Anda di halaman 1dari 23

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Pada BAB VI ini akan dibahas berdasarkan hasil yang telah didapatkan
dari penelitian yang telah dilakukan pada masayarakat di RT 40 Kelurahan
Sukabangun Palembang Tahun 2019.

1. Analisis Univariat
a. Nilai Rata-rata Perilaku (Pengetahuan,sikap,tindakan)
Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun Pada Kelompok
Intervensi Sebelum
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 62
responden didapatkan perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun pada kelompok intervensi sebelum diperoleh nilai rata-rata
pengetahuan mean 5,87, standar deviasi 1,373, sikap mean 21,68, standar
deviasi 2,902 dan tindakan mean 7,44, standar deviasi 1,489.
Perilaku mencuci tangan yang buruk pada seseorang dapat
mendatangkan berbagai jenis penyakit. Beberapa penyakit tersebut yaitu
seperti penyakit ISPA, diare dan infeksi kulit. Hal ini sebagaimana
dengan kasus yang terjadi di Balai Pengobatan Puskesmas Sosial
Kelurahan Sukabangun Palembang, yaitu pada tahun 2017 tercatat ada
7155 orang yang menderita ISPA, 839 orang menderita dermatitis, 525
orang menderita diare, 338 orang menderita infeksi kulit. Pada tahun
2018 tercatat ada 5695 orang menderita ISPA, 727 orang menderita
infeksi kulit, 649 orang menderita diare, dan 638 orang menderita
dermatitis dan eksim. Berdasarkan data tersebut menunjukkan jumlah
penyakit diare, infeksi kulit dan dermatitis mengalami kenaikan
(Puskesmas Sosial, 2019).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden pada
kelompok intervensi adalah perempuan dengan jumlah 62 orang (100%).
Menurut Bernard dalam (Setyaningsih, 2009) karakteristik perempuan

63
64

(feminin) lebih memperlihatkan sifat-sifat seperti penyabar, rapi, telaten,


ramah, lemah kembut, dan penyayang sehingga perilaku mencuci tangan
dengan sabun lebih baik dibandingkan laki-laki. Dalam penelitian ini
perempuan memiliki peranan penting dalam berperilaku mencuci tangan
dengan air bersih karena kegiatan yang biasanya dilakukan oleh seorang
perempuan seperti menjaga kebersihan makanan agar terhindar dari
bakteri sebaiknya sebelum dan setelah memasak melakukan cuci tangan
dengan air bersih dan sabun dengan benar, kemudian dalam melakukan
aktivitas membersihkan rumah serta dalam mengasuh bayi maupun anak
agar tetap menjaga kebersihan tangan untuk menghindari penularan dan
penyebaran penyakit.
Jenis kelamin juga dapat mempengaruhi tahap cuci tangan
seseorang. Antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan
mengenai pola hidup bersih. Hal tersebut juga dapat menyebabkan
perilaku cuci tangan antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda. Dalam
penelitian (Johnson, et al, 2003) memasang tanda peringatan yang
mengingatkan orang untuk mencuci tangannya di kamar mandi umum.
Dilakukan observasi terhadap 175 individu (95 wanita dan 80 pria)
menyatakan bahwa 61% wanita dan 37% pria mencuci tangannya, tanpa
adanya peringatan. Sedangkan 97% wanita dan 35% pria mencuci
tangannya pada keadaan ada tanda peringatan.
Mayoritas responden termasuk dalam kategori dewasa akhir yang
berusia antara 36 – 45 tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat
diketahui bahwa umur responden dengan perilaku cuci tangan pakai sabun
sebanyak 24 orang (38,71%). Menurut Kangas dan Bradway dalam
(Pieter dan Lubis, 2010) kemampuan intelektual orang dewasa mengalami
peningkatan, karena pada masa tersebut perkembangan pikiran seseorang
akan lebih matang. Kemampuan kognitif dan kemampuan perilaku sangat
dipengaruhi oleh tahap perkembangan usia seseorang (Potter & Perry,
2005). Menurut (Hurlock, 2005) responden yang berada pada tahap
dewasa telah mampu menyesuaikan diri secara mandiri termasuk
65

menentukan masalah-masalahnya dengan cukup baik sehingga telah


matang dalam pengambilan keputusan.
Sejalan dengan pendapat yang diungkapkan (Nursalam, 2007),
bahwa level kedewasaan dan kekuatan setiap individu akan lebih matang
dalam berpikir dan bekerja seiring dengan semakin bertambahnya umur.
Karena dengan bertambahnya umur seseorang tingkat kedewasaan dalam
berpikir semakin meningkat dan muncul motivasi atau dorongan dalam
melakukan pekerjaan. Umur merupakan salah satu faktor risiko alami
yang mempengaruhi kesehatan (Nilawati, 2008).
Pada penelitian ini mayoritas responden memiliki pendidikan pada
tingkat Sekolah Menengah Atas, yaitu 28 orang (45,16%). Menurut
(Notoatmodjo, 2007), respon seseorang terhadap suatu hal dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan. Pada individu dengan pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang logis terhadap informasi yang datang dan akan
berpikir sejauh mana signifikan didapatkan dari hal tersebut. Pendidikan
merupakan bimbingan yang diberikan seseorang termasuk perilaku
seseorang terhadap pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap yang
memiliki peran serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi
tingkat kesehatan seseorang semakin mudah dalam menerima informasi
sehingga makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki. Maka dalam
penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmodjo, karena pendidikan pada
responden rendah membuat perilaku CTPS tidak baik.
Mubarak (2007), mengungkapkan bahwa tidak dapat dipungkiri
bahwa semakin mudah seseorang memahami informasi dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan serta semakin bertambah pula informasi yang
diketahui dan sebaliknya. Pendidikan juga dapat mempengaruhi perilaku
cuci tangan dengan air dan sabun seseorang. Hal tersebut didukung
penelitian yang dilakukan oleh (Larson, et al, 1997), mengenai
implementasi dari program intervensi edukasi atau feedback pada pasien
di Intensive Care Unit (ICU) dan ICU bedah. Dari penelitian tersebut
diperoleh hasil setelah dilaksanakannya program pendidikan, kepatuhan
dan cara mencuci tangan yang benar mengalami perubahan sedikit; ICU
66

