl4 (76) > ligroin (90-115) > heksana (68) > petroleum eter(35-60) > pentana (36)
4) pembentukan kristal
tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang di alami oleh
suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk. Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal : Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan temperature.Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur. Penyaringan kristal Penyaringan harus dilakukan secara cepat, sedangkan larutan dapat dalam keadaan panas dan dingin. Jika penyaringan dilakukan dalam keadaan panas, maka diperlukan penyaring buchner dengan pompa vakum agar penyaringan cepat selesai. (proses ini sebenarnya ialah proses filtrasi) . Kertas saring dipilih yang ukuran medium, jika perlu gunakan 2 buah kertas saring yang digabung menjadi satu agar tidak bocor sewaktu divakumkan. Jika partikel pengotor sangat kecil, dapat dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu sebelum dilakukan penyaringan. Metode penyaringan panas digunakan untuk memisahkan padatan dari larutan panas. Hal ini dilakukan untuk mencegah pembentukan kristal dalam corong saring dan peralatan lainnya yang hadir dalam kontak dengan larutan. Akibatnya, peralatan dan larutan yang digunakan dipanaskan untuk mencegah penurunan suhu yang cepat yang pada gilirannya, akan menyebabkan kristalisasi dari padatan di corong dan menghambat proses penyaringan. Salah satu ukuran yang paling penting untuk mencegah pembentukan kristal dalam corong dan menjalani penyaringan panas yang efektif adalah penggunaan corong penyaring tak bertangkai. Karena tidak adanya batang di corong filter, ada penurunan luas permukaan kontak antara larutan dan batang corong saring, karenanya mencegah re-kristalisasi padatan dalam corong, buruk terhadap mempengaruhi proses penyaringan. Metode penyaringan dingin adalah penggunaan penangas es agar dapat secara cepat mendinginkan larutan yang akan mengkristal daripada meninggalkannya untuk didinginkan perlahan pada suhu kamar. Teknik ini menghasilkan pembentukan kristal yang sangat kecil dibandingkan dengan mendapatkan kristal besar dengan cara mendinginkan larutan di bawah pada suhu kamar. Teknik penyaringan hampa paling disukai untuk batch kecil larutan agar cepat mengeringkan kristal kecil. Metode ini membutuhkan corong Büchner, kertas saring dengan diameter lebih kecil dari corong, labu Büchner, dan pipa karet untuk terhubung ke sumber vakum. Pengeringan kristal dari pelarutnya Kristal yang stabil, dapat langsung dikeringkan menggunakan oven pemanas, suhu oven pemanas diatur diatas titik didih pelarutnya tetapi suhu masih dibawah titik leleh kristal. Setelah dipanaskan beberapa lama, kristal ditempatkan di desikator, bila perlu desikator divakumkan untuk mempercepat pengeringan. Desikator harus diisi zat pengadsorpsi yang sesuai dengan jenis pelarut yang dinakan, misalnya pelarutnya senyawa hidrokarbon maka isi desikatornya yang sesuai ialah parafin, jika pelarutnya asam asetat dapat digunakan pengadsorpsi NaOH atau KOH pelet. Pemilihan pelarut hendaknya berdasarkan kepolarannya, dimulai dari pelarut yang polar berurut ke pelarut yang non polar atau sebaliknya, jika cara tersebut tidak berhasil dengan baik, dapat dicoba dengan menggunakan campuran beberapa macam pelarut. Pelarut yang baik untuk rekristalisasi harus mempunyai sifat – sifat sebagai berikut: – Pengotor harus sangat larut atau hanya sedikit larut dalam pelarut tersebut – Pelarut harus mudah dihilangkan dari kristal murninya – Tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan zat yang dipisahkan – Pelarut harus tidak sangat mudah menguap atau mudah terbakar