NIM : 17045002
TUGAS MINGGU KE 12
1. Buat resume dan analisis mengenai Model Pertanian Tekno-Ekologis dalam menyikapi
Perubahan Iklim
a). Pengertian dan pentingnya model pertanian tekno-ekologis
Pertanian tekno-ekologis (eco-techno-farming) merupakan model pertanian yang
dikembangkan dengan memadukan model “pertanian ekologis) (eco farming) dengan
pertanian berteknologi maju (techno farming).Pertanian ekologis merupakan model
pertanian yang dikembangkan selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat
(Metzner dan Daldjoeni, 1987). Kekuatan utama sistem pertanian ini terletak pada
integrasi fungsional dari beragam sumberdaya, termasuk fungsi lahan dan komponen
biologis, sehingga stabilitas dan produktivitas sistem usaha tani dapat ditingkatkan
dan basis-basis sumberdaya alam bisa dilestarikan (Reijntjes, et al.,2002).
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan
memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang
selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat
mencapai target produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti
padi, jagung, dan kacang-kacangan. Sistem ini lebih efisien dan berkualitas dengan
risiko yang lebih kecil dan ramah lingkungan.
Ada beberapa penerapan model pertanian tekno-ekologis yang bisa diterapkan di
Indonesia, yaitu model pertanian tekno-ekologis di ekosistem lahan kering beriklim
basah, tekno-ekologis di lahan kering beriklim kering, tekno-ekologis di ekosistem
sawah, tekno-ekologis di ekosistem kawasan urban, tekno-ekologis di ekosistem
pantai. Tekno-ekologis di ekosistem lahan kering beriklim basah di antaranya
diterapkan pada perkebunan kopi dan kakao. Setiap metode bisa diterapkan dengan
sistem integrasi sederhana atau integrasi kompleks.
Dari aspek ekologi, model pertanian tekno-ekologis berorientasi pada optimalisasi
pemanfaatan sumber daya lokal melalui siklus produksi tertutup guna menekan
penggunaan bahan-bahan anorganik (kimiawi). Implikasinya, model tekno-ekologis
ini akan dapat mendukung kelestarian ekosistem. Jika penerapannya didukung oleh
aplikasi teknologi yang bersifat adaptasi dan mitigasi secara terencana dan terarah,
model pertanian tekno-ekologis dapat membantu petani dalam menyikapi fenomena
global perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Kasus banjir dan tanah longsor di Bahorok, Sumatera Utara (2002); Trawas, Jawa
Timur (2004); Jember, Jawa Timur (2005), merupakan akibat hancurnya kawasan
hidroorologis. Kerusakan daerah resapan air juga akan menimbulkan dampak
kekeringan pada musim kemarau. Pergantian tanaman biasanya terjadi karena
pertimbangan ekonomi, yakni ketika harga komoditas lama jatuh. Untuk
menanggulangi masalah ini diperlukan integritas dengan komoditas lain, tanpa harus
mengganti komoditas lama. Integrasi merupakan salah satu cirri dari dari model
pertanian tekno-ekologis
Contoh : di Desa Pucak Sari Dan Sepang, Bali. Semula, disetiap lahan usaha tani rata-
rata hanya ada tanaman kopi sebagai komoditas dominan dan tanaman buah (jeruk,
pisang) sebagai komoditas selingan (pendukung). Sudah ada diversifikasi (keragaman
spesies) kopi dan tanaman buah jeruk, pisang namun keduanya belum terintegrasi.
Keberadaan buah-buahan memang dapat mengurangi resiko usaha tani, tapi belum
berperan dalam meningkatkan efisiensi usaha tani. Agar terjadi integrasi maka di
introduksikan ternak berupa kambing peternak etawa. Sehingga dalam model ini telah
terbentuk rantai ekosistem, yakni pemanfaatan zat-zat makanan secara tertutup.
Sehingga hasil pemangkasan tanaman penaung kopi bisa untuk pakan kambing dan
kotoran kambing bisa dijadikan pupuk tanaman kopi dan tanaman buah pisang dan
jeruk
Dari hal diatas, belum ada sentuhan teknologi baru seperti fermentasi untuk
meningkatkan pupuk dan pakan. Sehingga perlu sentuhan teknologi maju. Teknologi
ini digunakan antara lain untuk mengolah limbah kopi (kulit buah) serta pengolahan
kotoran dan urine kambing. Pola integrasi masih berlangsung sederhana, tetapi sudah
ada sentuhan teknologi maju, berupa pengolahan kopi dan ternak. Teknik pengolahan
kopi dimanfaatkan untuk menghasilkan konsentrat (pakan penguat) bagi kambing
atau sapi. Sementara itu, pengolahan kotoran dan urine ternak menggunakan mikroba
inokulan ditujukan untuk memperoleh pupuk organic (kompos dan pupuk cair) yang
lebih bermutu, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman kopi dan buah-
buahan. Dengan sentuhan teknologi ini, petani dapat memperoleh produk kopi,
daging (anak kambing), susu. Bahkan, jika produksi pupuk lebih banyak dari pada
kebutuhan, sisanya bisa dijual. Jika pola integrasi sederhana ini telah dapat diterapkan
dengan mantap. Bisa dilanjutkan kepada pola integrasi yang lebih kompleks.
Jika di antara tanaman mete bisa ditanami murbei, petani dapat pula membudidayakan
ulat sutra. Selain menghasilkan kokon (bahan benag sutra), ulat sutra juga
menghasilkan limbah berupa pupa dan baik untuk untuk pakan unggas (ayam).
Selanjutnya, kotoran unggas bisa dimanfaatkan untuk pakan ikan yang dipelihara
dalam bak-bak penampungan air. Jadi, dari integrasi tanaman dan ternak ruminansia
akanmemunculkan relung-relung baru, yang dapat diisi dengan spesies baru, seperti
budidaya lebah, palawija, ulat sutra, dan ayam yang diintegrasikan dengan
pemeliharaan ikan. Salah satu model penerapan model pertanian tekno ekologis
berbasis perkebunan mete terletak di desa tulamben, bali timur.