14% (sebelum diberikan pendidikan, kepatuhan dan cara mencuci tangan


yang benar) dan 25% (sesudah diberikan pendidikan, kepatuhan dan cara
mencuci tangan yang benar), ICU bedah 6% (sebelum) dan 13%
(sesudah).
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pekerjaan responden di RT
40 Kelurahan Sukabangun adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 29
orang (46,77%). (Mubarak, 2007), mengatakan, lingkungan pekerjaan
membuat seseorang mendapatkan pengalaman dan informasi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sejalan dengan penelitian (Zuraidah,
2013), yang meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap
perilaku mencuci tangan dengan benar pada 50 responden, dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik belum tentu dapat
membuat seseorang untuk berperilaku cuci tangan dengan benar.
Temuan penelitian ini selaras dengan hasil studi (Sulistyani, 2015)
bahwa bila seseorang bekerja terlalu keras dengan kondisi perekonomian
yang terbatas serta berpendidikan rendah dimana pengertian tentang
kesehatan sangat kurang dan akses terhadap informasi juga terbatas.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) responden
kelompok intervensi masih rendah sebelum diberikan pendidikan
kesehatan. Hal ini dikarenakan responden belum mendapatkan informasi
mengenai mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, sehingga
responden belum mengerti atau memahami mengenai mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun karena belum adanya upaya pihak kesehatan
setempat dalam melakukan pendidikan kesehatan secara aplikatif
dilingkungan RT 40 Kelurahan Sukabangun Palembang. Pengetahuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara tidak langsung juga dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain umur, pengalaman
pribadi, dan juga informasi.
67

b. Nilai Rata-rata Perilaku (Pengetahuan,sikap,tindakan)


Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun Pada Kelompok
Kontrol Sebelum
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 62 responden pada
perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan sabun kelompok kontrol
sebelum diperoleh nilai rata-rata pengetahuan mean 5,82 standar deviasi
0,967, sikap mean 21,77 standar deviasi 3,021 dan tindakan mean 7,45
standar deviasi 1,490.
Rendahnya kesadaran pola hidup bersih khususnya cuci tangan
dengan air bersih dan sabun hingga saat ini belum menjadi kebiasaan dan
kewajiban yang harus dilakukan seseorang setelah melakukan aktivitas
tertentu. Meskipun terlihat sederhana, tetapi masyarakat belum banyak
memahami dan mempraktekkan dalam kehidupannya sebagai sesuatu
yang wajib dan harus dilakukan. Jenis kelamin dapat mempengaruhi
tahapan cuci tangan seseorang, sebagian besar perempuan memiliki
kebiasaan dalam pola hidup bersih (Cahyani, 2010). Perempuan memiliki
sifat seperti perhatian yang lebih, penyabar, dan ulet dalam melakukan
pekerjaan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama pengambilan
data, peneliti melihat bahwa sebagian besar mencuci tangan dengan air
bersih dan sabun adalah perempuan, yaitu sebanyak 42 orang (67,67%),
sedangkan laki-laki sebanyak 20 orang (32,33%). Selain jenis, kelamin
terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku seseorang mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun yaitu usia.
Semakin meningkat usia seseorang, diharapkan juga psikologis
serta kedewasaannya ikut meningkat. Seseorang tersebut juga diharapkan
mampu menunjukkan kematangan jiwa, pengambilan keputusan yang
semakin bijaksana, pengendalian emosi yang semakin baik, serta semakin
toleran terhadap pandangan orang lain sehingga diharapkan kinerja
meningkat (Widyaningrum, 2005).
Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola fikir
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Semakin cukup usia seseorang
68

