PENDAHULUAN
i
Disusun Oleh :
Rani Setiawa Wati (51704029)
Reza Meliana (51704933)
Selly Monica Apriani (51704037)
Siska Heraawati (51704041)
Vergin Dwi Apriliani (51704045)
Yusmelinda (51704049)
Semester : 5A
Kelompok :8
ii
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................2
2.1 Dasar Teori.........................................................................................................2
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................5
3.1 Alat dan Bahan...................................................................................................5
3.2 Data Preformulasi...............................................................................................5
3.3 Data Formulasi...................................................................................................9
3.4 Perhitungan dan Penimbangan...........................................................................9
3.5 Cara Kerja........................................................................................................10
3.6 Evaluasi............................................................................................................11
3.1 Pembahasan......................................................................................................12
BAB VI PENUTUP........................................................................................................17
4.1 Kesimpulan......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18
KEMASAN.....................................................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tahapan pembuatan sediaan injeksi asam traneksamat dalam ampul
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. (FI
Edisi III, 1979)
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air
5
yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya
yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler. (FI Edisi IV,
1995)
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang
berbeda yaitu : (FI Edisi IV,1995)
1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain.
2. Sedian padat kering ( untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan yang di peroleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai dan memenuhi persyaratan injeksi.
3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai.
4. Sedian berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak di
suntikan secara intervena atau kedalam saluran spinal.
5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengenceran atau bahan
tambahan lain.
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptic
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak
atau mengurai. Caranya : Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas
untuk pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri.
Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam
ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
2. Cara non-aseptik
Dilakukan sterilisasi akhir. Caranya : Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan
ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan tidak
boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah
dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya
disterilkan dengan cara yang cocok.
Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke
vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium),
nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. (Wahyuningsih, 2005)
Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair:
6
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis.
Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan
keamanan pemakaian bagi manusia.
2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang
berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan
osmose darah/ cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan
haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih
sekali penyuntikan.
7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.
7
BAB III
PEMBAHASAN
b. Bahan
Struktur kimia
8
(aminomethyl)cyclohexanecarboxylic acid
Berat molekul 157.2
Rute Oral, Intravena
Keterangan Larutan 5% dalam air mempunyai pH : 7.0 - 8.0
Titik lebur >300 °C
Pemerian Bubuk kristal putih yang tidak berbau
atau hampir tidak berbau
PKa 4.3 dan 10.6
Penyimpanan Wadah tertutup pada 20-25 ° C
Kelarutan Mudah larut dalam air dan asam asetat glasial,
praktis tidak larut dalam metanol, etanol,
aseton, dietil eter dan benzena
Farmakologi Asam traneksamat bekerja dengan cara
memblok ikatan plasminogen dan
plasmin terhadap fibrin ; inhibisi
terhadap plasmin ini sangat terbatas
pada tingkat tertentu. Asam traneksamat
secara kompetitif menghambat aktivasi
plasminogen (melalui mengikat domain
kringle), sehingga mengurangi konversi
plasminogen menjadi plasmin
(fibrinolisin), enzim yang mendegradasi
pembekuan fibrin, fibrinogen, dan
protein plasma lainnya, termasuk faktor-
faktor prokoagulan V dan VIII. Asam
traneksamat juga langsung menghambat
aktivitas plasmin, tetapi dosis yang lebih
tinggi diperlukan daripada yang
dibutuhkan untuk mengurangi
pembentukan plasmin.
Farmakokinetika Absorbsi
Penyerapan asam traneksamat setelah
pemberian oral pada manusia mewakili
sekitar 30 sampai
50% dari dosis yang tertelan dan
bioavailabilitas tidak terpengaruh oleh
9
asupan makanan.
Distribusi
Kecepatan : 9 – 12 L
Ikatan Protein Plasma : protein plasma
mengikat asam traneksamat adalah
sekitar 3% pada
tingkat plasma terapi dan tampaknya
sepenuhnya dijelaskan oleh apa yang
mengikat
plasminogen (tidak mengikat albumin
serum).