akan semakin matang dalam berpikir dan bertindak (Saragih dan


Rumapea, 2011), hal ini dapat mempengaruhi pengetahuan perawat dalam
melakukan cuci tangan. Secara garis besar usia seseorang dapat menjadi
indikator dalam setiap mengambil keputusan, dengan semakin
bertambahnya usia maka dalam menerima sebuah intruksi dalam
melaksanakan suatu tindakan akan semakin bertanggung jawab.
Pada penelitian ini mayoritas responden memiliki pendidikan pada
tingkat pendidikan Strata Satu (S1), yaitu 27 orang (43,55%). Menurut
(Nursalam, 2013), tingkat pendidikan adalah level atau tingkat suatu
proses yang berkaitan dalam mengembangkan semua aspek kepribadian
manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan.
Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang
dimana orang yang berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu
yang baru.
Sriyono (2015) mengatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat
pendidikan seseorang menentukan pengetahuan, sikap dan perilakunya.
Tingkat pendidikan tidak hanya mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, namun juga kemampuan penerimaan informasi. Lebih lanjut
(Sukmadinata, 2003) menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi
akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang
dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang mungkin mereka peroleh
dari gagasan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pekerjaan responden
kelompok kontrol adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 27 orang
(43,55%). Ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai Ibu Rumah Tangga
memiliki waktu yang lebih banyak untuk memperhatikan kebersihan
lingkungan rumah tangga dan kebersihan diri.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian (Evi Risa Mariana,
2017) bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan
yang baik tentang pengetahuan mencuci tangan yaitu sebesar 71,43%.
Diketahui juga ibu yang memiliki tingkat pengetahun baik yang anak
balitanya mengalami diare sebesar 40%, sedangkan ibu yang memiliki
69

tingkat pengetahuan baik yang anak balitanya tidak mengalami diare


sebesar 60%.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) responden
kelompok kontrol rendah karena belum pernah mendapat informasi
mengenai mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Jenis kelamin juga
mempengaruhi perilaku seseorang. Rendahnya perilaku hidup bersih dan
sehat akan mempengaruhi derajat kesehatan seseorang dalam
kehidupannya, sebagian perempuan memiliki sikap hidup bersih
dibandingkan laki-laki.

c. Nilai Rata-rata Perilaku (Pengetahuan,sikap,tindakan)


Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun Pada Kelompok
Intervensi Setelah
Hasil penelitian terhadap 62 responden pada perilaku mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun kelompok intervensi setelah diperoleh
nilai rata-rata pengetahuan mean 7,44 standar deviasi 1,182, sikap mean
30,68 standar deviaasi 2.171 dan tindakan mean 9,19 standar deviasi
1.447. Peningkatan perilaku mencuci tangan dengan air bersih dari tingkat
rendah menjadi tinggi karena responden telah mendapat perlakuan
pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk safety
intervensi atau upaya yang dilakukan dalam pelayanan keperawatan
komunitas. Pendidikan kesehatan mencakup pemberian informasi yang
sesuai, spesifik diulang, terus menerus, sehingga dapat menghasilkan
perubahan perilaku kesehatan. Program pendidikan kesehatan digunakan
untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam merubah gaya
hidupnya menjadi positif, mendukung peningkatan kesehatan dan kualitas
hidup komunitas serta meningkatkan partisipasi seseorang dalam merawat
kesehatannya (Widyanto, 2014).
Pendapat yang serupa dikemukakan (Azwar, 2005) bahwa
pendidikan kesehatan merupakan proses membuat orang bergerak untuk
70

meningkatkan dan memperbaiki kesehatan mereka (WHO, 2008).


Pendidikan kesehatan adalah unsur program kesehatan dan kedokteran
yang didalamnya terkandung rencana untuk mengubah perilaku seseorang
dan masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya program
pengobatan, rehabilitasi, pencegahan, dan peningkatan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar ada individu,
kelompok atau masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. Sehingga
pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk
membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan
kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan agar tercapai
hidup sehat secara optimal ( Nasution, 2004).
Menurut (Notoatmodjo, 2007) bawah pendidikan kesehatan dapat
menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat,
menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan
yang ada, agar masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar
pada kesehatan, agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam
mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah
dan mencegah penyakit menular, membudayakan perilaku hidup bersih
dan sehat bagi pribadi, keluarga dan masyarakat umum sehingga dapat
memberikan dampak yang bermakna terhadap derajat kesehatan
masyarakat, serta meningkatkan pengertian terhadap pencegahan dan
pengobatan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh perubahan
gaya hidup dan perilaku sehat sehingga angka kesakitan terhadap pnyakit
tersebut berkurang.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
(Apriany, 2012) Pemberian pendidikan kesehatan merupakan salah satu
proses belajar yang sangat penting bagi kehidupan mereka. Proses ini
berorientasi pada peningkatan derajat kesehatan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan kesehatan diberikan
71

dengan penuh kasih sayang, menerapkan pola disiplin, dan keteladanan


untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, salah satunya adalah kebiasaan
mencuci tangan.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) responden
kelompok intervensi menjadi meningkat setelah diberikan pendidikan
kesehatan dengan metode demontrasi kepada responden. metode
demontrasi adalah memperlihatkan secara singkat kepada suatu
kelompok atau masyarakat bagaimana melakukan suatu prilaku atau
tindakan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun yang benar sesuai
WHO (World Healt Organization). Pendidikan kesehatan dapat
mempengaruhi pengetahuan responden untuk menjadi lebih baik,
pendidikan kesehatan juga dapat merubah sikap, dan perilaku seseorang
untuk mempraktikkan apa yang mereka ketahui. Setelah diberikan
pendidikan kesehatan responden tidak hanya sekedar tahu tetapi
memahami manfaat mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dan juga
dapat mengaplikasikan tindakan mencuci tangan dikehidupan sehari-hari.
Jenis kelamin juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang, pada
kelompok intervensi seluruh responden berjenis kelamin perempuan
sehingga lebih memperlihatkan sifat-sifat seperti penyabar, rapi, telaten,
ramah, lemah kembut, dan penyayang sehingga perilaku mencuci tangan
dengan sabun lebih baik dibandingkan laki-laki.