Metabolisme
Hanya sebagian kecil dari obat
dimetabolisme (kurang dari 5%).
Eliminasi
Rute Eliminasi : ekskresi melalui Urin
merupakan rute utama eliminasi filtrasi
glomerulus
Waktu Paruh (Half life) : waktu paruh
biological pada cairan sendi sekitar 3
jam. Half-life baik
sulfametoksazol dan trimetoprim
mungkin diperpanjang.
Populasi Khusus : Pasien dengan
gangguan fungsi ginjal:
Klirens : 110 – 116 mL/min
Indikasi a. Untuk fibrinolisis lokal seperti : epistaksis,
prostatektomi, konisasi serviks.
b. Edema angioneurotik herediter.
c. Perdarahan abnormal sesudah operasi.
d. Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita
hemofilia.
10
Efek Samping Gangguan-gangguan gastrointestinal,
mual, muntah-muntah, anoreksia,
pusing, eksantema dan sakit kepala
dapat timbul pada pemberian secara
oral. Gejala-gejala ini menghilang
dengan pengurangan dosis atau
penghentian pengobatannya. Injeksi
intravena yang cepat dapat
menyebabkan pusing dan hipotensi.
11
Wadah dan Dalam wadah dosis tunggal, dan kaca atau plastik,
Penyimpanan tidak lebih besar dari 1 liter.
Daftar pustaka FI edisi IV, 1995.
Asam traneksamat 50 mg
Aqua p.i ad 5 ml
Nitrogen gas QS
d. Penimbangan
12
Bahan Bobot
Asam traneksamat 0.48 gram
Aqua pro injeksi 47.5 ml
3.6 Evaluasi
I. Uji evalusi
a. Evaluasi Fisika
1) PH
Uji PH dilakukan untuk membuktikan PH sediaan sesuai dengan yang
dikehendaki atau tidak dengan indikator PH.
2) Bahan partikulat injeksi
13
Larutan disaring dengan penyaring membrane lalu amati dibawah mikroskop.
Micrometer dan hitung partikel pada penyaring untuk melihat jumlah partikel
dengan ukuran lebih dari 10000/wadah.
3) Uji keseragaman volume
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.
Kelebihan volume yang dianjurkan untuk cairan encer dan kental.
4) Uji kejernihan larutan
Dilihat dengan mata biasa yaitu dengan menyinari wadah dari samping dengan
latar belakang hitam, dipakai untuk menyelidiki kebocoran2 kotoran2 berwarna
muda, sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki kotoran yg berwarna
gelap. Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15
mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
5) Uji kebocoran
Wadah takaran tunggal disterilkan terbalik. Jika ada kebocoran, maka ini akan
keluar dari dalam wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan. Kebocorannya
harus diperiksa dengan memasukkan wadah tersebut ke dalam eksikator yang
divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap ke luar.
b. Evaluasi Biologi
1) Uji sterilitas
Dilakukan untuk menetapkan ada/tidaknya bakteri atau jamur yang hidup dalam
sediaan yang dapat dilakukan dengan cara kultur sediaan dalam media. Media
yang digunakan dapat media tioglikolat cair, media tioglikolat alternatif, media
soybean. Penanaman sediaan ke dlm pembenihan dilakukan di ruangan steril
(cawan petri sudah diisi media pembenihan ). Sediaan yang akan diperiksa
dikeluarkan dari wadah, ditampung dengan batang pengaduk steril. Sediaan
dioleskan ke dalam media, kemudian diinkubasi selama 7 hr.
2) Uji endotoksin bakteri
Uji endoteksin untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin
ada dalam sediaan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan LAL (limulus
amubocyt lysate). Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan
membandingkan enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin baku. prosedur
meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari endotoksin yang
14
bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL, pembacaan serapan cahaya
pada panjang gelombang yang sesuai.
c. Evaluasi Kimia
1) Uji identifikasi
Uji identifikasi dilakukan seperti yang tertera pada tinjauan kimia yaitu
mereaksikan sediaan dengan reagen spesifik sehingga menghasilkan hasil yang
positif.