d. Nilai Rata-rata Perilaku (Pengetahuan,sikap,tindakan)


Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun Pada Kelompok
Kontrol Setelah
Hasil penelitian terhadap 62 responden pada perilaku mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun kelompok kontrol setelah diperoleh
nilai rata-rata pengetahuan mean 6,62 standar deviasi 0,970, sikap mean
22,76 standar deviasi 2,732 dan tindakan mean 7,74 standar deviasi
1,459. Terjadi peningkatan yang signifikan perilaku mencuci tangan
72

dengan air bersih dan sabun walaupun responden tidak mendapat


perlakuan pendidikan kesehatan sebagaimana pada kelompok intervensi.
Mencuci tangan yang benar tidak hanya dipengaruhi oleh cara
mencucinya, tetapi juga oleh air bersih dan sabun yang digunakan dan lap
tangan yang digunakan. Cuci tangan memakai sabun mutlak perlu, dan
menggunakan sabun bukan sekedar lewat saja. Cuci tangan yang benar
perlu teliti sampai ke bagian-bagian sela jari dan sela kuku. Semua bagian
tangan jangan ada yang lupa untuk disabun, kalau perlu diulang berkali-
kali, apalagi kalau niatnya untuk makan menggunakan tangan (tanpa
sendok). Terkadang kita sudah benar cara mencuci tangan, tapi karena lap
yang kita pakai kotor, maka sama saja cuci tangan kita tidak berguna,
karena kita bisa terkena bibit penyakit yang berasal dari lap yang kotor.
Secara ringkas langkah-langkah cuci tangan adalah sebagai berikut:
Langkah 1: basahi tangan seluruhnya; Langkah 2: pakai sabun atau
antiseptik; Langkah 3: gosok benar-benar semua bagian tangan dan jari
selama 10-15 detik, terutama untuk membersihkan bagian bawah kuku,
antara jari dan punggung tangan; Langkah 4: bilas tangan dengan air
bersih mengalir; Langkah 5: keringkan tangan dengan handuk (lap) kertas
dan gunakan handuk untuk menutup keran, bila handuk tidak ada
keringkan dengan udara/dianginkan (Sunardi, 2017).
Pada penelitian ini mayoritas responden memiliki pendidikan pada
tingkat pendidikan Strata Satu (S1), yaitu 27 orang (43,55%). Menurut
Nursalam (2013), tingkat pendidikan adalah level atau tingkat suatu
proses yang berkaitan dalam mengembangkan semua aspek kepribadian
manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan.
Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang
dimana orang yang berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu
yang baru.
Sriyono (2015) mengatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat
pendidikan seseorang menentukan pengetahuan, sikap dan perilakunya.
Tingkat pendidikan tidak hanya mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, namun juga kemampuan penerimaan informasi. Lebih lanjut
73

(Sukmadinata, 2003) menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi


akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang
dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang mungkin mereka peroleh
dari gagasan tersebut.
Temuan penelitian ini sejalan dengan hasil studi (Brilian, 2016)
bahwa dari 91 responden didapatkan hanya 2 orang (2,2%) responden
yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sebanyak 45 orang
(49,5%) memiliki sikap yang baik mengenai cuci tangan. Perilaku cuci
tangan akan berhasil ketika sudah tertanam kebiasaan dan juga tersedia
sarana dan prasarana untuk cuci tangan. Penyediaan air bersih dan juga
sabun untuk cuci tangan sangat diperlukan.
Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, adalah bagian dari
perilaku hidup sehat yang merupakan salah satu dari tiga pilar
pembangunan bidang kesehatan yakni perilaku hidup sehat, penciptaan
lingkungan yang sehat serta penyediaan layanan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Perilaku hidup sehat yang
sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pemeliharaan
kesehatan pribadi dan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) responden
setelah mengalami peningkatan rata-rata perilaku. Pada kelompok kontrol
responden mengalami peningkatan pengetahuan dan sikap. Tingkat
pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang dalam
menerima informasi, rata-rata pendidikan responden pada kelompok
kontrol adalah Strata 1 (S1). Pengetahuan seseorang dapat diperoleh tidak
hanya dengan pendidikan kesehatan melainkan bisa melalui media-media
seperti, televisi, koran, majalah, dan lain-lain, sehingga pada kelompok
kontrol mengalami peningkatan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan).
74

2. Analisis Bivariat
a. Perbedaan Nilai Rata-rata Perilaku
(Pengetahuan,sikap,tindakan) Mencuci Tangan dengan Air Bersih
dan Sabun Pada Kelompok Intervensi Sebelum dan Setelah
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata pengetahuan mean
5,87, median 6,00, standar deviasi 1,373, nilai minimum 3, nilai
maksimum 8. Sikap mean 21,68, median 21,00, standar deviasi 2,902,
nilai minimum 16, nilai maksimum 29. tindakan mean 7,44, median 7,00,
standar deviasi 1,489, nilai minimum 4, nilai maksimum 11. Setelah
intervensi diperoleh pengetahuan rata-rata 7,44, nilai median (nilai
tengah) adalah 7,00, nilai maksimal 10, nilai minimal 5, dan nilai standar
deviasi (SD) 1,182. Sikap rata-rata 30,68, nilai median (nilai tengah)
adalah 30,00, nilai maksimal 36, nilai minimal 27, dan nilai standar
deviasi (SD) 2,171. Tindakan rata-rata 9,19, nilai median (nilai tengah)
adalah 9,00, nilai maksimal 12, nilai minimal 6, dan nilai standar deviasi
(SD) 1,447. Hasil statistik uji Wilcoxon didapatkan nilai pvalue 0,000
(pvalue ≤ 0,05) artinya ada perbedaan yang signifikan perilaku mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun pada kelompok intervensi sebelum
dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan di RT 40 Kelurahan
Sukabangun Palembang tahun 2019.
Pendidikan kesehatan merupakan perubahan perilaku yang
dinamis dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi
atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur tetapi perubahan tersebut karena adanya kesadaran dari dalam
individu, kelompok, atau masyarakat sendiri (Mubarak, 2009). Pendidikan
kesehatan dalam penerapannya dapat memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
pada kelompok intervensi. Perilaku mencuci tangan dibagi dalam tiga
indikator, yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku tindakan.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku tentang mencuci tangan, mencuci tangan merupakan suatu
perilaku kesehatan (Kustanty, 2013). Berdasarkan data dari WHO,
75

perilaku mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan terjadinya


kasus diare dan ISPA. Terdapat berbagai hal yang mempengaruhi
rendahnya perilaku CTPS karena masih rendahnya pengetahuan dan
kesadaran untuk melakukan perilaku CTPS yang benar.
Pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan,
pengalaman, hubungan sosial (lingkungan sosial budaya), paparan media
masa (akses informasi) dan ekonomi (pendapatan). Sebagian besar
responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai perihal manfaat dan
resiko perilaku cuci tangan dengan air bersih dan sabun yang diperoleh
dari penyuluhan kesehatan dimana di selenggarakan oleh pelayanan
kesehatan puskesmas setempat (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Risnawaty (2016), tingkat
pengetahuan terhadap perilaku CTPS masyarakat termasuk tinggi yaitu
sebesar 74.2% namun pengetahuan bukan merupakan faktor penentu
masyarakat untuk berperilaku CTPS, sesuai dengan teori Lawrence Green
dalam Notoatmodjo (2010), yang mengatakan terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor predispossing (pengetahuan)
serta dipengaruhi oleh faktor reinforcing serta faktor enabling.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata
menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik dan tidak baik)
(Notoadmojo, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap seseorang antara lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, institusi pendidikan dan agama serta
faktor emosi dalam diri.
Sikap juga sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-
tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan
tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu
76

kepada orang lain. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan
berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
Peningkatan sikap yang sangat signifikan pada responden
kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan yang diperoleh telah mampu
memunculkan pemahaman dan keyakinan terhadap kebutuhan mereka
sebagai seorang responden yang harus berperilaku hidup bersih dan sehat
dan memiliki kebiasaan untuk mencuci tangan pakai sabun.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sitorus. N (2014) menyatakan hasil penelitian sikap cuci tangan
menunjukkan bahwa dari 71 responden diperoleh hasil pretest sikap cuci
tangan siswa yang buruk yaitu 46 (64,8%) responden. Setelah dilakukan
intervensi pendidikan kesehatan, sebagian besar responden menunjukkan
hasil baik pada posttest yaitu 41 (57,7%) responden. Perubahan sikap ini
disebabkan siswa tersebut mau memperhatikan pesan-pesan yang
disampaikan melalui pendidikan kesehatan. Hasil uji statistik dengan uji
Wilcoxon menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
sikap cuci tangan pakai sabun siswa SD N 157 Kota Palembang dengan
signifikasi p = 0,001 dengan  = 0,05. Begitupun dengan hasi penelitian
yang dilakuakn (Fitrianingsih, 2010), (Mulidawati, 2011), dan (Fatimah,
2012) yang mengatakan adanya perbedaan yang bermakna atau signifikan
variabel sikap setelah dilakukan intervensi promosi kesehatan.
Perilaku tindakan pada diri seseorang tidak terlepas dari faktor-
faktor predisposisi yang didalamnya ada pengetahuan sikap, kepercayaan,
tradisi, nilai dan persepsi, terkait dengan tujuan seseorang atau kelompok
untuk bertindak. Pada intervensi pendidikan kesehatan yang telah
dilakukan dalam penelitian ini berpengaruh pada perubahan perilaku ke
arah yang lebih baik. Informasi yang diterima melalui pendidikan
kesehatan akan meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga akan bisa
memperbaiki atau merubah perilakunya menjadi lebih baik (Ali, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa seseorang yang belum mendapatkan pendidikan
kesehatan tentu mereka tidak mengetahui bagaimana cara mencuci tangan
77

dengan air bersih dan sabun yanng benar. Pendidikan kesehatan yang
dilakukan pada kelompok intervensi dengan metode demontrasi dapat
memberikan informasi dan pengetahuan kepada seseorang. Pendidikan
kesehatan dengan metode ini efektif karena masyarakat dapat
memperhatikan secara langsung cara mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun sesuai standar yang telah diberlakukan oleh WHO (World
Healt Organization). Dengan berbagai informasi tentang kesehatan akan
menambah luas pengetahuan dan pemahaman seseorang sehingga dapat
membentuk sikap, dan tindakan untuk mengaplikasikan mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun dikehidupan sehari-hari. Hasil penelitian
yang telah diteliti terdapat pengaruh perilaku (pengetahuan, sikap,
tindakan) setelah diberikan pendidikan kesehatan.