2) Penetapan kadar
Penetapan kadar seperti yang tertera pada tinjauan kimia yaitu dengan cara
titrasi sehingga kadar yang di hasilkan dapat dibuktikan sesuai atau tidak
dengan kadar yang diinginkan.
3.1 Pembahasan
Pada praktikum teknologi sediaan steril ini bertujuan membuat sediaan injeksi
asam traneksamat. Sediaan injeksi merupakan sediaan parental volume kecil dimana
sediaan parenteral adalah sediaan obat steril dapat berupa larutan atau suspense yang
dikemas sedemikian rupa sehingga cocok untuk diberikan dalam bentuk injeksi
hipodermis dengan pembawa atau zat pensuspensi yang cocok. Untuk mendapatkan
formula sediaan parenteral yang baik harus mempunyai data preformulasi yaitu
pembawa yang tepat, zat penambah yang diperlukan dan jenis wadah yang sesuai.
Pembawa yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi kali ini adalah larutan air.
Larutan air merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan dimana
kompatibilitas air dengan jaringan tubuh dapat digunakan adalah aqua pro injeksi yaitu
air disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Tujuan suatu sediaan dibuat steril yaitu
karena karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan
tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna
atau gastrointestinal. Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi
sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua
pilihan yaitu steril dan tidak steril. Dan obat injeksi merupakan sediaan yang perlu
disterilkan.
Dalam formula sediaan injeksi, selain bahan aktif yang digunakan maka
diperlukan bahan tambahan seperti pendapar, pengawet, dan senyawa pengisotonis jika
15
keadaan hipotonis. Secara umum, zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk
meningkatkan kelarutan zat aktif, menjaga stabilitas zat aktif serta mempermudah dan
menjaga keamanan pemberian sediaan. Tetapi pada sediaan injeksi asam traneksamat
tidak menggunakan bahan tambahan karena asam traneksamat sendiri sudah
cukup stabil ditinjau dari kelarutan dan keterangan lainnya yang
menyatakan bahwa larutan 5%-nya dalam air mempunyai pH : 7.0 -
8.0. Hal ini memberikan indikasi bahwa tanpa penambahan buffer
ataupun kosolvent pun larutan obat sudah memenuhi range pH
fisiologis. Selain itu, penambahan bahan lainnya juga harus
memenuhi persyaratan kemurnian, keamanan, inert dan non toksik.
Asam traneksamat dalam larutan stabil pH 7-8, seperti yang diketahui bahwa pH
ideal dari sediaan adalah 7.4 yang sesuai dengan pH darah. Rentang pH yang tidak
dapat ditoleransi oleh tubuh yakni pH > 9 menyebabkan kematian jaringan dan pH < 3
akan menimbulkan rasa sakit (nyeri) dan menyebabkan flebitis. Oleh karena itu dalam
proses pembuatan sediaan injeksi steril diperlukan pemeriksaan pH. Sebaiknya
pemeriksaan pH dilakukan pada saat mendekati volume akhir yang diinginkan agar jika
pH belum masuk range pH yang diinginkan pengaturan pH sediaan dapat dilakukan
dengan menambahkan adjust pH. Setelah pemeriksaan pH telah dilakukan dan
diperoleh pH yang diinginkan maka larutan di ad kan hingga volume yang diinginkan,
kemudian larutan disaring. Dalam pembuatan sediaan injeksi, penyaringan perlu
16
dilakukan karena akan ada nantinya evaluasi kejernihan sediaan yang telah dibuat.
Setelah melewati proses penyaringan maka larutan dimasukkan dalam ampul dengan
menggunakan jarum spuit. Volume injeksi harus dilebihkan, kelebihan volume yang
dianjurkan dalam FI IV adalah jika cairan encer 5 ml, maka kelebihan volume yang
dianjurkan adalah 0.3 ml sehingga volume yang dimasukkan ke dalam wadah (ampul)
adalah 5.3 ml per ampul. Sebelum penutupan ampul, dialirkan gas inert yaitu nitrogen
gas ke atas permukaan. Gas inert digunakan untuk mengkatkan kestabilan produk
dengan mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan obat.
17