b. Perbedaan Nilai Rata-rata Perilaku


(Pengetahuan,sikap,tindakan) Mencuci Tangan dengan Air Bersih
dan Sabun Pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Setelah
Hasil penelitian diperoleh rata-rata perilaku mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun kelompok kontrol sebelum diperoleh
pengetahuan rata-rata mean 5,82, nilai median (nilai tengah) adalah 6,00,
nilai maksimal 8, nilai minimal 4, dan nilai standar deviasi (SD) 0,967.
Sikap rata-rata 21,77, nilai median (nilai tengah) adalah 21,00, nilai
maksimal 30, nilai minimal 17, dan nilai standar deviasi (SD) 3,021.
Tindakan rata-rata nilai 7,45, median (nilai tengah) adalah 7,00, nilai
maksimal 10, nilai minimal 5, dan nilai standar deviasi (SD) 1,490.
Kelompok kontrol setelah diperoleh pengetahuan rata-rata 6,62, nilai
median (nilai tengah) adalah 6,00, nilai maksimal 9, nilai minimal 5, dan
nilai standar deviasi (SD) 0,970. Sikap rata-rata 22,76, nilai median (nilai
tengah) adalah 22,00, nilai maksimal 31, nilai minimal 18, dan nilai
standar deviasi (SD) 2,732. Tindakan rata-rata 7,74, nilai median (nilai
tengah) adalah 8,00, nilai maksimal 11, nilai minimal 5, dan nilai standar
deviasi (SD) 1,459. Hasil statistik uji Wilcoxon didapatkan nilai pvalue
78

0,000 (pvalue ≤ 0,05) artinya ada perbedaan yang signifikan perilaku


mencuci tangan dengan air bersih dan sabun pada kelompok intervensi
sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan di RT 40 Kelurahan
Sukabangun Palembang tahun 2019.
Kebiasaan perilaku cuci tangan dengan air bersih dan sabun tidak
didapatkan secara menyeluruh di tempat pendidikan formal saja,
melainkan perilaku yang mereka dapatkan kebanyakan di dapat dari luar
tempat pendidikan formal seperti halnya lingkungan tempat tinggalnya
(Proverawati, 2012). Hal yang penting dalam perilaku kebiasaan
kesehatan adalah masalah pembentukan perilaku karena perubahan
perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan
sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya termasuk halnya
perilaku mencuci tangan. Tindakan atau perilaku merupakan respon
terhadap rangsangan yang bersifat aktif, dan dapat diamati. Setelah
seseorang mengetahui stimulus objek kesehatan, seseorang juga dapat
menerapkan perilaku kebiasaan cuci tangan sebagai kewajiban sebelum
dan setelah melakukan aktivitas sebagai pencegahan penyakit.
Mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir merupakan salah
satu upaya pencegahan penyakit karena tangan sering menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan pathogen berpindah dari satu orang
ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun tidak dan yang
terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan
bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya
sedang ditulari (Mufidah, 2012).
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Apriany (2012) yang menyatakan bahwa mencuci tangan adalah salah
tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari
menggunakan air mengalir dan sabun, dan hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan adanya perbedaan perilaku mencuci tangan sebelum dan
sesudah.
79

Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti


berpendapat bahwa kelompok kontrol sebagai pembanding dalam
penelitian ini juga mengalami perubahan perilaku sebelum dan setelah.
Hal ini disebabkan pengetahuan seseorang bisa didapat tidak hanya
melalui pendidikan kesehatan, melainkan bisa melalui pengalaman,
informasi yang didapat dari media, seperti media massa, media elektronik,
dan lain-lain. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin
mudah seseorang tersebut menerima informasi yang di dapat dari berbagai
sumber.

c. Perbedaan Nilai Rata-rata Perilaku


(Pengetahuan,sikap,tindakan) Mencuci Tangan dengan Air Bersih
dan Sabun Sebelum Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol
Hasil penelitian diperoleh rata-rata perilaku mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun kelompok intervensi sebelum diperoleh
pengetahuan mean 5,87, median 6,00, standar deviasi 1,373, nilai
minimum 3, nilai maksimum 8. Sikap mean 21,68, median 21,00, standar
deviasi 2,902, nilai minimum 16, nilai maksimum 29. tindakan mean
7,44, median 7,00, standar deviasi 1,489, nilai minimum 4, nilai
maksimum 11. Sedangkan kelompok kontrol diperoleh pengetahuan rata-
rata mean 5,82, nilai median (nilai tengah) adalah 6,00, nilai maksimal 8,
nilai minimal 4, dan nilai standar deviasi (SD) 0,967. Sikap rata-rata
21,77, nilai median (nilai tengah) adalah 21,00, nilai maksimal 30, nilai
minimal 17, dan nilai standar deviasi (SD) 3,021. Tindakan rata-rata nilai
7,45, median (nilai tengah) adalah 7,00, nilai maksimal 10, nilai minimal
5, dan nilai standar deviasi (SD) 1,490. Hasil statistik uji Mann-Whitney
didapatkan nilai pvalue pengetahuan 0,698, sikap 0,924, tindakan 0,929
(pvalue > 0,05). Kesimpulannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan
perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum pada
80

kelompok intervensi dan kontrol di RT 40 Kelurahan Sukabangun


Palembang tahun 2019.
Rendahnya perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
responden karena rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku tindaknya.
Selain itu juga, responden kurang menyadari seberapa besar manfaat
perilaku mncuci tangan dengan air bersih dan sabun serta dampaknya
terhadap kesehatan. Pada hal menurut (Tuzun, 2015) bahwa mencuci
tangan sangat penting karena dapat mencegah penyakit. Sikap positif
(positive attitudes) menjadi dasar bagi terbentuknya keyakinan yang
positif yang diperlukan bagi perilaku cuci tangan.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun tergolong rendah, karena
beberapa faktor seperti tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang
rendah. Temuan ini sejalan dengan studi (Murwanto. B, 2017) bahwa
sebagian besar variabel bersifat baik (> 50%), kecuali variabel persepsi
dan peranan petugas kesehatan yang bersifat buruk (< 50%), dan hanya
variabel peranan guru dan peranan teman yang mempunyai hubungan
bermakna terhadap perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa seseorang yang belum mendapatkan informasi
melalui pendidikan kesehatan tentu mereka belum mengetahui cara dan
pentingnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan seseorang dapat
dicapai dengan memberikan pendidikan kesehatan yang diharapkan dapat
mempengaruhi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) seseorang dalam
memelihara kesehatan masing-masing. Rendahnya perilaku seseorang
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap, sehingga seseorang tidak
menyadari bahwa pentingnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
dapat menghindarkan dirinya dari berbagai macam penyakit.

d. Perbedaan Nilai Rata-rata Perilaku


(Pengetahuan,sikap,tindakan) Mencuci Tangan dengan Air Bersih
81

dan Sabun Setelah Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok


Kontrol
Hasil penelitian diperoleh rata-rata perilaku mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun kelompok intervensi diperoleh pengetahuan
pengetahuan rata-rata 7,44, nilai median (nilai tengah) adalah 7,00, nilai
maksimal 10, nilai minimal 5, dan nilai standar deviasi (SD) 1,182. Sikap
rata-rata 30,68, nilai median (nilai tengah) adalah 30,00, nilai maksimal
36, nilai minimal 27, dan nilai standar deviasi (SD) 2,171. Tindakan rata-
rata 9,19, nilai median (nilai tengah) adalah 9,00, nilai maksimal 12, nilai
minimal 6, dan nilai standar deviasi (SD) 1,447. Sedangkan kelompok
kontrol diperoleh pengetahuan rata-rata 6,62, nilai median (nilai tengah)
adalah 6,00, nilai maksimal 9, nilai minimal 5, dan nilai standar deviasi
(SD) 0,970. Sikap rata-rata 22,76, nilai median (nilai tengah) adalah
22,00, nilai maksimal 31, nilai minimal 18, dan nilai standar deviasi (SD)
2,732. Tindakan rata-rata 7,74, nilai median (nilai tengah) adalah 8,00,
nilai maksimal 11, nilai minimal 5, dan nilai standar deviasi (SD) 1,459.
Hasil statistik uji Mann-Whitney didapatkan nilai pvalue 0,000 (pvalue ≤
0,05). Kesimpulannya ada perbedaan yang signifikan perilaku mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun pada kelompok intervensi dan kontrol
di RT 40 Kelurahan Sukabangun Palembang tahun 2019.
Peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai cuci tangan yang
terjadi dalam penelitian ini tidak terlepas dari upaya pendidikan kesehatan
yang dilakukan yaitu dengan metode ceramah, dan tanya jawab. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan pendapat (Efendi, 2008) bahwa setiap
orang memiliki tanggapan yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang
mempunyai potensi berpengaruh terhadap proses belajar adalah minat dari
seseorang terhadap materi yang disampaikan. Hal tersebut didukung
dengan pendapat (Suliha, 2009) yang menyatakan bahwa tujuan
pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku individu,
kelompok, dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana
melalui proses belajar.
82

Pendidikan kesehatan dalam waktu yang pendek (imediate impact)


hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan seseorang.
Peranan penyuluhan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor
pengetahuan dan perilaku, sehingga perilaku individu, kelompok atau
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk menyediakan
kondisi psikologis dari sasaran agar pengetahuan dari peserta didik sesuai
dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan (Husni, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Kusmawati (2006) tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan anak tentang diare didapatkan hasil bahwa masyarakat
sesudah diberikan pendidikan kesehatan pengetahuanya lebih baik
dibandingkan pengetahuan masyarakat sebelum diberikan pendidikan
kesehatan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat (Notoatmodjo, 2007)
yang mengatakan bahwa pendidikan kesehatan menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan dan berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Farida, 2010) tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan dan perilaku responden dalam melakukan pemeriksaan
payudara sendiri, dengan hasil bahwa pendidikan kesehatan memiliki
pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pengetahuan responden
dimana pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan responden
memiliki rata-rata sebesar 22,63 lebih baik daripada sebelum diberikan
pendidikan kesehatan yaitu dengan rata-rata 19,35 dan dengan nilai p
value 0,012 < 0,05.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan perilaku mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun. Hal ini sesuai dengan tujuan
pendidikan kesehatan, yaitu meningkatkan pengetahuan masyarakat
dibidang kesehatan (Depkes, 2003).
Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat Notoatmodjo
(2007) yang menyatakan bahwa orang yang setuju, mendukung atau
83

memihak terhadap suatu objek berarti memiliki sikap yang arahnya


positif. Sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dapat
dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif. Sikap merupakan
pandangan tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan
yang dimiliki orang. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.
Sikap positif cenderung terhadap tindakan yang mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif cenderung untuk
menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.
Pemahaman akan baik buruk, merupakan garis pemisah antara
suatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Pemahaman ini
diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajarannya. Hal
ini akan menjadi dasar bagi individu untuk menentukan sikapnya terhadap
suatu stimulus atau objek. Demikian pula yang diungkapkan oleh
Middlebrook dalam (Azwar, 2010) tidak adanya pengalaman sama sekali
dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif
atau kurang mendukung terhadap objek tersebut. Sehingga responden
yang belum pernah mengetahui tentang pentingnya mencuci tangan
cenderung bersikap negatif atau tidak mendukung tehadap informasi dan
praktik mencuci tangan. Untuk dapat menjadi dasar dalam pembentukan
sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional karena
dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan pengalaman akan lebih
mendalam dan lebih lama membekas (Azwar, 2010). Penelitian ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh (Bustami, 2011) tentang
pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode ceramah terhadap sikap
anak usia sekolah dalam pencegahan karies dentis di SD N 1
Tulungagung, dengan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan
nilai p value 0,004. Penelitian lain yang dilakukan oleh Arumi (2009)
yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap sikap anak sekolah dalam melakukan sikat gigi,
dengan nilai p value 0,010.
84

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh antara


pendidikan kesehatan terhadap sikap seseorang mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tingkat
pengetahuan responden tentang mencuci tangan mengalami peningkatan
pengetahuan setelah diberikan penyuluhan kesehatan. Hasil penelitian
juga menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang mencuci
tangan mengalami peningkatan pengetahuan setelah diberikan penyuluhan
kesehatan. Hal ini disebabkan pengetahuan sebagai faktor penyebab
terbentuknya sikap. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik,
diharapkan mempunyai sikap yang baik pula (Azwar, 2010). Menurut
peneliti hasil penelitian ini karena dengan diberikannya pendidikan
kesehatan pada seseorang, maka akan meningkatkan pemahaman serta
pengetahuan mengenai cuci tangan. Pemahaman yang baik pada
seseorang tentunya dapat memikirkan manfaat dan dampak dari cuci
tangan pada kesehatannya, sehingga seeorang dapat menentukan sikap
yang baik terhadap cuci tangan. Sikap yang didasari dengan pengetahuan
serta pemahaman yang baik tentu akan memiliki sikap yang lebih kekal
daripada sikap yang tidak didasari dengan pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait, peneliti
berpendapat bahwa pengetahuan, sikap, tindakan seseorang yang telah
mendapatkan informasi mengenai mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun melalui perlakuan pendidikan kesehatan akan lebih baik
dibandingkan yang tidak mendapatkan perlakuan pendidikan kesehatan.
Akan tetapi pengetahuan seseorang tidak hanya diperoleh melalui
pendidikan kesehatan saja, melainkan bisa melalui pengalaman,informasi
dari media: seperti televisi, internet, majalah, koran, dan lain-lain.

B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun di RT 40 Kelurahan Sukabuangun Kota Palembang.
85

Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini masih banyak keterbatasan


sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal dan masih banyak memerlukan
perbaikan. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini tidak homogen, maka untuk
peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan responden dengan jenis
kelamin yang merata atau jenis kelamin yang sama.
2. Pengumpulan data perilaku responden dalam mencuci tangan hanya
dilakukan dengan alat ukur kuesioner dan diisi sendiri oleh responden,
sehingga peneliti tidak dapat mengetahui secara langsung bagaimana cara dan
perilaku mencuci tangan pada responden, maka untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menggunakan alat ukur yang berbeda misalnya dengan
lembar observasi.
3. Penelitian ini hanya didasarkan pada jenis intervensi pendidikan kesehatan
yang dilakukan pada responden dan tidak memperhatikan adanya pengaruh
dari faktor lain seperti media massa.
4. Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada RT 40 Kelurahan
Sukabangun sehingga belum dapat menggeneralisasi dari seluruh populasi
yang ada di Kelurahan Sukabangun.
5. Alat ukur dalam penelitian ini hanya didasarkan pada kuesioner, sehingga
peneliti kurang bisa mengeksplor jawaban responden secara lebih mendalam,
sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode lain dalam
pengumpulan data misalnya dengan lembar observasi

Anda mungkin juga menyukai